Sudah dua hari Elica tinggal di rumah Bryan. Karena ayahnya memberitahu jika dia tidak pulang tepat waktu dikarenakan salju turun menutupi seluruh jalanan. Bryan yang khawatir meninggalkan Elica sendirian di rumahnya pun memutuskan untuk membawa Elica ke rumahnya. Dan juga ibu Bryan sangat senang jika Elica menginap di sana.
Mereka sudah menganggap Elica seperti keluarga walaupun kenyataannya Bryan dan ibunya adalah tetangga yang telah lama pergi. Hal yang membuat hati Elica sakit yaitu ketika orang lain menganggap nya sebagai keluarga, namun keluarga yang dia miliki terasa seperti orang lain.
Elica berharap semua masalah ini segera berakhir, entah nanti kedua orang tua tidak akan kembali bersatu, Elica sudah ikhlas menerima kenyataan tersebut tanpa lagi ada dendam di hati nya kepada orang lain.
"Kau belum tidur?" Tanya Bryan saat masuk ke kamar yang ditempati Elica, karena pintu nya sedikit terbuka dan lampu pun masih menyala. Jadi B
Banyak orang yang bilang, usia 20 tahun adalah masa indah seorang perempuan. Dimana seseorang memiliki suatu kebebasan yang dia mau. Berkencan dengan kekasih yang dicinta, bersenang-senang dengan teman-teman seusia, dan pekerjaan yang diinginkan tercapai.Sungguh hal itu terasa jauh bagi Elica. Dimana saat ini dia malah memiliki berbagai masalah dalam hidup nya, dan tepat saat dia berusia 20 tahun. Orang tua yang bercerai, ibu nya yang menikah lagi, tentang dia dan ayah tiri nya, dan kehamilan nya yang tak terduga. Gadis yang dulu sangat bersemangat dan ceria kini berubah menjadi gadis dingin dan lemah. Kehidupan indah yang dia miliki, hancur dalam sekejap mata.***"Permisi tuan, ada James" ucap sekretaris Alex yang masuk ke ruangan nya."Suruh dia masuk""Baik tuan"Tidak lama datanglah seorang pria bertubuh tinggi kekar, dengan wajah tajam nya.&nbs
Rintik hujan malam hari ini menambah suasana syahdu bagi siapapun yang menikmati nya. Seorang wanita lebih memilih menenggelamkan tubuh nya di kasur empuk nya yang terasa sangat nyaman. Bahkan lampu kamar pun sengaja tidak dia nyalakan, hingga suasana didalam sangat gelap.Elica sedari tadi hanya berbaring di kamar nya. Rasa bosan menghampiri nya, karena Elica belum mengaktifkan ponsel nya dari beberapa hari yang lalu. Sebenarnya dia sangat lapar, namun rasa malas nya ditambah suasana dingin membuat nya enggan untuk melangkah keluar dari kamar tersebut. Suara ketukan pintu akhirnya membuat Elica terpaksa bangun untuk membuka nya. Ternyata Bella lah yang melakukan nya, terlihat jika gadis itu membawa sekantung plastik yang di sodorkan pada Elica."Makanlah, aku akan berangkat kerja sekarang" ucap Bella"Kau sudah makan?" Tanya Elica."Sudah. Kalau begitu aku pergi dulu, jangan buka pintu jika ada oran
Seorang pria yang mengenakan baju berjas putih memasuki sebuah kamar di rumah sakit. Pria tersebut terlihat menatap tajam kearah seorang wanita paruh baya yang sedang tertidur di atas ranjang nya. Dengan gerakan perlahan tanpa suara, pria itu menyuntikkan sesuatu ke dalam infus pasien wanita tersebut.Setelah selesai, pria yang berpakaian ala dokter itu langsung keluar meninggalkan kamar tersebut. Dan tiada yang menduga jika pria itu adalah seseorang suruhan Alex yang sengaja ditugaskan untuk mencelakai Hilda yang kini sedang dirawat dirumah sakit.Entah apa yang di masukan dalam jarum suntik tadi, namun karena kelalaian seseorang yang tidak menjaga Hilda, wanita itu kini sedang dalam bahaya.***Di apartemen Bella.Elica sedang membereskan pakaian nya kedalam koper. Dia berniat akan pergi ke Seattle hari ini, mengingat kejadian semalam yang dilakukan Devan pada nya, membuat dia
Malam ini Elica sudah sampai di Seattle. Dia sampai di sebuah rumah yang terlihat sudah lama tidak berpenghuni. Tadi nya dia pikir rumah ini akan terlihat menakutkan, tetapi walaupun tidak ada penghuni didalam rumah tersebut masih terlihat rapi. Hanya lampu dihalaman saja yang menyala, itu berarti Elica harus mencari saklar lampu didalam. Sedikit ada rasa takut di benak Elica, tapi sebisa mungkin dia menepis pikiran negatif nya tentang hantu. Konyol jika dia masih mempercayai hal mistis tersebut.Setelah masuk melangkah menuju pintu rumah tersebut, tangan nya menggenggam erat koper yang dibawakan nya. Sedangkan tangan satunya dia gunakan untuk menyalakan lampu flash dari ponsel nya mencari saklar lampu.Semua lampu diruangan tersebut menyala. Dan rumah itu ternyata masih terawat dengan baik, hanya perlu dibersihkan debu nya saja, pikir Elica.Elica memilih langsung beristirahat dikamar. Dia meletakan koper nya disudut kamar tersebut.
Bryan dan Elica pergi ke sebuah Klinik untuk mengobati luka yang ada di dahi Elica. Meskipun hanya sedikit tergores tetapi Bryan melihat akibat benturan tadi menjadikan dahi Elica membiru.Setelah selesai diobati, Bryan pun langsung mengantarkan Elica pulang. Namun Elica bilang jika dia ingin bertemu terlebih dahulu dengan sang ayah. Karena sudah dua bulan dia tidak melihat nya. Dan Bryan pun hanya menuruti saja.Didalam mobil Elica tampak melamun dan hanya melihat kearah luar jendela. Sepertinya dia masih sedikit syok dengan apa yang terjadi pada ibu nya. Tidak ada sedikit pun dibenak Elica jika ibu nya akan gila. Dan lebih parah nya dia sudah tidak mengenali Elica lagi. Air mata Elica tiba-tiba menetes, karena dia merindukan sosok sang ibu yang selalu menyayangi nya."Hei.. kau menangis?" Tanya Bryan saat mendengar Elica yang sesenggukan.Dan Elica membalas dengan gelengan kepala. Dia dengan cepat
Setelah pertengkaran itu akhirnya Alex berhasil membawa Elica kembali dengannya. Keduanya kini berada di dalam mobil dan tidak ada satu pun yang membuka suara.Elica memilih diam karena marah dengan Alex yang membawa nya paksa, sedangkan Alex diam karena tidak ingin memulai lagi pertengkaran dengan Elica.Dua orang yang memiliki ego sama besar, membuat hubungan Alex dan Elica bagai tiada ujungnya. Bahkan tidak ada satupun dari mereka yang bersedia mengalah dengan prinsip yang mereka pegang.Mobil yang ditumpangi Alex dan Elica pun sampai di sebuah rumah besar. Bagian depan nya terlihat luas namun suasana asri masih melekat di halaman rumah tersebut. Keduanya pun turun dari mobil dan berjalan kedalam rumah.Sesampainya didalam, seorang wanita tua berusia sekitar 50 tahunan menyapa Alex dan Elica dengan sopan."Selamat datang tuan muda, saya tidak menduga anda akan pulang ke rumah
Di rumah besar, Elica terlihat sedang duduk melamun di balkon kamarnya. Semilir angin menerpa wajah cantik nya dengan lembut. Entah mengapa malam ini dia terlihat Gelisah tanpa alasan hingga di tidak bisa tertidur. Tidak berselang lama terdengar ponsel nya berdering yang berada diatas ranjang tidur nya, dengan segera Elica pun berjalan kedalam kamar untuk mengangkat panggilan tersebut. Dan ternyata Bryan lah yang menelpon dirinya."Halo Bryan.."("Halo Elica, kau baik-baik saja? Aku sedang di Seattle ingin menemui mu. Tapi tidak ada. Kau berada dimana?")Tanya Bryan dengan cemas, dan Elica baru teringat jika dia belum memberitahu pada Bryan jika dia kini sedang berada di kediaman rumah Alex."Astaga Bryan, maafkan aku. Aku lupa memberitahu mu. Kemarin Alex datang ke Seattle dan membawa ku bersama nya" jawab Elica.("Apa, lalu apa yang terjadi? Apa dia menyakiti mu?") 
Setelah pembicaraan antara Irene dan Elica semalam, keesokan harinya keduanya pun terlihat lebih akrab.Tadi nya Elica mengira jika Irene adalah wanita yang pelit bicara tapi hal itu ternyata salah. Irene justru lebih menampakkan sosok keibuan nya pada Elica dan membuat Elica menjadi nyaman walaupun keduanya baru saja kenal. Bahkan Irene pun menyuruh Elica memanggil nya dengan sebutan "Tante" sama seperti Alex memanggil Irene."Ini untuk mu Elica" ujar Irene pada Elica dengan memberikan sebuah krim"Ini apa?" Tanya Elica bingung saat menerima benda tersebut."Itu krim yang bisa di pakai untuk perut ataupun di bagian tubuh mu yang lain. Bisa menghilangkan Stretch Mark karena kehamilan juga, kau itu masih sangat muda jadi sangat sayang jika perut mu memiliki banyak bekas setelah kehamilan.""Baiklah terima kasih Tante Irene""Sama-sama Elica"Keduanya pu
Elica POV.Entah sampai berapa lama aku akan bertahan. Disakiti oleh orang yang sama dalam waktu yang berulang-ulang. Sakit, adalah hal paling akrab dengan ku akhir-akhir ini, seperti luka yang basah dan selalu di beri garam saat aku bersuara.Kau, bukankah dulu pernah mengatakan mencintai ku. Ucapan mu bagaikan angin yang berhembus ke telinga ku, terdengar meyakinkan tetapi cepat berlaluJika memang takdir tidak mengizinkan ku bahagia, lalu mengapa aku selalu berikan rasa sakit oleh dia. Aku lelah, bagaikan pasir putih yang diterpa ombak laut, aku ingin menghilang. Terkadang aku berpikir, Kenapa Tuhan memberikan ku seorang malaikat kecil, yang kini berada di perutku. Aku bahkan tidak bisa menjaga diri ku, tetapi kenapa Tuhan menitipkan nya pada ku. Aku sungguh tidak mampu, maafkan aku."Kepala ku pusing sekali" aku membuka mata ku seraya memegangi kepala ku, dan tersadar jika semalam aku tertidur di samping ranjang dengan posisi terduduk.Aku ingat jika aku menangis sangat lama dan
Alex menghentikan laju mobil di depan sebuah gedung yang cukup tinggi. Pria itu membawa koper yang biasa dibawa untuk bekerja, dan kemungkinan didalam nya terdapat dokumen yang sangat penting.Berjalan menghampiri meja resepsionis yang menyambutnya dengan sapaan sopan. Setelah Alex mengatakan jika dirinya telah memiliki janji dengan sang pimpinan, si resepsionis tersebut pun mengantar Alex menuju ke ruangan yang bertuliskan "Direktur".Mengetuk pintu ruangan tersebut satu kali dan tidak lama terdengar suara dari dalam yang mengizinkan nya untuk masuk."Tuan Andrew" sapa Alex sesaat setelah membuka pintu dan masuk keruangan itu."Oh Alex, kau datang. Silahkan duduk" ujar Tuan Andrew yang tidak lain adalah ayah dari Bianca.Kedua orang tersebut memang sudah memiliki janji untuk melakukan kerja sama antar perusahaan. Tuan Andrew seorang pemilik Hotel berkelas di kota New York, yang meminta agar Alex bisa bekerja sama dengan perusahaan miliknya. Karena pria paruh baya itu sangat mengingi
Curang itu adalah salah satu cara dari permainan, yang terpenting adalah menang.Permainan ini sangat lah melelahkan. Bukan hanya diri ku tapi hati ku juga merasakan hal yang sama. Perasaan ku bagi mu seolah hanyalah sebuah tali, yang kadang kau tarik dan kadang kau ulur kembali.Jika kehadiran ku hanya untuk melihat sandiwara, harus nya kau juga bisa bersandiwara untuk tidak mengetahui keberadaan ku.********"apa?"Elica menggelengkan kepalanya tegas, tentu saja dia sangat menolak hal tersebut."Tidak. Dia anak ku Alex, kau tidak bisa mengambil nya."Alex terlihat berdiri dari duduknya. Pria itu menghampiri Elica yang kini terlihat berantakan dan lagi bekas air mata di pipi nya yang masih belum menghilangkan sempurna. Menggambarkan jika perempuan itu sedang panik."Aku akan memberi mu pilihan. Tinggalkan
"Elica..." Ucap Alex"Hm""Bisakah kedepan nya kita hidup bersama menjadi satu keluarga?"Keduanya saling bertatapan cukup lama, karena Elica juga tertegun dengan ucapan Alex baru saja.Elica lah yang memutuskan kontak mata dengan Alex, dia tersenyum seraya melihat kearah perut nya yang sudah besar itu.Dia mengelus perut nya sendiri dengan lembut, layaknya dia tengah menyentuh calon buah hati nya secara langsung."Kau sering mengatakan hal itu Alex, dan kau pasti tau jawabannya." Ujar Elica dengan tenang."Tapi kau tidak memberi ku kesempatan apapun Elica." Sahut AlexElica menatap lagi Alex dengan tatapan hangat. "Bukankah kita bisa mengasuh anak ini bersama-sama, tanpa harus ada pernikahan. Apakah itu bukan suatu kesempatan bagi mu?" Tanya Elica yang mulai serius."Tidak cukup
Jika kau menyakiti ku satu kali, maka aku akan mencari alasan seribu kali untuk memaafkan mu lagi. Namun jika kau nyaman dengan masa lalu kelam mu, maka aku akan memilih pergi dengan harapan kecil pada masa depan. Tapi satu hal yang harus kau ingat, saat aku pergi mungkin aku tidak akan pernah kembali untuk jatuh lagi pada kesalahan yang pernah ku perbuat.Kesalahan karena aku di pertemuan dengan mu, kesalahan karena aku memberikan semua dunia ku padamu, dan kesalahan karena aku mencintaimu.*****Terlihat mobil BMW berwarna hitam milik Alex memasuki pelataran rumah besar. Tidak lama pria itu keluar dari mobil tersebut dan membanting pintu mobil saat menutup nya kembali.Alex dengan ekspresi wajah dingin nya langsung masuk begitu saja ke dalam rumah.Dia terlihat berantakan karena masih menggunakan pakaian yang kemarin dia kenakan. Hanya saja yang kurang jaket yang di pakai nya tadi malam tida
Konten 18+Dibawah umur harap sadar diri. Dosa ditanggung sendiri.Bianca sangat kesal pada Alex yang terang-terangan mengusir nya dari rumah besar. Padahal tadinya Bianca merasa senang karena Alex tidak pulang bersama Elica, namun apa yang dia dengar dari mulut Alex membuat nya sangat Emosi."Aku tidak mau pergi. Aku akan membicarakan hal ini pada ayah ku, jadi kau tidak bisa mengusirku begitu saja Alex" pekik Bianca yang merasa tidak terima."Itu terserah pada mu. Yang jelas aku lah pemilik rumah ini jadi kau tidak bisa menentang apa yang aku ucapkan"Setelah mengatakan itu, Alex pun memilih pergi meninggalkan Bianca dan berjalan menuju kamarnya yang ada di atas. Bianca melihat punggung Alex yang mulai menghilang dengan tatapan tajam nya.Sejak awal tujuan nya kemari adalah ingin memiliki Alex. Ternyata benar kabar yang beredar jika Alex merupakan orang yang sulit di tak
Hari ini terlihat cerah. Cahaya matahari pun masuk ke celah jendela kamar Elica. Dia menggeliat pelan dari tidurnya yang terasa nyaman, perlahan Elica pun membuka matanya. Rupanya hari sudah pagi, Namun raut wajahnya seketika itu terlihat berubah. Sesaat setelah semua nyawanya terkumpul karena tidur nyenyak nya dan teringat kembali jika kejadian kemarin yang dia alami bukanlah mimpi. Elica tersadar jika sekarang dia sudah tidak memiliki sosok ibu lagi.Mata sembab dan lingkaran hitam di bawah mata nya adalah bukti jelas bahwa kemarin dia tidak hentinya menangis mengiringi kepergian sang ibu. Dan hari ini dia kembali menangis, entah sampai kapan duka di hati nya hilang.Elica pun memutuskan untuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya.Dan setelah menghabiskan 30 menit, akhirnya Elica keluar dari kamar nya berjalan kearah dapur. Dia melihat ayah nya sedang membuat sesuatu disana."Dad.."Alber
Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Irene terbangun dari tidurnya karena tenggorokan nya terasa kering, dia pun memilih untuk beranjak mengambil air yang berada di atas nakas kecil di sudut kamar. Namun sayangnya gelas tersebut sudah kosong, dan membuat dirinya harus turun ke dapur untuk mengisi air lagi.Seluruh ruangan terlihat gelap saat Irene menuruni tangga, pikir nya mungkin semua orang sudah tertidur. Setelah selesai mengisi air pada gelas kembali, Irene langsung naik lagi ke lantai dua kamar nya berada. Namun dia melihat sedikit cahaya dari ruangan kerja Alex karena pintu tidak tertutup dengan sempurna.Menandakan jika Alex belum tidur. Irene dengan membawakan gelas yang ada di tangan nya pun berjalan menuju ruang kerja Alex. Langkah pelan nya tidak menimbulkan suara sedikit pun. Tetapi sesampainya dia di depan ruangan tersebut, Irene mendengar Alex sedang berbicara. Dan pikir nya mungkin Alex sedang menerima telepon. Akhirnya Iren
Sesudah sarapan tadi, Bianca lebih memilih untuk menahan emosi dan rasa ingin tahu nya. Mungkin nanti dia akan langsung bertanya pada Alex empat mata tentang hal yang diungkapkan Irene tadi. Bianca sudah paham betul jika Tante dari Alex tersebut tidak menyukai dirinya, namun hal itu tidak memupuskan keinginan Bianca untuk mendapatkan Alex. Dan entah mengapa, Bianca pun kini sangat tidak menyukai perempuan bernama Elica itu. Jika dilihat, sepertinya usia Elica masih di bawah Bianca. Hal itu malam membuat Bianca semakin bersemangat untuk tidak kalah dari Elica si anak kecil. Karena Bianca yakin, perempuan itu tidak lebih dari seorang pelacur seperti hal nya perempuan di luar sana yang gila harta. Sedangkan Irene dan Alex terlihat sedang duduk bersama di ruang tv, melihat acara yang sebenarnya sangat membosankan. "Tante akan mengajak Elica keluar hari ini" ucap Irene membuka suara namun dengan m