"Hah?! Maksud nya apa, Ma?" Nada suaraku meninggi. Aku kaget sekali, jantungku berdebar tidak karuan. Apa yang dimaksud oleh Mama nya Mas Reyza? Apa nya yang tidak ada?Ada apa ini? Perasaanku tidak enak sekali ketika Mama Mas Reyza bilang begitu. "Ma, jawab pertanyaan Dina, Ma. Ada apa dengan Mas Reyza? Apa kah Mas Reyza—"Justru Mama nya Mas Reyza di seberang sana malah menangis. Aku mengusap pipi, berusaha menahan tangis juga. Apa yang sebenar nya terjadi?"Reyza sudah meninggal, Dina. Dia sudah meninggalkan kita. Mama kehilangan Reyza."Astaghfirullah. Ponselku terjatuh begitu saja. Rasa nya lemas sekali mendnegar kabar buruk itu. Enggak, enggak. Pasti ini semua gak mungkin. Tatapanku langsung kosong begitu saja, seolah semua nya gelap. Aku memejamkan mata, berusaha untuk sedikit tenang, tetapi tidak bisa. "Ada apa, Dek? Kamu kenapa?" Bang Fino tampak khawatir sendiri melihat aku yang sudah lemas sekali. Perlahan, air mataku justru jatuh, aku tidak tahu harus berbuat apa. "K—
"Sudah lah, aku sedang malas membicara kan ini semua."Aku sedang membutuhkan waktu sendirian. "Gak ada! Pokok nya, gara-gara kamu, Mas Reyza meninggal, Dina! Gak ada ampun buat kamu."Ini orang kenapa sih? Bahkan lihat lah, dia bukan lah lagi istri Mas Reyza tetapi seolah ikut campur dengan semua nya. Aku menatap dia kesal. "Minggir, lebih baik kamu keluar dari sini sekarang juga. Kamu itu sudah tidak punya hak lagi sebagai istri nya Mas Reyza."Dia sangat menyebal kan. Lihat lah, dia masih berusaha mencoba untuk memarahi aku, padahal sudah jelas kalau aku yang lebih berhak di sini. Enak sekali dia bicara, seolah-olah dia itu paling berhak di sini. "Semua nya pokok nya salah kamu, Dina! Kamu yang buat Mas Reyza meninggal dunia."Aku mengernyitkan dahi ketika dia mengunci pintu kamar. Hei! Dia mau ngapain lagi? Dih, aku jadi seram melihat dia, seperti mau menelan orang saja. "Kamu mau melakukan apa, hah?! Segera buka pintu itu!" Aku berteriak kesal. Sangat kesal dan ingin sekali m
"Astaga?! Pakaian Putri bersimbah darah?"Jujur saja, aku kaget sekali mendnegar pskeyaan Rumi barusan. Aku bahkan langsung memegangi dada. Apa yang terjadi pada Putri? Kenapa bisa begini? Rumi menunjukkan ponsel nya, ada foto pakaian terakhir yang dipakai Putri, bersimbah darah. Aku menutup mulut, ada apa ini? Aku menoleh ke Bang Fino yang langsung merangkul ku, dia juga terlihat kaget, tetapi langsung berusaha untuk menenangkan aku. "Di mana Mama, Rum?" tanya Bang Fino membuat Rumi yang sedang mengatur napas nya menoleh, dia kemudian mengusap keringat, tampak panik, khawatir, juga kelelahan jadi satu. "Mama di rumah, juga lagi nangis. Ini kita dapat langsung dari polisi yang bantu kita.""Di—dimana mereka menemukan nya, Rum? Putri gak papa kan? Putri gak akan kenapa-napa kan, Rum?"Rumi menggelengkan kepala nya, dia juga tidak tau apa kah Putri baik-baik saja di sana atau tidak. Ya ampun, aku harus bagaimana? Bagaimana keadaan Putri?Sungguh, aku sangat khawatir dengan keadaan P
"Hmm, apa maksud dari tulisan ini?" gumamku bingung. Jujur saja, Putri tidak pernah bercerita padaku soal masalah ini. Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, hmm bagaimana ya?Kenapa juga Putri tidak pernah menceritakan nya padaku?Om misterius yang baik tetapi kadang kejam? Apa yang dilakukan oleh orang ini pada anakku? Wah, ini tidak bisa dibiarkan sih. Aku langsung menutup kembali diary itu, kemudian membawa foto nya keluar kamar. "Bang?! Bang Fino!" Aku berteriak berusaha mencari Bang Fino. "Ada apa, Dek? Kenapa sih teriak-teriak?" tanya Bang Fino, dia masih menyuapi Putra. Aku menoleh ke Rumi yang sedang diam saja. Dia seperti nya juga masih memikir kan soal Putri. "Gantian sama Rumi aja, Bang. Ada yang mau aku bicarain sama Abang." Aku menatap Bang Fino yang tampak kebingungan sendiri. "Iya sini biar Putra sama Rumi aja, Bang." Rumi menganggukkan kepala nya, mengambil alih untuk menyuapi Putra. Bang Fino akhir nya menganggukkan kepala nya, kemudian ikut melangkah ke kamar
"Iya, Bang. Pasti ada hubungan nya dengan itu." Aku menganggukkan kepala pada Bang Fino yang baru saja menebak nya. Sungguh, aku setuju sekali dengan perkataan Bang Fino. Memang benar apa yang dia katakan. "Berarti kita ke alamat ini saja, Bang?" tanyaku membuat Bang Fino menganggukkan kepala nya. Ya, kami harus ke alamat ini. Baik lah, mungkin saja kami bisa menemukan Putri, ya semoga saja. Aku selalu berharap begitu. Aku mengembuskan napas pelan, kemudian menoleh ke wali kelas nya Putri. "Putri ada teman dekat di sekolahan ini gak ya, Bu?" tanyaku pelan. "Ada, Bu. Ibu mau bertemu dengan dia? Nama nya Fira. Saya bisa langsung panggil kan anak nya.""Boleh, Bu. Makasih ya." Aku menunggu wali kelas Putri memanggil teman anakku itu. "Ada apa, Bu guru?" Kami menoleh, aku menatap anak kecil yang sebenar nya tidak asing di mataku. Seperti nya dia pernah mampir ke rumah deh, tapi aku juga lupa sih. Aku tersenyum, menatap anak itu, dia keheranan ketika melihat aku, kemudian menoleh j
"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya nya dengan suara dingin. Apa yang kami lakukan di sini? Tentu saja kami sedang mencari Putri. Aku menatap Guntur yang seperti tidak punya rasa bersalah di situ. "Di mana anakku, hah?! Kamu sembunyikan Putri di mana?!""Anak apa sih? Aku gak paham ya sama apa yang kamu ucapkan."Lihat kan, dia bahkan tidak peduli sama sekali. Aku mendelik pada nya. Tidak bisa kah dia bicara yang jelas? Harus nya dia itu bilang sama aku, kenapa dia menculik Putri sih?Sudah pasti dai yang menculik Putri, aku langsung masuk ke dalam rumah itu. Ditinggal oleh Weni, dia semakin gila saja. "Heh! Apa yang kamu lakukan di sini? Keluar dari rumah ini!" Dia membentakku. "Kamu tidak punya hak ya untuk datang ke rumah ini. Mau ngapain kamu setelah menghancur kan seluruh kehidupan aku, hah?!""Kamu yang mau apa setelah semua nya yang sudah kamu lakukan? Itu semua kan balasan atas semua kesalahan kamu di masa lalu. Aneh, sekarang malah menyalahkan aku, padahal kamu sendir
"Eh?! Enggak Bun, bukan suami aku." Aku tersenyum, berusaha untuk memperbaiki posisi duduk. Aku jadi gugup sendiri. "Loh terus siapa, Sayang? Kamu sudah punya anak, Nak?""Sudah, Bunda. Anak kandung aku sudah dua, ini aku juga sedang mengandung." Aku menundukkan kepala, menatap ke perut aku sendiri. "Oh ya? Ya ampun, Bunda sudah punya banyak cucu ternyata. Ini kan Papa nya? Ya ampun, Bunda bangga banget sama kamu, pengen ketemu sama cucu Bunda yang lain juga."Bunda bahkan langsung memegangi perut aku. Ya bukan Bang Fino juga Papa anakku. Aduh, bagaimana sih bunda?"Ini Abang aku, Bun. Sepupu dari Mama angkat aku." Aku diam sejenak. "Oh, Abang kamu." Bunda langsung senyum-senyum sendiri, mungkin dia memang tadi mengira kalau Bang Fino adalah suami aku. Menyebalkan sekali itu."Lalu suami kamu di mana, Nak? Kenapa tidak mengantarkan kamu ke sini? Bunda juga ingin melihat dia."Aku mengembuskan napas pelan, bagaimana ya cara menjelaskan nya pada Bunda? Aku bingung sekali. Aku menggar
"Kamu apa?" tanya Ayah angkat ku itu. Aku menelan ludah, aku takut sekali, bahkan aku langsung menoleh ke Bang Fino yang juga langsung berdiri. "Tidak, tidak papa." Aku mengusap wajah, aku takut. "Bagaimana, Sayang? Kamu pasti senang sekali karena baru saja melihat ayah angkat kamu kan? Bunda senang banget akhir nya kamu bisa ketemu dengan dia. Ah iya, Mas. Kamu sudah mengenal Dina?"Ayah angkatku itu diam sejenak, kemudian tertawa dan menganggukkan kepala nya. "Sudah kenal, sedikit, Sayang. Aku juga kaget ketika melihat ternyata anak kita ini adalah Dina. Anak yang sejak dulu kamu cari-cari, akhir nya ketemu juga sekarang.""Oh ya? Kamu kenal dengan Dina di mana, Sayang?" Bunda langsung membantu untuk membawakan tas kerja Ayah angkat ku itu. Entah lah, aku mau menyebut nya sebagai ayah angkat atau bukan, aku rasa dia tidak pantas untuk disebut seperti itu. Aku menelan ludah menatap dia. Sungguh, pria itu menyeramkan sekali. "Dulu, Papa nya anak ini adalah partner bisnis aku, y
"Hah?! Menghancurkan bagaimana, Wen? Apa yang hendak dia lakukan?""Aku gak tau, dia gak bicara dengan detail tadi. Dia lagi mabok."Oh ya?! Guntur mabok? Tumben sekali, dia mana pernah mabok dulu. Kenapa tiba-tiba dia malah mabok ya? Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, sejujur nya aku cukup bingung dengan semua ini. "Terus gimana? Kamu kapan mau pulang? Seperti nya kamu harus ngasih tau semua yang kamu dapatkan di sana padaku deh." Aku berkata pelan. "Emm, boleh deh. Kita ketemuan aja di tempat lain. Nanti kalau di rumah kamu, bisa ketahuan sama Nada. Bisa-bisa malah kacau semua nya."Baik lah kalau begitu. Aku menganggukkan kepala mendnegar perkataan nya barusan. "Ya udah, kita langsung ketemuan aja. Aku butuh banyak banget informasi dari kamu juga soal nya. Kita ketemuan langsung ya."Aku langsung mematikan telepon dari Weni untuk bersiap-siap karena kami juga harus bertemu dan aku ingin bicara banyak hal pada Weni Karena menurut aku hal ini harus segera diselesaikan dan juga
"Astaga."Aku langsung terdiam ketika mendengar pesan suara itu. Jujur saja aku kaget sekali mendnegar nya. Apa maksud dari pesan ini ya? Pesan yang aku temukan di ponsel milik Mas Reyza. "Emm, apakah benar yang dikatakan oleh Tri sebelumnya Kalau memang delia benar memakai pelet?" Namun aku tidak percaya sama sekali karena ini sangat sulit untuk dijelaskan oleh akal sehat dan juga memang cukup aneh. Mungkin aku juga perlu mengecek ke rumahnya Mas Reza di kamarnya untuk mencari tahu lebih lanjut juga. Atau aku perlu bekerja sama dengan Tri untuk mengungkapkan ini semua apalagi apa yang dikatakan oleh Tri tadi memang benar dan sepertinya dia tidak berbohong kah atas apa yang dia katakan tadi. Awalnya aku tidak percaya pada diri karena memang agak sangat sulit untuk diterima oleh akal sehat ketika mendengar perkataannya yang bilang kalau Mas Reza ternyata kena pelet oleh si Delia tetapi ketika mendengar dia bicara tentang adiknya yang meninggal gara-gara kena pelet ya mungkin aku m
"Kamu sejak tadi bilang kayak gitu. Apa maksud dari perkataan kamu?" tanyaku sambil menatap dia yang tampak kesal sendiri. Dia saja tidak mau menjelaskan kenapa dia bilang kalau Delia itu adalah wanita iblis. Dia kenapa sih? Apa kah dia sebelum nya ada masalah dengan si Delia itu? "Dia itu bisa membuat orang lain luluh sama dia, termasuk suami kamu. Aku hampir saja masuk perangkap dia."Eh?! Membuat orang lain luluh? Bagaimana maksud nya? Jujur saja aku bingung sekali dengan perkataannya pria ini dia bahkan mau menjelaskan Siapa dirinya Tetapi dia sudah bilang kalau Delia itu adalah iblis Ya aku juga tidak tahu sih dengan apa yang sebenarnya terjadi ini juga bilang kalau dia pernah luluh pada si Delia itu. "Si Reyza itu terkena pengaruh nya si Delia, harus nya kamu bantuin dia buat lepas dari itu semua, bukan nya malah membiarkan Reyza terkena pengaruh wanita menyebalkan itu.""Tapi Tri, Mas Reyza terlihat mencintai si Delia banget, maka nya kan memang dia itu mencintai si Delia,
Delia adalah penyebab nya? Apa maksud perkataan pria ini?"Apa maksud kamu?" tanyaku pelan. "Sudah lah, nanti kamu akan tau sendiri. Aku langsung ke rumah kamu sekarang."Dia mematikan telepon. Aku mengembuskan napas pelan, sejujur nya ini sangat membingungkan. Lalu aku harus apa sekarang? Tidak jadi tidur kalau begini aku mah. Hmm, lebih baik aku mengobrol dengan Hani di luar, meskipun ada Nada juga di sana, tetapi ya sudah lah aku sedang butuh teman untuk mengobrol sekarang. "Akhir nya kamu datang juga Din, lama banget. Kayak nya kamu itu sibuk banget ya? Jelas sih, karena kan Putri juga baru sampai di sini."Mendengar perkataan nya Hani, aku langsung tersenyum. Antara nada hanya mendengarkan perkataan aku dan juga Hani dia tidak menimbrung sama sekali karena mungkin masih tidak enak padaku. "Kalian sudah ngobrolin apa aja sejak tadi? Kayak nya dari aku pergi, sampai aku balik lagi ke sini, kalian belum pindah posisi juga." Aku mengangkat bahu, menatap mereka bergantian. "Yang
"Hah?!"Jujur saja aku kaget sekali mendnegar nya, bahkan aku langsung menutup mulutku sendiri. Astaga, apa yang baru saja Putri katakan? Dia bilang kalau dia ingin Papa nya kembali ke sini? Ya memang nya bagaimana cara membuat Papa nya bisa ada di sini lagi? "Aku gak mau tinggal di sini kalau Papa gak ada di sini! Aku gak mau bicara sama siapa pun kalau Papa belum ada di rumah ini!" Dia kembali berteriak, membuatku menggelengkan kepala. Sulit sekali untuk memberikan pengertian pada Putri kalau Papanya Itu sudah meninggal ya memang masih kecil dan belum paham sama sekali dengan apa yang terjadi di rumah ini makanya akan lebih sulit dibandingkan untuk memberitahukan Putra dan juga Aurel. "Papa itu sudah meninggal, Putri. Kamu itu malah buat Mama tambah pusing, masalah Mama itu udah banyak banget." Putra yang lebih dulu bicara. Putra sudah besar sekali anak sulungkung benar-benar mengerti dan paham dengan apa yang terjadi di rumah ini dan dia juga membantu aku banyak sekali. Aku t
"Hah?! Kamu serius, Rum?"Jujur saja, aku kaget sekali dengan perkataan Rumi, sekaligus senang. "Iya, Mbak langsung ke sini saja ya. Putri sudah pulang ke rumah."Alhamdulillah kalau begitu. Aku tersenyum senang. Kemudian langsung mematikan telepon dari Rumi, menoleh ke Bang Fino yang juga tampak ikutan senang. "Kabar yang benar-benar bagus, dek."Benar apa yang dikatakan oleh Bang Fino, ini memang kabar yang sangat bagus. Namun, sejujurnya hal ini adalah sesuatu yang aneh juga karena tidak mungkin tiba-tiba Putri pulang tanpa ada sesuatu aku merasa ada yang berbeda dan ada yang aneh juga.Entah kenapa perasaanku juga tidak enak karena ini sangat berbeda dari pada biasanya."Kamu mikirin apa lagi, Dek? Kan Putri juga sudah pulang ke rumah, harus nya kamu senang, bukan malah kelihatan sedih kayak gitu. Ada apa dengan kamu?" tanya Bang Fino sambil menatapku. Jika tidak tahu dengan apa yang terjadi padaku intinya justru aku merasa sangat aneh dan merasa ini sangat berbeda daripada bia
"Apa lagi mau kamu di sini?! Jangan-jangan kamu mengikuti aku ya?"Dia adalah saudaranya Mas Reza yang memang tidak setuju dulu ketika Mas Reza menikah dengan aku. Emang rata-rata keluarganya Mas Reza itu setuju dengan pernikahan aku tetapi mereka juga sebagian ada yang tidak setuju karena mereka melihat aku sebagai janda dan juga tidak punya masa depan ketika menikah dengan Mas Reza padahal Mas Reza sendiri pun tidak masalah dengan itu semua. Terserah mereka sajalah mereka yang punya hak untuk mereka sendiri aku tidak ikut campur Tetapi kalau sudah sampai seperti ini aku juga tidak akan terima dengan Apa perkataan mereka. "Kamu ini lucu Dina, aku ini ingin kamu mati dan aku ingin kamu merasakan yang kamu rasa kan."Hah?! Tunggu sebentar, benar-benar kaget ketika mendengar perkataannya apa yang baru saja dia katakan dan seperti itu emangnya aku melakukan hal yang di luar nalar atau Aku melakukan hal yang benar-benar buruk sampai dia mengatakan hal tersebut begitu? "Ada apa sih?! S
"Memang kurang ajar banget mereka itu!" Bang Fino tampak kesal sekali. Wajah nya memerah menahan marah. "Guntur memang begitu sejak dulu, Bang. Dia itu gak akan berhenti kalau dia gak masuk ke penjara. Jadi, memang aku harus menjebloskan dia ke penjara dulu baru dia bisa berhenti untuk tidak mengganggu hidup kita."Aku berusaha untuk menenangkan diri aku sendiri, jangan sampai terpancing oleh si Guntur itu. Dia memang sengaja agar aku dan juga Bang Fino marah dengan semua nya. "Gak bisa dibiarin ini semua, Dek. Kita pokok nya harus segera menyusun semua rencana, jangan sampai tiba-tiba kita yang kehilangan semua nya. Abang marah banget loh sama dia. Abang kesal sama dia."Sungguh sejujur nya aku paham sekali dengan apa yang Bang Fino katakan. Aku juga merasa kan hal tersebut, karena kami satu pemikiran. Baik lah, aku juga tidak aka. Membiarkan semua nya terjadi, aku juga akan mulai memikir kan semua nya, bagaimana cara nya si Guntur itu menyesal dengan semua yang dia lakukan sekara
"Tapi kenapa bisa Mas Reyza sampai diculik?"Lagi pula, siapa yang menculik Mas Reyza, ah aku tidak percaya sih sebenar nya, tetapi apa ini? Aku bingung sekali deh. Ah iya aku lupa kalau Bang Fino ada di luar, jadi nya aku juga tidak bisa terlalu lama. Memang Bang Fino tidka mau ikutan karena takut nanti malah membuat saudara Mas Reza berpikir yang aneh-aneh tentang aku. Kami juga senang menghindari dari perbuatan itu karena juga maka masuk Islam masih basah dan aku juga belum bisa melupakannya sama sekali. "Ini pasti gak mungkin foto nya Mas Reyza. Nanti aku tanya saja deh pada Mama nya Mas Reyza." Aku bergumam pelan, memasukkan foto tersebut ke dalam saku celanaku. Pandanganku terhenti ketika melihat buku yang diletakkan begitu saja di atas pakaiannya Mas Reza. Ini buku apaan apakah ini adalah buku harian nya Mas Reyza?Hmm, bisa sih ini. Aku juga langsung memasukkan buku nya ke dalam tasku. Setelah puas berkeliling dan juga menatap fotonya Mas Reza lumayan lama Aku akhirnya me