Tidak ada hari tanpa gosip yang berkeliaran di kampus. Entah gosip tentang mahasiswi, dosen, bahkan sampai ibu kantin dan satpam. Tapi Carla selalu tidak peduli akan hal itu, ia benar-benar masa bodoh. Terkecuali dengan gosip pagi ini. Dengar - dengar sedang hangat - hangatnya di bicarakan dan beritanya sangat dahsyat hingga membuat para mahasiswi menjerit kesal.
Dari yang Carla dengar, nama Savian tersaji jadi topik utama, bersanding dengan nama mahasiswi yang tidak asing di telinga para warga kampus. Kristal, Carla mengenal nama itu, dia adalah Primadona kampus. Kecantikan gadis itu tidak ada yang bisa menyandingkan, Kristal juga sering di gosip kan dengan banyak pria tampan. Dan sekarang Savian yang menjadi partner buah bibirnya.
Bukan hanya menjadi buah bibir para warga kampus, tapi nama Savian dan Kristal juga menjadi bahan feed akun lambe kampusnya. Komentarnya sampai ribuan, tak sedikit komentar buruk yang mencaci Kristal, tentu s
"Kamu mau langsung pulang, Car?"Carla mengangguk dengan polos, "Iya, pak. Kelas aku sudah selesai, hari ini cuma satu matkul saja." jelas Carla sembari bergegas untuk pulang setelah menyelesaikan makan siangnya yang Savian berikan secara cuma-cuma."Makasih, pak, buat makan siangnya." kata Carla kemudian bangkit dari duduknya.Melihat Carla yang ingin beranjak pergi, Savian langsung bangkit dan berdiri di depan pintu, menghalangi jalan Carla. "Hm... gimana kalau kita nonton drama korea dulu, Car?" entah ide dari mana, mengajak Carla menonton drama korea di ruang kerjanya tidak masuk ke dalam daftar rencana yang akan Savian hari ini.Kening Carla mengerut, berpikir sejenak. Menonton drama korea bersama Savian? itu bukan ide yang buruk, setidaknya dari pada ia merasa bosan sendirian di flat. "Boleh, pak, mau nonton drama apa?" tanya Carla sambil berjalan menuju sofa panjang yang letaknya tak jauh dari meja kerja Savian.Carla mendudukan diri di atas sofa sa
Savian memasuki ruangannya dengan wajah lesuh, ia baru saja selesai mengajar di kelas terakhirnya hari ini. Kelas kali ini menghabiskan waktu yang cukup lama karena Savian sempat marah, buntut dari ciumannya yang di gagalkan, ia jadi tidak mood dalam mengajar. Siapa suruh ketua kelas tersebut bertamu di saat yang tidak tepat dan merusak segalanya?! Badan besarnya ia lempar ke atas sofa panjang dan merebahkan diri di sana. Kedua mata Sean memejam, lalu terbayang ingatan beberapa jam lalu yang ia lakukan dengan Carla di sofa. Ah, seandainya tadi semua berjalan lancar, Savian pasti tidak akan penasaran lagi bagaimana rasa bibir Carla. Tangan Savian bergerak mengambil ponsel dan mengaktifkan, ia mengabaikan beberapa pesan yang masuk dan memilih untuk mengirim pesan ke Carla lebih dulu. Savian: maaf karena kegagalan yang tadi, semoga kamu berkenan untuk melanjutkannya di flat nanti Muka tembok, seperti tidak tahu malu, tapi itulah Savian. Pantang menyerah
Waktu berlalu dengan begitu cepat, tak terasa sudah satu bulan lamanya Savian berbagi flat dengan Carla. Sesuai perjanjian yang mereka sepakati, Savian akan pergi hari ini. Tapi, setelah semua yang terjadi antara dirinya dengan Carla, apakah Carla akan tetap membiarkannya pergi? Savian menarik kopernya seraya beranjak keluar dari dalam kamar, ia berdiri di depan pintu kamar Carla lalu mengetuknya pelan. Meski hari sudah lumayan siang, tapi Savian yakin Carla masih bergulung dengan selimutnya di atas ranjang. Ini hari libur, tidak ada yang dapat menjadi hambatan Carla untuk bangun siang. "Car.." panggil Savian dengan lembut, terdengar erangan kecil di dalam kamar. Sepertinya panggilan dari Savian berhasil mengusik tidur gadis itu. "Kenapa, pak?" pintu kamar Carla terbuka, kepala Carla menyembul dari balik pintu. Sesaat Savian terdiam, memandang wajah bangun tidur Carla yang berkali-kali lipat cantiknya. Wajahnya yang sebening salju tanpa taburan bedak sebutir
Tiga jam berlalu sejak ciuman singkat itu terjadi, tetapi Carla masih gelisah dan tidak bisa berhenti memikirkannya. Gadis itu berdiri di tepi jendela kamar, memegangi bibirnya yang habis lepas kesucian. Luar biasaaaa, Carla tidak tahu apakah ini sebuah keberuntungan atau kesalahan untuknya? Well, mendapatkan ciuman pertamanya dari Savian itu rasanya seperti mimpi. Seorang dosen famous yang di idolakan oleh para gadis-gadis di luar sana, itu berarti yang Carla lakukan adalah mencuri keberuntungan, kan? Lagi pula, beberapa minggu lalu Savian juga pernah menawarkannya ciuman, tapi gagal karena seseorang mengacaukannya. Carla menggeram, menjambak rambut menuntaskan rasa kesal. Ia masih malu... bahkan ia sampai tidak berani keluar dari kamar sejak tadi meski cacing di dalam perutnya sudah demo meminta makan. Hari sudah siang, tapi Carla setia dengan piyama dan rambutnya yang kusut karena belum mandi. tok t
Carla keluar dari kamar mandi dengan wajah segarnya. Berjalan menuju kamar sambil bersenandung kecil. Suasana hatinya mendadak cerah sejak mendapatkan ciuman singkat dari Sean. Terlebih lagi tubuhnya tidak bereaksi apapun, dan karena hal itu Carla merasa seperti menjadi perempuan normal pada umumnya. Carla berdiri di depan cermin, mengaplikasikan skincare malamnya seperti biasa lalu mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer. Setelah seharian mengerjakan tugas dan baru selesai setengah jam lalu, akhirnya Carla bisa bersantai ria. Selesai dengan wajah dan rambutnya, tangan Carla bergerak meraih ponsel. Mengecek jam lalu mengirim Savian pesan. Ini sudah jam tujuh malam namun Savian belum juga pulang. Carla: Vi, kok belum pulang? Agak ragu untuk mengirimnya karena ini pertama kali Carla menghilangkan kata 'pak' di teks pesan yang akan ia kirim ke Savian. Tapi, siapa peduli? Savian sendiri yang memintanya untuk memanggilnya dengan sebutan n
Carla mengetahui satu hal, Savian telah membohonginya. Carla ingat dengan jelas bahwa hari itu Savian mengatakan bahwa hubungannya dengan Kristal hanya sebatas dosen dan mahasiswi. Tapi ternyata... Carla tertawa renyah untuk sedikit menutupi sesak yang merambat di dada. Ia kira selama ini ucapan Savian benar, tentang hal yang pria itu ucapkan kalau hanya dirinyalah yang dekat dengan Savian. Nyatanya, ada yang lebih dekat lagi.Kristal Beverly. Carla mengetik nama tersebut di papan search sebuah sosial media. Deretan profil dengan nama Kristal Beverly muncul, Carla mengetuk satu nama di deretan paling atas. Benar, yang satu itu akun asli milik Kristal. Jemari Carla berseluncur melihat satu demi satu foto yang gadis berdarah campuran Amerika itu posting di akunnya. Pengikut akun Kristal bahkan lebih dari sepuluh ribu pengikut, dan Carla mengetahui satu hal lagi. Savian dan Kristal saling mengikuti. Carla menyeringai, Savian lebih pandai bersilat lidah dari y
Savian: Car, kamu masih di kampus? Savian mengusap layar ponselnya untuk bergulir kebawah, men-scroll puluhan pesannya yang sudah satu minggu ini tidak pernah Carla ladeni. Gadis itu hanya membacanya tanpa membalas. Dan nasib pesan yang Savian kirim satu jam lalu pun berakhir sama, hanya di baca saja. Hembusan napas panjang keluar dari hidung bangir Savian. Pria itu menjatuhkan badannya pada sandaran kursi, menatap pintu ruangan dengan pandangan menerawang. Seketika ia kepikiran Carla. Sudah satu minggu hubungan mereka renggang dan tidak seintens sebelumnya. Di flat pun mereka jarang bertemu karena Savian biasa pulang larut malam dan pergi pagi-pagi. Anehnya, kenapa pesannya pun ikut di abaikan oleh Carla seakan gadis itu sedang membentang jarak dengannya? Aneh, Carla seperti sedang menghindarinya. Savian menepuk jidat, lalu menggeram. Kenapa ia baru menyadarinya perubahan Carla sekarang?
Selama dua tahun berteman, baru kali ini Alvero mendengar Carla bercerita tentang pria yang berhasil mengambil peran dalam hidupnya. Alvero terkejut, jelas. Siapa yang tidak kaget jika seorang gadis tak terjamah itu akhirnya merasakan jatuh cinta dengan lawan jenis. Tapi jika teringat trauma yang Carla miliki, Alvero merasa senang karena artinya Carla sudah mulai membuka diri dan tidak terpaku pada masa lalu. Namun tidak menutup kemungkinan jika ia juga merasa sakit hati. Setiap kata yang keluar dari bibir Carla seperti sayatan benda tajam yang melukai ulu hatinya.Carla mengatakan pria itu baru beberapa bulan menjalin pendekatan dengannya. Dan sialnya berhasil mendapatkan tempat spesial di hati Carla. Alvero meringis, apa kabar dengan dirinya yang berjuang selama dua tahun ini?"Dia bilang mau jadikan aku sebagai cadangan. Ck!"Siapa lagi yang Carla bicarakan kalau bukan Savian? Sejak mendengar pemb
Kahfi menghembuskan napasnya cemas, pria itu tidak bisa berhenti memikirkan istrinya yang sekarang entah berada dimana. Keina yang beberapa jam lalu mengeluh tak enak badan, kini menghilang. Sudah sejak tadi Kahfi ingin mencarinya, tapi Keino melarang dan mengatakan kalau sebentar lagi gadis itu pasti akan pulang. Kata Keino, Keina memang suka pergi main tanpa bilang-bilang. Kalau pun memaksa pergi, Kahfi juga tidak tahu harus kemana, dia tidak mengenal teman-teman dekat istrinya. Sedari tadi ponsel Keina juga tidak bisa dihubungi."Tunggu di dalam aja, Kaf. Dingin di sini." Keino datang sambil memainkan kunci mobil di tangannya, sepertinya pria itu hendak pergi.Kahfi mengangguk tanpa mengatakan apapun. "Enggak usah khawatir, Keina emang gitu anaknya, bandel. Sering kabur-kaburan. Nanti kalau dia udah pulang, sentil aja kupingnya, kebiasaan kalau main enggak izin dulu. Dia lupa kali kalau sekarang udah punya suami." gerutu Keino. Mungkin dia kesal dengan tabiat adiknya yang satu itu
Keina melenguh disela-sela tidurnya, bukan tanpa sebab tidurnya yang nyenyak itu terganggu. Ada sesuatu yang mengguncang pundaknya, dan dengan terpaksa Keina membuka mata."Na, bangun..." Suara halus itu kini sudah langganan ditelinganya, jelas dia tahu siapa pemiliknya. Kahfi."Kenapa sih, Kak? Aku masih ngantuk!" Keina menepis tangan Kahfi dari pundaknya. Demi Tuhan, dia masih ngantuk berat, setelah subuh tadi dia harus terbangun untuk sholat subuh, kini Kahfi kembali mengusik tidurnya lagi."Hei, kamu lupa hari ini kita mau ke Dokter Kandungan?" Meski suaranya masih tetap lembut, tapi nyatanya saat ini Kahfi sedang menahan rasa sabarnya. Baru beberapa minggu menjadi suami, namun rasa sabar Kahfi benar-benar diuji.Mendengar apa yang baru saja suaminya itu katakan, spontan sepasang mata Keina membulat sempurna. Dia segera memunggungi Kahfi dan meringis pelan. Tentu saja sambil mengumpat dalam hati. Benar, dia lupa kalau hari ini mereka sudah janjian untuk periksa kandungan. Bukan me
Keina duduk di depan Kahfi dan Keino dengan wajah tegang. Sejak kemarin kakaknya itu memang ada di rumah, tapi hubungan mereka sedikit canggung karena pemasalahan yang ada. Ya, tentu saja Keino marah saat mendengar kabar bahwa adiknya itu dihamili oleh pria yang tidak bertanggungjawab. Jangankan ngobrol, sejak datang saja Keino tidak mau menatap wajah Keina, baru tadi saat menegurnya di depan teman-temannya.Jadi, tolong jangan ditanyakan seberapa besar rasa marah Keino ke Keina. Sebagai kakak, dia jelas merasa sangat kecewa dan gagal melindungi adiknya dari janji manis laki-laki buaya."Gimana Keina, Kaf? Dia menjalani kewajibannya sebagai istri, kan?" tanya Keino menatap Kahfi dengan serius, walaupun Keina duduk tepat disebelah Kahfi, tapi tak sekilas pun matanya melirik ke arah sang adik yang merengut cemas.Sebelum menjawab pertanyaan kakak iparnya itu, Kahfi menoleh ke arah Keina dan tersenyum lembut. Dia menggerakan tangannya, merangkum punggung tangan Keina yang nganggur lalu m
"Na, mobil siapa tuh?"Keina yang sedang asik berbincang dengan Gibral lantas mengalihkan pandangannya ke arah yang sama dengan apa yang Miska lihat saat ini. Sebuah mobil Range Rover yang melaju memasuki perkarangan rumahnya. Perlahan kening Keina berkerut sebelum bibirnya mengeluarkan sebuah decakan sebal setelah tersadar siapa pemilik mobil mewah itu.Ya, siapa lagi kalau bukan suaminya, Kahfi. "Siapa, Na?" Mario ikut bertanya.Dan ketika pintu mobil itu terbuka, memunculkan Kahfi yang keluar dari dalam sana. Hal itu tentu saja membuat rasa penasaran teman-temannya terbayarkan. Jelas mereka masih ingat wajah pria yang duduk di kursi pelaminan bersama Keina menggantikan posisi Dirga yang notebene teman mereka juga. Mereka spontan bangkit berdiri, kecuali Keina yang ekspresinya langsung mendadak bete."Na, kok diam aja, itu suami lo datang!" Miska menarik tangan Keina cepat tatkala melihat Kahfi yang berjalan mendekati mereka dengan seulas senyum manisnya. Jika boleh jujur, tadi Mis
"Maaaaa, takut!" Keina berlari mundur saat mendengar gemercik minyak panas tatkala ia memasukan potongan ayam ke dalam penggorengan. "Ya ampun, Na! Masak aja kayak mau tawuran!" Komentar Dinne yang berdiri diujung pintu dapur sambil memegang ponsel yang menyorot ke arah sang anak. Ya, dia sedang merecord kegiatan Keina untuk dikirim ke Kahfi sebagai laporan. Meskipun Kahfi tidak meminta, tapi Dinne berinisiatif sendiri. "Ma, bantuin aku dong! Kok malah main hape doang!" Gadis itu menatap sang mama kesal, tangan kanannya memegang spatula sementara tangan lainnya memegang tutup panci yang dia ambil spontan untuk melindungi diri dari cipratan minyak. Dinne berdecak, sebelum mengindahkan perintah sang anak, dia mengatur tata letak ponselnya agar kameranya terus menyorot ke arah Keina. Setelah itu dia berjalan mendekati kompor, "Sini, gitu aja udah marah-marah." Dia mengambil alih spatula dari tangan Keina, lalu menggoreng potongan ayam yang tersisa. "Mama kayaknya salah deh, sebelum be
Kahfi mengelus bibirnya dengan kedua mata tertuju pada ponsel digenggaman. Biasanya di jam-jam segini pria itu sibuk dengan laptop dan pekerjaan, meskipun pekerjaannya sudah selesai tapi dia pasti selalu bertanya ke Sekretarisnya apakah ada pekerjaan yang bisa dia selesaikan saat itu. Namun untuk kali ini Kahfi memilih untuk korupsi waktu, entah kenapa dia lebih memilih untuk berperang dengan isi kepalanya sendiri daripada menandatangi berkas-berkas.Pria dengan kemeja abu-abu itu merenggangkan dasinya. Tangan kanan Kahfi memegang ponsel yang hanya dia tatapi sejak setengah jam lalu, sementara tangan lainnya memutar-mutar bolpoint. Nama sang istri yang asik berlarian di kepalanya menjadi alasan kenapa pria itu asik dengan dunianya sendiri. Kahfi melirik arloji dipergelangan tangannya, jam satu siang. Kalau dia telepon Keina dan bertanya apakah istrinya itu sudah sholat dzuhur dan makan siang, apa Keina akan merasa terganggu? Mengingat bagaimana respon Keina saat ia telepon tadi pagi,
Mas Kahfi: Assamu'alaikum, Na... Selamat pagi.Mas Kahfi: Hari ini kesiangan enggak sholat subuhnya? Oh iya, jangan telat sarapan, ya.Keina yang baru membuka kedua matanya dan tak sengaja mendapati pop-up pesan dari Kahfi lantas berdecih. Entah kenapa pesan manis itu terlihat menjijikan untuknya. Typing Kahfi benar-benar menggambarkan sosok bapak-bapak yang sudah tua, sangat berbeda dengan Keina yang terbiasa menerima pesan dengan typing gaul dari teman-teman sepantarannya.Tanpa berniat membalas pesan dari suaminya itu, Keina lantas meletakan kembali ponselnya ke atas nakas. Sejenak dia merenggangkan otot-otot badannya sebelum menyibak selimut dan turun dari ranjang. Gadis dengan setelan piyama biru muda itu berjalan menuju jendela kamarnya, membuka ventilasi udara dan menghirup banyak-banyak udara yang belum terkontaminasi polusi.Kepala Keina menoleh ke belakang, melirik jam dinding. Ternya masih pukul enam pagi. Sejujurnya, ini momen langka karena Keina bisa bangun disaat matahar
Menepati janjinya, selepas sholat dzuhur Kahfi membawa Keina ke rumah Galih untuk silahturahmi sekaligus mengenalkan istri cantiknya itu. Tentu saja, Galih dan istrinya menyambut dengan baik kedatangan keduanya. Ya, meski gagal menjadikan Kahfi sebagai menantu mereka, tapi hubungan keluarga Galih dengan Kahfi tetap baik. Mereka juga banyak memuji Keina yang katanya cantik. Usai berbincang kecil selama kurang lebih setengah jam, Kahfi dan Keina harus pamit karena mereka harus pergi mengejar jam penerbangan pesawat ke Jakarta yang sudah mereka pesan siang ini. Ya, hari ini Keina akan kembali ke Jakarta, jika gadis itu menepati janjinya, maka dia akan kembali lagi bulan depan untuk menetap selamanya bersama Kahfi di kota ini."Sudah dicek lagi barang-barang kamu? Ada yang ketinggalan enggak?" tanya Kahfi seraya mengambil alih tas besar yang sedang Keina bawa. Lantas dia menaruhnya ke dalam bagasi mobil."Enggak ada, Kak," jawab Keina.Kahfi mengangguk, dia lantas membukakan pintu penump
"Mas Kahfi, tumben sudah dua hari saya enggak lihat mas Kahfi jamaah di sini,"Kahfi yang baru saja melangkah keluar dari pintu masjid langsung menghentikan tungkainya, dia berbalik badan dan mendapati Pak Galih yang melempar pertanyaan kepadanya.Sebelum menjawab, Kahfi lebih dulu menyalami tangan pria paruhbaya itu. Dia cukup dekat dengan Pak Galih selaku ketua RT dikompleknya. Apalagi mereka sama-sama jamaah tetap di masjid, jadi setiap hari pasti bertemu."Iya, Pak, kemarin saya habis dari Jakarta," jawab Kahfi dengan senyuman di wajah teduhnya. "Oh iya, Pak, rencananya pagi ini saya mau ke rumah bapak," imbuh Kahfi sambil melangkah menuju halaman masjid. Tentu saja, tungkai Galih juga mengiringi."Ada apa, mas?" Galih bertanya sambil memakai sandal jepitnya.Kahfi menahan senyum, sebenarnya dia tidak ingin berbicara dengan situasi seperti ini, dijalan menuju arah pulang. Meskipun jalanan sedang sepi dan hanya ada beberapa orang yang juga baru keluar dari masjid selepas sholat sub