26 Oktober 2018.
Tepatnya peringatan hari pernikahan Dinda Azulla Mahendra dan Aditama Mahendra yang ke-23. Karena kebetulan sedang ada di Bandung, maka mereka mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakannya. Perayaan ini akan menjadi pesta kebun yang diadakan di halaman belakang rumah keluarga mereka berhubung halamannya yang memang cukup luas.
Halaman belakang dihias dengan balon-balon berwarna putih dan hijau yang ditempel di sepanjang dinding halaman. Kursi dan meja bundar dilapis kain putih dengan pita hijau yang sederhana. Deretan menu makanan dijejer rapi di atas meja panjang yang dipesan dari pihak catering dan diletakkan di samping kolam ikan. Tidak ada panggung kecil atau apapun karena acara ini memang disusun sederhana dan privat.
Yang diundang tentu han
Raihan tiba-tiba ditarik Titan menjauh dari teman-temannya dan diseret masuk ke dalam rumah, padahal acara sedang ramai-ramainya di belakang sana. Sekarang, mereka berada di ruang keluarga. Cukup jauh agar tidak bisa didengar siapapun di halaman belakang sana.Ia menghela napas begitu tahu pasti apa yang akan dikatakan Titan selanjutnya. Ini akan menjadi rumit, pastinya."Kenapa ada Kak Nana di sini?""Karena gue ngundang dia, Dek.""Kenapa harus diundang? Yang harusnya jadi tamu di sini kan temen bukan mantan.""Memangnya mantan nggak bisa jadi temen?" Raihan menjawab setenang mungkin."Ya nggak bisalah, Kak! Lihat sendiri kan dia
Tristan mengendarai motornya gila-gilaan di tengah gelapnya malam. Ia membelah jalanan Kota Bandung ketika jam sudah menunjukkan lewat tengah malam. Dirinya yang tadi sedang bermain gitar dengan galaunya di kamar, berusaha menenangkan pikiran setelah melewati hari yang terasa begitu berat baginya. Tiba-tiba panggilan telepon dari Rheva mengusik kegiatannya.Rheva terdengar sangat panik, mengatakan kalau Titan ditemukan pingsan di kamarnya sekitar setengah jam yang lalu dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Sementara Rheva sendiri tidak bisa menjenguk saat itu, katanya baru saja bertengkar dengan papanya dan benar-benar dilarang untuk keluar rumah.Mendengar itu, jantung Tristan langsung berdegup keras. Pikirannya tambah kalut namun untungnya masih bisa berpikir apa yang harus dilakukan. Ia mengambil kunci motor dan jaket, langsung berk
"Jadi, Titan udah tiga tahun suka sama Raihan? Kakaknya sendiri?"Sekarang, hanya ada Aldo dan Tristan yang menjaga Titan subuh-subuh begini. Kesempatan ini langsung digunakan Tristan untuk mengorek informasi dari masalah yang mengganjalnya."Iya," jawab Aldo singkat.Ia sudah menduga, cepat atau lambat Tristan pasti akan tahu perihal ini. Sekarang, mungkin waktu yang tepat bagi Tristan untuk mengetahui semuanya. Ia percaya, cowok yang sudah terlanjur naksir berat sama adiknya ini, berhak untuk tahu segalanya."Alasan Raihan pergi ke luar kota selama tiga tahun, itu buat ngejauhin dia dari Titan?"Aldo menghela napas, lalu sekali lagi mengangguk.
Setelah sehari ijin sekolah karena sakit, akhirnya Titan kembali masuk. Ia sudah merasa jauh lebih baik, katanya. Sehingga meskipun seisi rumah menyuruhnya untuk tetap beristirahat, namun ia bersikeras ingin sekolah.Tentu jika kondisinya sedang berbeda, Titan akan dengan sangat senang hati jika disuruh begitu. Secara, kapan lagi coba seisi rumah kompak menyuruhnya untuk bolos? Tapi hari ini ada seseorang yang ingin ia lihat, seseorang yang ingin ia pastikan kehadirannya di kala ia sedang sakit kemarin.Tristan.Jika benar itu bukan mimpi, jika benar cowok itu memang masih peduli padanya, berarti Tristan masih mau menerimanya seperti sedekat dulu, namun jika itu hanya ada dalam angan-angannya seorang, tentu Tristan akan menjauhinya semenjak tahu kebenarannya.
Seharian itu, Titan benar-benar kehilangan keceriaannya. Melihat Tristan bersama perempuan lain berhasil membuatnya sedih, kesal, dan berbagai perasaan lainnya ia rasakan sekaligus. Apa daya, Titan sadar ia tak boleh egois. Dia yang sudah menolak Tristan dengan kenyataan pahit, oleh karena itu dirinya harus membiarkan cowok itu bebas untuk mengejar kebahagiannya sendiri, dengan orang lain tentunya.Titan benar-benar murung, sibuk dengan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia terus melamun di kelas, tidak bisa tidur sama sekali. Ketika mengobrol dengan Rheva pun, kelihatan jelas kalau ia tidak memperhatikan lawan bicaranya itu.Suasana mendung di hati sahabatnya tidak membuat Rheva ingin mengasihaninya. Rheva tahu Titan memang harus lebih menderita lagi daripada ini. Hal yang memang ia pantas dapatkan karena terlalu bodoh.
Mereka menjauh, keduanya benar-benar menciptakan jarak. Sudah sebulan berlalu sejak Titan dan Tristan tidak mengobrol atau bahkan bertegur sapa sama sekali. Ketika di sekolah, keduanya sebisa mungkin menghindar. Titan yang ingin tetap diam di kelas dan Tristan yang makin sering bolos hingga harus dipanggil ke BK berkali-kali lebih banyak daripada dulunya, dan satu tempat yang paling keduanya hindari yaitu kantin. Tempat mereka dulu paling sering bersama. Kegiatan belajar bareng bersama Tristan juga sudah tidak ada lagi. Titan memang tetap belajar di rumah, namun di bawah bimbingan Raihan yang menurutnya sangat membosankan. Topik tabu di antara mereka tetap tidak pernah naik ke permukaan, kembali dipendam jauh di lubuk hati masing-masing karena mereka sama-sama pengecut. Aldo tetap mengawasi dan seringkali masih tersulut emosi, namun sebisa mungkin menutupi keadaan dari Dinda dan Aditama
Ketika ojek misterius yang mengantarnya pulang baru saja meninggalkan halaman rumahnya tanpa perlu bayaran sedikitpun, Titan mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Ia benar-benar gerah karena terlalu lama menunggu jemputan, jadi tanpa perlu disuruh pun Titan langsung bergegas memasuki kamar mandi. Setiap guyuran air yang menyegarkan tubuh lelahnya seolah juga menyegarkan pikirannya yang dari tadi pagi rasanya mau meledak karena kelamaan ia pakai buat berpikir. Perkataan Rheva tadi pagi benar-benar tidak mau meninggalkan pikirannya barang semenit pun. Titan mencernanya seharian tadi, namun otak dengan kapastitas pas-pasan miliknya sepertinya memang tidak mampu. Barulah sekarang, rasanya ia bisa memaknai tiap ucapan sahabatnya itu dengan baik. Tiap Titan memikirkannya lebih dan lebih dalam lagi, semakin dirinya sendiri menyada
Pagi ini, Titan bangun dengan sebuah tekad yang kuat. Ia bertekad akan mengikis jarak yang telah terbentang antara dirinya dan Tristan.Titan bangun, mandi, dan berdandan. Memoleskanmake-uptipis yang membuatnya terlihat lebih segar. Tentu sebagai seorang cewek tulen, ia ingin tampil cantik di depan orang yang disukainya. Itu hal yang wajar kan?"Duh, siapa sih itu kok cakep bener?" Titan malah narsis sendiri di depan kaca.Setelah sarapan bersama keluarganya yang beranggotakan lengkap kecuali Raihan yang sudah kembali kuliah, Titan berangkat ke sekolah dengan mengendarai mobil sendiri pagi itu. Dikarenakan Dinda, mamanya yang ia anggap cerewet itu selalu mengomelinya agar tidak manja terus pada abangnya. Katanya kasihan Aldo, bertahun-tahun harus sukarela mengurus
"Sayang-sayang pala lo peyang!" sentak Titan kesal seraya meninju bantal tidurnya tak henti-henti. Setelah meninjunya, ia melempar bantal itu ke sembarang arah. Iya, Titan sedang dalam mode siluman ekor rubah. Ia benar-benar kesal kala mengingat bagaimana Tristan memanggilnya sayang tadi saat di aula ketika latihan. Satu aula benar-benar menyorakinya dan ia langsung bingung harus menaruh muka di mana. "Sayang-sayang lo banyak! Bukan cuma Titan doang!" geramnya lagi. Bahkan sekarang ia mulai menggigiti sarung guling saking kesalnya. Ia semakin kesal kala mengingat bagaimana Tristan begitu dekat dengan teman-teman ceweknya yang lain. Mungkin saja kan ada si sayang nomor dua, nomor tiga, dan seterusnya. Mau marah juga rasanya aneh, statusnya bukan siapa-siapa walau tak bisa juga dibila
"Cie... habis kena marah ya? Kusut bener mukanya kayak keset depan WC." Titan terkikik geli sekembalinya Tristan setelah sesi berbincang-bincang tidak ria dengan papanya di atap rumah sakit barusan.Sekarang mereka ada di taman rumah sakit, setelah Tristan selesai dengan papanya dan langsung menghubungi Titan untuk bertemu di sana."Kamu juga kusut mukanya," balas Tristan."Hah, masa? Udah cuci muka tadi pakai air padahal." Titan memegang pipinya sendiri dengan punggung tangannya."Iya kusut, kayak kurang asupan perhatian dari aku.""Jijik banget dengernya tahu nggak?" Ekspresi Titan langsung berubah sedatar mungkin."Aku kayaknya y
Setelah mendapat lokasi balapan motor dengan lagi-lagi harus menelpon Bams, maka Rheva semakin menggas mobilnya. Ia jarang ngebut apalagi kebut-kebutan begini. Alhasil, ia hampir menabrak seorang pejalan kaki yang menyeberang jalan di tengah gelapnya malam ditambah guyuran hujan. Syukur-syukur selamat."Rev." Titan memanggil."....""Rev.""Hm?""Rev!""Apa, sih?!""Lo bawa mobil mahal apa bawa bajaj sih!""Mobil mahal lah ini.""Lelet banget tahu nggak?! Saingan sama siput?!""Yang penting jalan mobilnya.""INI CUMA 20 KILOMETER PER JAM REPPPP!!!! KAPAN NYAMPENYA ISHHH!!! LIMA BELAS MENIT LAGI TENGAH MALEM NIH UDAH MULAI BALAPANNYA ENTAR!!!""Udah cepet ini! Lo mau kita hampir nabrak lagi apa?! Jantung gue tadi rasanya mau loncat keluar tahu nggak?!""Ishhh Rhevaaaaa...." Titan merengek."Entar lagi juga sampe elah. Gue kapok ngebut! Lagian ini hujan, buram kacanya!""Entar mere
"Aku sayang sama kamu, Tan!" teriak Aundy di ujung lorong yang sudah sepi.Tristan ada di hadapannya, menatap dirinya dengan tatapan datar dan tak tertarik sama sekali."Guenya nggak.""Bohong! Kamu meluk aku waktu itu! Waktu di parkiran aku nangis kejer-kejer bahkan di rumah sakit kamu temenin aku sampai malem." Mata gadis itu berkaca-kaca, berusaha meyakinkan dirinya sendiri pada sebuah harapan kosong."Waktu itu, cuma itu yang bisa gue lakuin buat nolongin lo. Jangan kegeeran.""Nggak mungkin cuma gara-gara itu. Kalau emang iya kamu sukanya sama Titan, kamu harusnya ninggalin aku gitu aja. Kamu tahu Titan nggak suka sama aku deketin kamu."
Tristan seharian ini tidak sempat bertemu dengan Titan. Entah ke mana gadis itu saat ia mencarinya, mereka tidak berpapasan sama sekali. Mereka juga sudah sibuk dihadang berbagai ujian menjelang UN, membuat kesempatan bertemu semakin sulit karena gadis itu biasanya langsung ngacir pulang begitu selesai ujian.Sekolah tidak pernah terasa seluas ini bagi Tristan, namun ketika dia tidak bisa bertemu Titan, semua berbeda. Hari ini, ketika ia bertemu salah satu siswa laki-laki yang diingatnya sekelas dengan Titan, maka ia pun bertanya di mana keberadaan cewek itu. Cowok itu menjawab, hari ini seharusnya anakbandakan latihan.Maka ia bergegas, mencari ke aula tapi tak ada siapapun di sana. Ia lalu berlari ke ruang musik, namun melihat dari jendela luar saja sudah kelihatan jelas bahwa tempat itu juga kosong, pintunya pun
Tristan mengerang, pusing. Ia masih terjebak di tempat ini, Rumah Sakit Medika. Orang tua Aundy mengalami kecelakaan cukup parah, yang memerlukan operasi untuk segera menangani mereka. Luka-luka dan patah tulang. Sementara keluarga Aundy yang lain yaitu om dan tantenya baru saja datang.Pengurusan untuk surat tindakan medis semuanya ditangani mereka yang sudah berusia di atas 21 tahun. Sementara Aundy sendiri hanya bisa menangis sedari tadi, terlebih setelah mendengar penjelasan dokter sebelumnya mengenai kondisi papa dan mamanya yang akan segera ditangani."Tolong temani Aundy dulu, ya. Biar saya dan omnya yang mengurus semua."Tristan tadi dimintai tolong oleh Arini dan Budi yaitu tante dan om dari Aundy agar bantu menenangkan Aundy yang masih histeris. Setelah Arini dan Budi menguru
Tristan bergegas keluar kelas begitu bel tanda istirahat berbunyi. Ia tidak bolos pagi ini, berhasil memposisikan pantatnya untuk tetap menempel pada kursi walau tidak betah. Jika pantatnya punya nyawa sendiri, sudah pasti pantatnya itu bakalan kabur duluan.Ia uring-uringan sejak kemarin, ketika sempat berselisih dengan Titan sebelum pulang sekolah. Ia sadar ia yang salah. Seharusnya ia tidak boleh egois dengan meminta Titan menunggunya sementara ia akan berdua dengan Aundy walau hanya untuk sekadar latihan drama. Ia seharusnya memilih salah satu antara latihan atau mengantar Titan pulang. Satu yang ia tahu, ia tidak akan senang memilih salah satunya. Ada konsekuensi di antara kedua pilihan itu.Pentas seni sialan,batinnya.Ia akan meminta maaf pada Titan, oleh
Esoknya, Tristan datang ke kelasnya seperti kebiasaannya belakangan ini untuk mengajak Titan makan ke kantin. Titan pun tak bisa pura-pura seolah biasa saja. Senyumnya langsung merekah begitu melihat penampakan cowok itu muncul di ambang pintu kelasnya bahkan sebelum Bu Endah yang sedang mengajar di XII IPA 4 keluar kelas."Ngapain kamu mejeng di sini?" Bu Endah yang hendak keluar tentu saja bertemu dengan Tristan di ambang pintu."Mau nyari anak didiknya Bu Endah buat ngajakin makan berdua di kantin. Kenapa? Ibu mau ikutan? Jangan jadi orang ketiga di antara kami dong Bu," jawab Tristan sambil senyum-senyum."Hah, ngawur aja kamu nih. Emang kamu ngajakin siapa toh?""Ini Bu, anaknya udah ketemu." Tristan langsung merangkul pundak Tit
Tristan menahan napas ketika melihat wujud manusia di depannya. Seketika, bayangan wajah cemburu Titan tergambar di otaknya dan membuatnya berasa sedang selingkuh. Padahal pacaran aja mereka tidak.Aundy.Sesosok gaib-eh manusia yang belakangan ini selalu absen di depan wajahnya tiap hari. Menggerayanginya ke mana-mana sampai terkadang membuat Tristan berasa punya penunggu di punggungnya.Kadang ia kesal sendiri, tapi pernah beberapa kali ia bersikap cukup baik pada cewek itu ketika ingin melihat reaksi Titan bila ia berdua dengan perempuan lain. Makan bersama di kantin beberapa kali dan mengantarnya pulang.Sekarang rasanya ia ingin ganti muka saja. Biar tak terus-terusan dikejar sana-sini. Toh cewek satu ini juga cuma naksir sama ta