Haloooo, aku kembali! Setelah sekian lama, akhirnya bisa nulis dibuku ini lagi! Btw, karena sudah kelamaan dan aku takut kalian sudah lupa sama jalan ceritanya Savian, jadi aku langsung nulis versi S2-nya, anggap aja ini cerita baru. Tapi castnya anak-anaknya Carla dan Savian hihihi~ Aku harap kalian suka!🫶
Keina Arunika, gadis yang baru saja mendapatkan gelar sarjananya itu sudah mantap untuk menikah muda. Sejak pertama kali bertemu Dirgantara, Keina sudah yakin kalau pria itu yang akan menjadi teman hidupnya. Meski hubungan mereka dilarang oleh kedua orang tua masing-masing, namun pasangan muda itu tidak kehabisan akal.Jalan pintas pun Keina hadapi demi mendapatkan restu secara paksa.Iya, jalan pintasnya Keina pura-pura hamil agar mereka secepat mungkin dinikahi.Sialnya, sih calon suami yang ia perjuangkan secara mati-matian malah kabur entah ke mana tepat di hari H pernikahan mereka. Lalu kini datang masalah baru untuk Kiena; Kahfi ingin menjadi pengantin pengganti untuknya.Catat! Dia Al Kahfi Malik. Anak teman mamanya yang galak dan paling Kiena benci nomor wahid. Selain galak, Kahfi juga jutek. Pokoknya jenis manusia menyebalkan yang harus Keina hindari di dunia ini.Dengan seribu alasan kenapa Keina membenci Kahfi, apa ada kemungkinan gadis itu akan menerima lamaran dadakan da
"Kamu yakin, Bang?" Savian bertanya dengan gurat serius. Saat ini dia sedang bicara empat mata dengan Kahfi tatkala anaknya itu mengatakan keinginannya untuk menjadi pengantin pengganti untuk Keina. Savian paham betul kalau anaknya itu sudah cukup umur untuk membangun bahtera rumah tangga, secara mental dan finansial juga sudah mampu. Savian juga tidak masalah jika memang Keina yang akan menjadi menantunya. Yang membuat Savian ragu, Savian tidak yakin mereka saling mencintai. "Aku yakin, Pa." jawab Kahfi dengan tegas dan kepala terangkat yakin. Savian menghembuskan napas panjang, "Kamu mengenal Keina, kan? Kamu yakin kalau kamu sanggup membimbing dia? Papa enggak masalah jika memang Keina pilihan kamu, tapi kamu tahu latar belakang dia seperti apa?" Savian sama sekali tidak bermaksud untuk merendahkan Keina yang berlatar belakang dari keluarga broken home, dia mengenal baik keluarga gadis itu, makanya Savian ingin meyakinkan anaknya kalau tanggungjawab Kahfi akan sangat besar jika
Kahfi menghembuskan napas panjang melihat istrinya yang sedang memainkan sebuah drama. Ya, saat ini Keina tengah bersimpuh di kaki mamanya sambil menangis sendu. Alasannya jelas karena gadis itu tak mau diboyong oleh Kahfi keluar kota dan menetap di sana. Tapi Kahfi tahu kalau itu semua hanya air mata buaya dan kepura-puraan Keina saja.Kahfi masih ingat jelas dulu Keina pernah mengatakan bahwa mimpi terbesarnya adalah keluar dari rumah saang mama. Dan hari ini Kahfi akan mewujudkan mimpi itu. Hanya saja bukan dirinya yang diharapkan Keina untuk bisa membawanya pergi dari sini. Makanya gadis itu bersikeras membujuk mamanya untuk melarang Kahfi yang ingin membawanya pergi.“Sudah sepantasnya kamu ikut Kahfi, Na. Seorang istri harus patuh sama suami.” Untung saja Dinne paham betul dengan kewajiban seorang istri. Walaupun dia gagal mempertahankan rumah tangganya, tapi Dinne pernah berusaha untuk jadi istri yang terbaik untuk suaminya.Keina menggeleng, dia memeluk kaki mamanya erat-erat
Keina melenguh pelan, lambat laun manik cantiknya yang dinaungi bulu mata lentik itu terbuka. Sesaat dia celingukan, mencari keberadaan sang suami yang tak terlihat di sebelahnya. Kemana perginya Kahfi? Bunyi decitan pintu yang terbuka spontan membuat Keina menoleh ke sumber suara, gadis itu langsung menegakan badannya saat mendapati Kahfi yang keluar dari toilet. Pria itu mengusap wajahnya yang menitikan air ke lantai, tak hanya wajahnya yang basah, namun rambutnya juga. Apa yang habis suaminya itu lakukan di dalam sana? "Kak Kahfi habis mandi?" tanya Keina lalu menoleh ke jam dinding. Ini baru jam tiga dini hari, apa Kahfi habis mandi?Kahfi berjalan menuju lemari, dia mengeluarkan perlengkapan sholatnya dari mulai sarung sampai sejadah. "Saya mau sholat tahajud, kamu mau ikut sholat berjamaah sama saya?" tanya Kahfi sambil mengacingkan baju kokohnya usai memakai sarung dengan rapi.Keina menggaruk tengkuk, agak terkesima saat Kahfi memakai peci di kepalanya, membuat jidat paripur
Hari pertama menjadi suami istri, Kahfi sudah memiliki rencana apa yang akan dia lakukan dengan Keina hari ini. Bukan jalan-jalan atau semacamnya, malah kemungkinan besar mereka akan menghabiskan waktu seharian di dalam rumah, banyak yang akan Kahfi bicarakan dengan Keina. Salah satunya, membicarakan masa depan mereka. Walaupun pernikahan mereka terjadi tanpa perencanaa yang matang, tanpa rasa cinta, atau bisa disebut posisi yang Kahfi dapatkan hanyalah sebagai pengganti pria lain yang seharusnya menjadi suami Keina. Tapi Kahfi tak ambil pusing, dia percaya semua terjadi karena takdir yang sudah Tuhan tetapkan. Kahfi tekankan sekali lagi, dia sudah siap bertanggungjawab dengan keputusan yang diambil. Usia Kahfi memang tak lagi muda, sudah lama dia kepikiran untuk menikah. Tak disangka-sangka, Tuhan kirimkan jodoh untuknya lewat kejadian yang tak pernah Kahfi duga. Sejak kecil dia mengenal Keina, tapi beranjak dewasa mereka memiliki jalan masing-masing dan jarang bertemu. Kahfi sama
"Mau kemana, Na?" Kahfi bertanya saat berbalik badan dan mendapati istrinya itu sudah berdiri dan hendak membuka mukena. Mereka baru saja selesai melaksanakan sholat maghrib."Rebahan. Emang mau ngapain lagi?" Keina balik bertanya dengan wajah kebingungan.Hembusan napas pelan Kahfi keluarkan, dia menggerakan tangannya, memberi sinyal agar istrinya itu duduk kembali, "Kita ngaji dulu. Tolong ambilkan Al-Qur'an," perintahnya seraya menunjuk kitab suci yang terletak di atas nakas.Keina terdiam sejenak dengan kedua alis yang terangkat, dia mengurungkan niatnya untuk melepas mukena yang menutupi tubuhnya. Tungkainya lantas berjalan menuju nakas, mengambil Al-Qur'an dan memberikannya ke Kahfi."Sini duduk," ucap Kahfi sebab Keina masih setia memandangnya sambil berdiri.Keina menggaruk tengkuk, dia mengindahkan perintah sang suaminya dan segera duduk. Gadis itu masih terdiam memandang Kahfi yang membalik selembar demi selembar kitab suci itu."Kamu bisa baca Al-Qur'an, kan?" tanya Kahfi d
"Mas Kahfi, tumben sudah dua hari saya enggak lihat mas Kahfi jamaah di sini,"Kahfi yang baru saja melangkah keluar dari pintu masjid langsung menghentikan tungkainya, dia berbalik badan dan mendapati Pak Galih yang melempar pertanyaan kepadanya.Sebelum menjawab, Kahfi lebih dulu menyalami tangan pria paruhbaya itu. Dia cukup dekat dengan Pak Galih selaku ketua RT dikompleknya. Apalagi mereka sama-sama jamaah tetap di masjid, jadi setiap hari pasti bertemu."Iya, Pak, kemarin saya habis dari Jakarta," jawab Kahfi dengan senyuman di wajah teduhnya. "Oh iya, Pak, rencananya pagi ini saya mau ke rumah bapak," imbuh Kahfi sambil melangkah menuju halaman masjid. Tentu saja, tungkai Galih juga mengiringi."Ada apa, mas?" Galih bertanya sambil memakai sandal jepitnya.Kahfi menahan senyum, sebenarnya dia tidak ingin berbicara dengan situasi seperti ini, dijalan menuju arah pulang. Meskipun jalanan sedang sepi dan hanya ada beberapa orang yang juga baru keluar dari masjid selepas sholat sub
Menepati janjinya, selepas sholat dzuhur Kahfi membawa Keina ke rumah Galih untuk silahturahmi sekaligus mengenalkan istri cantiknya itu. Tentu saja, Galih dan istrinya menyambut dengan baik kedatangan keduanya. Ya, meski gagal menjadikan Kahfi sebagai menantu mereka, tapi hubungan keluarga Galih dengan Kahfi tetap baik. Mereka juga banyak memuji Keina yang katanya cantik. Usai berbincang kecil selama kurang lebih setengah jam, Kahfi dan Keina harus pamit karena mereka harus pergi mengejar jam penerbangan pesawat ke Jakarta yang sudah mereka pesan siang ini. Ya, hari ini Keina akan kembali ke Jakarta, jika gadis itu menepati janjinya, maka dia akan kembali lagi bulan depan untuk menetap selamanya bersama Kahfi di kota ini."Sudah dicek lagi barang-barang kamu? Ada yang ketinggalan enggak?" tanya Kahfi seraya mengambil alih tas besar yang sedang Keina bawa. Lantas dia menaruhnya ke dalam bagasi mobil."Enggak ada, Kak," jawab Keina.Kahfi mengangguk, dia lantas membukakan pintu penump
"Sayang, ini Likha, Sekretarisku." Keina menyambut kedatangan suaminya dengan senyum canggung. Pasalnya, untuk pertama kali setelah mereka menikah, Kahfi memperkenalkan dirinya dengan teman kantor pria itu. Padahal saat mereka menikah tidak ada satupun teman kerja Kahfi yang datang, bahkan Keina sempat mengira kalau Kahfi menyembuyikan status barunya sebagai seorang pria yang telah beristri. Well, Keina tahu tabiat pria, meski tidak bisa disamaratakan, namun kebanyakan pria yang sudah menikah kerap terlibat skandal perselingkuhan dengan rekan kantornya sendiri."Halo, Keina..." Gadis itu menyodorkan tangannya seraya tersenyum kikuk.Yang segera Likha sambut dengan ramah, sesaat mereka berjabat tangan. "Likha," balasnya lalu melepaskan jabatan tangan mereka."Mari masuk--- Kak," Keina menggeser tubuhnya dari depan pintu, memberi akses untuk Kahfi dan Likha masuk ke dalam. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung harus memanggil Likha apa. Jelas umurnya lebih muda dari wanita i
Tidak seperti kemarin, pagi ini Keina ikut sholat subuh bersama Kahfi di rumah. Berbeda dari hari biasanya, entah kenapa rasanya pagi ini kantuk tidak begitu menghantui. Meski gadis itu kembali goleran di atas ranjang tidur, namun telinganya dia pasang lebar-lebar untuk mendengar suara syahdu Kahfi yang sedang membaca kitab suci Al-Qur'an.Tepat pukul enam pagi, Kahfi menutup kitabnya dan bersiap untuk membuat sarapan. Tak lupa dia mengganti pakaian santainya dengan pakaian kantor supaya habis sarapan dia bisa langsung berangkat kerja.Mendengar suara pintu yang tertutup, Keina mengangkat kepalanya. Dia melempar ponsel yang sejak tadi menempel ditangan, dengan terburu-buru gadis itu mengikuti jejak sang suami.Keina berjalan mendekati tanpa mengatakan apapun, Kahfi yang sudah mulai memasak sempat mennatapnya sejenak, tapi tak ada pertanyaan apapun yang meluncur dari bibir pria itu."Aku buatkan kopi ya buat kakak?" tanya Keina sembari berdiri di sebelah Kahfi yang sibuk memotong sayur
Tidak seperti seorang istri pada umumnya yang bangun tidur langsung bergelut di dapur. Rumah tangga Kahfi dan Keina justru berbanding balik dari hal itu. Disaat Keina masih terlelap begitu nyenyak di atas ranjang, Kahfi sudah sibuk di dapur membuat sarapan.Selesai menata dua piring nasi goreng telur ceplok di atas meja, Kahfi kembali berjalan menuju kamar untuk membangunkan istrinya."Sudah bangun, Na?" ujar Kahfi menghampiri Keina yang ternyata sudah terjaga. Namun gadis itu masih rebahan di atas ranjang sambil memainkan ponselnya.Mendapati Kahfi yang datang, Keina lantas mengusap wajahnya dan meletakan ponselnya ke nakas. "Belum berangkat kerja, Kak?" "Berangkat nanti setelah kita sarapan. Ayo bangun, sarapan dulu." Tak sedikitpun Kahfi merasa kesal melihat Keina yang masih santai-santai di jam segini. Dia memahami keadaan gadis itu yang habis menempuh perjalanan jauh semalam, apalagi Keina sedang berbadan dua, jadi harus banyak beristirahat.Selepas membasuh wajah, Keina duduk d
"Kalau aku boleh tahu, apa Kak Kahfi pernah pacaran?" Mendengar pertanyaan yang keluar dari bibir istrinya, Kahfi hampir saja tersedak kopi. Beruntung dia bisa mengontrol diri. Kekehan kecil dia keluarkan, ada rasa gelitik manakala suara istrinya tertangkap telinga. Ya, masalahnya, tumben banget Keina penasaran dengan kehidupan Kahfi. Padahal biasanya gadis itu cuek bebek dan seakan tidak peduli apapun tentang suaminya."Tumben kamu nanya begitu?" Wajah tampan itu langsung mengibarkan sebuah cengiran yang membuat Keina spontan mengalihkan pandangan. Mungkin takut terpesona akan ketampanan suami yang tidak dia cintai itu."Ya, kalau enggak mau jawab gakpapa!" Keina kembali ke mode jutek. Entah ada angin apa, tiba-tiba saja dia mau bergabung bersama Kahfi untuk menghirup udara pagi di balkon kama.r. Sepertinya hari ini suasana hati Kahfi akan bagus seharian sebab sang istri mengalami perubahan, meski tidak terlalu signifikan.Menurutnya, dengan cara bicara Keina yang jadi lebih lembut
Kahfi menghembuskan napasnya cemas, pria itu tidak bisa berhenti memikirkan istrinya yang sekarang entah berada dimana. Keina yang beberapa jam lalu mengeluh tak enak badan, kini menghilang. Sudah sejak tadi Kahfi ingin mencarinya, tapi Keino melarang dan mengatakan kalau sebentar lagi gadis itu pasti akan pulang. Kata Keino, Keina memang suka pergi main tanpa bilang-bilang. Kalau pun memaksa pergi, Kahfi juga tidak tahu harus kemana, dia tidak mengenal teman-teman dekat istrinya. Sedari tadi ponsel Keina juga tidak bisa dihubungi."Tunggu di dalam aja, Kaf. Dingin di sini." Keino datang sambil memainkan kunci mobil di tangannya, sepertinya pria itu hendak pergi.Kahfi mengangguk tanpa mengatakan apapun. "Enggak usah khawatir, Keina emang gitu anaknya, bandel. Sering kabur-kaburan. Nanti kalau dia udah pulang, sentil aja kupingnya, kebiasaan kalau main enggak izin dulu. Dia lupa kali kalau sekarang udah punya suami." gerutu Keino. Mungkin dia kesal dengan tabiat adiknya yang satu itu
Keina melenguh disela-sela tidurnya, bukan tanpa sebab tidurnya yang nyenyak itu terganggu. Ada sesuatu yang mengguncang pundaknya, dan dengan terpaksa Keina membuka mata."Na, bangun..." Suara halus itu kini sudah langganan ditelinganya, jelas dia tahu siapa pemiliknya. Kahfi."Kenapa sih, Kak? Aku masih ngantuk!" Keina menepis tangan Kahfi dari pundaknya. Demi Tuhan, dia masih ngantuk berat, setelah subuh tadi dia harus terbangun untuk sholat subuh, kini Kahfi kembali mengusik tidurnya lagi."Hei, kamu lupa hari ini kita mau ke Dokter Kandungan?" Meski suaranya masih tetap lembut, tapi nyatanya saat ini Kahfi sedang menahan rasa sabarnya. Baru beberapa minggu menjadi suami, namun rasa sabar Kahfi benar-benar diuji.Mendengar apa yang baru saja suaminya itu katakan, spontan sepasang mata Keina membulat sempurna. Dia segera memunggungi Kahfi dan meringis pelan. Tentu saja sambil mengumpat dalam hati. Benar, dia lupa kalau hari ini mereka sudah janjian untuk periksa kandungan. Bukan me
Keina duduk di depan Kahfi dan Keino dengan wajah tegang. Sejak kemarin kakaknya itu memang ada di rumah, tapi hubungan mereka sedikit canggung karena pemasalahan yang ada. Ya, tentu saja Keino marah saat mendengar kabar bahwa adiknya itu dihamili oleh pria yang tidak bertanggungjawab. Jangankan ngobrol, sejak datang saja Keino tidak mau menatap wajah Keina, baru tadi saat menegurnya di depan teman-temannya.Jadi, tolong jangan ditanyakan seberapa besar rasa marah Keino ke Keina. Sebagai kakak, dia jelas merasa sangat kecewa dan gagal melindungi adiknya dari janji manis laki-laki buaya."Gimana Keina, Kaf? Dia menjalani kewajibannya sebagai istri, kan?" tanya Keino menatap Kahfi dengan serius, walaupun Keina duduk tepat disebelah Kahfi, tapi tak sekilas pun matanya melirik ke arah sang adik yang merengut cemas.Sebelum menjawab pertanyaan kakak iparnya itu, Kahfi menoleh ke arah Keina dan tersenyum lembut. Dia menggerakan tangannya, merangkum punggung tangan Keina yang nganggur lalu m
"Na, mobil siapa tuh?"Keina yang sedang asik berbincang dengan Gibral lantas mengalihkan pandangannya ke arah yang sama dengan apa yang Miska lihat saat ini. Sebuah mobil Range Rover yang melaju memasuki perkarangan rumahnya. Perlahan kening Keina berkerut sebelum bibirnya mengeluarkan sebuah decakan sebal setelah tersadar siapa pemilik mobil mewah itu.Ya, siapa lagi kalau bukan suaminya, Kahfi. "Siapa, Na?" Mario ikut bertanya.Dan ketika pintu mobil itu terbuka, memunculkan Kahfi yang keluar dari dalam sana. Hal itu tentu saja membuat rasa penasaran teman-temannya terbayarkan. Jelas mereka masih ingat wajah pria yang duduk di kursi pelaminan bersama Keina menggantikan posisi Dirga yang notebene teman mereka juga. Mereka spontan bangkit berdiri, kecuali Keina yang ekspresinya langsung mendadak bete."Na, kok diam aja, itu suami lo datang!" Miska menarik tangan Keina cepat tatkala melihat Kahfi yang berjalan mendekati mereka dengan seulas senyum manisnya. Jika boleh jujur, tadi Mis
"Maaaaa, takut!" Keina berlari mundur saat mendengar gemercik minyak panas tatkala ia memasukan potongan ayam ke dalam penggorengan. "Ya ampun, Na! Masak aja kayak mau tawuran!" Komentar Dinne yang berdiri diujung pintu dapur sambil memegang ponsel yang menyorot ke arah sang anak. Ya, dia sedang merecord kegiatan Keina untuk dikirim ke Kahfi sebagai laporan. Meskipun Kahfi tidak meminta, tapi Dinne berinisiatif sendiri. "Ma, bantuin aku dong! Kok malah main hape doang!" Gadis itu menatap sang mama kesal, tangan kanannya memegang spatula sementara tangan lainnya memegang tutup panci yang dia ambil spontan untuk melindungi diri dari cipratan minyak. Dinne berdecak, sebelum mengindahkan perintah sang anak, dia mengatur tata letak ponselnya agar kameranya terus menyorot ke arah Keina. Setelah itu dia berjalan mendekati kompor, "Sini, gitu aja udah marah-marah." Dia mengambil alih spatula dari tangan Keina, lalu menggoreng potongan ayam yang tersisa. "Mama kayaknya salah deh, sebelum be