“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Ernest dengan lembut sembari menggenggam tangan gadisnya. Rosy menatap Ernest di sebelahnya lalu tersenyum tipis dan menggeleng pelan, “Bukan apa-apa,” jawabnya sembari membalas genggaman tangan Ernest Dapat Ernest lihat bahwa Rosy tengah menyembunyikan sesuatu darinya, ingin rasanya pria itu memaksa Rosy untuk memberitahunya namun, ia urungkan mengingat ia tidak boleh memaksa Rosy untuk memberitahunya jika gadis itu tidak ingin. Mungkin ia akan terbuka suatu saat nanti, bisa jadi itu adalah luka lama yang ingin Rosy sembunyikan. “Memikirkannya lagi, aku benar-benar tidak menyangka akan menikah juga. Selama ini kupikir aku hanya akan mengurusi pernikahan orang lain seumur hidupku!” Ernest hanya dapat tersenyum menyadari Rosy mencoba mengalihkan pembicaraan. Ia lalu meminum winenya dengan gerakan elegan lalu balas bertanya, “Apa kau bahagia?” tanyanya dengan penasaran. Rosy memasang ekspresi tidak senang sembari berkata dengan setengah bercand
“Morning, love.” Marcus tersenyum kala menatap wajah Anna yang masih setengah mengantuk. Ia mengulurkan tangan mengusap rambut kekasihnya itu dengan penuh kasih. Anna hanya bergumam dan mencoba mengumpulkan kesadarannya. Ia masih sangat mengantuk karena kurang tidur akhir-akhir ini. Marcus benar-benar tidak menahan dirinya ketika menghabisinya semalaman di ranjang. Meskipun ia tengah hamil besar saat ini, entah mengapa hasrat pria itu juga bertambah setiap harinya. Namun, Anna tidak membencinya. Itu menunjukkan bahwa Marcus mencintainya bukan hanya karena penampilannya. Dan sudah dua minggu lamanya mereka tinggal serumah. Setelah melakukan diskusi panjang, Marcus akhirnya membawa Anna untuk tinggal di rumahnya. Menurut Marcus itu jauh lebih aman daripada harus tinggal di apartemen Rosy mengingat Ernest selalu datang mengunjungi gadis itu dan juga mereka sebentar lagi akan menikah. Selama mereka tinggal di satu atap, Marcus selalu rajin bangun lebih pagi dan membuatkan sarapan untu
Setelah sarapan, Marcus bersiap-siap untuk pergi bekerja. Ia memberikan pelukan dan kecupan ringan di kening istrinya sebelum berpamitan dan masuk ke mobilnya.Dari pintu rumah Anna tersenyum memperhatikan mobil Marcus yang mulai menjauh meninggalkan halaman rumah mereka. Ia menghela napas sejenak sembari mengusap perut buncitnya lalu menutup pintu dan berjalan kembali ke kamar.Ia berencana untuk melanjutkan tidurnya sejenak sebelum bersiap-siap ke kantornya untuk memeriksa beberapa hal. Selama beberapa bulan ini dia memang tidak pernah mendatangi langsung tempat itu dan menyerahkan semua pekerjaannya di tempat kepada Rosy, meskipun terkadang ada beberapa berkas yang harus ia periksa sendiri di rumah.Namun, setelah keadaan sudah jauh lebih baik, ia memutuskan untuk pergi ke kantor dan menyapa semua pegawainya. Jujur saja ia merindukan mereka semua. Ia berharap semua pegawainya bekerja dengan baik selama ini meskipun tanpa pengawasannya langsung.****“Nyonya, nyonya...”Sayup-sayup
Setibanya di rumah, Marcus berjalan dengan tergopoh-gopoh memasuki rumah. “Anda sudah tiba, Tuan,” sapa Percy begitu bertemu Marcus di ruang tengah. “Dimana ibuku?” tanyanya dengan ekspresi penuh kecemasan. “Apa Anna baik-baik saja?” lanjutnya. Percy tersenyum melihat bagaimana khawatirnya Marcus kepada Nyonya baru mereka. Ia pun menjawab, “Nyonya muda baik-baik saja, saat ini mereka sedang minum teh di teras samping.” Dahi Marcus berkerut dalam mendengar jawaban Percy. Iya tidak menduga bahwa ibunya akan bersedia minum teh bersama Anna dengan tenang. “Antar aku ke sana,” kata Marcus akhirnya sembari berjalan mengikuti Percy yang mengantarnya ke teras di samping rumah yang menghadap ke taman. “Bagaimana bisa kau memiliki ide untuk membuat cake mangga ini? Rasanya tidak terlalu manis dan juga terasa begitu segar.” Clara memuji cake mangga buatan Anna yang sedang ia makan. Ia sangat menikmati semua cemilan yang Anna buat. Itu benar-benar sesuai dengan seleranya karena tidak begitu s
Rosy termenung memandangi kartu undangan pernikahannya yang sudah selesai dan akan segera dibagikan kepada para koleganya dan juga kolega Ernest. Satu minggu lagi ia akan resmi menjadi seorang istri Ernest Mars, karena itu undangan sudah mulai dibagikan.“Rosy, Tuan Mars datang untuk mengajakmu makan siang.”Rosy mendongakkan kepala menatap Sunny yang membuka pintu ruangannya. Ia mengangguk sebagai jawaban dan meminta Sunny untuk meminta Ernest menunggu sebentar.Ia membawa beberapa kartu undangan yang tersisa dan memasukkannya ke dalam tas untuk dibagikan ke pemilik restoran tempat mereka biasa makan siang. Setelah makan di restoran itu beberapa kali, para pegawai di sana mulai mengenali mereka, mengingat Ernest juga cukup terkenal dengan kepribadiannya yang ramah di Boston.“Halo, sayang,” sapa Ernest begitu melihat Rosy datang menghampirinya yang menunggu di ruang penerimaan tamu. Pria itu memberikan kecupan singkat di dahi Rosy membuat beberapa pegawai yang melihat mereka bersorak
“Brandon,” sapa Ernest begitu Brandon berdiri di depannya. Pria itu memang menolak untuk dipanggil paman oleh Rosy maupun Ernest, ia tidak ingin terlihat tua padahal umur mereka tidak begitu jauh berbeda.“Tolong tepati janjimu untuk selalu menjaga, mencintai, dan membuat Rosy selalu bahagia. Meskipun aku tidak berhak mengatakan ini, tetapi aku benar-benar akan membunuhmu jika kau membuat anak itu menangis apalagi menyakitinya,” ucap Brandon sembari memeluk Ernest.Ernest memasang ekspresi seriusnya dan mengangguk mantap untuk meyakinkan Brandon bahwa ia akan menepati janjinya. Tidak pernah terlintas di pikirannya untuk mengkhianati Rosy ataupun menyakitinya.“Ya, aku tidak akan mengecewakanmu.”“Bagus,” Brandon tersenyum puas lalu menatap Rosy yang kini juga menatapnya. Ia mengalihkan wajahnya sejenak berusaha menahan dirinya untuk tidak menangis juga ketika melihat mata Rosy yang basah oleh air mata.“Bodoh.” Ucap Rosy tiba-tiba membuat Brandon menatap gadis itu dengan ekspresi aneh
“Apa yang terjadi?!” Jennifer masuk ke kamar Marcus dengan ekspresi cemas. Ia segera menghampiri Anna yang sedang mengerang kesakitan di atas ranjang dengan Marcus di sisinya menggenggam tangan wanita itu.“Aku tidak tahu, Anna kesakitan setelah meminum jus yang kuminta dari pelayan.”Jennifer tidak bertanya lagi ketika ia dengan sigap mengeluarkan semua peralatannya dan mulai memeriksa kondisi Anna. Di sebelahnya, Marcus memperhatikan dengan wajah tegang dan terus menggenggam tangan Anna yang menggenggam tangannya dengan erat.Anna terus mengeluh kesakitan sementara keringat dingin membasahi wajahnya. Bibirnya mulai memucat membuat Marcus semakin dilanda kepanikan.“Bagaimana kondisinya?! Bisakah kau cepat?!” Desak Marcus pada Jennifer yang masih terlihat memeriksa keadaan istrinya. Ia benar-benar tidak dapat menahan diri karena melihat wanita yang ia cintai kesakitan seperti itu. Dalam hati ia bersumpah akan membunuh siapapun yang telah membuat Anna terluka!“Anna keracunan. Aku tid
Marcus masih berdiri diam di tempatnya memandangi pintu ruang operasi selama satu jam. Hingga detik itu masih belum ada tanda-tanda bahwa operasi berakhir. Hatinya tidak dapat tenang. Ada rasa ingin sekali mendobrak pintu itu untuk mengetahui kondisi anak dan istrinya, namun ia urungkan mengingat bahwa bisa saja hal itu malah membahayakan mereka.“Tuan, sebaiknya Anda duduk. Anda sudah berdiri lebih dari satu jam di sini,” ujar bibi Jessy yang tengah duduk di kursi yang tersedia di lorong itu. Ia menatap Marcus dengan prihatin karena ekspresi pria itu terlihat sangat buruk. Tatapannya begitu kosong, membuat bibi Jessy sangat khawatir.Marcus mengalihkan pandangan kepada bibi Jessy yang duduk di depannya. Ia menghela napas dan akhirnya memutuskan untuk duduk. Melihat itu bibir bibi Jessy berkembang, ia tersenyum lega melihat Marcus menurutinya.Tepat setelah Marcus duduk, ponselnya berdering dengan keras membuat Marcus tersentak dan mengambil ponsel di dalam saku jasnya. Ia menatap nam
Anna menatap kondisi temannya itu dengan prihatin. Dalam hati ia bersyukur tidak mengalami morning sicks separah Rosy yang membuatnya mampu tetap bekerja dan melakukan apapun yang membuatnya terhibur. “Apa ini sudah bulan ke tiga?” tanya Anna sembari memijat telapak tangan Rosy. Ia memutuskan untuk duduk di pinggiran sofa dan mengurus Rosy sebelum pergi ke ruangannya. “Ini bulan ke empat. Kata dokter kemungkinan ini akan berlangsung hingga usia kandungannya memasuki bulan ke enam.”Anna meringis, lalu mengambil tisu dan mengelap keringat di wajah Rosy. “Apa kau sudah sarapan?” tanya Anna lagi. “Sudah, tadi pagi Ernest membuatkanku roti panggang dengan selai apel dan juga memotongkan beberapa apel.” Setelah mengatakan itu, Rosy kembali memejamkan matanya karena setiap ia membuka mata, seluruh ruangan terlihat berputar-putar membuatnya merasa semakin pusing.‘Tok tok tok’“Masuk.” Anna menjawab kepada Sunny y
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Satu tahun terlewatkan begitu saja tanpa masalah yang berarti. Hanya saja rencana resepsi pernikahan Marcus dan Anna harus tertunda selama beberapa bulan karena kondisi Anna yang tidak memungkinkan untuk berada di tempat keramaian. Apalagi usia Kennard yang masih begitu kecil dan rentan membuat Anna khawatir bahwa bayi kecil itu akan kelelahan dan rewel selama mereka mengadakan acara resepsi. Jadi, karena itulah acara resepsi ditunda setelah berdiskusi dengan keluarga Marcus.“Kau akan ke kantor?” tanya Marcus ketika melihat istrinya sedang duduk di depan meja rias untuk berdandan dalam balutan baju kerjanya. Anna menatap Marcus melalui cermin di depannya dan mengangguk. “Ya, ada beberapa design baru yang harus kulihat. Apalagi Rosy sedang mengalami morning sicks jadi dia tidak bisa selalu hadir di kantor untuk terus menggantikanku.”“Kau akan membawa Ken, juga?” tanyanya lagi.“Ya, bersama bibi Jessy.”“Baiklah, kalau begitu aku akan menga
“Apa menurut Bibi aku harus menikah sendirian tanpa Ayah dan keluargaku?” tanya Anna lirih. Ekspresinya seolah ingin menangis memikirkan nasib dirinya sendiri yang dicampakkan oleh keluarga kandungnya. Jessy memandangi wanita itu dengan ekspresi sedih. Bayangan Anna kecil entah mengapa tiba-tiba terlintas di kepalanya. Sosok gadis kecil yang selalu memangis di malam hari itu kini sudah tumbuh dewasa menjadi seorang istri dan ibu yang baik hati. “Bibi tidak mengatakan bahwa Nyonya harus menikah tanpa keluarga Nyonya, tapi apakah Tuan Besar dan para Tuan Muda pernah menganggap Nyonya sebagai keluarga mereka?” Anna terdiam. Ia ingin membantah bibi Jessy namun ia sadar bahwa apa yang wanita paruh baya itu katakan memang benar. Ayah dan para kakak laki-lakinya tidak pernah menganggapnya sebagai bagian dari keluarga. Hanya para pelayan dan kepala pelayan yang bekerja di kediaman Mansion Walkins yang menyayanginya.Meskipun Anna dibenci oleh Ayah dan Kakak laki-lakinya, mereka tet
"Aku sudah memikirkannya beberapa hari ini,” ujar Marcus tiba-tiba saat ia dan Anna tengah menikmati waktu makan siang bersama. Anna menghentikan gerakannya dan menatap Marcus dengan bingung, “apa itu?” tanyanya penasaran. “Aku ingin mengadakan acara resepsi pernikahan kita di hari ulang tahunmu.” Hening beberapa saat. Anna menatap Marcus terkejut seolah tidak memahami apa yang baru saja ia dengar dari suaminya. Resepsi pernikahan... Itu bukanlah acara biasa yang bisa Anna putuskan begitu saja. Banyak hal yang harus mereka pikirkan dan persiapkan untuk hal itu. Termasuk restu dari ayahnya. Setidaknya, ia butuh pria itu untuk mendampinginya berjalan di altar sebagai seorang ayah. Marcus yang menyadari perubahan di wajah istrinya merasakan ada yang tidak benar. Apa Anna tidak menyukai idenya? Pikirnya dengan kebingungan. “Kau tidak suka?” tanyanya. Wanita itu menatap Marcus sekali lagi lalu tersenyum dan menggeleng pelan, “aku menyukainya. Bukankah mengadakan resepsi pernikahan a
Hari semakin gelap ketika mereka mencoba satu per satu wahana yang ada di taman itu. Dari semua wahana, Rosy sengaja menyisakan wahana bianglala untuk mereka naiki paling akhir ketika matahari akan tenggelam. Rosy ingin melihat sunset ketika mereka berada di atas bianglala, dan Ernest dengan sabar menuruti semua keinginan istrinya itu.“Selamat sore, Tuan Mars, Nyonya Mars.” Seorang pria berambut hitam mengenakan jas biru muda sedikit membungkuk menyambut Ernest dan Rosy ketika mereka tiba di depan pintu masuk bianglala.Sebelumnya asisten Ernest memang telah menghubungi manajerial taman hiburan jika Ernest dan Rosy akan datang mengunjungi taman itu untuk berkencan. Dan berkat itulah Ernest dan Rosy dapat menaiki semua wahana dengan nyaman tanpa harus mengantri panjang mengikuti pengunjung lainnya.Rosy yang pertama kalinya mendapatkan perlakuan seistimewa itu merasa takjub akan kuasa suaminya. Menjadi kaya dan berkuasa memang sangat menyenangkan!“Halo, George. Kau menjaga taman ini
Tidak banyak hal yang berubah dari hubungan Ernest dan Rosy setelah mereka menikah. Yang berubah hanya sikap Ernest yang semakin posesif setiap harinya terhadap Rosy. Meskipun wanita itu tidak membencinya, namun terkadang sikap Ernest yang terlalu berlebihan membuat Rosy merasa lelah.Seperti saat ini, ketika mereka akan pergi kencan di luar, pria itu terus-terusan mengomentari baju yang Rosy kenakan.“Ganti, itu terlalu pendek.”“Terlalu terbuka, kau bisa kena flu.”“Pria mana yang akan kau goda dengan penampilan itu?”Dan banyak lagi komentar yang pria itu lemparkan padanya hingga akhirnya Rosy hanya mengenakan summer long dress lengan panjang dengan belahan dada yang sedikit rendah.“Please, hentikan itu, Ernest. Kau terlalu berlebihan,” keluh Rosy pada suaminya yang memasang ekspresi curiga dengan kedua alis hampir bersatu.“Kenapa? Apa mungkin memang itu tujuanmu? Memakai baju terbuka untuk menggoda pria lain?” tuduh Ernest dengan ekspresi gelap.Rosy memutar bola mata malas dan
Pagi itu Marcus bangun dengan memandangi sosok indah di depannya. Wajah terlelap istrinya yang tenang, hembusan nafas yang lembut, serta bibir pink merona yang terlihat penuh dan menggoda membuat Marcus ingin memakannya. Tangannya terulur merapikan anakan rambut Anna yang menutupi sebagian wajahnya dan menyisipkannya di belakang telinga wanita itu membuat Anna sedikit mengerutkan kening dan semakin merapatkan tubuhnya pada Marcus. Lagi-lagi pria itu menarik senyum lebih lebar merasakan tubuh Anna yang semakin memeluknya. Ia membalas pelukan itu dan memberi kecupan lembut di kening wanita itu. Rasa takut akan kehilangan wanita itu yang menghantuinya beberapa bulan ini kembali mengusik hati Marcus, membuatnya merasa sesak. ‘Apa yang harus kulakukan agar membuatmu tetap aman?’ batinnya dengan tatapan kosong. “Marcus?” suara Anna yang serak membuat Marcus menunduk, sedikit melonggarkan pelukan untuk melihat wajah wanita itu yang mulai membuka matanya setengah sadar. “Apa aku membangu
Anna terbangun ketika igauan Marcus terdengar di sebelahnya. Ia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul dua pagi, dan ini seperti sebuah rutinitas bahwa Marcus selalu bermimpi buruk dan mengigau di tengah malam.“Marcus! Marcus!” suara Anna terdengar mendesak, menarik Marcus dari kedalaman mimpi buruknya, kedalaman rasa putus asanya. “Aku di sini. Aku di sini,” bisik Anna kembali dengan suara yang lembut. Ia memeluk pria di sebelahnya dan mengusap-usap kepalanya.Marcus bangun dan wanita itu membungkuk mendekat padanya, dia menggenggam bahunya, mengguncangnya, wajahnya menggoreskan kepedihan yang mendalam, mata birunya terbuka lebar dan penuh dengan airmata.“Anna,” suaranya merupakan bisikan yang terengah-engah. Rasa takut menodai mulutnya. “Kau di sini,” katanya dengan suara lega ketika netranya menemukan istrinya berada di sisinya.“Tentu saja aku di sini.” Anna terus memberikan usapan lembut di bahu suaminya itu berusaha meyakinkan Marcus bahwa ia ada di sini bersamanya.“Ak
Selama tiga bulan kemudian, tidak ada kabar apapun mengenai keberadaan Lisa maupun Arthur. Dari yang Marcus ketahui adalah Arthur dipecat dari jabatannya di perusahaan milik keluarga Walkins. Ada kemungkinan Tuan Walkins mengurungnya di rumah agar tidak menyebabkan keributan lain, mengingat Marcus telah memberikan peringatan yang keras.Namun, di sisi lain, Ernest menduga bahwa Arthur mengalami patah kaki dan tangan yang parah akibat siksaan Marcus hingga membuat pria itu lumpuh dan tidak dapat bergerak seperti dulu lagi. Hal ini berdasarkan fakta bahwa terlihat beberapa dokter ternama di kota itu beberapa kali mengunjungi kediaman Walkins.Yang manapun itu, Marcus merasa sedikit lega memikirkan pelaku yang telah mencelakai istri dan anaknya mendapatkan balasan yang setimpal, dan ancaman terhadap anak dan istrinya untuk saat ini akan berkurang.“Apa yang sedang kau pikirkan?” suara Anna di depannya menyadarkan Marcus dari lamunan.Wanita itu telah pulih sepenuhnya. Begitupun dengan pu