Beranda / Rumah Tangga / Sekeping Hati yang Bertahan / Bab 145: Pertemuan yang Mengguncang

Share

Bab 145: Pertemuan yang Mengguncang

Penulis: Le Vant
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-22 10:00:07

Pagi itu, matahari bersinar cerah, tetapi suasana hati Wulan masih gelap. Setelah malam yang panjang penuh dengan kegelisahan, ia bangun dengan pikiran yang terus mengusik. Pesan dari Pak Arya mengenai transaksi besar yang dilakukan oleh Dimas menjadi bayangan yang menghantuinya sepanjang pagi.

Wulan menatap cermin, melihat pantulan dirinya yang tampak letih dan kehilangan kilau. Ia menyadari bahwa kegelisahan ini telah mulai mempengaruhi dirinya secara fisik. Lingkaran hitam di bawah matanya semakin jelas, menandakan malam-malam tanpa tidur yang ia lewati. Ia berusaha menyembunyikan kecemasannya di balik senyum yang dipaksakan, tetapi jauh di dalam hatinya, ia merasa dirinya mulai hancur.

Tak lama kemudian, ponselnya bergetar. Wulan segera melihat layar dan merasa lega ketika melihat bahwa pesan itu berasal dari Pak Arya.

“Bu Wulan, saya menemukan sesuatu yang cukup mengkhawatirkan. Tampaknya Pak Dimas telah mengalihkan sejumlah besar uang ke sebuah reken

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 146: Tanda-Tanda yang Tak Terduga

    Pagi berikutnya dimulai dengan rutinitas seperti biasa, tetapi hati Wulan dipenuhi kecemasan yang tak kunjung hilang. Setiap tatapan Dimas, setiap kata yang keluar dari mulutnya, kini dipenuhi kecurigaan. Ia berusaha keras menyembunyikan perasaannya, memastikan Dimas tidak menyadari kegalauan yang menghantuinya.Hari itu, Wulan berusaha fokus pada tugas-tugas rumah tangga. Ia sibuk menyiapkan sarapan, memastikan anak-anak siap untuk sekolah, dan mengurus hal-hal kecil lainnya. Namun, pikirannya terus melayang pada pertemuannya dengan Pak Arya kemarin. Meskipun ia berusaha keras untuk tidak memikirkannya, bayangan tentang transaksi misterius itu tetap menghantuinya.Ketika Dimas berangkat kerja, Wulan merasa ada sesuatu yang berbeda. Dimas tampak lebih tergesa-gesa dari biasanya, seperti sedang mengejar sesuatu yang penting. Ketika Wulan memberinya ciuman perpisahan di depan pintu, ia merasakan ketegangan yang tak biasa dalam sikap suaminya."Jangan lupa makan si

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 147: Awal dari Badai

    Keesokan harinya, Wulan bangun lebih awal dari biasanya. Pikirannya masih dibebani oleh informasi yang ia terima dari Pak Arya kemarin. Selama beberapa menit, ia hanya duduk di tepi ranjang, menatap keluar jendela kamar yang mulai diterangi sinar matahari pagi. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang besar sedang menunggunya, sesuatu yang tak bisa lagi ia abaikan.Dengan langkah pelan, Wulan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Meskipun Dimas selalu berangkat lebih awal, hari ini ia memutuskan untuk menemaninya lebih lama, mencoba mencari tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi.Saat Dimas turun dari kamar dengan penampilan rapi seperti biasanya, Wulan sudah menyiapkan kopi dan roti panggang di meja. Suaminya tampak sedikit terkejut melihat Wulan masih di dapur pada jam seperti ini.“Pagi, Sayang. Tumben kamu belum siap-siap?” tanya Dimas sambil mengambil cangkir kopi dari meja.Wulan tersenyum tipis. “Aku pikir, sesekali menemani

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 148: Persiapan yang Tenang

    Wulan terbangun dengan perasaan resah. Langit masih gelap, dan rumah sepi. Hanya suara detak jam yang terdengar, seakan-akan waktu berjalan lambat untuknya. Seluruh malam sebelumnya, pikirannya dipenuhi oleh dokumen-dokumen yang ia temukan. Meskipun ia telah menyimpan flashdisk di tempat yang aman, kekhawatiran terus menghinggapi pikirannya.Pagi itu, Wulan memutuskan untuk tetap tenang. Ia tidak ingin Dimas atau siapa pun di rumah mencurigai apa yang sedang ia lakukan. Seperti biasa, ia menyiapkan sarapan untuk anak-anak dan mengantar mereka ke sekolah. Di depan orang lain, ia tetap menjadi Wulan yang tenang dan perhatian. Namun, di dalam hatinya, badai sedang berkecamuk.Saat kembali ke rumah, Wulan mengambil napas dalam-dalam. Ia tahu bahwa ini adalah hari yang penting. Ia harus mulai memikirkan langkah-langkah ke depan, merencanakan dengan cermat setiap tindakan yang akan diambil. Ia sadar bahwa satu kesalahan kecil saja bisa membuat semua rencananya berantakan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 149: Jebakan yang Terencana

    Pagi itu, Wulan bangun lebih awal dari biasanya. Matahari belum sepenuhnya terbit, tetapi ia sudah berada di dapur, menyiapkan sarapan seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam caranya bergerak—setiap gerakan terasa lebih mantap, lebih pasti. Ia sudah memutuskan, dan kini saatnya mulai mengambil tindakan.Saat Dimas turun dari kamar, Wulan menyambutnya dengan senyuman hangat. "Sarapan sudah siap, Mas," katanya dengan nada biasa. Dimas, yang masih setengah mengantuk, hanya mengangguk sambil duduk di meja makan.Mereka berbicara tentang hal-hal biasa—tentang rencana kerja Dimas hari itu, tentang anak-anak yang harus dijemput dari sekolah. Wulan mendengarkan dengan seksama, mencatat dalam pikirannya setiap kata yang keluar dari mulut Dimas. Namun, ia tidak mengatakan apa pun yang menunjukkan bahwa ia sudah mengetahui lebih banyak dari yang Dimas kira.Setelah sarapan, Dimas berangkat ke kantor. Wulan mengantar anak-anak ke sekolah, memastikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 150: Titik Awal Kecurigaan

    Pagi itu, Wulan melanjutkan rutinitasnya seperti biasa, namun ada kegelisahan yang mulai merayap di dalam hatinya. Meskipun ia berusaha keras untuk tetap tenang, firasat bahwa sesuatu akan segera berubah semakin kuat. Satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah tetap waspada dan menunggu hasil dari penyelidikan Pak Haris.Ketika Wulan sedang sibuk membersihkan ruang tamu, ponselnya berdering. Ia melihat nama Pak Haris di layar dan segera menjawab telepon itu. Ada sedikit ketegangan dalam suaranya saat ia berkata, "Selamat pagi, Pak Haris. Ada kabar?"“Selamat pagi, Bu Wulan. Saya menemukan sesuatu yang menarik,” jawab Pak Haris dengan nada hati-hati. “Beberapa transaksi yang Ibu minta untuk diperiksa memang mencurigakan. Ada sejumlah besar uang yang mengalir ke rekening perusahaan yang baru didirikan beberapa bulan yang lalu. Nama pemilik perusahaan itu tampaknya tidak terdaftar di manapun, tapi alamatnya mencurigakan.”Jantung Wulan berdegu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 151: Rencana Rahasia

    Pagi itu, Wulan terbangun dengan perasaan berat. Mimpi-mimpi buruk menghantuinya sepanjang malam, bayang-bayang pengkhianatan dan kecurigaan yang semakin menyesakkan dadanya. Namun, seperti biasa, ia bangkit dan menjalani rutinitasnya dengan tenang. Senyum yang ia kenakan di wajah adalah topeng sempurna, menutupi segala badai yang berkecamuk di dalam hatinya.Setelah mengantar Dimas ke depan pintu dan memastikan suaminya berangkat kerja, Wulan segera kembali ke dalam rumah. Ia membuka laptopnya, menelusuri kembali semua dokumen yang telah dikirimkan Pak Haris sebelumnya. Setiap angka, setiap nama, setiap transaksi diperhatikan dengan cermat. Ia tahu bahwa ia harus menemukan celah, sesuatu yang bisa memberinya kepastian tentang apa yang sebenarnya terjadi.Ponselnya kembali bergetar. Kali ini pesan singkat dari Pak Haris. “Bu Wulan, saya berhasil mendapatkan informasi lebih lanjut. Saya akan menemui Anda di tempat biasa.”Wulan membaca pesan itu denga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 152: Menerjang Gelombang

    Malam hari, setelah memastikan Reyhan sudah tidur, Wulan kembali ke ruang kerjanya. Cahaya lampu temaram menerangi ruangan yang tenang, menciptakan suasana damai yang berlawanan dengan gejolak di dalam hatinya. Wulan duduk di depan meja, mengeluarkan laptopnya dan kembali menelusuri laporan-laporan yang baru diterimanya. Tidak ada ruang untuk kesalahan; setiap detail harus diperiksa dengan teliti.Namun, pikirannya kembali melayang kepada Dimas. Rasa cinta yang dulu memenuhi hatinya kini digantikan oleh keraguan dan kecurigaan. Apakah suaminya terlibat dalam sesuatu yang begitu kelam? Atau mungkinkah Dimas hanyalah pion dalam permainan yang lebih besar, tidak sadar bahwa ia sedang dimanipulasi?Wulan mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa ia harus tetap fokus pada tujuan utamanya: melindungi Solus Group dan membalas dendam kepada mereka yang mencoba menghancurkan hidupnya. Tetapi keraguan itu tetap ada, menghantui setiap langkahnya.Ponselnya bergetar, sebua

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 153: Kesunyian yang Menyiksa

    Pagi itu, Wulan bangun lebih awal dari biasanya. Meskipun tidur semalaman, pikirannya terus berputar, memikirkan segala kemungkinan yang terjadi di balik bayang-bayang rumah tangganya. Ia mencoba menyembunyikan rasa khawatirnya saat menemani Reyhan sarapan, tapi mata anaknya yang jernih seolah bisa menangkap kegelisahan ibunya."Bu, Mama baik-baik saja, kan?" tanya Reyhan tiba-tiba, saat mereka sedang menyantap roti bakar.Wulan tertegun sejenak sebelum tersenyum tipis. "Tentu saja, sayang. Kenapa tanya begitu?"Reyhan mengangkat bahu kecilnya. "Mama kelihatan sedih."Wulan menatap mata anaknya yang polos. Hatinya seketika meleleh. Reyhan adalah satu-satunya alasan mengapa ia masih bertahan di tengah badai ini. "Mama hanya lelah, sayang. Tapi jangan khawatir, semua akan baik-baik saja."Reyhan mengangguk pelan, lalu melanjutkan sarapannya. Namun, Wulan tahu bahwa anak itu lebih peka dari yang ia bayangkan. Ia harus lebih berhati-hati untuk tidak me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26

Bab terbaru

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 176: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Keesokan harinya, setelah merayakan keberhasilan mereka, Wulan terbangun dengan perasaan segar. Namun, saat menyiapkan sarapan, bayang-bayang masa lalu kembali menghantuinya. Ia teringat pada perlakuan dingin keluarga Dimas, yang tak kunjung hilang dari ingatannya. Bagaimana mereka selalu terlihat baik di depan Dimas, sementara di belakangnya, mereka memperlakukannya dengan sinis.Saat Dimas masuk ke dapur, Wulan berusaha menyembunyikan pikirannya. “Selamat pagi! Apa kamu siap untuk hari ini?” tanya Dimas dengan semangat.“Selamat pagi. Tentu saja, aku sudah menyiapkan rencana kerja untuk minggu ini,” jawab Wulan, berusaha menunjukkan antusiasme.Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk mengunjungi lokasi pelatihan mereka. Wulan merasakan semangat di dalam dirinya. Namun, saat mereka melangkah keluar, matanya tertangkap oleh sosok familiar yang melintas di jalan. Itu adalah Ibu Dimas, berjalan dengan angkuh, seolah tak pernah melihat mere

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 175: Langkah Menuju Impian

    Hari-hari setelah presentasi itu menjadi lebih dinamis bagi Wulan dan Dimas. Mereka berdua semakin sering berdiskusi tentang rencana masa depan usaha pelatihan yang mereka jalankan. Wulan merasa optimis, namun di sisi lain, bayang-bayang keraguan dan ketidakpastian masih menghantui pikirannya.Suatu pagi, saat mereka duduk di meja makan, Dimas terlihat lebih bersemangat dari biasanya. “Aku mendapat kabar baik! Salah satu sponsor besar ingin bertemu dengan kita,” katanya dengan senyum lebar.Wulan menatap Dimas dengan rasa ingin tahu. “Sponsor besar? Siapa mereka?”“Perusahaan alat olahraga terkenal. Mereka tertarik untuk mendukung program kita,” Dimas menjelaskan, matanya berbinar. “Ini kesempatan bagus untuk mengembangkan usaha kita lebih jauh.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Meskipun senang dengan berita ini, ketakutan akan penolakan masih ada. “Tapi, apa mereka benar-benar tertarik pad

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 174: Menghadapi Kebenaran

    Hari-hari setelah acara presentasi itu membawa perubahan yang signifikan bagi Wulan. Keluarga Dimas, terutama ibunya, mulai menunjukkan tanda-tanda ketertarikan terhadap program pelatihan yang dijalankannya. Wulan merasa sedikit lega, tetapi di sudut hatinya, dia tahu bahwa ini baru permulaan.Dimas mendukung penuh setiap langkah Wulan. Dia sering pulang lebih awal dari kerja untuk membantu Wulan mempersiapkan sesi pelatihan berikutnya. “Aku ingin memastikan bahwa semua orang di keluarga kita melihat betapa pentingnya ini,” kata Dimas dengan semangat.Suatu malam, setelah makan malam, Wulan dan Dimas duduk di sofa, membahas langkah selanjutnya. “Sayang, bagaimana kalau kita mengadakan sesi khusus untuk keluarga? Aku ingin mereka merasakan langsung dampak dari apa yang kita lakukan,” usul Wulan.Dimas mengangguk, “Itu ide yang bagus! Mungkin kita bisa mengundang mereka ke sesi pelatihan berikutnya dan menunjukkan bagaimana peserta be

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 173: Terjebak dalam Jaringan Harapan

    Keesokan harinya, Wulan merasa bersemangat. Dia sudah merencanakan sesi pelatihan baru yang berfokus pada keterampilan kewirausahaan. Dia ingin peserta merasakan langsung bagaimana memulai usaha mereka sendiri, bahkan dari hal-hal kecil. Saat dia memasuki ruang pelatihan, senyum lebar menghiasi wajahnya.“Selamat pagi, semuanya!” sapanya ceria, dan para peserta membalas dengan antusias. Mereka duduk melingkar, penuh harapan.“Saya ingin kita berbagi ide tentang produk apa yang bisa kita jual. Kalian semua memiliki keahlian masing-masing, dan saya percaya kita bisa menemukan peluang yang tepat!” Wulan melihat semangat di wajah-wajah mereka dan merasa energinya meningkat.Mira, yang sudah mulai menjual kue, mengangkat tangan. “Saya bisa membantu mengajarkan cara membuat kue yang enak dan mudah!” Wulan tersenyum bangga. “Itu ide yang luar biasa, Mira! Siapa lagi yang punya ide?”Satu per satu, peserta mulai ber

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 172: Ujian Pertama

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan program pelatihan yang Wulan jalankan semakin menarik perhatian. Para peserta tidak hanya datang untuk belajar, tetapi juga membawa harapan baru ke dalam hidup mereka. Wulan merasa semakin terhubung dengan mereka, berbagi tawa dan cerita, namun di balik kebahagiaan itu, keraguan dari keluarga Dimas tetap menghantuinya.Suatu pagi, Wulan menerima telepon dari Dimas. “Sayang, aku mau mengajakmu makan siang bersama keluargaku. Mereka ingin berbicara tentang program yang kau jalankan.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia tahu ini adalah kesempatan untuk menunjukkan hasil kerjanya, tetapi bayangan skeptisisme keluarga Dimas membuatnya cemas. “Baiklah, aku akan siap-siap,” jawabnya, berusaha terdengar tenang.Saat tiba di rumah Dimas, Wulan disambut dengan senyuman hangat, tetapi dia merasakan ketegangan di udara. Keluarga Dimas sudah berkumpul di meja makan. Dimas mengisyaratkan Wulan untuk dudu

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 171: Langkah Awal yang Menjanjikan

    Dengan semangat baru, Wulan mulai mengatur program pelatihan dengan lebih serius. Setiap hari, ia menghabiskan waktu untuk merancang materi pelajaran dan mencari narasumber yang berpengalaman. Dalam benaknya, ia membayangkan para peserta akan merasakan perubahan positif dalam hidup mereka setelah mengikuti pelatihan ini.Pagi itu, Wulan menerima telepon dari seorang pakar pelatihan keterampilan yang bersedia membantu. Ia segera menjadwalkan pertemuan untuk mendiskusikan detail lebih lanjut. Setelah panggilan berakhir, Wulan merasa berenergi. Ini adalah langkah yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya.Ketika bertemu dengan peserta pertama program, suasana terasa hangat. Wulan melihat wajah-wajah penuh harapan. Mereka adalah ibu-ibu dari berbagai latar belakang, masing-masing membawa cerita dan impian. Dalam pertemuan itu, Wulan memperkenalkan diri dan menjelaskan visi program.“Saya percaya bahwa setiap dari kita memiliki potensi yang bisa dikembangkan,&rd

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 170: Pertemuan yang Menentukan

    Hari pertemuan dengan keluarga Dimas tiba. Wulan merasakan campur aduk antara cemas dan bersemangat. Ia mengenakan gaun sederhana namun elegan, berharap penampilannya dapat menunjukkan keseriusannya. Dimas berdiri di sampingnya, wajahnya menunjukkan dukungan dan kekhawatiran yang sama.Mereka tiba di rumah keluarga Dimas yang megah, dikelilingi oleh taman yang indah. Suasana terasa menegangkan. Wulan menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Dimas memegang tangannya erat, memberi dorongan.“Ini adalah kesempatan kita untuk menjelaskan semuanya,” kata Dimas, mengangkat dagu Wulan sedikit agar mereka bisa saling menatap. “Kau tidak sendirian.”Ketika mereka memasuki ruang tamu, Wulan merasakan tatapan tajam dari anggota keluarga Dimas. Ibu mertuanya, Bu Sari, duduk dengan sikap angkuh, sementara kakak Dimas, Rina, memperhatikan dengan skeptis. Wulan berusaha untuk tidak merasa terintimidasi. Ia tahu bahwa ini adalah waktunya un

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 169: Menyusun Rencana

    Hari-hari setelah pertemuan itu terasa penuh tantangan bagi Wulan. Ia kembali ke rutinitas harian sebagai ibu rumah tangga, tetapi pikirannya selalu terbayang pada pertemuan yang baru saja dilalui. Meskipun Dimas terus menunjukkan dukungannya, Wulan merasa beban yang berat di pundaknya. Ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan dan membuktikan nilainya.Dalam hati, Wulan mulai menyusun rencana. Ia ingin membuktikan kepada keluarga Dimas bahwa ia bukan sekadar istri yang diabaikan. Ia ingin menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan dan semangat untuk berkontribusi, baik untuk keluarga maupun komunitas. Namun, ia juga tahu bahwa untuk mencapai tujuan itu, ia harus memanfaatkan keahlian yang selama ini ia sembunyikan — sebagai pemilik Solus Group.Suatu malam, saat Dimas tertidur, Wulan duduk di meja kerjanya dengan laptop di depan. Cahaya lembut dari layar menerangi ruangan, memberikan suasana yang menenangkan. Ia membuka dokumen-dokumen peru

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 168: Rencana yang Bersemi

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan suasana di rumah Wulan semakin hangat. Keterlibatan Dimas dalam proyek sosialnya tidak hanya meningkatkan hubungan mereka, tetapi juga memberikan dampak positif bagi komunitas. Wulan merasa bahagia melihat suaminya kembali ke sosok yang ia kenal — penuh semangat dan antusiasme.Satu sore, setelah menghabiskan waktu di kantor, Dimas kembali dengan berita yang menggetarkan hati. “Aku sudah menghubungi beberapa artis untuk acara amal kita,” ujarnya, wajahnya bersinar penuh semangat.“Benarkah? Siapa saja yang akan tampil?” tanya Wulan, matanya berbinar-binar.Dimas menyebutkan beberapa nama, termasuk penyanyi dan kelompok musik lokal yang terkenal. Wulan merasa bersemangat. “Ini luar biasa! Kita bisa mengundang lebih banyak orang dan meningkatkan kesadaran tentang proyek kita.”Mereka mulai merencanakan semua detail acara, dari pemilihan tempat hingga strategi promosi. Setiap detil

DMCA.com Protection Status