[Apa harimu menyenangkan?]
[Kenapa tadi kamu langsung memutus, sambungan video?]
[Kabari aku, bila kamu sudah selesai.]
[Jangan lupa untuk makan dan istirahat.]
Weni tengah membaca semua pesan yang baru sempat ia baca, setelah kemarin dirinya sangat lelah dan langsung tertidur begitu sampai rumah. Beruntung Haris tidak membuat ulah, ia juga langsung pulang begitu sampai.
Jadi Weni punya waktu untuk beristirahat dan baru bangun awal pagi, sebelum matahari terbit. Sekarang pun pekerjaannya sudah selesai, hingga dirinya memiliki waktu untuk sendiri setelah Haris berangkat kerja.
Sementara anak semata wayangnya yang biasanya sudah bangun, untuk hari ini tertidur pulas. Hal itu biasa terjadi pada Rena, bila mereka bepergian jauh atau pergi ke acara yang memakan cukup waktu dan tenaga.
Jadi Weni membiarkan anaknya untuk tidur cukup lama dan mem
“Kalian, apa yang kalian lakukan?” tanya Weni setlah berdiri tepat di hadapan keduanya.“Kamu kenapa?” tanya Haris dengan tatapan yang sudah tidak enak.Aurel yang melihat keadaan itu segera menjaga jarak dengan Haris, ia juga menjauh dari pintu kamar. “Aku bisa tidur di luar,” ucapnya dengan segera.“Bagaimana bisa aku membiarkanmu tidur di sofa?” Haris menatap Aurel dengan sedikit penekanan. “Kamu tidur dengan Weni, sementara aku tidur dengan Rena, Bukankah itu benar?” ucap Haris dengan tatapan yang sedikit mengintimidasi Weni.Weni yang baru sadar akan perbuatannya, segera mendekati Aurel dan membawanya masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Haris seorang diri di luar kamar.“Maaf, aku hanya sedang memikirkan hal lain.” Weni mempersilahkan Aurel duduk di kasurnya. “Aku ....”&l
Pagi menjelang, kesibukan mulai terjadi di kediaman Weni dan juga Haris. Hal yang sama juga terjadi di kediaman keluarga Haris, semua sibuk menyiapkan segalanya.Hari ini mereka akan pergi jalan-jalan tanpa Weni. Ya, tanpa Weni. Meski seperti itu, Weni tetap membantu segala persiapan karena Rena pun ikut bersama mereka.Aurel yang berada di rumah Weni pun berkali-kali meminta maaf atas apa yang terjadi, bahwa keluarga dari Aurel-lah yang tak menginginkan dirinya ikut pergi bersama mereka. Weni pun beberapa kali mengatakan segalanya tak apa.Meski sebenarnya ia merasa hancur, tersingkirkan, dan merasa tidak dihargai oleh semua orang. Dirinya mencoba untuk tetap menerima semua itu dengan lapang dada, beruntung Haris masih mengingat Rena untuk ikut bersama mereka.“Semua keperluan Rena sudah siap,” ucap Weni dengan memberikan dua tas keperluan Rena pada Aurel.Aurel mene
Weni menatap gambar di atas kanvas yang masih basah karena cat, ia terus menatapnya hingga tak berkedip. Rasa puas entah mengapa memenuhi hatinya, hasil dari tangannya kembali tidak mengecewakan seperti dahulu.Bakat yang selama ini dibunuh oleh keluarganya sendiri, terpampang di hadapannya dengan sebuah harapan dari orang yang bahkan belum pernah bertemu secara langsung.Weni kini tidak merasakan penyesalan apa pun, atas dirinya yang berhubungan diam-diam di belakang Suaminya. Dia hanya menganggap bersama Hajoon adalah sebuah pelarian untuknya, ya hanya pelarian dan tak lebih.“Sekarang aku akan menelepon Hajoon,” gumam Weni seraya mengambil ponselnya yang sejak tadi menampilkan foto Hajoon.Panggilan tersambung di nada pertama, sebelum nada kedua berbunyi panggilan sudah tersambung. Namun kali ini pria di layar ponselnya, berada di tempat yang berbeda dan sedikit gelap di sana.&
Cukup lama Weni menunggu Hajoon untuk angkat bicara, ia pun kembali mengajukan pertanyaan yang sama pada Hajoon dan berharap dia akan menjawabnya. “Bagaimana kamu tahu alamat rumahku?” tanya Weni menulang kembali pertanyaannya.“Aku mencari tahunya,” jawab Hajoon dengan entengnya.“Apa?” Weni dibuat terkejut dengan jawaban Hajoon. “Setahu aku aplikasi ini tidak bisa melacak posisi tepatnya pengguna,” tutur Weni dengan bekal yang ia ingat dari Mila saat awal ia mulai mengetahui aplikasi tersebut.Hajoon kembali diam, ia kembali tak menjawab dan membuat jeda waktu yang membuat Weni kembali berprasangka buruk. Entah itu berprasangka buruk oleh aplikasi tersebut atau pada Hajoon.Weni yang baru genap mengenal Hajoon selama satu bulan itu tentu tidak langsung gelap mata hanya karena perhatian atau uang yang diberikan. Ya, walau sesaat ia gelap. Tapi logikany
Tok tok tok! Weni segera membuka pintu, bahkan ia tersandung karena bergegas untuk sampai di depan pintu. Namun orang yang diharapkan ternyata belum datang dan berganti seseorang yang sangat dikenalnya. “Kayla?” sebut Weni pada gadis yang merupakan Adik kandung Haris. Weni terkejut bukan karena ia kecewa lantaran prediksiinya salah. Tapi ia lebih terkejut karena mengingat bahwa seluruh keluarga Haris tengah pergi dengan keluarga Aurel, jadi bagaimana bisa Kayla kini ada di depan rumahnya. “Kenapa? Tidak suka aku datang?” omel Kayla dengan tangan yang terlipat di dada. “Ah, bukan itu maksudku. Bukannya kamu sedang pergi dengan yang lain?” tanya Weni tanpa mempersilakan Kayla untuk masuk. “Hanya aku yang tinggal, aku mau pergi sendiri dengan teman-temanku.” Kayla menadahkan tangannya, seakan meminta sesuatu dari Wen
Weni terkejut saat ia terbangun dari tidurnya, bahkan tubuhnya dengan refleks beranjak dari kasur dan keluar dari rumahnya. Seluruh rumahnya sudah terlihat sangat gelap karena tak ada lampu yang menyala.Dengan segera Weni menyalakan lampu rumahnya, tiap bagian dengan wajah yang masih linglung. Setelahnya ia terduduk di sofa ruang depan, mencoba menyadarkan diri sepenuhnya.Ia menatap jam dinding yang berada tepat di atas televisi dengan sedikit menyipitkan matanya. “Baru jam empat sore?” gumam Weni saat melihat jarum pendeknya menunjuk angka 4.Namun rasanya itu tidak seperti jam 4, apa yang dilihatnya terlihat seperti sudah sangat larut. Bahkan Weni tak mendengar keramaian orang atau suara orang-orang yang masih berkumpul.Weni kembali berlari ke kamar dan mengambil ponselnya, berharap apa yang menjadi kecurigaannya bisa terjawab. “Apa?” seru Weni saat melihat layar ponselny
“Apa saja yang kamu lakukan? Bagaimana bisa kamu tidak membukakan pintu anak dan suamimu?” Suara nyaring terdengar begitu Weni masuk ke dalam rumah Haris untuk mengambil Rena yang masih berada di rumah mertuanya itu. Di sana sudah duduk keluarga besar Haris, seakan ingin menghakimi keteledoran Weni yang baru pertama kalinya ia lakukan. Selama ini Weni sama sekali tidak pernah melakukan hal seperti sekarang, bahkan dirinya tak pernah merasakan lelah yang sering menghinggapi dirinya. Ia selalu melakukan apa pun yang keluarga Haris dan keluarganya sendiri inginkan. “Maaf, Bu. Weni ....” “Beruntung rumah Ibu dekat, bagaimana kalau rumah Ibu jauh? Apa mereka harus tidur di luar rumah?” marah Ratna selaku Ibu yang mengkhawatirkan anak dan cucunya. “Rena terus menangis semalaman, beruntung Kak Aurel mau kembali dan menemani Rena.” Kayla yang sejak tadi hanya memperhatikan angkat bicara. Weni yang mendengarnya terdiam, ia kembali mengingat hal yang semalaman ingin ia lupakan. Bayangan s
Hari yang tadinya membuat Weni tertekan, kini berubah menjadi hari yang sangat menyenangkan untuknya. Berdua dengan buah hatinya menikmati uang yang di dapatnya sendiri, membuat kepuasan tersendiri bagi Weni.Bahkan ia tak memikirkan hal lain saat Rena ingin membeli barang yang diinginkan, Weni akan langsung membelinya. Bahkan Weni kini bisa menawarkan barang-barang yang menurutnya Rena akan suka.Weni selalu merasa beruntung saat mengingat bahwa dirinya diberi kesempatan bertemu Hajoon. Bahkan hari ini, saat tahu dirinya akan pergi bersama Rena.Hajoon pria yang baru dikenalnya itu, memberikan sejumlah uang bayaran bulannya. Bahkan Hajoon sesekali menelepon dan melakukan video call hanya untuk memastikan keadaan Weni serta Rena.Rena berangsur mengenal Hajoon, tapi Weni selalu menekankan bahwa Hajoon hanya seorang teman kenalannya. Sama seperti Bianca ataupun Ghana, Weni tak ingin membuat Rena bingung atau tahu yang tak harus dia tahu.“Rena, kamu beli apa?” tanya Hajoon di seberan
Weni terbangun dengan cukup kaget, mengingat kamar yang semula terlihat gelap kini sangat terang. Tangannya segera meraba nakas, mencari keberadaan ponselnya untuk mengetahui jam berapa sekarang.Namun tak lama pergerakannya tertahan, ada tangan besar yang kini menariknya untuk kembali tidur. Bahkan tangan itu kini memeluknya erat dengan balutan selimut tebal.“Kamu tidak bekerja?” tanya Weni menyerah saat tubuh hangat sang pemilik tangan kini bisa ia rasakan.“Aku ambil cuti hari ini.”“Bukannya kamu sedang banyak pekerjaan?” Weni melepaskan pelukan sang pria, membalik tubuhnya dan menatap pria yang selalu membuatnya terpesona itu. “Aku Ngga mau kamu sering mengabaikan pekerjaan karena aku,” tutur Weni memegang wajah tampan kekasihnya, Hajoon.Hajoon tersenyum, ia menghilang di dekapan Weni. Menghirup wangi tubuh Weni yang tembus oleh selimut tebal yang melilit tubuh kecil wanitanya. Rasanya sudah la
Weni menatap ruangan yang cukup sepi saat siang hari, Rena tengah tertidur siang dan ia baru saja menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Tak banyak yang dilakukan di kediaman Hajoon karena ada seorang Wanita paruh baya yang membantunya pada pagi hari dan ia akan menyelesaikannya sisanya.Bahkan kegiatan berbenah sangat mudah karena ada alat-alat yang cukup canggih untuk membersihkan rumah. Weni cukup sedikit kesulitan pada awal pengoperasian alat-alat canggih itu, beruntung Wanita paruh baya yang Bernama Bibi Jang sangat membantunya, meski mereka berbicara dengan Bahasa Korea yang minim.“Apa yang harus aku lakukan lagi?” gumam Weni menyalakan Televisi di hadapannya.Beruntung saluran TV tidak hanya berbahasa Korea, banyak penayangan film luar dan acara-acara yang berbahasa Inggris. Weni sedikit terhibur, hanya saja tetap ada rasa bosan tersendiri untuknya.Hal itu terus berulang sampai tak terasa sudah seminggu lamanya ia berada di negeri orang. Hal yang sangat menghibur bagi Weni ada
Weni menatap wanita bak bidadari tepat di hadapannya, wanita dengan wajah yang kecil dan cantik. Kulit putih bersih, bibir yang tipis, rambut sebahu yang indah terurai.Bahkan saat wanita itu mendekat wangi lembut semerbak mengisi indra penciuman Weni. Semua kepercayaan diri Weni hancur luluh lantah tepat di saat wanita itu duduk di dekatnya.“Maaf membuatmu terkejut akan kehadiranku,” ucap Yerim untuk membuka pembicaraan di antara mereka.Weni tak menjawab, ia bingung, kesal, marah, rendah hati, dan merasa minder. Semua perasaan itu akan meledak, andai Weni membuka mulutnya. Ia menahan segalanya, berharap masih bisa mempertahankan harga dirinya.Weni sepenuhnya tahu bahwa dirinyalah yang salah, ia yang berselingkuh. Weni bisa merasakan posisi Yerim, karena belum lama itu adalah posisinya.“Aku dan Hajoon bertunangan bukan karena cinta.” Yerim cukup fasih dengan bahas Inggris, jadi Weni bisa mengerti ucapannya. “Kami bertunangan karena aku sakit, Hajoon menerimanya begitu saja. Tapi s
Weni menatap langit yang berbeda dari langit yang biasa menemani hidupnya selama ini. Udara yang cukup dingin menerpa wajahnya, memberikan kesejukan yang berbeda.“Mamah, ini dimana?”Weni berjongkok dan memakaikan syal pada leher Rena agar anak semata wayangnya itu tak sakit dengan perubahan cuaca yang tiba-tiba. “Kita sedang berada di negara yang Bernama Korea Selatan,” jawab Weni.“Apa?”Rena menatap tak mengerti, ia bahkan sedikit mengernyitkan keningnya karena tak mengerti. Namun belum sempat Weni kembali menjelaskan, tangan besar nan kokoh sudah mengambil alih Rena darinya dan menggendong tubuh kecil Rena dengan erat.“Rena sekarang ada di tempat Om dilahirkan.” Hajoon menjelaskan dengan singkat dan di terima dengan cepat oleh Rena. “Apa Rena senang berada di tempat kelahiran Om?” tanya Hajoon dengan membawa Rena dan Weni ke sebuah mobil yang terparkir.Mereka masuk ke dalam mobil yang cukup bagus, bahkan saat masuk ke dalamnya Weni bisa merasakan kemewahan mobil itu. Bahkan so
Weni menghembuskan napasnya dalam, melangkahkan kakinya dengan pasti. Setelah ia keluar dari gedung tempatnya berada, kehidupan dan status baru kini di sandangnya.‘Janda’Ya, kini statusnya berubah dari seorang ‘Istri’ menjadi seseorang ‘janda’. Wanita yang telah bercerai dengan suaminya secara sah.Pengadilan memutuskan menerima gugatannya, begitu juga hak asuh sepenuhnya menjadi miliknya. Weni cukup merasa puas, meski ada rasa yang sedikit tertinggal kala semua diputuskan.Wajah Haris yang ia pikir akan sedikit menyesal, justru menunjukkan rasa senangnya. Bahkan salam perpisahan dengan menjabat tangan dilakukannya dengan senang hati.“Sudah selesai?”Suara berat yang kini lebih banyak menyita pikirannya, sukses membuat Weni terkejut. Bahkan ia terlihat seperti baru saja bertemu hantu.Pria tinggi nan tampan dengan gagahnya berdiri di hadapan Weni, ia seakan menanti kehadiran Weni sejak tadi. Bahkan wajah sang pria seakan menunggu kepastian yang sudah beberapa bulan ini di t
Weni yang tak menau isi perjanjian ikut terkejut. Matanya kini teralihkan menatap pengacara wanita di sampingnya, dirinya juga butuh penjelasan.“Setelah bercerai, semua hubungan akan terputus baik dengan Istri atau Anak.” Pengacara itu berbicara dengan tegas, Weni dan Haris menatap dengan penuh penolakan. “Hal ini dimaksudkan agar tidak ada ancaman yang akan merugikan pihak mana pun.”“Wah, aku tidak tahu kalau kamu segila ini.” Haris menatap Weni dengan rendah. “Kamu dengan teganya memisahkan seorang Anak dan Ayah,” sindir Haris.“Aku ....” Weni merasa bersalah.“Baiklah, lagi pula ini semua menguntungkanku. Aku juga bisa memiliki anak lainnya dari kekasihku.” Dengan yakin Haris menandatangani surat itu, yang membuat kekecewaan besar pada hati Weni. “Ini, aku kembalikan.”Haris mengeluarkan ponsel di sakunya dan menaruh di meja, ponsel yang ia ambil untuk bisa menghubungi Hajoon. “Urus semua hingga tuntas, aku tidak mau mengeluarkan sedikit pun uang.”“Kamu benar-benar menerima uan
Weni terbangun dengan pantulan cahaya yang cukup terang menembus kelopak matanya yang tertutup, membuat tidur nyenyak terusik. Dengan malas ia membuka mata, tubuhnya terasa tak nyaman. Rasanya ia menghabiskan seluruh tenaganya semalam.Memikirkan apa yang semalam terjadi, Weni dengan segera membuka matanya. Ia terkejut mendapati tubuhnya hanya tertutup selembar selimut tebal. Tubuhnya kini tanpa busana, ingatan akan semalam terpampang jelas di pikirannya.Semalam adalah malam terpanas untuknya, setelah sekian lama ia merasakan kenikmatan yang tak pernah di rasakannya selama berumah tangga dengan Haris. Ia tak tahu bahwa melakukannya bisa membuatmu mabuk kepayang.“Sedang memikirkan apa?” bisikan lembut tepat di sampingnya membuat Weni terkejut dan menarik selimutnya.“Ha-Hajoon ....”Pria dengan wajah tampan itu segera membuat jantung Weni tak karuan. Terlebih saat Hajoon tersenyum manis dan mencubit pipi Weni lembut.“Apa semalam aku terlalu berlebihan? Kamu sampai pingsan da
“Weni Anggara, menikahlah denganku.”Hajoon kembali melontarkan ajakannya pada Weni yang sejak tadi terdiam dan tak kunjung merespons ucapannya. Weni terlihat terkejut, hanya saja matanya berkata lain. Mata seorang Wanita yang tengah bahagia karena apa yang dinantikannya kini menjadi kenyataan.“Apa aku masih kurang baik untukmu? Katakan apa yang membuatmu ragu menjawab ajakanku?” tanya Hajoon mencoba membuat Weni yakin akan dirinya.Weni yang ditanya hanya terdiam, ia merasa ini adalah kesempatan untuknya untuk memantapkan diri. Ia juga sangat penasaran pria seperti apa sebenarnya Park Hajoon yang selama ini ia kenal, masih banyak yang tak ia ketahui tentang pria di hadapannya.“Aku belum tahu banyak tentangmu, itu yang membuatku ragu.” Weni berbicara dengan mantap, terlihat Hajoon tak memperlihatkan keterkejutan akan pernyataannya.Hajoon memegang kembali pipi Weni dan tersenyum lembut. “Tanyakan apa pun yang ingin kamu ketahui untuk aku bisa bersamamu?”Deg! Pertanyaan itu
Hari demi hari berganti, Weni suah berada di rumah barunya selama 3 hari bersama Rena. Rena tidak rewel sedikit pun, ia justru menikmati fasilitas yang di dapatkannya dari Hajoon.Bahkan tanpa dipungkiri Weni juga ikut merasakan itu, ia cukup bebas dan nyaman. Dirinya tak perlu tertekan dengan Haris ataupun keluarganya, Weni menikmati kegiatannya sebagai seorang wanita dengan penuh kedamaian.Weni tak tahu apa yang terjadi di luar sana, terlebih tentang apa yang akan terjadi antara Haris dan Hajoon. Dirinya hanya mengandalkan kabar dari Mila, tapi yang di tunggu tak juga mengabarinya.Ia akhirnya mengikuti apa yang diperintahkan Hajoon, untuk tetap di rumah dan mengikuti semua arahan yang diberikannya. Karena hanya itu yang bisa ia lakukan.“Mamah, Rena mau makan.” Rena menarik baju Weni yang kini tengah menikmati secangkir teh di sofa yang nyaman. Bukankah itu terlihat elegan, ia bahkan tak pernah berpikir meminum teh di ruang tengah dengan menonton televisi akan senyaman ini.“Rena