#Flashback on. Amsterdam, Netherlands. Hazel berhasil melarikan diri dari para pengawalnya. Gadis cantik itu langsung memutuskan berlibur ke Amsterdam. Dia sudah jengah selalu dikejar oleh anak buah ayahnya. Dia merasa sudah cukup besar. Jika masih diawasi para pengawal, kapan dirinya bisa hidup bebas?Hazel iri dengan teman-temannya bisa pergi ke mana pun. Semua teman-temannya, seolah memiliki kehidupan yang sangatlah bebas. Sedangkan dirinya? Benar-benar sangatlah membosankan.Hal tersebut yang membuat Hazel memilih cara ini. Sekali-kali pergi dari anak buah ayahnya, bukanlah masalah besar. Lagi pula, Hazel mampu melindungi dirinya sendiri. Dia bukan anak kecil yang harus terus diawasi.Hazel menikmati kehidupan malam di kota Amsterdam. Musim gugur menunjukkan keindahan alam di kota Amsterdam. Beberapa kali Hazel menghirup udara segar sambil merentangkan kedua tangan.Waktu menunjukkan pukul satu pagi. Hazel masih belum kembali ke hotel, karena terlalu asik menikmati keindahan kot
Joseph tiba tepat di titik GPS di mana Hazel berada. Pria itu bersyukur karena Hazel masih terdeteksi. Dia segera menyelinap masuk ke dalam sebuah tempat yang jauh dari kota. Tatapannya teralih pada mobil saudara kembarnya yang terparkir tak jauh dari posisinya berada.Joseph mendekat ke arah mobil itu, bersama dengan Ian yang mengikutinya. Beberapa pengawal pribadi Joseph pun mengikuti setiap langkah dengan gerak Joseph dan Ian. Pengawal itu belum bertindak, karena belum mendapatkan perintah apa pun dari Joseph.“Tuan, ini mobil Nona Hazel.” Ian berseru menyentuh mobil Hazel.Joseph mengangguk dengan raut wajah yang serius. Pria tampan itu melihat dari balik kaca gelap—tidak ada siapa pun yang ada di dalam mobil. Detik itu juga, raut wajah Joseph berubah menunjukkan rasa cemas.“Ian, kita harus—”Tiba-tiba, tatapan Joseph teralih pada Isabel yang ditarik paksa oleh dua orang pria. Kilat mata Joseph menajam melihat apa yang ada di depan mata. Aura kemarahan di wajahnya terlihat jelas.
Hazel menatap tajam Sergio yang duduk di dekatnya sambil meminum vodka. Jika dulu, dia mengagumi sosok pria yang menjadi pahlawannya, sekarang sosok yang dia kagumi itu seolah lenyap ditelan oleh debu.Hazel berharap kembali dipertemukan dengan pria yang dulu pernah menolongnya. Dia ingin memberi tahu pada pria itu bahwa dia sekarang tidak selemah dulu. Intinya dia sangat ingin bertemu dengan pria yang dia kagumi dulu.Akan tetapi sejak di mana fakta terkuak tentang sosok pria yang dia kagumi, rasa rindu ingin bertemu telah lenyap, tergantikan dengan sebuah rasa kecewa yang amat dalam.“Kau tahu? Aku dulu ingin sekali bertemu denganmu. Sekarang setelah aku tahu dirimu, aku sangat jijik bertemu dengan pria busuk sepertimu!” seru Hazel berapi-api.Sergio sama sekali tidak marah dengan apa yang dikatakan oleh Hazel. Malah dia nampak tenang, seolah tidak terjadi apa pun. Pria tampan itu menggerakkan gelas di tangannya—terus menatap dalam manik mata Hazel yang indah.“Inti dari semuanya ki
Isabel menunggu Joseph dari dalam mobil dengan kegelisahan yang menyelimutinya. Dia menunggu kekasihnya itu cukup lama, tapi tak juga muncul. Debar jantungnya berpacu kencang. Rasa panik dan cemas menyelimutinya. “Tuhan, aku mohon jangan ambil lagi orang yang aku sayangi. Cukup ibuku dan kakakku yang telah kau ambil. Jangan Joseph ataupun Hazel. Aku mohon.” Isabel bergumam berdoa dengan mata yang berkaca-kaca.Bohong jika Isabel tenang-tenang saja. Gadis itu bahkan rasanya sulit sekali bernapas. Akan tetapi dia ingat janji Joseph. Kekasihnya itu telah berjanji akan baik-baik saja. Dia meneguhkan Joseph dan Hazel akan keluar dengan selamat. Tatapan Isabel teralih melihat keluar. Dia tak melihat pengawal Joseph. Padahal, tadi dua anak buah Joseph telah berjaga-jaga. Rasa penasaran dalam dirinya muncul, tapi dia mengabaikan. Isabel memilih menunggu Joseph di dalam mobil. DorrrSuara tembakan dari luar terdengar keras, sontak membuat Isabel melebarkan matanya terkejut. Bahu Isabel be
Raut wajah Joseph berubah mendengar apa yang dikatakan oleh pengawal pribadi Sergio. Otaknya langsung tertuju pada Isabel—yang menunggunya di dalam mobil. Kepanikan melanda pria itu.Hazel langsung menghampiri Joseph dan membantu saudara kembarnya berdiri. “Joseph, di mana Isabel? Kau sudah membawanya pulang, kan?” serunya panik.“Shit!” Joseph tak menjawab pertanyaan Hazel. Pria tampan itu langsung berlari pergi meninggalkan tempat itu. Tepat di kala Joseph sudah pergi, pertanyaan Hazel otomatis terjawab.Isabel ada di luar menunggu Joseph. Itu yang ada di dalam benak Hazel. Detik itu juga, Hazel bergegas menyusul saudara kembarnya, namun …“Kau tidak bisa pergi ke mana pun, Butterfly.” Sergio bangkit berdiri, menyentuh dadanya yang merasakan nyeri akibat ditendang oleh Joseph.Mendengar ucapan Sergio, membuat Hazel mengalihkan pandangannya, menatap Sergio dengan sorot mata tajam penuh kemarahan. “Urusan kita, akan aku selesaikan nanti. Jangan halangi aku membantu saudara kembarku. I
Hazel naik ke atap gedung bermaksud ingin membantu Isabel, dan seketika dia terkejut di kala baku tembak terjadi. Hazel bermaksud ingin mendekat ke arah Joseph—namun detik itu juga tangan kokoh menarik tangan Hazel—bersembunyi di balik dinding sebelah kanan.“Kau!” Hazel terkejut melihat Sergio datang menyelamatkannya.Sergio menatap tajam Hazel. “Di hadapanmu ada baku tembak, dan kau ingin mendekat, apa kau mengantarkan nyawamu!”“Bukan urusanmu! Pergi dari sini! Joseph membutuhkanku!” sembur Hazel berontak sambil mendorong tubuh gagah Sergio.Sergio tidak hanya diam saja. Dia memeluk erat tubuh Hazel, mengunci pergerakan wanita itu. “Saudara kembarmu membutuhkan bantuanmu? Hebat sekali cara berpikirmu! Jika kau mati tertembak, itu bukan memberikan bantuan! Kau hanya menyusahkannya saja!” sentaknya penuh ancaman.Hazel langsung diam mendapatkan bentakan dari Sergio. Tatapannya menunjukkan jelas bahwa dia setuju dengan apa yang Sergio katakan. Dia tak mungkin menolong Joseph dalam kon
Isabel yang berada di dalam pelukan Joseph bergetar terkejut, melihat Inez terbujur kaku di bawah gedung—dengan bersimbah darah. Tangis Ginny mengiringi tempat di mana mereka berada. Tangan gadis itu meremas kemeja Joseph—akibat rasa takut yang melebur menjadi satu di dalam dirinya.Isabel menatap Gaspar yang membeku diam di tempatnya. Pandangan Gaspar kosong—dengan raut wajah yang menunjukkan kehancurannya. Isabel bisa melihat itu dari tatapan kosong Gaspar.Perkelahian semua terhenti. Pengawal pribadi Inez langsung diam tak lagi menyerang di kala Inez tewas di tempat. Hazel dan Sergio terdiam melihat semua yang telah terjadi di depan mereka.Suara tangis Ginny begitu kencang yang menyelimuti ketegangan nyata itu. Tangis yang terdengar sangat pilu dan menyakitkan. Ginny meraung, menjerit, dan memanggil ibunya. Ginny menunjukkan jelas betapa dia terluka dan menderita. Tatapan Ginny mulai teralih pada Isabel yang berada di pelukan Joseph. Kemarahan dan dendam melebur menjadi satu. Dia
Tidak ada upacara sama sekali atas kematian Inez. Tidak ada penghargaan ataupun penghormatan yang seharusnya didapatkan permaisuri Raja Spanyol itu. Semua karena tindak kejahatan Inez yang membuat Benicio tak sudi mengadakan upacara apa pun untuk istrinya itu. Media sudah mencium kabar tentang kematian Inez. Bahkan berita tentang Ginny berada di penjara juga sudah tercium oleh media. Ya, Raja Benicio tidak sama sekali menutupi kasus yang ada. Benicio membiarkan nama Inez dan nama Ginny menjadi buruk di hadapan publik.Selama ini Inez dan Ginny selalu berpura-pura baik di hadapan publik. Mereka mengikuti kegiatan sosial, dan acara-acara amal demi membuat nama mereka baik. Akan tetapi, semua itu hanyalah kebohongan semata. Mereka melakukan itu, demi membohongi publik.Benicio tak memedulikan nama baiknya. Dia membiarkan semua terungkap di hadapan publik. Bisa saja dia menutup rapat, tapi orang akan merasa kehilangan Inez dan Ginny. Karena publik selama ini sudah menganggap Inez dan Gin
Beberapa bulan berlalu … Tangis bayi kembar pecah memenuhi ruang bersalin VIP khusus untuk anggota Kerajaan. Tangis bayi itu bersamaan dengan Isabel dan Joseph yang juga meneteskan air mata penuh haru bahagia atas kelahiran bayi kembar mereka. Isabel melahirkan secara normal. Awalnya, Joseph ingin Isabel melahirkan bayi kembar mereka melalui tindakan operasi, tapi Isabel menolak karena dia ingin dirinya melahirkan secara normal.“Selamat, Tuan Putri, Anda melahirkan sepasang bayi laki-laki dan perempuan. Mereka lahir sempurna, tidak ada kekurangan apa pun,” ucap sang dokter—dan Isabel semakin menangis haru.“Joseph, anak kita lahir dengan selamat,” bisik Isabel.Joseph mengecupi pipi Isabel. “Kau adalah ibu yang hebat. Terima kasih, Sayang.”Sang dokter menyerahkan bayi kembar itu pada Isabel, untuk melakukan proses IMD. Dua bayi kembar itu sangat gemuk dan sehat. Mereka sama-sama minum ASI secara langsung. Isabel tidak tahan untuk tak menangis. Wanita itu menangis saat melihat bayi
Pesta pertunangan Gaspar diadakan secara tertutup. Tidak ada media, dikarenakan Gaspar tak ingin kehidupannya disorot oleh media. Bagi pria itu, dia tidak memiliki kehidupan menarik yang harus sampai media liput.Keluarga Kerajaan hadir di pesta pertunangan Gaspar. Pun keluarga Afford diundang oleh Gaspar. Pertunangan yang diadakan di salah satu hotel di Madrid itu diadakan benar-benar sangat tertutup.Kamera yang ada di sana adalah kamera dari fotografer yang dibayar Gaspar. Bukan dari kamera media. Padahal sebenarnya sosok Gaspar sudah lama sekali ditanyakan oleh publik. Hanya saja memang sejak ibu dan adiknya membuat masalah, Gaspar merasa sangat malu. Itu yang membuat pria itu memutuskan menjauh dari media. Malam itu Isabel tampil cantik dengan balutan gaun berwarna maroon. Rambut indahnya digulung ke atas, menunjukkan leher jenjang yang indah. Joshua berada digendongan Joseph. Pesta diadakan jam tujuh malam, membuat Isabel dan Joseph masih bisa membawa Joshua keluar.“Isabel?”
Joseph menjadi orang yang paling tak bisa tenang. Dia mondar-mandir gelisah di depan ruang rawat. Ya, Isabel langsung dibawa ke rumah sakit di kala pingsan. Joseph dan Benicio mengambil keputusan untuk membawa Isabel ke rumah sakit.Joshua tidak ikut. Joseph ataupun Benicio tak ingin Joshua berada di rumah sakit. Pengasuh menjaga Joshua. Di depan ruang rawat ada Joseph yang ditenangkan oleh Hazel. Lalu ada Benicio yang sejak tadi ditenangkan oleh Lena. Semua orang khawatir, terjadi sesuatu hal buruk pada Isabel.“Isabel akan baik-baik saja.” Lena membelai lengan Benicio, berusaha menenangkan calon suaminya itu.“Istrimu akan baik-baik saja, Kak. Dia wanita yang kuat.” Hazel berusaha menenangkan saudara kembarnya. Joseph mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Lalu, di kala dirinya tengah berusaha menenangkan diri—suara pintu terbuka. Refleks, semua orang di sana menatap dokter yang kini berdiri di ambang pintu sambil membuka masker. Tanpa menunda-nunda, semua orang yang ada di sana
“Ah! Joshua, keponakanku tersayang yang tampan!” Hazel berseru seraya mengambil alih Joshua yang ada di gendongan Isabel. Di tengah-tengah percakapan Hazel dan Joseph—Isabel muncul sambil menggendong Joshua. Tentu Hazel tak menyia-nyiakan itu. Dia segera menggendong keponakannya. Sudah lama dia tidak melihat keponakannya tersayang. Joshua tertawa-tawa di kala Hazel menciuminya. Bayi laki-laki tampan itu tampak suka berada di dekat Hazel. Ya, ini memang bukan pertama kalinya Hazel berada di dekat Joshua. Bayi laki-laki tampan itu sudah beberapa kali digendong Hazel. Jadi wajar jika Joshua sangat nyaman berada di sisi Hazel.“Apa kabar, Hazel?” tanya Isabel seraya memberikan pelukan singkat pada adik iparnya.“Baik, kau sendiri apa kabar?” balas Hazel sambil menimang-nimang Joshua.Isabel tersenyum lembut. “Aku juga baik. Senang sekali melihatmu. Belakangan ini kau sangat sibuk.”“Iya, maafkan aku. Belakangan ini memang aku sangat sibuk.” Hazel kembali duduk di sofa bersama dengan Isab
Joseph tersenyum melihat Joshua yang tengah minum ASI. Bayi laki-lakinya itu tampak sangat lahap. Dia yang gemas langsung menciumi pipi bulat putranya itu. Isabel yang tengah memberikan ASI—sedikit memberikan cubitan pada sang suami yang menciumi Joshua.“Joseph, kau selalu mengganggu Joshua. Kapan dia tidur kalau kau ganggu terus?” protes Isabel dengan bibir yang mencebik kesal.“Joshua pasti hanya ingin minum susu saja, Sayang.” Joseph tak henti menciumi pipi bulat Joshua. “Putra kita mirip sekali sepertiku. Suka minum susumu.”Mata Isabel mendelik mendengar ucapan vulgar dari Joseph. Sepasang iris matanya menunjukkan jelas bagaimana dia kesal dan jengkel pada suaminya itu, yang bicara sembarangan di depan Joshua—yang sedang menyusu padanya.“Joseph! Kenapa kau bicara seperti itu di depan Joshua!” Mata Isabel mendelik tajam.Joseph menatap sang istri. “Apa yang salah, Sayang? Kan memang benar Joshua mirip aku yang suka minum susumu.”“Joseph, kau ini menyebalkan sekali,” rengek Isab
Isabel masuk ke dalam kamar, membaringkan tubuh di samping sang suami yang berkutat dengan MacBook-nya. Mereka masih berada di Kerajaan. Mereka belum kembali ke mansion, karena Isabel memutuskan tetap tinggal di istana untuk sementara waktu. Pun tentu Joseph menyetujui keinginan sang istri.Isabel adalah anak semata wayang di Kerajaan Spanyol, sejak di mana kakak Isabel meninggal dunia. Joseph sangat mengerti bahwa Isabel sangat dibutuhkan di Kerajaan. Hal tersebut yang membuat Joseph tak mengajak Isabel tinggal di New York. Joseph yang mengalah menjadi pindah ke Madrid.“Joshua sudah tidur?” tanya Joseph pada Isabel yang berbaring di sampingnya. Tatapan pria tampan itu masih berfokus pada MacBook-nya, tak melihat sang istri.“Sudah. Joshua sudah tidur.” Isabel menjawab sambil menyentuh tangan Joseph.Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang tampak tengah memikirkan sesuatu. “Ada apa, Sayang? Masih memikirkan tentang Lena, hm?”“Tadi pagi aku melihat pelayan tidak sengaja
Joseph membaca email masuk dari Ian, yang melaporkan tentang Lena. Sorot matanya menunjukkan jelas keseriusan nyata. Laporan yang diberikan sang asisten sangatlah jelas dan lengkap—membuat Joseph langsung paham.Suara pintu terbuka. Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang baru saja masuk ke dalam kamar. Pria tampan itu menatap Isabel yang tampak muram seperti telah memikirkan sesuatu.“Isabel?” panggil Joseph yang seketika itu membuyarkan lamunan Isabel.“Ya, Sayang?” Isabel mengalihkan pandangannya, menatap Joseph.Joseph melangkah mendekat, menghampiri Isabel. “Apa yang kau pikirkan? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanyanya sambil membelai lembut pipi sang istri.Isabel terdiam di kala mendapatkan pertanyaan dari sang suami. Dia merasa bingung harus bercerita dari mana. Sebab, ada rasa tak enak pada Joseph. Meskipun sudah menikah, tapi ada fase di mana Isabel sulit bercerita.Joseph tersenyum samar melihat Isabel yang hanya diam, tak mengatakan apa pun padan
Keheningan membentang ruang makan megah itu, akibat keterkejutan dari ucapan Benicio. Sepasang iris mata Isabel menunjukkan jelas keterkejutannya. Kata-kata sang ayah yang akan menikah lagi membuat emosi Isabel terpancing.“Dad! Kenapa ini mendadak sekali? Aku bahkan tidak mengenal wanita itu! Kau ingat bagaimana jahatnya Inez dulu? Dia ular betina yang menghancurkan kedua anakmu. Sekarang kau masih ingin menikah lagi?” seru Isabel dengan emosi.Isabel menumpahkan amarah dalam dirinya. Entah kenapa emosi dalam diri Isabel benar-benar tidaklah stabil. Dia langsung meledakkan emosinya, di hadapan wanita bernama Lena. Dia tak peduli. Kepingan ingatannya teringat akan kekejaman Inez, sampai membuat dirinya harus kehilangan kakak pertamanya.“Isabel—”“Dad, cukup. Aku tidak ingin mendengar apa pun penjelasan darimu. Aku tidak akan merestui kau menikah lagi. Sudah cukup kekejian Inez. Aku tidak mau hal buruk terulang kedua kalinya.” Isabel menyudahi makannya, dan langsung meninggalkan ruang
Setiap pagi Isabel selalu mual. Joseph sudah memaksanya untuk diperiksa ke dokter, tapi yang diinginkan wanita itu adalah pulang ke Madrid. Entah kenapa Isabel sekarang ingin sekali kembali ke Madrid. Pun kebetulan pekerjaan Joseph bisa dipantau dari jarak jauh. Jadi tidak masalah sama sekali, jika kembali ke Madrid.“Isabel, aku mohon kau harus periksa kondisimu ke dokter.” Joseph memaksa Isabel. “Joseph, aku tidak mau diperiksa dokter. Aku ingin pulang saja. Aku rindu rumah kita. Pekerjaanmu sudah selesai, kan? Ayo kita pulang, Sayang.” Isabel menatap Joseph dengan tatapan penuh permohonan.Joseph mengembuskan napas panjang. “Hazel, kau mual setiap pagi. Mungkin saja—”“Mungkin apa, Joseph?” tanya Isabel sedikit kesal.Joseph ingin menjawab, tapi belakangan ini sang istri sangatlah sensitive. Pun dia takut dugaannya salah, dan berujung membuat istrinya itu kecewa. Joseph memutuskan untuk tidak meneruskan ucapannya.“Baiklah, besok kita akan kembali ke Madrid.” Joseph membelai pipi