Setelah mengantarkan Jordan, Morgan bergegas menuju lokasi yang sudah dikirim oleh Jihan. Tidak butuh waktu lama, karena jarak yang dekat sampai akhirnya dia berhenti di sebuah rumah yang cukup besar.
Morgan tertegun. Dia tahu betul kalau kekayaaan Arya Wiwaha corp itu jauh di atas Hartanto Group, tapi Jihan memilih tinggal di sebuah rumah. Kenapa dia tidak memilih tinggal di Mansion yang mewah?
Ada banyak keganjalan yang dia temukan di sini. Hal yang mendorong Morgan untuk menyelidikinya lebih jauh.
Morgan memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Lalu beringsut menuju pintu gerbang. Ada seorang sekuriti yang menyambutnya dan membukakan pintu gerbang. Begitu Morgan masuk, dia mengitarkan pandangan ke sekitar. Rumah itu terlihat standard baginya. Biasanya dimiliki oleh level manager. Tapi Ini Jihan adalah seorang owner. Pantaskah dia memilih tinggal di sini?
“Morgan, kamu sudah datang?” peki
Sementara di Negara lain, Jihan sudah sampai di sebuah hotel. Dia memilih hotel paling mahal serta ruangan terbaik untuknya menginap yang letaknya tidak jauh dari proyek milik Morgan.Dia menghempaskan tubuhnya begitu saja di atas kasur. Dia merasa sangat capek , padahal perjalanan menuju Singapure hanya memakan waktu tiga jam.Karena sangat kelelahan, dia tidak bisa memejamkan mata. Dia hanya membolak-balikan badannya mencari posisi ternyaman. Bahkan, dia menutupi wajahnya dengan bantal. Namun rasa lelah itu tidak kunjung menghilang.Wanita itu terduduk dengan mimik muka yang manyun. Mendadak sebuah ide mencuat di kepalanya. Mungkin dengan berendam di jakuzzi akan sedikit melepas rasa penatnya.Jihan melepas pakaiannya saat terdengar ponselnya berdering. Sekilas dia melirik ke arah ponsel yang terletak di atas nakas. Sebuah panggilan video dari Bos besar, dia pun bergegas mengangkatnya.
“Morgan, sakit,” Jihan meringis manja.“Enggak apa-apa. Memang awalnya sakit. Nanti juga enak kok,” sahut Morgan menenangkan.Jihan semakin mencengkeram lengan Morgan sampai berdarah. Menahan rasa sakit karena sesak. Sedangkan Morgan seperti tidak memiliki ampun.“Kamu pernah main sebelumnya?” tanya Morgan.“Pernah beberapa kali,”sahut Jihan. Dia teringat waktu Morgan menolaknya mentah-mentah di sebuah hotel yang juga di Singapure. Jihan yang frustasi memutuskan untuk kabur dari hotel itu dan pulang ke Indonesia. Sesampainya di sana, Jihan yang semula cupu dengan pakaian norak mulai terjerumus dengan dunia malam. Pelan-pelan dia membuka diri dan mulai bercinta dengan beberapa pria hanya sebagai pelampiasan karena ditolak Morgan.Sampai akhirnya, dia bertemu dengan seseorang yang menawarkan kerjasama yang berujung membawa Morgan ke s
“Ganteng banget.”Jihan tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya saat melihat Morgan yang baru saja selesai mandi. Hanya menggunakan celana pendek dan terlihat mengeringkan rambutnya yang basah. Setelah itu dia menurunkan handuknya untuk mengeringkan badan. Dia terlihat tampak segar dari sebelumnya.Jihan sudah menunggu di ruang tamu. Dia sudah memesan makan malam khusus mereka dan memilih menyantapnya di kamar. Supaya mereka bisa lebih menikmati keintiman bersama.“Makan dulu Morgan sayang.” Jihan sudah mempersiapakannya di atas meja. Menyajikannya khusus Pria yang membuatnya melayang semalaman.Morgan meletakan handuk di bahu sofa dan mulai mengambil posisi duduk di seberang Jihan. Terlihat wanita itu hanya menggunakan pakaian dalam saja. Apa dia tidak takut diterkam lagi, batin Morgan.Pandangan Morgan beralih ke nasi goreng yang sudah di buka plastik wrap
“Mau kemana kamu?” tanya Morgan.“Mau ganti pakaian, Morgan,” sahut Jihan tanpa menoleh ke arahnya. Namun, dia merasakan handuknya melorot dengan cepat seperti ditarik paksa. Jihan pun langsung menjerit.Aaaaaaaaaa!!!Jihan memekik dengan suara melengking. Dia langsung membalikan badannya. Terlihat Morgan yang terkekeh.“Morgan kok kamu narik handuk aku! kan dingin!” seru Jihan yang menahan nada suaranya meskipun sedang emosi. Dia sama sekali tidak berani untuk menghardik Morgan.“Oh, dingin ya. Sebentar.” Morgan meraih remote di atas nakas dan mengarahkannya ke Ac untuk mengatur suhunya.Jihan merasakan suhu ruangan yang semakin dingin sampai dia menggigil kedinginan. Sedangkan Morgan masih mengenggam tangannya dengan erat. Membuatnya tidak bisa kemana-mana.“Dingin Morgan. tolong lep
Setelah mengantarkan Morgan ke bandara, berlanjut mengantarkan Jordan ke sekolah, Nala kembali ke mansion.Tidak banyak hal yang dia kerjakan, selain bersantai dan sesekali mengecek perkembangan perusahaan melalui laptopnya. Selebihnya, dia menyalurkan hobbi dengan pergi ke pusat kebugaran untuk melakukan senam dan membaca novel romance favoritnya. Dua hal yang cukup membuat waktu senggangnya terpakai dengan baik.Nala akan kembali bersemangat saat menjemput anaknya dari sekolah atau biasanya menunggu Morgan pulang bekerja. Namun selama dua minggu ini, dia harus rela pandangannya absen dari Morgan yang selalu enerjik saat pulang kerja. Mendengarkan celotehannya mengenai kegiatan kantor adalah hal yang menyenangkan di telinga Nala.Tapi,Mendadak dadanya terasa sesak. Akhir-akhir ini, dia merasa aneh dengan gelagat suaminya. Seperti ada yang disembunyikan. Dia yang meminta Rangga untuk menyelidi
Dua krat bir sudah di atas meja. Sebenernya Jihan agak pelik dengan Morgan. Meminum bir di pagi hari bukanlah ide yang baik. Namun, bagi peminum seperti Morgan, tidak mengenal waktu untuk menegak minuman yang sudah menjadi favoritnya sedari dulu itu.Morgan sudah melepas empat kancing kemejanya. Lalu mengambil satu kaleng dan menegaknya sekaligus sampai tidak bersisa. Jihan yang menelan ludah. Pria di hadapannya itu memang ganas.“K-kamu tadi sudah sarapan? Kasihan perut kamu kalau belum di isi makanan,” ujar Jihan penuh perhatian. Morgan tidak segera menjawab. Dia meraih satu botol lagi dan menegaknya sampai habis.“Sudah sarapan roti tadi,” sahut Morgan yang sudah siap dengan botol yang ketiga. Sebelum meminumnya dia berkata, “kalau kamu?”“S-sudah,” sahut Jihan tergagap. Betapa tidak, Morgan menegak birnya lagi. Jihan meringis melihatnya.&nbs
“Apa ini?” tanya Jihan saat melihat beberapa dokumen yang dibawa oleh Morgan. Pria itu tidak lantas menjawab. Dia mengamil posisi duduk di sampingnya dan meletakan dokumen itu begitu saja di atas meja. Sembari menyodorkan bolpoin dia menunjuk tempat untuk melakukan tanda tangan.“Ini surat kontrak kerjasama kita. Kamu tinggal kasih tanda tangan di sini.”Jihan memandang Morgan sejenak. Lalu, dia beralih ke dokumen yang ada di meja. Kepalanya yang pusing membuatnya tidak bisa berkonsentrasi untuk membaca isi dari kontrak kerjasama itu. Maka tidak perlu menunggu waktu lama, dia pun langsung membubuhkan tanda tangan yang ditunjuk oleh Morgan.“Baik, sekarang kita resmi bekerja sama,” ucap Morgan sambil menarik dokumen itu dan menyimpannnya ke dalam tas. Dia tersenyum puas. Semuanya berjalan sesuai dengan ekspektasinya.“Morgan, aku menagih janjimu,” kata J
Jihan hanya menunduk. Tidak berani untuk menatap langsung sosok tersebut. Pandangannya terlalu menyeramkan seakan ingin menelannya hidup-hidup.Secara tidak sadar, jemarinya saling bertaut. Kakinya menindih yang lain. Ketakutan yang teramat sangat menyergapnya. Terlebih saat mendengar suara ciplakan air dan dari sudut matanya dia bisa melihat sosok itu yang beranjak dari bath up dengan tubuh polosnya. Meskipun, Jihan tidak melihatnya langsung namun dia tahu kalau sosok itu sangat kekar sekali hampir menyamai Morgan.Sejurus kemudian, Pria bernama Max itu sudah berdiri sejajar di hadapannya. Jihan mengigit bibir tatkala melihat kaki yang kokoh itu penuh dengan bulu. Membayangkan betapa gelinya jika bulu-bulu itu menggesek kakinya.Hening, hanya terdengar dengus nafas Max yang menerpa wajahnya. Mungkin dia tengah menahan amarah dan siap untuk melampiaskan kepadanya. Namun, entah kenapa Jihan yang ketakutan secara per
“Papa kenapa?” tanya Jordan saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Nala yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Morgan sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Jordan antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Nala sambil melotot. Morgan tergelak. Namun tak lama, karena Jordan yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti supe
Morgan kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Nala yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Morgan beruntung memilikinya.Nala tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Morgan. Setelah area depan selesai, Nala menempelkan tubuh bagian depannya dengan Morgan untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini.“Turun, Sayang.”Kaki Nala kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Morgan. Sedangkan Morgan terlihat memperhatikan Nala dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Nala tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas.
Setelah selesai area muka, dia beralih ke kaki Morgan yang berbulu. Di saat yang bersamaan dia terhenyak saat melihat sesuatu yang menyembul keras.Morgan hampir tertawa saat melihat rona muka dari Nala. Hampir tidak tertebak, namun matanya tidak berkedip saat melihat juniornya. Kepala Nala bergerak secara slow motion ke arahnya. Dan sekarang terlihat wajah yang merona dengan dengusan nafas yang dalam. Morgan segera menangkap gelagat sang istri.Pria itu membangkitkan setengah badannya . Menangkup kedua pipi Nala dan merebut mulutnya yang ranum. Aroma vanilla semakin membangkitkan gairah Morgan, mulutnya terus bergulat sampai terdengar suara erangan yang menggelora.Ciuman yang terlepas membuat Morgan tersentak. Dia keheranan saat melihat Nala yang mundur beberapa langkah sambil mengusap mulutnya. Biasanya istrinya itu akan menerima apapun perlakukan Morgan, tapi kini dia menolaknya.“Aku benci
“Nyonya Nala, sebenernya….”Nala memperhatikan Rangga dengan seksama. Begitu juga Morgan yang sebenernya tidak ingin Rangga mengatakannya sekarang. Dia harus mencegahnya.“Jangan bicarakan sekarang. lebih baik di mansion saja,” sela Morgan. Nala menatap suaminya sejenak lalu beralih ke Rangga yang terlihat mengangguk.“Baik, kita bicarakan saja di rumah. “ Nala mengiyakan. Nala menyimpan rasa penasaran tentang sesuatu di antara Morgan dan Rangga. Dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bicara di sini.Mereka masuk ke dalam mobil. Rangga melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan sama sekali di antara mereka. Hanya saling bertukar pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Sesampainya di mansion, mereka langsung mengambil posisi untuk duduk di ruang tamu. Nala yang sudah tidak sabar membuka percak
“Ayo bangun! ku hajar kamu sampai mampus bedebah!” Kembali Max menghajarnya. Morgan ingin membalas. Tetapi dia melihat salah seorang yang anggota gang naga yang mengacungka senjata ke Nala. Morgan tidak mampu berkutik.Sedangkan, Nala hanya tergugu di dalam mobil. Dia hanya mampu menjerit tatkala melihat suaminya dihajar oleh Max tanpa perlawanan sama sekali. Terlebih sebuah pistol yang mengacung tepat ke arahnya dari luar mobil. Membuatnya semakin ketakutan.Sedari tadi dia berusaha untuk menghubungi Rangga. Iya, hanya dia yang setidaknya menghalau mereka. Dia tidak memiliki kontak para bodyguard yang menjadi anak buahnya, mengingat selama ini kalau ada apa-apa dia langsung menghubungi Rangga. Meski kemungkinan kecil bagi Rangga untuk datang mengingat orang kepercayaannya itu dalam pengaruh obat perangsang.“Cuma segitu kekuatanmu hah?” pekik Max di depan Morgan yang tergelepar tidak
“Mas, aku enggak enak hati denganmu,” ucap Nala memecah keheningan.“Enggak enak hati kenapa?” tanya Morgan dengan dahi berkerut. Dia yang semula fokus mengendarai mobil harus terpecah konsentrasi dengan ucapan sang istri.“Kamu sudah berjuang keras untuk mendapatkan perusahaan Arya Wiwaha, tapi dengan mudahnya kamu memberikannya kepadaku.” Akhirnya kalimat yang sekian lama dia pendam itu terlontar juga. Sebenernya dia ingin membicarakan hal ini sedari tadi. Tapi belum menemukan waktu yang tepat.“Memangnya kenapa Sayang? Apa ada masalah?” sahut Morgan enteng seakan hal itu bukan sesuatu hal yang besar baginya.“Mas enggak menyesal memberikan perusahaan sebesar itu kepadaku?” Nada suara Nala ditekan rendah berhati-hati sekali mengucapkan kalimat tersebut. Takut suaminya tersinggung.“Ya, enggaklah Sayan
‘The Party goes so weel. Congrat!’Semua tamu undangan memberikan selamat kepada Nala dan Morgan atas terselenggeranya acara peresmian. Semakin meneguhkan status mereka sebagai salah satu konglomerat paling diperhitungkan di negeri ini.Nala tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bukan karena kenaikan level yang begitu drastis, tetapi pengorbanan sang suami yang cukup besar hingga mereka sampai ke titik ini.“Makasih atas semuanya, Mas,” ucap Nala sambil mengerling indah kea rah suaminya. Morgan menoleh. Menunjukan deretan gigi rapi yang menawan.“Apapun akan Mas lakukan untukmu, Sayang,” sahut Morgan. Nala mendadak merasakan tangan kekar Morgan yang melingkar. Nala melotot sambil mendorong dada suaminya saat sang suami berusaha merengkuhnya ke pelukan.“Ih, Mas. Jangan di sini. Malu,” bisik Nala sambil melayangkan pandangan ke arah semua para
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn