Rhea membuang napas kasar, padatnya lalu lintas kota Jakarta sore ini membuat kepalanya pening. Mobil yang ditumpanginya bersama Rayn sudah dua jam terkepuk di kemacetan."Kemarin aku bertemu Cleo." Rayn bersua diantara berisiknya obrolan penyiar di radio mobil. "Dia bertanya sedikit tentangmu." lanjut Rayn tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan di depannya. Tangan Rhea terulur untuk mematikan radio itu. "Bagaimana kabarnya? Dia baik?" "Ya. Apa aku perlu menelepon dia dan mengajaknya untuk bergabung bersama kita nanti malam? Sepertinya dia akan senang jika tahu kau ada di sini." ujar Rayn dengan antusias. Cleo memang bukan orang asing bagi orang-orang terdekat Rhea.Rhea merogoh isi tas brandednya, mengeluarkan ponsel mahalnya dari dalam sana. "Aku akan menghubunginya." jawabnya. Rhea: Are you free tonight?Cleo: Kau bertanya seperti itu seolah kau sedang berada di JakartaKekehan terbit di bibir Rhea, cepat sekali pemuda itu membalas pesannya. Rhea: Memang. Nanti malam aku ak
"Wah, kau memakai celana dalam merah muda ya?" "Tutup matamu, sialan!" sentak Isabell seraya menendang keras kepala besar Cleo yang berada dibawahnya. Membuat pria tampan itu mengaduh dan memalingkan wajahnya dari Isabell yang sedang mengangkang di atas sofa.Semoga saja besok pagi Cleo tidak ingat kalau bawahannya itu baru saja bertindak kurang ajar padanya. "Astaga, kalian ini!" Rhea datang dengan wajah frustrasinya. Menatap ketiga manusia yang sudah teler dan tergelatak tak beraturan di sofa dan lantai ruang tengah.Rhea melepaskan celemeknya lalu berjalan menghampiri Isabell, beberapa menit lalu saat Rhea tinggal untuk membereskan dapur, mereka masih normal dan mengobrol santai, tapi kenapa sekarang mabok semua?"Rapatkan kakimu!" perintah Rhea seraya merapatkan kaki Isabell yang terbuka. Perlahan Rhea mengalungkan tangan gadis itu ke lehernya, lalu menuntunnya ke dalam kamar. "Rayn brengsek! Kenapa kau tidak menyadari perasaanku?!" celoteh Isabell saat Rhea berhasil melemparn
Jujur saja, untuk beradaptasi dengan kehidupannya yang sekarang Rhea katakan tidak mudah. Ia memang terbiasa hidup sendiri, tapi entah kenapa melepas ketergantungan dari perhatian Danial lebih sulit dari yang dibayangkan. Sudah banyak hari berlalu, namun bayang-bayang serta kerinduan akan Danial masih kerap menghampiri.Status memang bisa berubah, tapi perasaan tidak bisa dipaksakan. Rhea masih mencintai mantan suaminya. Berpaling tidak semudah itu, apa lagi jika Rhea tidak berusaha untuk mencari pengganti. "Danial banyak meneleponku semalam, pesan yang dia kirim juga penuh dengan umpatan. Mulut dan jarinya tidak jauh berbeda." ujar Cleo membuat Rhea melirik ke arahnya. "Kau pasti yang memancingnya lebih dulu," balas Rhea. Ia tahu bagaimana karakter Cleo yang usil, dan Danial yang pemarah. Keduanya sangat tidak baik untuk disatukan, sayangnya Tuhan menggariskan mereka untuk berteman. Cleo mencibir tak terima, "Mantan suamimu saja yang mudah marah. Aku tidak mengerti kenapa kau tah
Rhea tidak habis pikir kenapa saat ini ia memikirkan saran yang Cleo berikan. Berkencan? hal itu tidak pernah terbesit di kepala Rhea sejak dirinya resmi kembali berstatus sebagai wanita lajang. Bukan karena Rhea ingin membiarkan perasaannya untuk Danial. Tapi karena ia ingin fokus mencintai dirinya sendiri setelah terbantai habis oleh orang-orang yang ia anggap spesial di hidupnya. Apa Rhea harus melakukannya, berkencan? Tapi bagaimana jika ia bertemu dengan orang yang salah, atau bahkan yang akan menyakitinya lebih parah dari Danial. Luka yang mantan suaminya berikan saja belum kering, apa iya dia harus kembali merasakan perihnya ditinggalkan? Ah, memulainya saja belum. Rhea sudah berpikir kejauhan. "Tidak ada salahnya mencoba. Barang kali dengan menerima orang baru lukamu bisa sembuh." Rhea membuang napas jengah. Isabell dan Rayn satu suara, mereka setuju dengan saran dari Cleo usai Rhea mintai pendapatnya. "Tapi bagaimana jika aku bertemu orang yang salah?" lirih Rhea ragu ber
Tepat pukul 11 malam, tapi Cleo masih enggan pergi dari rumahnya. Rhea sudah mengusirnya secara halus hingga kasar, Cleo tetap tidak mendengarkan. Katanya, betah. "Besok aku cuti, jadi tidak apa-apa jika aku bermalam di sini." rengek Cleo saat Rhea menarik paksa tangannya untuk keluar. "Tidak bisa! Ini rumahku, jadi aku yang punya peraturan." kata Rhea hampir putus asa. Ia melepaskan tangan Cleo begitu saja, lalu menarik napas dalam. Menyerat badan besar Cleo ternyata membutuhkan tenaga lebih besar dari yang Rhea kira. "Ini sudah malam, Rhe. Bagaimana jika aku ditodong geng bersenjata saat di tengah jalan?" "Itu urusanmu. Terserah kau mau pulang ke Jakarta kapan, asal jangan bermalam di rumahku." Cleo bangit berdiri sambil merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan. "Hanya semalam saja, lagi pula banyak kamar kosong di rumahmu." Rhea bersedekap dada, "Semua kamar di rumah ini belum layak di isi, kecuali kamarku." Rhea tidak berbohong, ia memang belum sempat membeli perlengkapan
Danial kehilangan fokusnya hari ini. Jam sudah menunjukan pukul sebelas siang, satu jam lagi memasuki waktu makan siang namun ia belum menyentuh pekerjaannya sejak mendudukan diri di kursi kebesarannya. Kepala Danial di hantuin oleh banyak hal, garis berasnya adalah Rhea. Sudah lama dia tidak menemui wanita itu. Jangan ditanya sudah berapa banyak kepingan rindu yang terkumpul di hati Danial. Tidak cukup disiksa oleh rindu, kini muncul masalah baru. Cleo yang mulai terang-terangan menunjukan perasaannya kepada Rhea yang sudah lama terpendam. Tidak pernah terlintas dipikiran Danial kalau Cleo sungguh-sungguh dengan perasaannya. Dulu, semua pujian Cleo akan Rhea tidak pernah Danial anggap serius, namun ternyata Danial salah memahami maksudnya selama ini. Tadi pagi, Cleo berterus terang kalau dia benar-benar ingin memperjuangkan Rhea. Jangan tanyakan bagaimana respon Danial, ia langsung meludahi Cleo lewat tatapannya, memandang Cleo seakan pria itu pengkhianat yang menjijikan. Kalau sa
"Namanya Nathan, aku bisa meminta dia untuk mengatur hari jika kau ingin bertemu dengannya." Isabell menunjukan sebuah foto pria di layar ponselnya. Rhea pandang lamat-lamat wajah pria itu, tampan dan tampak berusia di awal kepala tiga. Memang sih kelihatannya masih muda, tapi Rhea tidak yakin jika pria itu masih melajang. "Berapa usianya?" tanya Rhea seraya menatap Isabell. Untuk beberapa detik Isabell terdiam, mengalihkan pandangannya ke Rayn sebelum dengan ragu ia mengeluarkan suaranya lagi. "Tiga puluh tahun," jawabnya ragu. Isabell menjepit bibirnya saat melihat reaksi Rhea yang menghembuskan napas jengah. Dengan reaksi seperti itu, sudah pasti Rhea akan menolak untuk dikenalkan dengan Nathan. "Tidak untuk yang ini," kata Rhea. Walaupun selisih umur mereka hanya dua tahun, tapi Rhea tidak pernah kepikiran untuk berkencan dengan pria yang lebih muda darinya. Rayn menundukan pandangannya mendengar jawaban sang kakak, dari awal ia memang tidak berharap banyak untuk hal ini. "Ap
"Doamu terkabul."Tawa menggelegar milik Cleo menggema usai Rhea membuka suaranya, "Jadi, kencanmu gagal?" tanyanya dengan nada mengejek.Rhea mencibir kecil, ia tidak tersinggung sama sekali dengan Cleo yang menertawakannya. Karena nyatanya memang seperti itu, kencannya dengan Nathan gagal total."Ya, gagal total!" tegasnya membuat Cleo semakin tertawa puas. Tidak sia-sia pria itu berdoa pagi-siang-malam agar kencan Rhea gagal. Tuhan memang tidak pernah tidur, doa Cleo benar-benar dikabulkan secara instan!Sesuai rencana yang sudah ditetapkan, kemarin Rhea bertemu dengan Nathan. Lelaki itu baik dan memiliki aura positif, Rhea bahkan langsung menyukai kepribadiannya di hari pertama mereka bertemu. Dan sepertinya Nathan pun begitu. Lelaki yang berprofesi sebagai Dokter muda itu langsung menawarkan Rhea sebuah hubungan yang jelas di masa depan, namun Rhea meragu. Tentu, walaupun Nathan pria idaman, tapi Rhea butuh waktu untuk lebih mengenalnya. Sayangnya, kegigihan Nathan langsung sirna
Binar mata yang pada awalnya begitu tajam dan sanggup membunuh siapa pun yang berusaha mengusiknya lantas berubah. Tatapan Danial seketika melembut, berbinar-berbinar saat mendapati sosok yang begitu ia rindukan setengah mati itu tengah berdiri tak jauh darinya saat ini. “S–sayang?” Danial mengerjap beberapa kali, memastikan ia tak salah melihat ataupun tengah berhalusinasi saat ini. Jantungnya berdegup semakin kencang manakala melihat sosok wanita yang jidicintainya itu berjalan mendekat. Dalam diam Danial meneguk ludahnya saat aroma parfum kesukaannya mendadak tercium olehnya. Rhea berdiri di samping bangsal Danial. Wanita itu hanya terdiam beberapa saat, sampai di detik berikutnya air matanya mengalir begitu saja melewati pipi. “Kenapa kau bodoh sekali, Iyal~”Suara itu mengalun di telinga Danial. Darahnya berdesir saat mendengarnya. Itu artinya ia memang tidak berhalusinasi seperti yang sudah-sudah.“Kenapa kau bodoh sekali sampai menyakiti dirimu sendiri!” Suara Rhea meni
Rhea berjalan cukup tergesa menyusuri lorong rumah sakit di mana kekasihnya tengah dirawat. Setiap langkahnya seperti menghunjam jantung saat mengetahui kabar jika pria itu harus dilarikan ke rumah sakit akibat hepatitis alkoholik yang di deritanya. Rhea tidak habis pikir, berapa banyak alkohol yang Danial teguk sampai seperti ini. Setelah mendengar ucapan Isabell bahwa Danial pingsan di kantor, ia langsung menghubungi sekretaris Danial yang memang tahu akan hubungan gelap keduanya. Hingga disinilah ia sekarang berada, di depan pintu kamar Danial yang sudah ada Samuel berdiri di depannya, menunggunya. “Tuan Danial baru saja sadar, Nyonya.” Ujar pria itu tanpa ekspresi sembari membukakan pintu kamar inap Danial untuk Rhea. Rhea lantas mengangguk. “Terima kasih, Sam.” Pria bernama Samuel itu hanya diam saja menanggapi. Tidak, bukan karena ia tak suka karena tahu akan segalanya. Akan tetapi karena memang orangnya seperti itu. Salah satu orang kepercayaan Danial dan bukan tipe orang
Pria itu pikir, dirinya sudah cukup meyakinkan wanitanya di malam itu. Akan tetapi, setelah keduanya kembali pulang, Rhea justru secara terang-terangan menegaskan untuk meminta jarak pada hubungan mereka saat ini. Wanitanya itu meminta waktu sendiri. Tentu saja pada awalnya Danial menolak, akan tetapi melihat bagaimana raut sendu yang tergambar pada wajah Rhea, Danial tak memiliki pilihan lain selain memberikannya waktu. Kendati demikian, pria itu justru semakin menyesalinya pada akhirnya. Dua minggu lamanya hubungan keduanya begitu renggang saat ini. Sejak Rhea meminta waktu, Danial tak pernah lagi mendatangi rumah wanita yang dicintainya sepenuh hati itu. Berkirim pesan itu pun hanya sesekali, atau lebih tepatnya Rhea yang enggan membalas pesannya. Danial Aktaraja berulang kali hanya mampu menghela nafas panjangnya di atas kursi ruang kerjanya. Beberapa hari ini kepalanya sering sekali terasa pening, berat badannya juga berkurang lantaran tak memiliki nafsu untuk makan. Terbiasa d
“Kau ingin kemana?” tanya Danial yang baru saja ingin melingkarkan tangannya pada pinggang wanitanya itu harus ia urungkan lantaran Rhea tiba-tiba saja menegakkan tubuhnya.“Mandi,” sahut Rhea sembari menyanggul rambut panjangnya membentuk sebuah cepolan di atas kepalanya.“Aku ikut, ya?” tanya Danial yang ikut menegakkan tubuhnya juga.“Tidak!” sahut Rhea dengan cepat. Menyadari ucapannya bisa membuat Danial merasa curiga lantas Rhea pun segera berujar, “maksudku jika kau ikut, pasti tidak hanya mandi, Iyal… aku lelah,” sambungnya dengan sorot mata yang memohon.Melihat itu tentu saja Danial tersenyum lembut, tangan kanannya naik mengusap pipi kanan Rhea. “Baiklah aku mengerti,” ujar Danial begitu halus. “Nikmati waktu berendammu, Sayang.”Rhea pun mengangguk, membalas senyuman Danial dengan senyuman tipisnya dan segera ia beranjak dari atas ranjang mereka menuju kamar mandi.Senyum manis Danial luruh bersamaan dengan pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Rahang pria itu tampak sedi
Hari ini cukup melelahkan bagi Rhea karena Danial mengajaknya untuk menghabiskan waktu ke DisneySea. Keputusan Danial memilih DisneySea, karena di tempat ini lebih ditujukan untuk orang dewasa daripada anak-anak, seperti menikmati cocktail di lounge bergaya tahun 1920-an di atas kapal pesiar mewah. Tak hanya itu, wahana di DisneySea juga menarik, memiliki tema kelautan dengan tujuh pelabuhan mengesankan yang terinspirasi oleh tempat nyata dan legenda lautan termasuk American Waterfront, Mediterranean Harbor dan Mysterious Island yang unik dengan gunung berapi yang meletus. Meskipun lelah karena banyak wahana yang ia kunjungi, akan tetapi Rhea sangat menikmati perjalanannya hari ini.Lalu saat ini juga berlanjut ke Tokyo Skytree, di mana di tempat ini selalu menjadi salah satu tempat romantis paling populer di Tokyo. Sebagai menara tertinggi di dunia, pengunjung pertama-tama melintasi menara dengan lift khusus, hingga mencapai ketinggian antara 300 dan 400 meter. Saat ini Danial dan Rh
Seorang wanita cantik tampak mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menyesuaikan cahaya mentari yang mengusik tidur nyenyaknya. Bersama sisa kantuk dan rasa lelah yang menjalar di seluruh tubuhnya Rhea Eleanor mulai membuka matanya secara perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah seorang pria yang masih nyaman menutup matanya. Tidurnya tampak lelap sekali. Sebenarnya ia tak harus terkejut dengan hal ini, karena selama hampir dua bulan ini ia selalu bangun dengan adanya pria itu di sampingnya.Danial Aktaraja, mantan prianya. Yang kini masih tertidur sembari memeluk pinggang rampingnya. Meskipun sudah berkali-kali mereka berbagi ranjang yang sama, namun rasanya masih gugup dan malu juga. Terlebih lagi dengan kebiasaan Danial Aktaraja yang tak pernah memakai atasan saat ia tertidur. Aneh, tapi entah kenapa ia menyukainya.Rhea Eleanor tidak menyangka sama sekali, jika ia bisa menikmati kebersamaan seperti ini lagi dengan pria ini. Sempat ia bertekad untuk tidak jatuh dalam pesona seor
Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, pada akhirnya Danial dan Rhea pun sampai di salah satu hotel terbaik dan termewah di Tokyo. Tentu saja Danial tidak pernah setengah-setengah dalam mempersiapkan liburan natal dan akhir tahun bersama Rhea saat ini. Danial memesan satu large room dengan single bed berukuran king size lengkap dengan fasilitas kelas satu serta paket liburan untuk pasangan suami istri. Meskipun keduanya telah berpisah, mudah saja bagi Danial untuk melakukannya. Sesampainya di kamar mereka, Rhea segera menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang yang besar dan empuk itu. Ia terlihat kelelahan saat ini. Padahal sebelum-sebelumnya ia juga sering terbang ke Jepang untuk pekerjaannya sebagai seorang designer. Ya, Rhea Eleanor adalah salah satu designer terbaik di Indonesia. Banyak kliennya yang berasal dari luar negeri hanya untuk menjadi pelanggannya. Namun, Rhea memutuskan untuk beristirahat pasca kecelakaannya sampai pada akhirnya perpisahannya bersama Danial menumbuhka
“Aku melihat BMW bergoyang di basemen restoran Jepang tadi.”Mendengar kalimat itu lantas gerakan tangan Rhea berhenti. Tubuhnya membeku menatap lurus ke arah cermin. Kerongkongannya seakan kering dan tercekat begitu saja. “B–bergoyang?” tanya Rhea begitu kesusahan. Bahkan ia tak berani memutar tubuhnya. Isabell yang semula berbaring pun kini memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Rhea. “Sialan sekali sih mereka itu, seperti tak punya tempat lain saja. Membuat wanita lajang sepertiku hanya mampu menggigit jari,” sungut Isabell kesal. Diam–diam Rhea menghela nafasnya lega. Melihat kesalnya wanita itu dapat dipastikan bahwa Isabell tidak tahu jika yang berada di dalam mobil BMW itu adalah dirinya bersama Danial. Rhea mengulum bibirnya, lalu kembali menggunakan perawatan wajah miliknya, namun di saat ia hendak menuangkan toner bermerek SK II itu, botol itu jatuh lantaran mendengar ucapan Isabell lagi. “Aku melihat mantan suamimu bersama wanita lain. Aku yakin itu bukan istrinya, kare
Danial dan Rhea keluar dari mobil ketika mereka telah sampai di pelataran gereja. Rhea tertegun sejenak saat Danial mengajaknya ke tempat ini. Sudah lama sekali rasanya keduanya tak menginjakkan kaki di tempat suci ini bersama. Terakhir mereka berada di tempat ibadah ini adalah pada saat pemberkatan pernikahan Danial dan Liya. Merasa wanitanya itu tampak bingung, lantas Danial pun berjalan mendekat, lalu menggenggam tangan Rhea. “Ayo, masuk.” Ujar pria itu begitu lembut dan dibalas anggukan oleh Rhea. Keduanya berjalan beriringan memasuki gereja. Setelah sampai di patung Yesus Kristus, keduanya mulai bersimpuh, menautkan tangan, memejamkan mata dan mulai berdoa. Tuhan, aku kembali lagi. Bersama dengan seseorang yang selalu aku minta di setiap doaku. Terima kasih sudah membuatnya kembali padaku. Setidaknya, aku tidak sendirian. Setidaknya aku tidak bersimpuh di depanmu seorang diri lagi. Dan seperti sebelumnya, tentu saja aku mempunyai permintaan. Aku.. aku benar-benar tidak menyan