PERTEMUAN DION DAN BIMA KARENA PENYAKIT JANTUNG IDENTIK!Dion kembali ke kamar hotel setelah meninggalkan Aruna di kolam renang. Dia kemudian menyalakan shower dan mandi. Air hangat yang membasahinya nyatanya tak mampu menghapus ingatan Dion pada gadis itu. Dia masih teringat bagaimana gadis itu memandangnya tatapan sendu selama sepuluh tahun ini menemaninya selama menjadi sekertaris. Sampai dia tiba- tiba mengundurkan diri tanpa alasan."Ternyata kau memang Aruna! Aruna sekretarisku dulu, tapi kau mengapa merendahkan harga dirimu seperti ini? Padahal dulu kau sangat menjunjung kredibilitas dan branding dirimu sendiri, bahkan kau rela meninggalkan perusahaan demi pergi kembali ke kota kecil ini! Tapi kau mengapa seperti ini sekarang? Merendahkan harga dirimu sendiri, mengapa kau tak kembali ke perusahaanku?" batin Dion dalam hati. Setelah mandi dan memakai kimono handuknya, Dion segera keluar. Ternyata di luar sudah ada Hendi personal asistennya."Aku telah memeriksa dat
MENJADI HOT TOPIK LAMBE NDOWER!"Bye- bye Om!" kata anak kecil itu sambil berlari keluar rumah sakit toilet."Hey!" teriak Dion ingin bertanya siapa nama anak kecil itu.Namun saat Dion hendak mengejar anak itu ternyata dia kalah gesit. Anak lelaki itu sudah pergi entah mengambil jalan ke kanan atau ke kiri. Karena kamar mandi itu berada di pertigaan sudut rumah sakit, kemudian Dion pun segera berjalan sambil mengecek beberapa berkas yang telah dikirimkan oleh klien ke hp-nya. Dia sekalian mengecek serta membenarkan earphone yang di telinganya. Di sisi lain pertigaan itu Aruna tampak tergesa-gesa datang untuk kembali ke rumah sakit memastikan Bima dalam kondisi baik-baik. Sampai di pertigaan pas tak sengaja matanya menangkap bayangan Dion, dia terlonjak kaget. "Astaga mengapa dia ke sini? Apakah masalah jantung yang diderita oleh Pak Dion belum berakhir? Apakah ini juga yang menyebabkan Bima menderita penyakit itu? Karena faktor genetik?" batin batin Aruna dalam hat
PT. HADINATA WIJAYA COMPANY Tbk, "Apa maksud semua ini?" tanya Niken.Aruna menengguk ludahnya kasar. Dia tak menyangka perbuatannya semalam sudah menyebar di media sosial. Bahkan sampai masuk beberapa akun gosip, Aruna pun mencari hp-nya sendiri, karena dia dari pagi sudah sibuk dengan pengiriman barang dan kargo re- packing sayuran yang dia miliki. Sampai tak menyadari bahwa dirinya menjadi hot topik di Instagram. Aruna mencoba men- scroll beberapa alamat Instagram dan terduduk lemas.Dia baru menyadari bahwa istri Elbara adalah seorang pengusaha sekaligus selebritas di negeri ini. Pantas saja dia seperti pernah melihatnya, Aruna menghela napasnya perlahan dan menghembuskan perlahan. Dia tak menyangka jika semua akan terjadi seperti ini. Apakah ini yang menyebabkan Dion marah, tapi rasanya tidak mungkin juga. Karena Aruna juga tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Dion."Nduk, Ibu kan sudah bilang seberapa besarnya kota kita ini, semua akan mudah terekspos apalag
BERTEKAD MENEMUI DION!"Aruna! Hey Aruna! Mengapa kau diam saja?" tanya Rendy yang melihat Aruna melamun dengan melambaikan tangannya."Eh tidak kok, Mas! Aku cuma sedang memikirkan bagaimana cara agar Bima tetap bisa di operasi. Berapa lagi Bima bisa bertahan, Mas? Apakah Bima tidak bisa menunggu waktu setahun lagi, Mas? Barangkali jika memang bisa...""Tidak bisa! Karena Bima harus segera dioperasi secepatnya! Aku pun juga sangat bingung memikirkan hal ini. Mengingat beberapa pasienku memang memerlukan emergency penanganan jantung dan itu hanya bisa dilakukan di rumah sakit Surabaya itu! Bahkan profesor Tjahyadi sendiri kemarin sempat turun tangan! Tapi, dia tak bisa berbuat apa-apa juga, mengingat dia juga tak punya kuasa dan tak punya modal juga untuk bisa membeli lisensinya," jelas Rendi."Menurutmu apa yang bisa aku lakukan, Mas? Apakah aku harus menemui pemilik perusahaan itu dan mengatakan untuk tetap membukanya?" tanya Aruna."Hahaha! Itu sebenarnya hal
PAK, PLEASE LIMA MENIT!"Saya sudah berkata padamu, Betari Aruna Waluyo! Saya tidak akan membuka rumah sakit itu dalam waktu yang dekat. Kau mengerti?" hardik Dion."Tapi Pak..."Dion langsung mengangkat tangannya tanda tak ingin lagi mendengar ucapan Aruna lagi. Dia segera berlalu masuk ke dalam lift. Tak menyerah Aruna pun mengejar dia sampai masuk ke dalam. Dia mensejajari Dion dengan berdiri di sampingnya."Tapi Pak rumah sakit itu sangat saya perlukan," bujuk Aruna."Justru semakin kau perlukan saya tidak akan membukanya," sahut Dion sambil bersedekap setelah memencet tombol satu lantai di bawahnya."Tapi Pak, rumah sakit itu menyangkut nyawa hidup orang banyak! Jika Bapak tak membukanya bulan depan dan tetap egois seperti ini berapa banyak nyawa yang akan hilang, Bapak? Pak Dion, sedikit saja nuarani dan belas kasihan, Bapak! Apakah Bapak tidak mengerti betapa berartinya rumah sakit itu bagi orang-orang yang membutuhkannya?" tanya Aruna."Kenapa kau
BU, BOLEHKAN BIMA MEMINTA HADIAH UNTUK MEMILIKI SOSOK AYAH?"Dion siapakah dia? Siapa wanita itu? Apa benar seleramu seperti ini?" tanya wanita itu."Dia adalah kekasihku," ucap Dion."Ya! Dia adalah kekasihku," sambungnya. Lagi wanita itu mengeryitkan keningnya heran. Seakan dia tak percaya jika wanita cabe- cabean itu adalah kekasih Dion. Menyadari hal itu, Dion segera memepetkan tubuhnya dan berdiri di samping Aruna bahkan dengan sigap merangkul lengan Aruna sehingga mereka sekarang terlihat seperti pasangan mesra yang saling berdempetan."Dia adalah Bethari Aruna Waluyo, kekasihku!" jelas Dion lagi.Aruna kemudian menatap Dion dengan pandangan yang melongo. Dia cukup terkejut kenapa mantan atasannya itu mengatakan dia adalah pasangannya. Padahal mereka selama ini tidak ada hubungan apa-apa bahkan selama sepuluh tahun Dion terkesan sangat dingin kepadanya. Jantung Aruna sekarang berdetak keras sekarang dengan ucapan Dion."Jika memang benar dia pacarm
PERTEMUAN KEDUA BIMA!"Kenapa Ibu memandangku seperti itu? Apakah ibu tak suka jika aku meminta seorang Ayah?" tanya Bima polos."Wajar saja bukan kalau ibu kecewa mendengar pernyataanmu itu? Ibu hanya bersedih saja, apakah kasih sayang dan cinta yang Ibu berikan ini selama ini masih kurang sampai-sampai kau masih meminta sosok seorang Ayah lagi, padahal Bima sudah memiliki Ayah Rendy dan Eyang Waluyo. Apakah itu masih belum cukup sebagai sosok seorang Ayah?" tanya Aruna sambil memelaskan mukanya di hadapan putranya"Ibu pasti seperti itu jawabnya! Padahal aku hanya meminta seorang Ayah saja, mengapa tak bisa? Aku ingin sosok Ayah seperti teman-temanku, Ayah yang benar-benar tidur di rumah bersamaku, yang selalu mengajariku naik sepeda dan menaikkan layangan, Ayah yang akan setiap hari mengantar ke sekolah, Ayah yang menggendong ku di pundaknya, seperti ayah teman-temanku lainnya, mengapa aku tak punya ayah seperti itu, Bu?" sahut Bima."Sedangkan teman-temanku bisa
CEMBURU?"Mari Om antar ke orang tuamu," ajak Dion karena melihat anak itu memiliki bekas infusan di tangan tentulah anak itu adalah pasien dari rumah sakit ini.Bima pun mengangguk dan memegang tangan Dion. Mereka bergandengan tangan. Detak jantung Dion terpacu dia sampai memegangi nya."Rasa apa ini?" batin Dion dalam hati.Baru saja mereka beranjak berdiri hendak pergi tiba-tiba seorang lelaki datang menghampiri mereka. Lelaki itu berpakaian putih-putih khas baju dokter, dia adalah Rendi. Melihat Bima sedang bersama seorang lelaki asing Rendi pun segera menghampirinya."Ayah Rendi!" teriak Bima sambil melambaikan tangannya ke arah Rendi. Melihat itu Dion pun tertegun."Bukankah anak ini tadi berkata jika dia tak punya ayah dan menginginkan aku menjadi ayahnya? Mengapa sekarang ada lelaki berseragam yang dipanggil Ayah olehnya juga? Dasar bocah!" umpat Dion dalam hati."Kau dari mana saja jagoan? Ayah tadi mencarimu," ujar Rendi sambil segera menggendong Bima. Bima pun melepaskan ga
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu