Cahaya fajar muncul diantara celah tebing batu, memantul ke beberapa bagian hasilkan semburat keemasan yang berkilau, efek dari embun pagi yang bertebaran nyaris di setiap inci bagian tumbuhan. Begitu pula riak dari sungai yg juga terkena cahaya mentari terbit. Hawa sejuk dan aroma khas seakan memancing beberapa hewan untuk bangun- kompak bersahut-sahutan bunyikan suara masing-masing.
Tidak banyak yg menghargai sisi lain hutan yg seperti ini. Padahal, rasa tenangnya mampu menetralkan kelabu, dalam bentuk apapun.
Sayangnya ketenangan itu tak berlangsung lama. Lantaran di bagian seberang sungai, suara deburan akibat dari hantaman antar sirip ekor dan permukaan air terdengar. Menyebabkan cipratannya berserak membahasi tanah terdekat. Beberapa ikan kocar-kacir menjauh dari titik tadi– tepatnya di anak panah yg menancap sempurna di salah satu celah bebatuan sungai.
"AARRGGHHH!"
Beberapa burung di pohon seberapa sampai berterbangan– siapa yg tidak terkejut dengan suara menggelar seperti barusan coba?"Sudah kubilang jangan berteriak," Dengusan Calum nyaring terdengar dari puncak cadas. Tak habis pikir bagaimana bisa si omega tak benar-benar mendengarkan perkataannya yg bahkan belum sampai 10 menit lalu dikatakan, "Dengan kamu salah sasaran dan membuat keributan saja mereka bisa menghindari aliran ini hingga setengah jam, apalagi tambah dengan teriakanmu? Besok lusa kita baru bisa menyantap ikannya."
Eleanor menggeram kesal, "Calum, jika ingin mengomentariku silahkan, tapi berhenti memojokkanku! Panah buatanmu ini jelek tau!"
Sebelah alis lelaki itu terangkat, agak tidak terima.
"Nih!" Satu tangan Eleanor mematahkannya jadi di bagian, "Masa begitu saja terbelah?"
"Enak saja– itu kau saja yg tidak bisa menggunakannya. Coba sekali lagi saat ikan-ikannya mulai bermunculan, jika tetap gagal, tandanya kemampuan tanganmu buruk."
"Lagipula kenapa tidak mencari buah-buahan untuk sarapan, sih? Itu sudah lebih dari cukup kan?"
"Buah untuk sarapan? Yg benar saja, aku tidak selera," Sahut lelaki itu, perutnya seketika penuh membayangkan rasa hutan dari buah-buahan itu, "Ini salah satu latihan untukmu, kau sendiri yg memintaku mengajarimu jadi ikuti perkataanku, perintahku, dan apa mauku."
"Menyebalkan, mana ada kau mengajariku. Ini salah satu akal bulusmu untuk menjadikanku pembantumu agar bisa terus kau suruh kan?!" Satu buah batu di dekat kakinya Eleanor raih, tanpa berpikir panjang dilempar ke atas hingga mengenai betis Calum.
"Tidak sakit."
Wajah Eleanor memerah semakin kesal, "Calum!"
"Katanya kau sering berburu keluar goa, harusnya kau bisa menunjukkan kemampuanmu. Masa memanah ikan saja berkali-kali meleset, mana ikannya berukuran besar pula."
"Kau saja yg memanah kalau begitu!"
Sebenarnya Calum ingin terus lanjut meledek gadis itu,selain karena menyenangkan juga ada rasa sebal tak habis pikir. Biasanya ia hanya perlu waktu kurang dari 30 menit untuk menangkap beberapa ikan sebagai sarapan. Tapi Eleanor membuatnya jadi lebih lama dari yg dibayangkan. Aslinya ia hendak melanjutkan sesi meledek gadis itu, namun mata tajamnya menangkap adanya pergerakan lain diantara riak dan arus sungai. Terutama di sela-sela bebatuan yg besar dan bertumpuk-tumpuk di bawah permukaan. Tangan kekarnya terangkat sebelah– memberi kode pada Eleanor untuk kembali memusatkan perhatiannya ke arah sungai.
Seketika omelan Eleanor tertahan. Kepalanya reflek celingukan ke berbagai arah, mencari sumber yg membuat Calum sampai menyuruh diam hanya dengan gestur. Seakan jika ia bersuara sedikit, maka akan terjadi sesuatu yg merugikan.
Mata Calum menyipit.
Ada lebih dari dua ekor ikan mulai bergerak di sana.
"Mereka mulai datang."
Eleanor terbeliak.
Gila. Bagaimana ia bisa mengetahui itu dari jarak yg terbilang jauh? Eleanor yg berada tepat di sebelah sungai saja hanya melihat dedaunan kering atau ranting rapuh yg hanyut sedari tadi. Sedang berdasarkan perkiraan arah pandangan Calum, titik yg dimaksudnya berjarak memakan lebih dari sepuluh langkah dari tempat Elea berdiri.
"Siapkan panahmu. Tembak saat titik sudah tepat di vital."
Dalam hati Eleanor bergidik. Mereka hanya berburu ikan, bukan rusa, kelinci, atau hewan lainnya, bukan juga hendak menembak rogue berbahaya! Mengerikan sekali mendengar jika sasaran tembak harus tepat di vital agar dapat melumpuhkannya. Itu cuma ikan!
Meski pada akhirnya, gadis itu menurut. Tangannya mengambil satu anak panah dan memasangnya di busur. Sebelah mata Eleanor yg terbuka menyesuaikan antar ujung anak panah dengan sasaran ikan yg akan lewat diantara bayang riak arus, memfokuskan pada satu titik penglihatan. Sementara sebelah lengannya sudah siap pada posisi menarik ke belakang– untuk kapanpun melepaskan si anak panah dari busur.
Napasnya tertahan.
"Belum..."
"Belum... Itu terlalu cepat."
"Belum, bukan yg itu. Ck, sengaja sekali bergerak di bawah arus."
"Ah!"
Satu ikan paling besar masuk ke titik fokusnya, ujung panah sudah mengarah ke sana. Tinggal dilepas maka Eleanor berhasil dengan latihannya pagi ini. Sambil menghitung cepat dalam hati ia semakin memantapkan posisi dan arah bidikan.
SET!
Tarikannya dilepas. Biarkan anak panah itu melesat bak kijang berlari– mengenai sasaran di bawah aliran sungai beningAda suara kecil deburan air.
"DAPAT!"
Eleanor menoleh ke atas tempat Calum berjongkok, tersenyum penuh kemenangan, kemudian melangkah hendak memasuki kolam sambil berujar, "Kau lihat itu, tuan sombong?"
Seringai khas Calum muncul di wajahnya, tanpa memedulikan tinggi antara tempat gadis itu berpijak dan letak cadas di atas, lelaki itu melompat turun. Lantas mendarat sempurna tanpa goyah sedikitpun kala kakinya menyapa tanah yg tak rata. Ia melangkah tenang mendekati Eleanor yg masih menggebu-gebu bangga.
"Kenapa turun?"
Tanpa bicara banyak, Calum meraih busur dari tangan Eleanor dan satu anak panah dari tas gadis itu. Dipasang, lalu lanjut mengarahkan anak panah ke satu titik, hanya memfokuskan sebentar, lalu dilepaskan dari busur. Sekali lagi, deburan besar terdengar. Kali ini itu suara dari ekor ikan besar yg menggelepar kesakitan lantaran kena sasaran tembak.
"Meleset."
Mulut si omega perempuan menganga.
Double menyebalkan.
Mata bulat Eleanor makin melebar kala sadar anak panah yg dilepasnya tadi ternyata menancap sempurna di antara bebatuan, untuk yg ke sekian kalinya. Suara debur air yg pertama tadi ialah karena gerombolan ikan itu terkejut. Gadis itu tambah menganga tak percaya– secara langsung ketidakberuntungan berturut-turut dialami.
Bahkan saat Calum sudah naik dari sungai dengan pakaian basah kuyup lengkap seekor ikan segar di tangan kiri, Eleanor masih membatu tak terima di tempat.
"Kau memang ahlinya hanya di mengambil hewan buruan milik orang, saat berburu sendiri mana bisa. Dasar pencuri– kau yg masak sarapan pagi ini, ya," Nada Calum kali ini entah kenapa terdengar meledek dua kali lipat. Kali ini gadis itu benaran kebakaran jenggot– meski ia tak punya, tak ayal kakinya seketika melayang menendang punggung lebar rogue itu.
Calum terdorong ke depan beberapa senti. Nyaris terperosok ke tanah.
"Kau yg kujadikan sarapan!" Seru gadis itu makin jengkel.
"Benar-benar kau ini mau kulempar hah?!"
Bibir Eleanor mencebik, mengekori dengan langkah malas-malasan di belakang. Sesekali kerikil yg tak menghalangi jalannya pun tak luput dari kekesalan, ditendang ke berbagai arah. Dalam diam menggerutu penuh protes kenapa dari sekian banyak macam sikap dan sifat, Calum memiliki bagian buruknya. Ralat, banyak memiliki bagian buruknya. Seperti tidak ada yg lain saja.
Tentu saja gerutuan protes itu hanya bisa Elea telan sendiri pahit-pahit. Mau diapakan lagi? Masa disuarakan? Justru malah nanti keduanya terlibat adu mulut tak penting lagi.
Kakinya melangkah agak lebih lebar, niatnya untuk menyamakan langkah dengan Calum yg lumayan berjarak di depannya. Tujuannya agar segera sampai di goa tempat mereka tidur semalam. Pandangannya lurus ke depan– sama sekali enggan melirik barang sedikitpun ke lelaki bertubuh kekar itu. Daripada dongkolnya tersulut lagi?
Sekitar beberapa senti dari si alpha, Eleanor mempercepat ayunan kakinya. Karena, sedikit lagi langkah mereka sama. Namun, tiba-tiba saja Calum berbalik cepat. Buat Elea tersentak kaget sampai hampir terjengkang jatuh.
"Aduh, kenapa mendadak menoleh, sih?"
Bukan jawaban yg diterimanya, melainkan ekspresi tak terbaca di wajah lelaki itu.
"Kau. Mau apa?"
"Hah? Apanya– aku mau apa?"
Jujur, Eleanor belum benar-benar pulih dari rasa terkejutnya tadi. Jantungnya nyaris copot lantaran Calum yg berbalik tanpa aba-aba, belum lagi tatapan tajam menghakimi itu. Justru ia yg harusnya bertanya apa yg diinginkan si alpha, kenapa malah dirinya yg dilempar pertanyaan?Tak lama, gadis itu tertegun. Suara tegukan ludahnya terdengar nyaring seakan menunjukkan rasa gugupnya.
Mata Calum–
Gelap. Dalam dan tajam, penuh kewaspadaan juga ketajaman. Ada antisipasi curiga di sana. Itu semua tertuju pada Eleanor yg merupakan satu-satunya orang yg berdiri di belakang. Bisa ia tangkap pula sorot memburu hendak menghabisi di air muka lelaki itu.
Eleanor bisa merasakan punggungnya mendingin, bulu kuduknya berdiri. Si omega mengumpulkan keberanian setengah mati demi tatapan itu berhenti ditujukan padanya. Jujur, ia takut.
"H, hey–
Hey, Calum."
"Calum!"
Pemilik nama tersebut mengerjab satu kali. Berkebalikan dengan Eleanor, ia justru mengumpulkan kesadarannya agar kembali. Seakan nyawanya barusan berkelana ke seluruh tanah central seperti sedang wisata, lalu kembali lagi ke tubuh asal. Awalnya si empu tak menyadari kelakuannya barusan, setelahnya baru Calum menghela napas. Telapak kasarnya mengusap wajah– ekspresinya masih belum terkontrol.
"Maaf, reflek."
Reflek macam apa?!
Eleanor cepat-cepat berujar, merasa seharusnya yg barusan tak perlu diungkit-ungkit lagi, "Sudah, ayo deh kembali. Aku akan masak."
Lelaki itu tak menjawab tapi menuruti dengan berbalik lagi kembali pada jalan yg mereka lalui, kali ini Elea memutuskan tak menyusul terlalu dekat seperti tadi atau mungkin kejadian barusan bisa terulang. Meski ia tak tau kenapa Calum mendadak mewaspadainya.
Dejavu mungkin?
Tapi mau bagaimanapun, Elea baru mengenalinya. Mereka baru 4 hari bersama– jika ada sesuatu yg tersembunyi dari Calum, maka jelas gadis itu tak akan tau. Bisa jadi tak akan siap. Ia orang asing, termasuk dalam rogue terlama di luar pack. Siapa yg tau apa yg tersusun di balik pikirannya?
Kalimat Calum beberapa waktu lalu melintasi kepala, malam saat ia memutuskan untuk ikut dengan si alpha– Elea menggigit bibir.
Kepercayaan.
Ia tak harusnya langsung menaruh percaya, gadis itu yakin Calum pun sama. Keduanya tanpa sadar punya tujuan masing-masing. Bahkan setelah 4 hari berlalu, Eleanor baru menyadari jika kenapa semudah itu Calum menerimanya? Meski pada awalnya menolak tapi pada akhirnya ia membiarkan Eleanor mengekori kan? Sukarela mengajarinya banyak hal yg diinginkan walaupun penuh dengan sikap menyebalkan– sesuka hati memerintah dan ledekan tak penting yg sering memancing amarah.
Benar, Eleanor tidak harusnya semudah itu merasa aman di sekitar Calum.Ia masih asing. Lelaki itu sendirinya juga, menganggap Elea hal yg sama.
Kepalanya berdenyut. Terlalu banyak pikiran muncul, malah yg tidak-tidak ikut berdesak-desakan di dalam kepala.
"Masak yg enak. Aku akan cari tambahan kayu bakar."
Dengusan Eleanor terdengar, "Masak sendiri kalau begitu."
Calum mengangkat bahu, kemudian meletakkan hasil tangkapan tadi ke atas alas daun di atas batu, "Sebelum sore kita harus pergi, aku sudah merapikan beberapa jadi kau bereskan sisanya."
"Tumben? Kemarin-kemarin kita bertahan lebih dari satu hari. Bukannya kita baru sampai tadi malam?"
"Perasaanku mulai tidak nyaman soal daerah ini. Sebaiknya kita cepat berpindah– lagipula masih ada lebih banyak tempat aman untuk ditinggali lebih dari 1 hari. Lebih cepat ketemu akan lebih baik kan? Terlalu banyak berpindah juga membuat kita lebih cepat lelah meski tak ada pilihan lain," Calum mengambil batok kelapa di samping api pembakaran, mengecek isinya sebentar sebelum meminum airnya, "Kita tetap akan menyusuri sungai sebagai jalur utama, semoga tidak jauh."
Gadis itu mengangguk paham. Memilih tidak banyak bertanya, toh ia pun setuju dengan apa yg dikatakan Calum. Beberapa hari berada langsung di luar dunia goa membuatnya dapat memahami insting bertahan hidup dan firasat yg seringkali Calum tunjukkan. Jauh lebih berbahaya dan mengerikan.
Ia masih ingat sekitar tempo hari lalu, sewaktu keduanya melintasi daerah pembelot terdekat. Dengan mata kepalanya langsung, Elea melihat jelas para rogue pembelot tengah menghabisi rogue liar yg mungkin sedang tak beruntung kedapatan melintas di sana. Untungnya, posisi mereka berdua cukup jauh dan Calum entah melakukan apa dapat menyamarkan aroma keduanya sehingga tidak tercium indra penciuman para pembelot.
Orang-orang gila.
Ia mengiyakan asal saat Calum pamit sebentar mencari tambahan kayu untuk sarapan mereka. Gadis omega itu segera membersihkan ikan tangkapan. Lebih cepat masak maka lebih cepat mereka bisa pergi.
Ia tak mau jadi seperti rogue-rogue liar itu, dibantai dan dihabisi oleh kawanan rogue pembelot yg bengis.
-
Ada 3 macam sebutan untuk para werewolves yg tidak terikat dalam pack atau bahasa kasarnya .... dibuang, diasingkan, dan lain-lain yg serupa. Tidak hanya di Central Land, namun juga di perbagian Land sekitar. Sebutan ini seakan secara otomatis menjadi satu identitas, tergantung dirimu nantinya termasuk ke bagian yg mana.
Pertama, ada rogue pembelot. Sesuai namanya, kebanyakan dari mereka adalah yg merasa 'terkhianati' dari pack sendiri, maupun merasa diasingkan secara adil– seperti melanggar peraturan, maupun secara tidak adil– penggusuran rakyat. Ya, merasa dikhianati. Sehingga mereka berlaku kasar dan menyerang tanpa pandang bulu orang-orang dalam pack dengan membabi buta. Terutama para pemerintah dan petinggi pack, kebencian para pembelot ada di level berbeda. Kebanyakan dari mereka membentuk kawanan. Kadang, meski kebanyakan mereka lebih tak pandang bulu dengan orang dalam pack, para rogue luar pun bisa kena imbas. Oleh karenanya, pilihan paling baik adalah tidak berurusan dengan mereka.
Kedua, para rogue perampok. Ada yg berbentuk kawanan namun ada pula dari mereka yg bergerak sendiri, mereka juga menyerang dan melukai, namun yg lebih penting adalah barang yg kau miliki. Seperti makanan, pakaian, uang, semuanya. Para perampok tak segan membunuh demi itu semua.
Hidup di luar pack tidak selamanya kebutuhan pokok bisa terjamin– Yah, bahkan saat masih jadi bagian pack pun masih banyak rakyat yg tidak mendapat hak sebagimana yg harusnya mereka terima. Bahkan berkali lipat lebih sulit. Berburu dan bertahan hidup dengan kondisi semakin sulitnya hewan buruan ditemukan serta waspada dengan rogue-rogue lain. Kondisi yg tak selalu aman, juga ancaman berada dimana-mana.
Keadaan kurang dan susah memang kadang membuat akal sehat mengabur, sulit untuk berkompromi.
Terakhir, rogue. Hanya itu saja. Rakyat korban penggusuran yg memutuskan membentuk kawanan baru, rakyat yg dibuang atau diusir, atau mungkin kabur dari pack. Lebih banyak memutuskan hidup secara individual. Secara tak resmi, sebutan rogue liar lebih sering diperuntukkan untuk yg lama-terlama di luar pack. Kebanyakan dari mereka pula bengis, tak kenal ampun, dan kuat. Jika pembelot bergerombol menyerangmu dan para perampok memiliki senjata tajam, maka sebagian dari mereka kuat secara harfiah. Dengan tangan kosong pun mampu meremukkan seseorang, sendirian.
Contoh mudahnya, seperti Calum.
Lalu, dengan adanya rumor soal mata-mata dari pack, perpecahan dan kekacauan di luar makin menjadi. Rogue pembelot-lah yg semakin beringas saat mengetahuinya, mereka yg paling banyak bergerak mencari tahu sosok di balik rumor itu terlepas benar atau tidak. Tapi keseluruhannya sama saja, siapapun yg dicurigai, meski kawanan sendiri, maka akan dihabisi.
Kaki keduanya gesit berlari, melintasi pepohonan rimbun yg tumbuh berantakan, bebatuan raksasa, dan semak belukar. Matahari masih menampakkan pucuk kepalanya dari jauh– masih terang, namun Calum bilang tak menjamin mereka akan sampai di titik tujuan secepat perkiraan. Sebelum gelap datang akan lebih baik jika mereka sudah sampai di tempat bermalam. Hutan yg mereka lalui memang termasuk sepi. Hanya, siapa yg menjamin tidak akan ada apapun?Eleanor kesal dengan pikiran negatif di kepalanya, malah bertubi-tubi menakutinya kalau-kalau terjadi sesuatu. Agak lucu, pikirnya. Saat masih tinggal dalam goa, ia pede dan yakin sekali mampu melakukan sesuatu sendiri di kondisi apapun. Sekarang ia berharap teramat amat sangat lokasi bermalam kali ini tak jauh ....
dan tak terjadi apa-apa.
Tadinya, gadis omega itu menyarankan agar mereka berubah wujud serigala. Larinya lebih cepat dan pasti bisa menyingkat waktu. Entah kenapa, Calum menolak. Alasannya sih, karena menyimpan tenaga. Berubah wujud serigala sebaiknya digunakan di saat mendesak saja.
"Hey, menurutmu sebelum matahari terbenam, apakah kita akan sampai duluan? Maksudku, hutan kali ini tak selengang biasanya, Cal. Bukan sesuatu yg tak mungkin di balik belukar itu ada sesuatu dan lagi kita tak punya pencahayaan."
Agak lama lelaki itu menjawab, lalu satu kata singkat meluncur dari bilah bibirnya, "Semoga."
Jawaban itu makin memantik rasa khawatir.
Beberapa waktu kemudian, mereka masuk ke pepohonan pinus. Aromanya tajam membuat kepala Elea pening. Belum lagi udara lembab dan pohonnya tumbuh berdempetan, terasa gerah. Benar-benar daerah jarang dilalui. Tak ada tanda-tanda jika ada yg pernah melintas di sini. Lantaran banyak lumut di bawah mereka, mau tak mau Calum yg memimpin langkah terpaksa melambatkan langkah sehingga Elea melakukan hal serupa. Ia tak bertanya alasannya, menyadari tebalnya lumut meski mengenakan alas kaki dengan sol tebal.
Sangat licin dan berbahaya kalau tergelincir.
Eleanor mendesis, "Calum, perasaanku tidak enak."
Kepala lelaki itu sedikit menoleh ke belakang, tapi tak sepenuhnya menatap Elea, "Perasaanmu saja. Siapa saja bisa merasakan perasaan tidak enak dan tak nyaman jika melewati tempat seperti ini– pengap dan gelap seperti tak ada kehidupan. Aku akan berjalan lebih cepat jadi pegang tasku."
"Aku serius, ini .... perasaan yg berbeda. Seakan-akan terjadi sesuatu."
"Elea, pegangan."
Alpha itu tak mengindahkan. Setelah merasa adanya beban tarikan di tasnya, barulah ia maju melebarkan langkah. Sebenarnya dalam diam, Calum mendengarkan perkataan gadis itu, oleh karenanya ia percepat kakinya agar mereka segera keluar dari sana. Namanya firasat bisa jadi benar bisa juga karena paranoid semata, keduanya memang harus segera angkat kaki dari daerah kurang bersahabat ini.
Semburat cahaya matahari berwarna oranye kemerahan menyerbak di langit seolah tak mempengaruhi. Keadaan sekitar pepohonan pinus malah semakin temaram. Calum yg memimpin jalan berulangkali menyipitkan mata demi memperjelas penglihatan yg ikut berbayang redup. Di belakangnya, Eleanor tak henti berucap 'tak nyaman' dan ia setuju. Entah kenapa suasana mencekam sekali.
"Whoa–"
Eleanor hampir terperosok ke kubangan di antara tanjakan kecil. Sudah seperti jebakan karena tertutup bayangan dan lumut tebal."Astaga, sudah kubilang pegang yg benar."
"Kapan kau bilang? Aduh, maaf lanjut jalan saja, aku tidak apa-apa."
Bukan saat yg tepat memulai perdebatan sepele.
Calum mengangguk, ia kembali melangkah.
Kali ini, belum saja Eleanor melakukan hal yg sama, hidungnya bertabrakan dengan tas milik lelaki itu. Seketika ia mendesis antara menahan sakit dan kaget– tangan Elea memukul punggung Calum, lampiaskan kekesalan.
"Kok berhenti tiba-tiba, sih?" Omelnya sebal.
"Ssttt–"
Oh, sial.
Pasti ada sesuatu.
"K, kenapa?"
Hidung Calum mengendus sekitar, matanya makin menyipit. Kemudian bisa didengar jelas suara umpatan halus si alpha. Tak henti lontarkan kata kasar sebagai bentuk pengutaraan.
"Cal–"
"Diam– di depan sana ada satu atau dua rogue. Pheromonenya tidak mengenakkan. Kau pasti menciumnya– astaga kenapa harus bertemu mereka disini," Kalimat yg dibisikkan Calum pancing bulu kuduk Eleanor berdiri sampai ke ujung-ujung jari, "Dengar, tutup hidungmu. Aku minta maaf tapi aku akan menggunakan milikku untuk menyamarkan aromamu, pencuri. Kita akan dalam bahaya jika mereka tau ada rogue omega berkeliaran di hutan sepi ini."
"Huh? Apa hubungannya?"
"Pheromone mereka tidak mengenakkan kubilang, dalam artian pekat dan campur aduk membuat pusing. Seperti mereka sedang masa Rut."
Itu bukan hal baik.
"Sial, kenapa mereka tidak berpikiran untuk berdiam diri di goa atau melakukan hal lain. Sudah jelas Rut tak mudah ditangani," Calum mendecih, tak habis pikir. Mengingat dirinya bahkan pernah merantai diri sendiri agar tidak kelepasan hilang akal di siklus Rut pertama.
Saat seorang alpha dalam masa siklus Rut, seakan tubuh diambil alih dan jadi orang lain. Antara sosok wolves dan manusia di dalam badan terjadi perang dingin mengendalikan kontrol diri. Karena, Rut adalah masa birahi. Kadang alpha yg sedang Rut harus diisolasi jika belum memiliki mate atau pasangan, berbahaya apabila dibiarkan berkeliaran dan membahayakan omega atau beta lain. Bisa juga menggunakan obat yg berguna menekan dorongan gelombang Rut. Pertama karena yg sedang dalam masa Rut bisa seperti orang gila, kesetanan, sulit dikontrol, dan seakan hilang akal. Alasan utama disebabkan libido yg sedang tinggi-tingginya. Meski hal ini lumrah terjadi pada seorang manusia serigala artinya siklus normal yg harus dilewati setiap sebulan, bisa juga beberapa bulan sekali.
Mata gadis itu menoleh ikuti arah yg sama seperti lelaki di sampingnya lakukan. Benar, selain mereka ada lagi yg berada di hutan Pinus ini dan tampak tidak bagus jika mereka saling berpapasan. Akan ada masalah besar nantinya.
Lengan kekar Calum melingkupi tubuh Elea, tentunya setelah meminta izin dan meminta maaf, sebelumnya gadis itu diminta untuk menahan napas panjang. Sesaat sebelum hidupnya berhenti menarik oksigen bisa Elea tangkap aroma pheromone milik Calum. Entah perpaduan antar apa. Tubuhnya seakan ditutupi sesuatu yg kasat mata. Rasanya agak aneh dan asing.
Lelaki itu mengeluarkannya untuk membantu menyamarkan gadis itu dari rogue liar.
"Mereka tidak akan mencari sumber aroma pheromone milik alpha. Ayo, kita pergi sekarang."
"Lari?"
"Lari."
Tanpa basa-basi, keduanya melesat cepat dari sana. Tak menghiraukannya licinnya lumut atau kaki yg beberapa kali nyaris tergelincir. Untung saja tak ada bebatuan di sana, jika benar-benar jatuh, yah semoga tidak, setidaknya tidak cedera parah.
Entah seberapa jauh sudah mereka berlari, terdengar auman riuh dari belakang. Sambil mempercepat lari, tubuh Eleanor kian berkeringat dingin. Ngeri sendiri membayangkan apa yg akan terjadi kalau ketahuan oleh rogue liar itu. Belum lagi wajah tegang Calum, lengkap mulutnya berulangkali gumam agar mereka semakin mempercepat lari. Mungkin keduanya ketahuan oleh suara langkah keras yg berderap.
Eleanor dan Calum kerahkan seluruh tenaga mereka, sesegera mungkin agar cepat keluar dari hutan pinus.
---
"Jauhkan tanganmu, sialan– benda itu milikku!" "Aku yg mendapatkannya kali pertama, bukan kau!" Kepalang sama-sama tersulut, kedua hewan buas berbulu itu saling mengaum nyaring dan sekarang semakin tidak terkontrol menyerang satu sama lain. Cakar mengacung tinggi lantas melukai tiap-tiap bagian tubuh hingga bulu kasar mereka tak luput berhamburan. Suara mengaum dan geraman susul-menyusul gelegarkan hutan maple–beberapa daunnya terpaksa rontok kala tubuh mereka bertubruk atau menghantam pohon terlalu kuat. "Dengar, orang buangan sialan, lebih baik kau mengalah saja. Putriku lebih membutuhkan daging itu!" "Apa sekarang kau meminta belas kasih? Kau pikir aku akan luluh dan percaya akal bulusmu– aku bertaruh tak ada satupun wanita yang mau denganmu." Keduanya kembali terlibat dalam perkelahian sengit. Terluka dan berdarah-darah sampai tak menyadari jika kelinci buruan yang sudah mati itu terlempar ke sudut semak-semak. Tanpa disadari siapapun, sejulur tangan muncul darisana lantas den
Cahaya fajar muncul diantara celah tebing batu, memantul ke beberapa bagian hasilkan semburat keemasan yang berkilau, efek dari embun pagi yang bertebaran nyaris di setiap inci bagian tumbuhan. Begitu pula riak dari sungai yg juga terkena cahaya mentari terbit. Hawa sejuk dan aroma khas seakan memancing beberapa hewan untuk bangun- kompak bersahut-sahutan bunyikan suara masing-masing. Tidak banyak yg menghargai sisi lain hutan yg seperti ini. Padahal, rasa tenangnya mampu menetralkan kelabu, dalam bentuk apapun. Sayangnya ketenangan itu tak berlangsung lama. Lantaran di bagian seberang sungai, suara deburan akibat dari hantaman antar sirip ekor dan permukaan air terdengar. Menyebabkan cipratannya berserak membahasi tanah terdekat. Beberapa ikan kocar-kacir menjauh dari titik tadi– tepatnya di anak panah yg menancap sempurna di salah satu celah bebatuan sungai."AARRGGHHH!"Beberapa burung di pohon seberapa sampai berterbangan– siapa yg tidak terkejut dengan suara menggelar seperti b
"Jauhkan tanganmu, sialan– benda itu milikku!" "Aku yg mendapatkannya kali pertama, bukan kau!" Kepalang sama-sama tersulut, kedua hewan buas berbulu itu saling mengaum nyaring dan sekarang semakin tidak terkontrol menyerang satu sama lain. Cakar mengacung tinggi lantas melukai tiap-tiap bagian tubuh hingga bulu kasar mereka tak luput berhamburan. Suara mengaum dan geraman susul-menyusul gelegarkan hutan maple–beberapa daunnya terpaksa rontok kala tubuh mereka bertubruk atau menghantam pohon terlalu kuat. "Dengar, orang buangan sialan, lebih baik kau mengalah saja. Putriku lebih membutuhkan daging itu!" "Apa sekarang kau meminta belas kasih? Kau pikir aku akan luluh dan percaya akal bulusmu– aku bertaruh tak ada satupun wanita yang mau denganmu." Keduanya kembali terlibat dalam perkelahian sengit. Terluka dan berdarah-darah sampai tak menyadari jika kelinci buruan yang sudah mati itu terlempar ke sudut semak-semak. Tanpa disadari siapapun, sejulur tangan muncul darisana lantas den