"Kenapa? Kenapa malah pada diam semua? Bukan kah kalian sedang membicarakan ku tadi?" tanya Nada sambil melangkah mendekati kami. Sejak kapan dia ada di sini? Aku menoleh ke Bang Fino yang langsung menggelengkan kepala. Dia tidak mau disalahkan. Rumi juga ikutan menggelengkan kepala, dan juga Bang Fino. Kenapa tiba-tiba Nada malah muncul? Aku menghela napas pelan. "Aku ada salah sama kalian?" tanya Nada pelan. "Mau apa kamu ke sini?" tanyaku dingin. "Tante Nada!" Putri justru langsung memeluk Nada. "Tante kemana kemarin? Kok langsung pergi gak bilang dulu sama kami?""Maaf ya, Sayang. Tante ada urusan kemarin." Setelah Putri kembali bermain, aku menatap nya lagi, kami harus membicarakan nya sekarang. "Aku mau ketemu sama Mama kamu, Din." Nada menatapku. "Maaf baru bisa datang sekarang, kemarin aku ada urusan, maaf juga gak bisa datang ke pemakaman Papa kamu kemarin.""Mau ketemu sama Mama? Apa lagi yang mau kamu lakuin? Kamu mau ngapain lagi, hah?!" tanyaku membuat Nada tampak
"Astaga, Sayang. Kamu dapat dari mana surat ini?" Mas Reyza tampak kaget sekali. Lihat kan, dia justru kaget sekali ketika melihatku memegang surat itu. Aku menghela napas pelan, aku hanya butuh kejujuran dari Mas Reyza. "Gak penting aku dapat dari mana, Mas. Yang penting, itu surat dari siapa?""Tapi kamu harus nya izin dulu sama Mas, kalau kamu mau—""Tinggal jawab, Mas. Mas tinggal jawab itu surat dari siapa. Kenapa susah banget? Atau ada sesuatu yang Mas sembunyikan dari Dina?""Aku juga gak tau, Sayang. Aku gak tau siapa pengirim nya. Maka nya Mas belum ngasih tau ke kamu kalau ada yang mengirim surat itu."Oh ya? Aku menatap mata Mas Reyza, berusaha mencari kebohongan di dalam nya. Tidak ada seperti nya, hanya ada kejujuran di sana. "Kamu benar-benar tidak tau siapa yang mengirim surat ini, Mas?" tanyaku membuat Mas Reyza menggelengkan kepala. "Kalau aku tau, sudah dari kemarin aku kasih tau kamu kalau aku dapat surat itu, Sayang. Berhubung aku belum tau, maka nya aku gak ng
"Kamu apa sih ngomong kayak gitu?" tanya Ratih tidak suka. "Kamu itu yang pembohong! Kamu itu sok hebat!""Apa sih? Lebih baik kamu pergi dari sini! Kamu itu gak diundang sama sekali. Dasar pengkhianat!"Apa sih ini? Kenapa jadi mereka berdua yang ribut? Aku menatap mereka aneh, sedang sibuk membela diri sendiri. Lucu juga mereka ini. Padahal aku juga tidak percaya di antara mereka berdua, lalu sekarang mereka sibuk membela diri sendiri? Lucu sekali. "Kamu pokok nya jangan pernah percaya sama Ratih, Din. Apa pun yang dia katakan! Mulut dia itu mulut nya pembohong!" Sejak tadi Nada sibuk membela diri nya sendiri dan berusaha agar aku tidak percaya dengan semua perkataan Ratih. Aku menatap mereka berdua bergantian. Mereka seolah ingin sekali kalau aku percaya dengan salah satu dari mereka, tetapi mau apa lagi? Aku tidak akan percaya dengan mereka, mau itu Nada atau pun Ratih. Tujuan kami datang ke sini ya memang hanya satu, aku ingin tau apa yang mau ditawarkan oleh Ratih. Dia jug
"Apa maksud foto ini, Rum?" tanyaku dengan nada gemetar. "Apa maksudnya, Mbak? Aku juga gak tau, Mbak.""Mas Reyza selingkuh?" Aku menggelengkan kepala, sungguh tidak percaya dengan gerakan tubuh Rumi. Adikku seolah mengatakan hal tersebut, padahal aku yakin sekali kalau Mas Reyza tidak selingkuh sama sekali dari ku. "Kamu dapat foto ini dari mana, Rum? Pasti kamu ngarang atau ini pasti foto editan kan?" tanyaku lagi, mendesak Rumi agar menjawab seluruh pertanyaan dari aku. "Mbak, dengerin Rumi sebentar aja deh. Mbak tenang dulu sebentar, jangan teriak-teriak dulu, kita bicarain semua nya dengan tenang. Oke?"Baik lah. Aku mengatur napas sejak tadi, berusaha untuk tenang sejak tadi. "Kenapa sih dari tadi kalian malah berisik banget? Pusing Abang dengerin nya. Kamu juga Dina, kenapa kamu teriak-teriak gak jelas udah kayak lagi di hutan? Abang kira ada apa atau terjadi sesuatu kan.""Enggak, itu murni kesalahan aku, Bang." Aku mengakui hal itu, karena sebenarnya bukan aku juga yang
"Bohong! Memang nya aku percaya? Jangan kebanyakan bohong!""Aku? Kamu bilang kalau aku ini bohong?" Dia kembali tertawa. "Kamu salah sekali menilaiku dengan itu, Dina.Astaga. Aku langsung mematikan telepon. Kesal sekali dengan wanita itu. Aku menoleh ke Rumi yang penasaran dengan percakapanku di telepon tadi. "Gak penting. Ayo kita ke ruangan Mas Reyza lagi." Aku tidak mau menduga-duga. Aku juga tidak mau salah lagi mengambil keputusan. Sudah cukup yang terjadi pada kehidupanku. Aku tidak mau lagi melakukan nya. Kalau aku masih berstatus sebagai istrinya Guntur, baru aku akan percaya dengan apa yang dikatakan oleh wanita tadi, tetapi aku saat ini adalah istrinya Mas Reyza, jadi aku tidak peduli sama sekali tentang apa yang dikatakan oleh wanita tadi. "Tadi serius Mbak, Mbak kayak nya kesal banget sama yang nelepon Mbak tadi.""Udah, jangan dibahas lagi, Rum. Mbak gak mau bahas nya dulu sekarang."Rumi akhir nya mengangukkan kepala mendnegar perkataanku barusan. Aku berkali-kali
"Siapa kamu, hah?" tanyaku sambil menatap wanita itu. Dia tersenyum, kemudian tertawa pelan. "Kamu lucu sekali Dina, kamu tadi kaget sekali melihat aku. Kenapa sekarang kamu menanyakan aku siapa?"Apa sih dia? Menyebalkan sekali. Aku memang seperti pernah melihat wanita ini, tetapi aku tidak kenal dia siapa. "Aku? Kamu akan kaget sekali mendengar ini, Dina. Ah, bukan hanya kamu yang akan kaget, tetapi kalian semua yang ada di sini. Apa yang aku bilang ketika itu bukan lelucon loh, Dina. Kamu ternyata meremehkan aku."Dia tersenyum sambil menatapku dan juga yang lain dengan tatapan tidak peduli. "Kita pernah bicara di telepon, Dina."Bicara di telepon? Tunggu, biar aku ingat-ingat suara dia. Seperti nya aku mengenali suara anak ini. Siapa dia? Astaga, aku tidak ingat juga setelah kami diam beberapa saat. "Apakah kamu sudah mengenali aku, Dina?"Bang Fino, Rumi, juga yang lain nya langsung menatap aku. Mana aku tau, aku saja lupa dia siapa. "Ah, kamu tidak ingat rupa nya, Dina. Ka
"Astaga! Apa sih yang barusan kamu bilang, hah?!""Aku kasihan banget loh sama kamu. Wanita yang harus nya punya kehidupan sempurna, dengan kamu yang sekarang kaya raya, justru kamu harus merasakan ini semua. Mulai dari suami pelit, sampai sekarang punya suami penyakitan."Hampir saja aku menimpuk wanita di hadapanku dengan sesuatu. Aku mengepalkan tangan. Dia sangat menyebalkan. "Apa lagi yang kamu mau, Ratih? Aku udah capek banget meladeni kamu. Lebih baik kamu itu jauh-jauh dari kehidupan aku." Aku menatap Ratih kesal. "Oh ya? Kamu lelah sama aku, Dina? Harus nya kamu itu bersyukur karena aku selalu ngasih kamu kesempatan."Kesempatan apa lagi yang hendak dia bilang hah?! Aku sudah muak sekali mendengar apa yang dia katakan. "Sudah lah. Lebih baik kamu itu pergi jauh-jauh dari sini.""Kamu takut kalau aku lebih mengejek kamu, Dina?""Segera panggil satpam." Aku menoleh ke Bang Fino yang menganggukkan kepala. Sungguh, Ratih menyebalkan sekali. "Kondisi Pak Reyza sudah mulai memb
"Apaan sih kamu? Gak jelas banget!" Aku menggelengkan kepala, malas sekali untuk menjawab tuduhan saudara Mas Zaki. "Kamu itu yang apa-apaan? Jangan mentang-mentang kamu itu bos juga di kantor ini, bukan berarti aku takut sama kamu!"Wah gila memang. Nama saudara Mas Reyza ini adalah Meli. Dia memang kurang ajar sekali sih, aku menggelengkan kepala, untung saja sempat merekam percakapan kami ini. "Kamu itu bisa kerja di sini karena saya juga, Meli. Jadi jangan berharap kalau kamu itu bisa menguasai semua nya. Bukan kah itu yang kamu mau? Kamu ingin menguasai semua yang ada di kantor ini bukan?"Dia tampak kaget. Aku tersenyum tipis. "Kamu saja tidak datang ke acara pernikahan nya sepupu kamu sendiri, lalu kamu tiba-tiba datang minta masukin ke pekerjaan. Awal nya Mas Reyza memang nolak kamu, tapi saya yang buat kamu bisa berdiri di sini dan sekarang kamu menuduh saya yang tidak-tidak? Sudah hebat sekali rupa nya kamu."Sungguh, fokusku justru terpecah karena tingkah laku sepupu Mas
"Hah?! Menghancurkan bagaimana, Wen? Apa yang hendak dia lakukan?""Aku gak tau, dia gak bicara dengan detail tadi. Dia lagi mabok."Oh ya?! Guntur mabok? Tumben sekali, dia mana pernah mabok dulu. Kenapa tiba-tiba dia malah mabok ya? Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, sejujur nya aku cukup bingung dengan semua ini. "Terus gimana? Kamu kapan mau pulang? Seperti nya kamu harus ngasih tau semua yang kamu dapatkan di sana padaku deh." Aku berkata pelan. "Emm, boleh deh. Kita ketemuan aja di tempat lain. Nanti kalau di rumah kamu, bisa ketahuan sama Nada. Bisa-bisa malah kacau semua nya."Baik lah kalau begitu. Aku menganggukkan kepala mendnegar perkataan nya barusan. "Ya udah, kita langsung ketemuan aja. Aku butuh banyak banget informasi dari kamu juga soal nya. Kita ketemuan langsung ya."Aku langsung mematikan telepon dari Weni untuk bersiap-siap karena kami juga harus bertemu dan aku ingin bicara banyak hal pada Weni Karena menurut aku hal ini harus segera diselesaikan dan juga
"Astaga."Aku langsung terdiam ketika mendengar pesan suara itu. Jujur saja aku kaget sekali mendnegar nya. Apa maksud dari pesan ini ya? Pesan yang aku temukan di ponsel milik Mas Reyza. "Emm, apakah benar yang dikatakan oleh Tri sebelumnya Kalau memang delia benar memakai pelet?" Namun aku tidak percaya sama sekali karena ini sangat sulit untuk dijelaskan oleh akal sehat dan juga memang cukup aneh. Mungkin aku juga perlu mengecek ke rumahnya Mas Reza di kamarnya untuk mencari tahu lebih lanjut juga. Atau aku perlu bekerja sama dengan Tri untuk mengungkapkan ini semua apalagi apa yang dikatakan oleh Tri tadi memang benar dan sepertinya dia tidak berbohong kah atas apa yang dia katakan tadi. Awalnya aku tidak percaya pada diri karena memang agak sangat sulit untuk diterima oleh akal sehat ketika mendengar perkataannya yang bilang kalau Mas Reza ternyata kena pelet oleh si Delia tetapi ketika mendengar dia bicara tentang adiknya yang meninggal gara-gara kena pelet ya mungkin aku m
"Kamu sejak tadi bilang kayak gitu. Apa maksud dari perkataan kamu?" tanyaku sambil menatap dia yang tampak kesal sendiri. Dia saja tidak mau menjelaskan kenapa dia bilang kalau Delia itu adalah wanita iblis. Dia kenapa sih? Apa kah dia sebelum nya ada masalah dengan si Delia itu? "Dia itu bisa membuat orang lain luluh sama dia, termasuk suami kamu. Aku hampir saja masuk perangkap dia."Eh?! Membuat orang lain luluh? Bagaimana maksud nya? Jujur saja aku bingung sekali dengan perkataannya pria ini dia bahkan mau menjelaskan Siapa dirinya Tetapi dia sudah bilang kalau Delia itu adalah iblis Ya aku juga tidak tahu sih dengan apa yang sebenarnya terjadi ini juga bilang kalau dia pernah luluh pada si Delia itu. "Si Reyza itu terkena pengaruh nya si Delia, harus nya kamu bantuin dia buat lepas dari itu semua, bukan nya malah membiarkan Reyza terkena pengaruh wanita menyebalkan itu.""Tapi Tri, Mas Reyza terlihat mencintai si Delia banget, maka nya kan memang dia itu mencintai si Delia,
Delia adalah penyebab nya? Apa maksud perkataan pria ini?"Apa maksud kamu?" tanyaku pelan. "Sudah lah, nanti kamu akan tau sendiri. Aku langsung ke rumah kamu sekarang."Dia mematikan telepon. Aku mengembuskan napas pelan, sejujur nya ini sangat membingungkan. Lalu aku harus apa sekarang? Tidak jadi tidur kalau begini aku mah. Hmm, lebih baik aku mengobrol dengan Hani di luar, meskipun ada Nada juga di sana, tetapi ya sudah lah aku sedang butuh teman untuk mengobrol sekarang. "Akhir nya kamu datang juga Din, lama banget. Kayak nya kamu itu sibuk banget ya? Jelas sih, karena kan Putri juga baru sampai di sini."Mendengar perkataan nya Hani, aku langsung tersenyum. Antara nada hanya mendengarkan perkataan aku dan juga Hani dia tidak menimbrung sama sekali karena mungkin masih tidak enak padaku. "Kalian sudah ngobrolin apa aja sejak tadi? Kayak nya dari aku pergi, sampai aku balik lagi ke sini, kalian belum pindah posisi juga." Aku mengangkat bahu, menatap mereka bergantian. "Yang
"Hah?!"Jujur saja aku kaget sekali mendnegar nya, bahkan aku langsung menutup mulutku sendiri. Astaga, apa yang baru saja Putri katakan? Dia bilang kalau dia ingin Papa nya kembali ke sini? Ya memang nya bagaimana cara membuat Papa nya bisa ada di sini lagi? "Aku gak mau tinggal di sini kalau Papa gak ada di sini! Aku gak mau bicara sama siapa pun kalau Papa belum ada di rumah ini!" Dia kembali berteriak, membuatku menggelengkan kepala. Sulit sekali untuk memberikan pengertian pada Putri kalau Papanya Itu sudah meninggal ya memang masih kecil dan belum paham sama sekali dengan apa yang terjadi di rumah ini makanya akan lebih sulit dibandingkan untuk memberitahukan Putra dan juga Aurel. "Papa itu sudah meninggal, Putri. Kamu itu malah buat Mama tambah pusing, masalah Mama itu udah banyak banget." Putra yang lebih dulu bicara. Putra sudah besar sekali anak sulungkung benar-benar mengerti dan paham dengan apa yang terjadi di rumah ini dan dia juga membantu aku banyak sekali. Aku t
"Hah?! Kamu serius, Rum?"Jujur saja, aku kaget sekali dengan perkataan Rumi, sekaligus senang. "Iya, Mbak langsung ke sini saja ya. Putri sudah pulang ke rumah."Alhamdulillah kalau begitu. Aku tersenyum senang. Kemudian langsung mematikan telepon dari Rumi, menoleh ke Bang Fino yang juga tampak ikutan senang. "Kabar yang benar-benar bagus, dek."Benar apa yang dikatakan oleh Bang Fino, ini memang kabar yang sangat bagus. Namun, sejujurnya hal ini adalah sesuatu yang aneh juga karena tidak mungkin tiba-tiba Putri pulang tanpa ada sesuatu aku merasa ada yang berbeda dan ada yang aneh juga.Entah kenapa perasaanku juga tidak enak karena ini sangat berbeda dari pada biasanya."Kamu mikirin apa lagi, Dek? Kan Putri juga sudah pulang ke rumah, harus nya kamu senang, bukan malah kelihatan sedih kayak gitu. Ada apa dengan kamu?" tanya Bang Fino sambil menatapku. Jika tidak tahu dengan apa yang terjadi padaku intinya justru aku merasa sangat aneh dan merasa ini sangat berbeda daripada bia
"Apa lagi mau kamu di sini?! Jangan-jangan kamu mengikuti aku ya?"Dia adalah saudaranya Mas Reza yang memang tidak setuju dulu ketika Mas Reza menikah dengan aku. Emang rata-rata keluarganya Mas Reza itu setuju dengan pernikahan aku tetapi mereka juga sebagian ada yang tidak setuju karena mereka melihat aku sebagai janda dan juga tidak punya masa depan ketika menikah dengan Mas Reza padahal Mas Reza sendiri pun tidak masalah dengan itu semua. Terserah mereka sajalah mereka yang punya hak untuk mereka sendiri aku tidak ikut campur Tetapi kalau sudah sampai seperti ini aku juga tidak akan terima dengan Apa perkataan mereka. "Kamu ini lucu Dina, aku ini ingin kamu mati dan aku ingin kamu merasakan yang kamu rasa kan."Hah?! Tunggu sebentar, benar-benar kaget ketika mendengar perkataannya apa yang baru saja dia katakan dan seperti itu emangnya aku melakukan hal yang di luar nalar atau Aku melakukan hal yang benar-benar buruk sampai dia mengatakan hal tersebut begitu? "Ada apa sih?! S
"Memang kurang ajar banget mereka itu!" Bang Fino tampak kesal sekali. Wajah nya memerah menahan marah. "Guntur memang begitu sejak dulu, Bang. Dia itu gak akan berhenti kalau dia gak masuk ke penjara. Jadi, memang aku harus menjebloskan dia ke penjara dulu baru dia bisa berhenti untuk tidak mengganggu hidup kita."Aku berusaha untuk menenangkan diri aku sendiri, jangan sampai terpancing oleh si Guntur itu. Dia memang sengaja agar aku dan juga Bang Fino marah dengan semua nya. "Gak bisa dibiarin ini semua, Dek. Kita pokok nya harus segera menyusun semua rencana, jangan sampai tiba-tiba kita yang kehilangan semua nya. Abang marah banget loh sama dia. Abang kesal sama dia."Sungguh sejujur nya aku paham sekali dengan apa yang Bang Fino katakan. Aku juga merasa kan hal tersebut, karena kami satu pemikiran. Baik lah, aku juga tidak aka. Membiarkan semua nya terjadi, aku juga akan mulai memikir kan semua nya, bagaimana cara nya si Guntur itu menyesal dengan semua yang dia lakukan sekara
"Tapi kenapa bisa Mas Reyza sampai diculik?"Lagi pula, siapa yang menculik Mas Reyza, ah aku tidak percaya sih sebenar nya, tetapi apa ini? Aku bingung sekali deh. Ah iya aku lupa kalau Bang Fino ada di luar, jadi nya aku juga tidak bisa terlalu lama. Memang Bang Fino tidka mau ikutan karena takut nanti malah membuat saudara Mas Reza berpikir yang aneh-aneh tentang aku. Kami juga senang menghindari dari perbuatan itu karena juga maka masuk Islam masih basah dan aku juga belum bisa melupakannya sama sekali. "Ini pasti gak mungkin foto nya Mas Reyza. Nanti aku tanya saja deh pada Mama nya Mas Reyza." Aku bergumam pelan, memasukkan foto tersebut ke dalam saku celanaku. Pandanganku terhenti ketika melihat buku yang diletakkan begitu saja di atas pakaiannya Mas Reza. Ini buku apaan apakah ini adalah buku harian nya Mas Reyza?Hmm, bisa sih ini. Aku juga langsung memasukkan buku nya ke dalam tasku. Setelah puas berkeliling dan juga menatap fotonya Mas Reza lumayan lama Aku akhirnya me