“Selamat malam Bapak-bapak,” sapa Nani ramah sambil menjabat satu persatu tangan kekar dari para pria aparat Negara itu. Tubuh mereka memang besar. Hanya saja Nani lebih suka dengan Morgan yang jauh lebih muda dan bertenaga.
Mereka membalas sapaan dari istri dari Tuan rumah dengan senyum penuh arti sembari melihat bodi Nani yang masih elok meskipun sudah berumur.Nani menundukan pandangannya. Meskipun tidak kentara dari sikap mereka, Nani merasa kalau para aparat Negara itu juga berpikir yang tidak-tidak dengan tubuhnya. Insting kewanitaannya terlalu kuat. Parahnya lagi, Cokro tidak menyadari akan hal itu.Mereka lantas duduk di kursi yang disediakan di dekat kolam renang. Di dekat mereka juga sudah dipersiapkan barbecue untuk menemani reuni mereka sampai malam. Juga berbagai minuman ringan.“Wah, Pak Cokro hebat ya sudah bisa memimpin satu bataliyon untuk misi Negara,” seloroh seorang angkatan udara yang sudah berpangkat sebagai laksa"Honey, Kamu di dalam?" tanya suara yang tidak lain adalah Cokro.Nani menghentikan gerakannya. Dia mengarahkan telunjuknya di tengah bibir tebal Morgan. Isyarat supaya diam."Iya, Hubby! perutku mules banget!" Nani beralasan."Emangnya kamu habis makan apa kok sampai mules gitu?" sahut Cokro keheranan."Kayaknya pisang tadi siang, Hubby! AW!" Nani memekik tatkala Morgan menghentaknya dari bawah. Nani mengigit bibir sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara desahan. Sedangkan Morgan hanya terkekeh. Dasar Badung!"Kalau begitu, ayo aku antar ke rumah sakit sekarang!" pekik Cokro dengan nada khawatir.Nani tidak segera menjawab. Gerakan menghujam Morgan begitu memabukkan. Takut kalau sampai bersuara justru terlepas suara desahan yang bergetar."Honey! Kok diam!" desak Cokro.Nani melihat ubun-ubun Morgan yang kini tengah melahap dua buah pepayanya secara pergantian. Nani merasa berada di ambang klimaks. Tubuhnya hampir mengejang.
"Ayo! Sini Tanteku yang bahenol!"Nani langsung menghampiri ranjang. Morgan terlihat antusias menata bantal untuk tempatnya bersandar. Dia sudah tidak sabar ingin memakan tubuh Tante yang menggiurkan itu."Kamu pengen lagi ya Morgan?" tanya Nani dengan senyum menantang. Morgan mengangguk mantap.Wanita setengah baya itu menundukkan tubuhnya yang langsung disambut oleh sergapan tangan kekar Morgan. Tubuh perkasa Morgan merasakan empuknya tubuh bahenol Nani yang licin. Membuatnya tidak sabar untuk menjilat tubuhnya sampai habis.Morgan memegang tengkuk Nani, mengarahkan kepalanya supaya menghadap dirinya. Kemudian Morgan menghadiahi dengan lumatan ganas sampai ludah yang berceceran di tepi bibirnya. Nani yang pasif, justru membuat Morgan gencar memberikan serangan.AW!Morgan berjingkat tatkala merasakan sesuatu yang menyengat. Nani ternyata memegang sesuatu yang menyerupai pentungan, tapi dialiri listrik."AW! sakit Tante!" pekik Morga
Pria berkaca mata hitam itu terus mengacungkan senjata ke Morgan. Tatapannya sangat waspada. Dia tahu kalau Morgan penjahat yang jago bela diri. Lengah sedikit bisa habis mereka."Ayo, borgol dia!" desak Pria itu kepada temannya yang terlihat buru-buru membekuk Morgan dan memborgolnya dari belakang.Tiba-tiba, Temannya itu membungkuk kesakitan. Pria berkaca mata itu panik. Dia menatap nyalang ke Morgan sambil bersiap menekan pemantik."Kamu apakan temanku?" tanya pria itu. Morgan tersenyum sinis."Saya hanya menonjok kemaluannya saja," jawab Morgan santai. Ternyata ketika tangannya di arahkan ke belakang. Genggaman tangannya langsung mengarah tepat mengenai selangkangan pria di belakangnya."Kamu jangan macam-macam ya," ucap pria berkaca mata yang mulai gemetaran. Walaupun senjatanya mengacung. Tidak ada artinya karena Morgan yakin mereka menggunakannya hanya untuk menggertak bukan untuk menyakiti.Morgan mengusap bawah hidungnya dan berjala
Pria berkaca mata hitam itu terus mengacungkan senjata ke Morgan. Tatapannya sangat waspada. Dia tahu kalau Morgan penjahat yang jago bela diri. Lengah sedikit bisa habis mereka."Ayo, borgol dia!" desak Pria itu kepada temannya yang terlihat buru-buru membekuk Morgan dan memborgolnya dari belakang.Tiba-tiba, Temannya itu membungkuk kesakitan. Pria berkaca mata itu panik. Dia menatap nyalang ke Morgan sambil bersiap menekan pemantik."Kamu apakan temanku?" tanya pria itu. Morgan tersenyum sinis."Saya hanya menonjok kemaluannya saja," jawab Morgan santai. Ternyata ketika tangannya di arahkan ke belakang. Genggaman tangannya langsung mengarah tepat mengenai selangkangan pria di belakangnya."Kamu jangan macam-macam ya," ucap pria berkaca mata yang mulai gemetaran. Walaupun senjatanya mengacung. Tidak ada artinya karena Morgan yakin mereka menggunakannya hanya untuk menggertak bukan untuk menyakiti.Morgan mengusap bawah hidungnya dan berjala
"Bagaimana? Apa kalian berhasil menemukan Morgan?"Pria berkacamata yang sepertinya adalah pemimpin angkat bicara."Sudah Tuan, sepertinya dia berada di khawasan apartemen Sedayu Group. Semalam sebelum dia kabur, saya berhasil menempelkan alat pelacak di bajunya. Tapi, saya justru di lempar ke sungai oleh bajingan tengik itu. Jadi pencahariannya sedikit terhambat," tukasnya yang masih kesal karena kejadian semalam.Adrenalin Gugun kembali terpacu. Ternyata para bodyguard itu lebih cerdik yang Gugun kira. Untung saja, semalam Gugun melepas baju hitam itu dan membuangnya di tong sampah tak jauh dari khawasan apartemen itu."Kami tahu lokasi terakhir dari Morgan yang membuang pakaiannya di tong sampah pinggir jalan. kemudian atas bantuan dari Pemda, yang menunjukan cctv lalu lintas bahwasanya Morgan sedang berjalan menuju apartemen itu,""Terus apa kalian sudah memeriksa apartemen yang di maksud?""Untuk sekarang belum bisa Tuan. Pihak manageme
Tidak ada yang menduga jalan hidup seseorang termasuk Gugun. Kini, dia tengah bersama dengan anak buah Fatur menuju apartemennya, di mana di dalamnya ada barang-barang yang menunjukan siapa sejatinya Gugun.Tadi, dia diarak bagaikan orang penting karena puluhan anak buah Fatur yang mengikutinya. Mereka berjaga di area sekitar apartemen, mengantisipasi kalau Morgan kabur."Ini apartemenmu?" tanya bodyguard itu. Gugun mengangguk. Lantas mengarahkan kunci untuk membuka pintunya. Jantungnya berdegup dengan kencang karena rahasia terbesar dalam hidupnya akan terbongkar.Namun tiba-tiba, secara mengejutkan, ada seseorang misterius berpakaian serba hitam berlari di lorong itu. Memecah perhatian bodyguard itu. Pria misterius itu tampak terdiam seakan mengejek bodyguard itu."Itu dia Morgan!" pekik bodyguard itu yang kemudian berlari mengejar pria misterius itu. Sedangkan Gugun hanya melongo. Tapi dia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia segera masuk ke dalam
"Kenapa Tante tidak mau aku tiduri?" seru pemuda itu yang tampak gusar. Dia merasa tersinggung karena dia sudah dibayar tapi Nani seakan jijik ingin menyentuhnya."Karena aku membayarmu bukan untuk itu, tapi supaya Morgan cemburu."Bagai tersambar petir, Gugun tidak menyangka sebelumnya. Sekarang dia dibuat pusing dengan Nani. Sebenernya apa sih maunya wanita itu."Jadi Tante hanya memperalat saya? Begitu!" gertaknya dengan suara meninggi. Khas pemuda yang belum bisa mengontrol emosinya."Memangnya kenapa sih? aku kan sudah membayarmu. Terus masalahnya apa?""Masalahnya saya tidak terima Tante. Saya tidak butuh uang Tante, yang saya inginkan hanyalah Tante!" ungkap pria itu."Tapi, saya enggak mau sama kamu, kamu masih kecil enggak ada apa-apanya dibandingkan dengan Morgan!""Ok, kalau begitu mari kita buktikan!""Astaga apa yang kamu lakukan?"Detik kemudian, terjadi kemelut di dalam sana. Gugun merasa sudah saatnya dia
Gugun masih mengajar tatkala Nani dan Cokro undur diri. Begitu juga Fatur yang beranjak ke ruang kerjanya sehingga di sana hanya ada Gugun, Jihan dan kedua anak itu.Ketika Gugun tengah memikirkan apa yang direncanakan Nani di balik liburan ke Bali itu, tiba-tiba tangannya digenggam oleh Jihan. kemudian mengarahkannya ke kedua bulatan indah miliknya."Sentuh aku Pak," bisik Jihan sambil memaksa tangan kekar itu untuk menyentuh.Gugun gugup. Di ruang keluarga di mana siapa saja bisa lewat di ruangan itu, terlebih ada anak kecil di hadapan mereka dengan posisi membelakangi."Ayolah, Pak," rintih Jihan. Gugun tetap mengenggam tangannya. Menjaga diri supaya tidak tergoda oleh Jihan.Namun, tiba-tiba Nala muncul dari belakang. Jihan langsung melepas tangannya dengan tatapan jengkel ke Nala karena telah merusak kebersamaannya dengan Gugun."Ngapain kamu di sini!" ketus Jihan."Maaf, Pak Gugun bisa benerin kran enggak?" ucap Nala tanpa mengh
“Papa kenapa?” tanya Jordan saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Nala yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Morgan sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Jordan antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Nala sambil melotot. Morgan tergelak. Namun tak lama, karena Jordan yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti supe
Morgan kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Nala yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Morgan beruntung memilikinya.Nala tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Morgan. Setelah area depan selesai, Nala menempelkan tubuh bagian depannya dengan Morgan untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini.“Turun, Sayang.”Kaki Nala kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Morgan. Sedangkan Morgan terlihat memperhatikan Nala dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Nala tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas.
Setelah selesai area muka, dia beralih ke kaki Morgan yang berbulu. Di saat yang bersamaan dia terhenyak saat melihat sesuatu yang menyembul keras.Morgan hampir tertawa saat melihat rona muka dari Nala. Hampir tidak tertebak, namun matanya tidak berkedip saat melihat juniornya. Kepala Nala bergerak secara slow motion ke arahnya. Dan sekarang terlihat wajah yang merona dengan dengusan nafas yang dalam. Morgan segera menangkap gelagat sang istri.Pria itu membangkitkan setengah badannya . Menangkup kedua pipi Nala dan merebut mulutnya yang ranum. Aroma vanilla semakin membangkitkan gairah Morgan, mulutnya terus bergulat sampai terdengar suara erangan yang menggelora.Ciuman yang terlepas membuat Morgan tersentak. Dia keheranan saat melihat Nala yang mundur beberapa langkah sambil mengusap mulutnya. Biasanya istrinya itu akan menerima apapun perlakukan Morgan, tapi kini dia menolaknya.“Aku benci
“Nyonya Nala, sebenernya….”Nala memperhatikan Rangga dengan seksama. Begitu juga Morgan yang sebenernya tidak ingin Rangga mengatakannya sekarang. Dia harus mencegahnya.“Jangan bicarakan sekarang. lebih baik di mansion saja,” sela Morgan. Nala menatap suaminya sejenak lalu beralih ke Rangga yang terlihat mengangguk.“Baik, kita bicarakan saja di rumah. “ Nala mengiyakan. Nala menyimpan rasa penasaran tentang sesuatu di antara Morgan dan Rangga. Dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bicara di sini.Mereka masuk ke dalam mobil. Rangga melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan sama sekali di antara mereka. Hanya saling bertukar pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Sesampainya di mansion, mereka langsung mengambil posisi untuk duduk di ruang tamu. Nala yang sudah tidak sabar membuka percak
“Ayo bangun! ku hajar kamu sampai mampus bedebah!” Kembali Max menghajarnya. Morgan ingin membalas. Tetapi dia melihat salah seorang yang anggota gang naga yang mengacungka senjata ke Nala. Morgan tidak mampu berkutik.Sedangkan, Nala hanya tergugu di dalam mobil. Dia hanya mampu menjerit tatkala melihat suaminya dihajar oleh Max tanpa perlawanan sama sekali. Terlebih sebuah pistol yang mengacung tepat ke arahnya dari luar mobil. Membuatnya semakin ketakutan.Sedari tadi dia berusaha untuk menghubungi Rangga. Iya, hanya dia yang setidaknya menghalau mereka. Dia tidak memiliki kontak para bodyguard yang menjadi anak buahnya, mengingat selama ini kalau ada apa-apa dia langsung menghubungi Rangga. Meski kemungkinan kecil bagi Rangga untuk datang mengingat orang kepercayaannya itu dalam pengaruh obat perangsang.“Cuma segitu kekuatanmu hah?” pekik Max di depan Morgan yang tergelepar tidak
“Mas, aku enggak enak hati denganmu,” ucap Nala memecah keheningan.“Enggak enak hati kenapa?” tanya Morgan dengan dahi berkerut. Dia yang semula fokus mengendarai mobil harus terpecah konsentrasi dengan ucapan sang istri.“Kamu sudah berjuang keras untuk mendapatkan perusahaan Arya Wiwaha, tapi dengan mudahnya kamu memberikannya kepadaku.” Akhirnya kalimat yang sekian lama dia pendam itu terlontar juga. Sebenernya dia ingin membicarakan hal ini sedari tadi. Tapi belum menemukan waktu yang tepat.“Memangnya kenapa Sayang? Apa ada masalah?” sahut Morgan enteng seakan hal itu bukan sesuatu hal yang besar baginya.“Mas enggak menyesal memberikan perusahaan sebesar itu kepadaku?” Nada suara Nala ditekan rendah berhati-hati sekali mengucapkan kalimat tersebut. Takut suaminya tersinggung.“Ya, enggaklah Sayan
‘The Party goes so weel. Congrat!’Semua tamu undangan memberikan selamat kepada Nala dan Morgan atas terselenggeranya acara peresmian. Semakin meneguhkan status mereka sebagai salah satu konglomerat paling diperhitungkan di negeri ini.Nala tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bukan karena kenaikan level yang begitu drastis, tetapi pengorbanan sang suami yang cukup besar hingga mereka sampai ke titik ini.“Makasih atas semuanya, Mas,” ucap Nala sambil mengerling indah kea rah suaminya. Morgan menoleh. Menunjukan deretan gigi rapi yang menawan.“Apapun akan Mas lakukan untukmu, Sayang,” sahut Morgan. Nala mendadak merasakan tangan kekar Morgan yang melingkar. Nala melotot sambil mendorong dada suaminya saat sang suami berusaha merengkuhnya ke pelukan.“Ih, Mas. Jangan di sini. Malu,” bisik Nala sambil melayangkan pandangan ke arah semua para
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn