Selama pesta aku merasa sangat tidak tenang setelah Arum memperlihatkan unggahan Laras. Apa yang dia maksud? Seingin itu kah mereka untuk menjatuhkan kebahagiaanku? Padahal aku ingin sekali menjalani hidup yang normal tanpa gangguan dari mereka.Sebenarnya apa yang mereka inginkan dariku ataupun keluargaku? Seandainya kami merugikan mereka, apa yang kami rugikan? Bahkan status saja lebih tinggi mereka."A, aku gugup. Semoga saja keluargaku tidak menghancurkan pesta ini," ucapku pelan pada Zaki ketika kami baru saja menyalami beberapa tamu undangan.Zaki melirikku, lalu tersenyum. "Kamu tenang saja, Sayang. Aku sudah mengaturnya," ujarnya dengan percaya diri, tapi aku sama sekali tidak bisa tenang hanya dengan perkataan Zaki itu.Yang kutahu, keluarga ayahku tidak akan main-main jika sudah membenci seseorang. Dan itu sudah pernah terjadi.Dulu, ada seorang perempuan setengah baya yang menjadi tetangga Tante Gina. Menurutku tetangga itu tak pernah membuat masalah dengan keluarga Tante G
"Aku tak tahu, yang terpenting adalah mereka tidak menggangu dan merusak pesta kita, kan?" ucap Zaki dengan mengerlingkan sebelah matanya.Aku hanya membalasnya dengan senyuman, lalu berdiri dari tempatku duduk. "Bagaimana kalau kita cepat kembali ke rumah? Aku sudah penat sekali, A," kataku setengah merengek.Memang benar, pesta ini membuatku benar-benar lelah. Menjadi pengantin orang kaya itu ternyata sangat menguras energi, dan sekarang aku harus lebih terbiasa akan hal itu."Baik, ayo kita pulang pengantinku. Mari siap-siap untuk honeymoon."Astaga, bahkan aku melupakan hal itu. Seketika dadaku berdegup kencang saat Zaki mengatakan mengenai honeymoon. Bukan aku tak siap, hanya saja aku masih sedikit gugup untuk bersamanya. Seperti janjiku pada diriku sendiri, bahwa aku ingin belajar menerima dan membuka hati untuk Zaki ketika kami honeymoon. Bagaimanapun juga kami ini sudah menjadi sepasang suami istri, dan itu artinya aku harus memberikan haknya."Eh, kenapa malah diam? Ayo?" tu
Pov ZakiAku sangat bersyukur kepada Allah karena pesta resepsi pernikahanku dengan Nana berjalan dengan lancar. Meskipun ada sedikit halangan karena saudara mertuaku ingin merusak pesta kami, tapi hal itu bukan suatu masalah yang besar. Dengan mudah aku bisa menggagalkan rencana mereka yang akan merusak pestaku.Sampai detik ini aku pun masih tak mengerti dengan sikap saudara-saudara Nana itu. Apa yang mereka inginkan dan apa yang membuatnya sangat benci kepada keluarga mertuaku. Bahkan aku sampai harus turun tangan ketika satu persatu dari mereka mencari masalah dengan kami.Ya, bagiku Nana dan kedua orang tuanya juga sudah menjadi bagian dari hidupku. Mereka harus mendapatkan perlindungan bila ketika sedang kesusahan. Memang dari awal aku menjadikan Nana sebagai istriku aku sudah bertekad untuk membahagiakan kedua orang tuanya juga.Sebenarnya aku sudah tahu dari awal bagaimana tentang kondisi keluarganya. Mengenai keadaan ekonominya, konflik dengan saudara-saudara ayahnya, dan jug
Pertemuanku dengan teman lama Zaki membuat suasana hatiku sedikit tak karuhan lagi. Bagaimana tidak, dia mengomentariku seakan sedang menyidak seorang tahanan. Apa aku seburuk itu dimatanya? Apa aku sejelek itu?Kupandangi tubuhku berulang kali di depan kaya toilet yang besar. Memang, baju dan riasanku sangat sederhana. Namun apa itu semua adalah jaminan seseorang bisa menilaiku seperti itu? Apa hanya karena penampilan, lantas aku tak pantas bersanding dengan Zaki?Kutarik nafasku dalam, lalu kuhembuskan pelan. Ternyata menikah dengan Zaki tak hanya kebahagiaan yang kudapat. Di sisi lain aku juga harus siap dengan segala konsekwensinya, termasuk seperti ini.Wajar saja, aku bersanding dengan lelaki kaya, tampan dan memiliki segalanya. Bahkan kalau dia mau, dia bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku. Namun entah kenapa, dia justru memilihku sebagai istrinya.Berulang kali aku menarik nafasku dalam agar hatiku kembali tenang sebelum kembali ke meja tempat dimana Zaki masih
Aku masih tertegun beberapa saat ketika Zaki mengutarakan apa yang dia rasakan. Yaitu, dia ingin memiliki anak dariku. Bukan hal yang salah sebenarnya, kami sudah menikah, dan aku memang wajib memberinya keturunan jika Allah berkehendak. Mungkin selama ini aku terlalu egois dengan mementingkan rasaku saja. Aku berdalih ingin menyesuaikan diri dan menumbuhkan rasaku padanya. Padahal nyatanya, sampai saat ini aku sudah jatuh cinta padanya. Rasa aman dan nyaman selalu kurasakan ketika berada di dekatnya. Hanya saja aku belum berani mengutarakan hal itu, terlebih jika ingin memberikan haknya. "Nana ... Kamu tidak suka dengan kata-kataku?" tanya Zaki lagi ketika aku masih terdiam.Aku lantas menatapnya, "tidak, bukan begitu ... Hanya saja aku kira bukan itu yang ingin Aa katakan."Ya, memang demikian. Aku mengira jika Zaki akan mengatakan mengenai Stefi siang tadi. Karena aku merasa jika dia merasa tidak nyaman usai pertemuan kami."Baik, sekarang bicaralah. Apa yang ingin kamu bicarakan
Taksi online yang kutumpangi berhenti tepat di depan rumah ketika mobil Zaki juga tiba di halaman rumah kami. Dadaku berdegup kencang, karena aku merasa seperti bukan diriku.Dengan sengaja aku menundukkan kepala, lalu mencium punggung tangannya dan segera berlalu hendak ke dalam rumah. Namun cengkeraman tangan Zaki menghentikan langkahku. Dia menarikku hingga membuatku jatuh ke dadanya."Benarkah ini istriku?" ucapnya dengan menatapku lekat.Aku yang mendapat tatapan seperti itu lantas mengalihkan pandangan. Zaki terlihat sangat beringas kali ini."Ish, apaan sih, A. Iya lah, ini aku, Nana. Emangnya siapa?" jawabku dengan berusaha melepaskan pelukannya.Namun, bukannya dilepaskan, Zaki justru mengencangkan pelukannya. Mau tak mau aku menuruti kemauannya saja, masuk ke dalam rumah dengan posisi tubuhku berada di sampingnya dan bahuku di peluk dengan sangat hangat."Kamu cantik sekali, Sayang. Aku bahkan hampir tak mengenalimu," tuturnya sembari berjalan beriringan denganku."Berarti k
"Ada apa, Nana? Kenapa kamu kelihatan cemas? Katakan pada Ayah," kata Ayah ketika aku tak kunjung mengutarakan niatku berkunjung ke rumahnya."Zaki, ada apa ini? Kalian tak sedang ada masalah, kan?" sambungnya dengan melirik ke arah Zaki. Secepat kilat aku lantas menggelengkan kepala, dan menggenggam tangan Zaki. Aku tak ingin orangtuaku salah faham dengan kedatangan kami."Tidak, bukan kami yang bermasalah, Ayah. Ada hal lain yang ingin kukatakan." Zaki mengangguk, dia juga terlihat cemas sepertiku.Raut wajah Pakde Irwan masih terngiang jelas di kepalaku. Dia terlihat bingung, pucat dan seperti kurang tidur. Apalagi dia mendorong Huda sendirian, sungguh aku sangat miris padanya."Lalu, apa yang membuatmu seperti ini?" tanyanya lagi dengan memandang kami secara bergantian."Em, tadi kami ke rumah sakit untuk mengambil hasil tes lab ibu mertuaku. Lalu, kami bertemu dengan Pakde Irwan, Yah." Dengan hati-hati kusampaikan apa yang menjadi permintaan Pakde Irwan di rumah sakit tadi. Mesk
Malam ini Zaki mengajakku untuk makan malam disebuah restoran di dekat pantai, rupanya dia telah menyiapkan semuanya tanpa sepengetahuanku. Dia memilih tempat yang memang sangat dekat dengan pantai hingga deburan ombak terdengar dengan jelas. Angin sepoy juga terasa sangat menyenangkan, apalagi di tambah alunan musik klasik dan cahaya remang-remang lilin di sekitar kami.Sungguh, aku sangat takjub dengan semua yang Zaki siapkan untukku. Selain itu, ini memang kali pertama aku mendapat perlakuan khusus dari seorang lelaki. Mereka yang dulu pernah mendekatiku hanya sekedar menggodaku saja dan tak pernah bersungguh-sungguh kepadaku.Kali ini aku seperti menemukan seorang ayah kedua bagiku. Zaki sangat menyayangiku, melindungiku dan memberikan semua yang bisa membuatku bahagia. Sedikitpun aku tak menyangka jika nasibku akan berubah sedrastis ini."Kamu suka, Sayang?" tanya Zaki ketika aku masih mengagumi suasana yang baru kudapati kali ini."Ya, aku suka, A. Terimakasih, ya," jawabku deng
Aku mundur begitu Alex berkata demikian. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Kemarin dia memintaku untuk kembali dan rujuk dengannya. Aku kira, itu artinya dia juga akan mau menerima bayi ini dengan senang hati."Alika. Kamu bohong, kan?" Lagi, pertanyaan itu diajukan oleh Alex.Namun kali ini aku sudah tidak kuasa menjawabnya. Kulangkahkan kakiku mundur dari hadapannya dan berjalan ke teras.Satu persatu ingatanku soal Gibran terulang. Ia memakiku karena aku bisa secepat ini percaya lagi pada Alex. Bukan perkara mudah, aku melakukan semua ini karena ada janin di dalam rahimku. Aku pikir, dengan adanya bayi ini maka Alex akan semakin baik. Dan juga, aku tidak mungkin egois dengan tetap mengajukan perceraian karena di dalam rahimku ada darah dagingnya.Lantas sekarang, saat semua sudah berubah seperti ini aku bisa apa?"Alika. Jawab! Kenapa kamu justru pergi?"Aku menghela nafas panjang, lalu menatapnya. "Aku? Bohong? Lalu kamu pikir ini anak siapa?"Kali ini dia mengalihkan pand
"Dia itu jahat, Alika. Jahat." Entah sudah kata keberapa yang diucapkan Gibran kali ini.Hari ini tiba-tiba saja dia mengajakku bertemu dan tanpa kuduga dia justru berkata demikian. Ini masih soal orang yang sama, Alex.Kali ini bukan aku yang mengatakan jika Alex jahat, tapi justru Gibran. Awalnya aku tak percaya dengan apa yang dia katakan, tapi ketika dia menyodorkan sebuah foto dihadapanku anggapanku sedikit berubah."Tapi, dia sangat baik di depanku, Gibran. Aku yakin dia sudah berubah. Siapa tahu ini hanya temannya, atau kebetulan bertemu saja dan kamu beranggapan lain," ujarku masih berusaha membela Alex.Gibran mengacak rambutnya kasar, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. "Terserah jika kamu tidak percaya. Yang terpenting aku sudah mengatakan yang sebenarnya padamu, bahwa Alex itu masih sama jahatnya." Dia seperti sudah menyerah, tapi aku memang sudah percaya lagi dengan Alex. Aku yakin dia sudah berubah."Tidak. Buktinya dia sekarang tidak pernah main tangan kepadaku. Bahkan
Rasa penasaranku masih tinggi saat Alex tak kunjung menyahut panggilanku. Entah karena dia tak mendengar atau sengaja tak menjawab."Alex ...." ucapku lagi dengan setengah berteriak agar dia mendengar panggilanku.Aku masih menunggu di luar kamar, karena jujur saja aku takut jika dia marah ketika aku bertanya banyak soal yang dia lakukan di dalam. Terlebih aku sangat takut jika dia kembali memukuliku ketika aku berusaha masuk tanpa seijinnya.Namun sepertinya dugaanku salah, beberapa saat setelah aku meneriakinya, Alex menyembulkan kepalanya di pintu dengan senyuman lebar. Hal itu benar-benar di luar dugaanku."Ya, ada apa? Kamu tadi memanggilku?" ucapnya dengan lantas membuk pintu kamar lebar-lebar."Em, iy-iya. Kamu sedang apa?" tanyaku dengan hati-hati."Oh, aku sedang memasang foto pernikahan kita kembali. Maaf, seingatku dulu aku melepasnya dari dinding."Ya, saat itulah yang membuatku sekarang sangat trauma. Saat itu aku memaksa masuk dan bertanya perihal ia yang melepas beberap
Kedua mata kami bertemu, rasanya di dalam relung hati sana masih ada getaran untuknya. Meski yang bagaimanapun dia tetap ayah dari janin yang kukandung dan kami pernah saling mencintai dengan sangat dalam."Aku sudah pernah mencintaimu dengan sangat, begitu juga sudah pernah kecewa dengan sikapmu. Rasanya aku hampir tak bisa mengenali kata-katamu lagi. Apakah itu serius, atau tidak," jawabku dengan mengatur nafasku, karena sejujurnya saja aku takut jika dia akan melayangkan pukulan atau tamparan kepadaku.Bukan karena apa, aku hanya takut jika bayi dalam kandunganku kenapa-kenapa. Meskipun dia belum tahu, tapi aku wajib melindunginya sampai dia lahir di dunia.Beberapa detik kemudian dia mengalihkan pandangannya dan menjambaki rambutnya. "aarrghh! Sudah cukup Alika. Aku memang pernah bersalah, dan kedatanganku sekarang ingin menebusnya. Tolong, percaya lah."Dia berjalan menjauh dariku dengan memakai baju yang ia ambil dengan kasar. Aku tak tahu harus percaya dengan kata-katanya atau
Kehamilanku sudah masuk usia ke empat, jika diperhatikan perutku sudah mulai menyembul. Namun semenjak hamil aku selalu menggunakan baju yang lebih longgar dari biasanya.Bukan karena apa, aku hanya takut orang-orang mengejekku karena hamil dan ditinggalkan oleh suamiku. Namun, tak kusangka jika Alex akan kembali ke rumah ini malam ini.Entah untuk tujuan apa, padahal dia sudah pernah mengirimiku pesan bahwa ia akan meninggalkanku. Dan malam ini dia seakan lupa dengan semua yang sudah ia perbuat selama ini.Bahkan aku sudah sempat akan mengejar cinta lamaku setelah kepergiannya. Bagiku Alex sudah benar-benar meninggalkanku, dan tak menginginkanku lagi. Namun ternyata dia justru datang lagi ke dalam hidupku.Apapun itu aku akan tetap mengajukan perpisahan dengannya. Sikapnya selama menjadi suamiku benar-benar membuatku tak nyaman, terlebih sikap tempramentalnya. Aku bahkan sudah pernah menginap di IGD rumah sakit karena kekerasan yang ia perbuat.Malam sudah larut, aku memutuskan untuk
Kisah AlikaBagian 2Perkataan Dea masih mengganggu pikiranku meski sudah sampai di rumah. Dea mengatakan jika tempo hari ia bertemu Alex dan Alex pun berniat mengajakku keluar negeri. Apa itu benar? Namun, bahkan kita sudah tak saling berhubungan lagi. Jadi bagaimana bisa Alex berkata jika ia akan membawaku keluar negeri. Lagipula untuk apa?Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam kepalaku. Sampai pukul setengah sebelas aku belum berhasil memejamkan mata meski segala cara telah kulakukan. Pertemuanku dengan Dea siang tadi benar-benar membuatku berfikir keras.Saat ini aku tinggal disebuah rumah yang memang sudah kutinggali dengan Alex dari awal menikah. Ini merupakan rumah yang kami beli hasil dari uang tabungan kami sewaktu masih bujang. Namun entah kenapa selang beberapa saat setelah menikah Alex justru berubah, suka memukuliku, dan sekarang dia pergi dari rumah ini tanpa kabar.Tokk tokk tokkSayup kudengar suara pintu depan di ketuk oleh seseorang. Seketika jantungku berdebar, karen
MENJADI BUDAK SUAMIKUBagian 1"Kamu serius mau nyusulin mereka ke Bali?"Kata-kata itu yang kuingat keluar dari mulut Erina ketika aku mengutarakan niatku untuk mengikuti Zaki dan istrinya ke Bali. Ya, Zaki mantan pacarku dulu yang sampai saat ini aku belum bisa move-on dibuatnya.Kisah cintaku dengan Zaki benar-benar membuatku mabuk kepayang. Namun sayang, semua harus berakhir karena kebodohanku sendiri.Aku bodoh dengan meninggalkan Zaki demi lelaki lain. Dan sekarang aku menyesal, benar-benar menyesal. Rasanya aku ingin sekali memutar waktu dan tak akan kulakukan kebodohan itu lagi.Namun sayang, semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur, dan aku hanya perlu menikmatinya saja. Saat seperti ini aku merasa tak pantas menyalahkan Tuhan, karena rupanya aku sendiri yang bodoh.Awalnya aku berfikir bahwa menikah dengan Alex akan membuat hidupku jauh lebih bahagia ketimbang bersama Zaki. Dia adalah pria penguasaha, hidupnya sama-sama mapan seperti Zaki. Namun ada satu nilai plus ya
Detak jantungku bertalu-talu ketika sampai di kediaman Tuan Muh, orang yang dulu sama sekali tak kusangka akan menjadi mertuaku. Mereka sangat baik kepadaku, bahkan jika kurasakan mereka sudah menganggapku seperti anak kandungnya sendiri.Meskipun beliau adalah orang kaya tapi sikap rendah hati dan penyayangnya jelas terlihat. Buktinya mereka tak segan mengangkatku menjadi menantunya meski aku datang dari keluarga yang tak sepadan dengan mereka.Namun, semakin jauh aku melangkah dan mengarungi bahtera rumah tangga dengan Zaki. Aku merasakan ada begitu banyak kepribadian Zaki yang tak kuketahui. Orangtuanya boleh baik kepadaku, tapi jika sikap Zaki saja berulang kali menyakitiku, maka kebahagiaan yang kudapatkan kemarin seakan sirna begitu saja.Kulihat Zaki tengah menunggu seseorang karena ia tak langsung masuk ke dalam rumah. Sudah kupastikan ia sedang menunggu Alika. Ada rasa panas di dalam hatiku sana, tapi aku tak bisa berbuat banyak karena rasa-rasanya semua sudah percuma.Sekuat
Hatiku berbunga setelah bertemu dengan Adit. Bukan karena Adit, tapi karena ia bersedia untuk bertemu dengan Zaki dan keluarganya untuk memberikan saksi bahwa apa yang dikatakan Alika adalah suatu kebohongan. Jika memang Alika masih mencintai Zaki, seharusnya ia tak menerima pernikahannya dengan Adit, karena jika sudah seperti ini semua juga pasti terluka.Kuparkirkan mobilku dengan manis, lalu masuk ke dalam rumah dengan perasaan bahagia. Semoga saja, orangtua Zaki pun bersedia bertemu dengan Adit sehingga masalah ini akan cepat selesai."Lho, kok kamu udah di rumah, A?" tanyaku ketika melihat Zaki sudah membaca koran di ruang tamu.Dia mengalihkan pandangannya ke arahku, lalu tersenyum. "Sudah, urusanku tidak banyak jadi cepat pulang. Sini, duduk," jawabnya dengan menepukkan sebelah tangannya ke sofa kosong di sampingnya.Meskipun hatiku sedikit retak akibat masalah yang datang pada kami, tapi aku selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik. Terlebih jika aku belum mengetahui kebe