“Ah, menikah. Ide yang bagus. Bagaimana kalau kita menikah malam ini juga?”
“Bi … Bisakah?” tanya Elena.
Saat ini bukan hanya alkohol yang menyebabkan otaknya tidak berfungsi dengan normal, tapi juga sentuhan demi sentuhan ahli Liam yang membuatnya ingin menyatukan dirinya saat itu juga di sana, di atas pasir putih. HIngga sebagian diri Elena bersedia menghadapi satu lagi skandal memalukan di dalam hidupnya, demi bisa merasakan sentuhan lebih pria itu di tubuhnya.
Liam menjauhkan dirinya lalu menarik Elena keluar dari club itu, “Kita mau ke mana?” tanya Elena dengan panik. Setidaknya setengah dirinya merasakan kepanikan itu, sementara setengahnya lagi begitu antusias dengan kneikmatan lebih yang pastinya akan ia dapatkan.
“Menikah. Aku akan menikahimu sekarang juga. Kamu bersedia kan?”
Saat dalam keadaan sadar sepenuhnya, mungkin Elena akan menganggap hal itu gila. Menikah dengan pria asing yang baru ia temui beberapa jam sebelumnya? Ia tidak akan pernah melakukan itu. Tapi sayangnya ia tengah berada di bawah pengaruh alkohol, juga masih melayang akibat sentuhan Liam tadi, jadi ia menganggap pernikahan kilat itu adalah hal paling romantis di sepanjang hidupnya.
Dan pada akhirnya setengah akal sehatnya pun kalah saat ia pun mengangguk setuju.
Bagaimana prosesnya? Elena pun tidak dapat mengingatnya dengan baik. Tiba-tiba saja ia telah memegang akta nikah yang terdapat fotonya dan juga Liam di dalamnya.
“Nah, istriku. Sekarang kita bisa memulai malam pertama kita!” seru Liam sambil membopong Elena dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.
"Gila ... Ini benar-benar gila ... " desah Elena.
Ia masih tidak mempercayai kenyataan kalau saat itu ia telah resmi menjadi istri pria asing, yang bahkan kepribadiannya seperti apa pun Elena tidak mengetahuinya.
Bagaimana kalau ternyata pria itu telah beristri sebelumnya?
Bagaimana kalau pria itu ternyata seorang buronan atau penjahat kelas kakap?
Bermacam pertanyaan mulai mengusik benaknya, membuat Elena merasa tidak nyaman berada di dekat pria itu, yang mulai menyadari perubahan sikap Elena dari semula hangat dan penuh gairah menjadi dingin dan menjaga jarak.
"Ada apa?" tanya Liam.
"Tidak ada apa-apa," jawab Elena dengan ragu-ragu.
"Pernikahan kita bukan sebuah kegilaan, Wifey. Tapi sesuatu yang paling romantis yang pernah aku lakukan di sepanjang hidupku," kekeh Liam.
Wifey, bahkan pria itu sudah menyematkan panggilan kesayangan untuk Elena. Betapa mudahnya untuk seorang pria melalukan hal yang membuat hidup mereka berubah secara drastis.
"Tapi ... "
Bibir lembut Liam membungkam apapun yang ingin Elena ucapkan. Dan hanya sentuhan seringan itu saja sudah mampu membuat gairah Elena naik dan pada akhirnya membalas lumatan bibir Liam di bibirnya.
Cumbuan mereka baru terhenti saat mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah rumah tepi pantai yang terlihat sederhana, namun dikelilingi dengan halaman yang seluas lapangan sepak bola, dengan bagian belakang rumah menghadap langsung ke lautan lepas.
Dengan napas terengah Elena kedua lengan Elena menahan kepala Liam yang mulai menjauh, sampai akhirnya kekehan pelan keluar dari mulut pria itu,
"Sabar, Wifey ... Sebentar lagi aku akan memuaskanmu. Untuk sekarang ada yang harus kita singkirkan dulu dari Villa ini, supaya kita bebas mengeksplorasinya."
Saat itulah Elena baru tersadar kalau sikapnya sudah seperti wanita murahan saja. Bahkan ia telah melupakan keberadaan supir pribadi Liam, betapa malunya ia saat itu.
Melihat rona merah mewarnai wajah Elena, Liam pun mengeluarkan perintah tegasnya pada sang supir, "Gayle, minta semua orang keluar dari Villa ini, jangan kembali sampai besok pagi!"
Dari cara supir yang membawa mereka tadi membungkuk hormat, juga para pelayan yang bergegas keluar dari dalam Villa sejak mobil Liam terparkir di depannya, Elena dapat menarik kesimpulan kalau Villa itu adalah milik Liam.
Apakah pria itu tidak sesederhana kelihatannya?
"Baik, Tuan." Dengan satu anggukan pelan sang supir, semua pelayan yang berbaris rapi itupun segera membubarkan diri mereka dengan melangkah keluar area Villa, entah ke mana tujuan mereka.
'Jangan-jangan pria itu bukan sekedar supir biasa, tapi asisten pribadi Liam.' batin Elena.
"Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua!" seru Liam disusul dengan pekikan pelan Elena saat tiba-tiba pria itu kembali membopongnya.
"A ... Aku bisa jalan sendiri!"
"Aku tahu itu, Wifey. Hanya saja sayang kalau aku membuatmu mengeluarkan tenaga untuk hal kecil seperti itu. Karena aku membutuhkan staminamu untuk percintaan kita secara maraton malam ini," goda Liam.
Senyuman menggoda pria itu membuat dada Elena berdegup dengan sangat cepat. Entah sudah berapa banyak wanita yang jatuh ke dalam pesona memabukkan pria itu. Debaran jantungnya semakin cepat saat mendengar anak kunci terputar, tanpa Elena sadari mereka telah mencapai sebuah kamar berukuran besar, dengan arsitektur tropis minimalis yang sangat menawan.
Perlahan Liam menurunkan Elena, tangannya baru akan menarik lepas pakaian Elena namun ia dengan sigap mundur beberapa langkah ke belakangnya, "Aku mau mandi dulu, boleh kan?" tanyanya.
Liam menatap geli Elena. Mood wanita itu mudah sekali berubah, dari wanita paling bergairah di pantai tadi, lalu ke wanita dingin di dalam mobil, lalu kembali bergairah saat Liam menciumnya, dan sekarang justru terlihat seperti seorang wanita yang masih suci.
Pastinya Elena bukan seorang wanita suci kan? Karena tidak mungkin ada wanita yang masih perawan di usia Elena, apalagi secantik istrinya itu meski penampilannya sangat ketinggalan jaman, dengan kacamat tebal yang bertengger di hidungnya.Meski demikian, penampilan nerdnya itu tidak dapat menyembunyikan kecantikan alaminya. Ya, kecantikan alami yang jauh berbeda dengan wanita kelas atas yang selama ini Liam hindari, Liam benci lebih tepatnya.
Ya, bisa dipastikan kalau Elena bukanlah wanita yang masih suci, kecuali jika keluarganya menjaga baik-baik layaknya sebuah permata, yang tidak akan mungkin terjadi di jaman yang serba bebas seperti saat ini.
"Umm, ide yang bagus. Kalau begitu aku akan menemanimu," jawab Liam masih dengan senyuman menggodanya, sontak saja Elena menjadi panik karenanya,
"Menemaniku mandi? Tidak usah, aku bukan anak kecil!" tolaknya, gelakan tawapun mengalir keluar dari tenggorokan Liam,
"Yang bilang kamu anak kecil siapa? Justru karena kamu sudah dewasa dan telah resmi menjadi istriku, maka tidak ada salahnya kalau kita mandi berang, ya kan?"
"Ta ... Tapi aku ... "
"Sudahlah, seperti tidak pernah mandi bersama pria saja."
Elena mau tidak mau mengikuti langkah Liam saat pria itu menarik tangannya dan membawanya ke kamar mandi. Bahkan menyangkal pernyataan pria itu saja Elena tidak sempat.
Mandi bersama dengan seorang pria? Mana pernah Elena melakukan itu. Hanya sekedar berciuman saja sudah membuat skandal besar untuk keluarganya.
Selama memenuhi bathub dengan air hangat, dengan sangat perlahan Liam mulai membuka satu-persatu kemeja pantai Elena yang terlihat sangat tidak modis dan ketinggalan jaman itu. Karena tujuan Elena memang tidak untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, namun pada akhirnya ia tetap menarik perhatia Liam, entah karena apa.
"Sstt, jangan pernah melarangku untuk menanggalkan bajumu. Aku suamimu dan aku berhak melakukan ini padamu, wifey. Biarkan aku yang menanggalkan pakaianmu di hari pertama kehidupan baru kita."
Tetap saja Elena merasa risih, namun tidak bisa mencegah Liam saat pria itu sudah menarik turun kemejanya, hingga menampakkan bra Elena yang sama lusuhnya dengan pakaiannya. Liam menarik turun tangan Elena yang menyilang di depan dadanya,"Jangan pernah menutupi keindahan itu dariku, Wifey. Milikmu sangat indah, aku belum pernah melihat dua bukit seindah ini, padahal belum terbuka semuanya," bujuknya."A ... Aku belum ... Jangan!" Elena mencegah tangan Liam yang hendak membuka pengait branya, hingga sebelah alis pria itu terangkat tinggi,"Jangan? Apa aku tidak boleh mencicipinya? Tadi di mobil kamu mengizinkanku menyentuhnya.""Ti ... Tidak secara terbuka.""Astaga ... Kamu bersikap layaknya seorang gadis yang masih suci saja, Wifey. Tidak ada seorang gadis yang mendatangi Club milikku itu. Semua orang tahu kalau Club itu didirikan dengan satu tujuan, saling memberikan kenikmatan sesuai keinginan mereka."Ya, Elena tahu tempat apa yang ia datangi barusan. Namun selama beberapa hari i
"Liam aku ... Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Aku ... Aku ingin ... Apapun itu lakukan, Liam," pinta Elena dengan suara parau karena gairahnya.Alih-alih menjawab, Liam malah menurunkan tangannya dari puncak bukit Elena ke bagian pribadinya yang sudah mulai terasa basah. Leguhan kenikmatan Elena semakin terdengar keras saat jemari Liam bermain-main di sana. Memutar dan menggoda hingga Elena merasakan sesuatu akan keluar dari bagian inti tubuhnya itu,"Kamu sudah siap sepertinya. Aku akan menyatukan tubuh kita, mulai saat ini kamu adalah milikku sepenuhnya, dan hanya akan menjadi milikku!" tegas Liam sebelum mensejajarkan dirinya dengan Elena saat akan memulai aksinya.Elena dapat merasakan bagian pribadi Liam yang seolah menjadi lebih keras lagi dari sebelumnya, yang mulai berada di depan pintu masuk gua kenikmatannya, lalu benda itu sedikit lebih sedikit mulai menghujam masuk.“Arrgghh! Sakit!” teriak Elena saat dengan tidak sabar Liam mulai memasukinya.Dengan kedua tanga
Pagi harinya, meski cuaca sedang gerimis ringan, Elena mengabaikan rintik air hujan dengan terus berjalan menyusuri bibir pantai, yang masih berada di private villa milik Liam, suaminya. Meski demikian, alih-alih menikmati pemandangan indah di pagi hari itu, Elena malah terus melamun dengan kedua tangannya memeluk dirinya sendiri, seolah hal kecil itu dapat mengusir hembusan angin pantai agar menjauh darinya.Bahkan ia mengabaikan juga rasa nyeri dan tidak nyaman di bagian pribadinya tiap kali ia bergerak. Karena ia tidak bisa tetap berada di tempat tidur, atau Liam akan kembali bercinta lagi dengannya saat pria itu membuka matanya. Jadi, saat Liam masih terlelap, Elena segera turun dari tempat tidur mereka dan berada di bibir pantai ini, dengan pemandangan sunrise yang begitu memanjakan matanya.Dan yang lebih membuatnya harus segera meninggalkan Liam adalah hasratnya sendiri. Hasrat yang begitu kuat untuk segera memeluk pria itu, dan memintanya memuaskannya lagi dan lagi, hingga Ele
"Apa kamu senang sekarang El karena telah menghancurkan pernikahan yang telah Henry impikan selama ini? Juga kesempatan besar untukmu menikahi Victorino?" tanya Lord Foxmoore, daddynya."Ya, aku senang, Dad. Aku justru akan merasa bersalah jika membiarkan begitu saja Henry menikah dengan wanita yang sama sekali tidak mencintainya!" jawab Elena dengan penuh keyakinan, untuk memancing kemarahan daddynya, Elena kembali menambahkan, "Dan mengenai Rino, kami hanya berpura-pura menjalin hubungan demi bisa mencari kesempatan untuk membongkar semua kejahatanmu, Dad. Aku hanya tidak menyangka kalau aku ternyata anak harammu dengan selingkuhanmu!"Sontak saja hal itu membuat amarah Lord Foxmoore semakin naik, diluar dugaan pria itu melayangkan tamparan kerasnya ke pipi Elena,"Dad!""Honey!" pekik Henry dan Lady Foxmoore secara bersamaan.Dengan raut wajah yang terluka, sambil memegang pipinya yang memerah, Elena setengah berlari meninggalkan mereka. Ia telah lelah dengan semuanya, dengan kelu
Entah kenapa ia merasa nyaman berada di dalam pelukan Liam, rasanya seolah ia telah berada di tangan yang tepat. Ucapan Liam selanjutnya semakin membuat Elena mempercayakan hidupnya pada suaminya itu,"Mulai sekarang kamu tidak perlu bersedih lagi, Wifey. Karena sekarang kamu telah memiliki aku, dan aku akan selalu melindungimu sebagai seorang suami sekaligus seorang ayah untukmu," bisik Liam. Meski terdengar pelan, namun jelas terdengar ketegasan di dalam suaranya.Hati Elena terasa teduh dan terharu saat mendengarnya, tiap patah kata yang LIam ucapkan barusan seperti siraman air di hatinya yang terasa gersang, dan ia akan mengingat betul janji pertama yang Liam ucapkan untuknya itu, "Terima kasih ... " ucap Elena lirih. Ia menahan dirinya untuk tidak mengalirkan airmatanya lagi."Itu sudah menjadi kewajibanku sebagai suamimu, My Wifey. Dan karena kita sama-sama telah sepakat untuk terus melanjutkan pernikahan dadakan kita, maka kamu pun akan memiliki keluarga lagi, Mommy, Daddy dan
Malam harinya, Liam kembali mengajak Elena ke Kafe tempat mereka bertemu. Namun kali ini mereka tidak datang sendiri, tapi datang bersama sebagai pasangan pengantin baru. Dan tanpa Elena sangka, ternyata Liam membuat pesta kecil di Kafe itu, untuk merayakan pernikahan kilatnya dengan Elena, sekaligus memproklamirkan kepada penduduk lokal juga pelayan Kafe kalau saat ini ia tidak lagi single."Astaga, ini tidak perlu, Liam," desah Elena. Ia merasa malu karena malam itu telah menjadi pusat perhatian pengunjung lainnya.Apalagi dengan tatapan menyelidik Fynn yang terus terarah padanya, pria itu pasti menunggu penjelasan darinya, namun dengan adanya Liam, mereka tidak dapat berbincang lama tanpa membongkar identitas Elena pada pria itu.Ya, mereka sedang duduk di bar, tepat di depan Finn yang sesekali sibuk meracik minuman pengunjung lainnya."Perlu. Mereka harus mengetahui istri dari pemilik Kafe ini," kekeh Liam."Jadi, Kafe ini milik kamu?""Ya, sekarang kamu pun secara resmi menjadi p
“Aku tidak sedang cemburu, Wifey. Aku hanya tidak ingin siapapun menyentuh apa yang sudah menjadi milikku. Sekarang jawab pertanyaanku, apa hubunganmu dengan Fynn? Ada hubungan apa di antara kalian?”"Dan itu sebutannya apa yang lebih tepat kalau bukan cemburu?"Apa Liam akan mengelak lagi? Atau itu hanyalah khayalan Elena saja? Liam cemburu padanya? Suatu hal yang paling mustahil terjadi."Mengamankan apa yang sudah menjadi milikku."See? Ternyata memang Elena saja yang terlalu banyak menduga-duga. Lagipula dengan wajah dan tubuh seindah itu, mana mungkin Liam tertarik padanya, di saat pastinya banyak wanita yang bersaing memperebutkan perhatiannya."Oh ya ya ... Mengelaklah sesukamu, Liam. Lagipula tadi aku hanya becanda saja, bagaimana pria sepertimu yang aku yakin sekali tidak akan pernah kekurangan wanita cantik bisa cemburu padaku yang tak terlihat ini."Gerakan dansa Liam terhenti dan Elena nyaris tersandung kaki pria itu,"Kamu bukan hantu, Wifey.""Yang bilang aku hantu siapa
"Kita akan bercinta di sana, karena aku sudah tidak dapat menahannya lagi.""Astaga Liam, bagaimana kalau ada yang melihat?""Sebaiknya kamu lihat ke sekelilingmu, apa yang sedang mereka lakukan?"Dan Elena pun terdiam. Karena beberapa pasangan lainnya tengah memadu kasih di tempat yang mereka rasa cukup aman. Yang pastinya akan menjadi sebuah skandal yang sangat memalukan jika Elena yang melakukannya."Tidak, aku tidak mau di sini! Lebih baik kita kembali ke Villa saja," pintanya dengan panik."Tidak akan ada yang mengganggu kita, Wifey." bujuk Liam yang tidak paham sama sekali apa yang sedang menjadi dilema untuk Elena.Elena menghentak kasar tangannya hingga terlepas dari genggaman tangan Liam, bersamaan dengan langkah kakinya yang terhenti, "Aku tidak mau! Melakukan hubungan itu di tempat umum seperti ini, di mana siapapun dapat melihat kita? Aku tidak dapat melakukannya, Liam!"Bahkan saat tengah luar biasa marah atas ide gila Liam itu, suara Elena masih terdengar sangat lembut
Pernikahan Liam dan Elena dilangsungkan di salah satu hotel mewah di London. Sesuai dengan keinginan Liam, acara sakral itu diadakan secara tertutup. Tidak ada satu pun awak media yang diundang, bahkan tamu undangan tidak diperkenankan mengeluarkan ponsel mereka untuk mengabadikan acara itu, atau mereka akan berurusan tidak hanya dengan para bodyguard Foxmoore tapi juga pengawal kerajaan, karena Sang Ratu hadir juga di acara itu.Liam tidak pernah melepaskan rangkulan tangannya di pinggang Elena saat mereka menyapa tamu penting yang hadir, ia tidak peduli jika terlihat terlalu posesif, semua demi wanita yang ia cintai juga calon anak mereka yang tengah berkembang di dalam rahim istrinya."Bagaimana rasanya menikah untuk yang kedua kalinya dengan pria yang sama, El?" tanya Belinda dengan tatapan menggodanya."Rasanya jauh lebih indah yang kedua ini, Belle. Karena kami sudah sama-sama saling mencintai, tidak seperti pernikahan pertama kami yang terjalin karena keputusan impulsif kami sa
Awalnya Liam mau mengadakan press conference seorang diri, tapi Elena memaksakan dirinya untuk ikut juga dalam press conference itu. Karena ia pun akan menjelaskan juga berita yang tengah panas di berbagai media mengenai dirinya dan Liam.Mereka duduk berdampingan, sementara cahaya kamera berkali-kali menerangi wajah mereka, hingga akhirnya press conference itu dimulai. Liam yang lebih dulu memberikan penjelasannya."Seperti yang sudah kalian ketahui mengenai kejadian tidak menyenangkan di acara After Party, keberadaan saya di sana adalah untuk melindung tunangan saya, Lady Elena, wanita yang sangat saya cintai. Seseorang berniat jahat padanya, yang untungnya saya datang tepat waktu untuk menyelamatkannya," mulai Liam.Elena sungguh terharu, karena Liam mau mengakui perasaannya pada Elena di hadapan banyak wartawan. Mereka pasti akan kembali menjadi trending topik, dan menjadi tajuk utama di berbagai media, baik lokal maupun internasional."Tunangan? Kapan tepatnya kalian bertunangan
"Aku hamil?""Ya, Wifey. Gayle sedang membeli alat tes kehamilan untuk lebih memastikannya diagnosa Gemma. Karena tidak mungkin kamu membawamu ke rumah sakit sekarang tanpa menimbulkan skandal baru lagi.""Gemma di sini?""Kamu juga mengenalnya?""Sehari setelah aku kembali ke London, Henry langsung membawaku ke rumah Gemma untuk memastikan aku hamil atau tidak. Tapi saat itu semua alat tes kehamilan menunjukkan kalau aku negatif, pun dengan USG, tidak terdapat kantong kehamilan. Tapi, kenapa sekarang tiba-tiba aku hamil? Apa karena kita melakukannya lagi semalam? Tapi tidak mungkin juga kalau aku langsung hamil kan?" Elena mencecar Liam dengan pertanyaan.Liam merapikan selimut Elena saat menjawab, "Mungkin saja saat itu terjadi kesalahan. Nanti kita tanyakan lagi pada Gemma. Sekarang kamu mau apa? Ada sesuatu yang kamu idamkan?"Elena menggeleng pelan. Ia sedang tidak mengidamkan apapun, ia hanya merasa tersiksa dengan rasa mualnya saja. Lalu tiba-tiba saja Elena duduk saat tering
"Sejujurnya, saya lah pria yang El cium di pesta keluarga anda, My Lord. Skandal yang membuat anda mengusir El keluar dari Mansion anda, yang akhirnya El bertemu dengan saya dan menerima begitu saja tawaran pernikahan dari saya.""Kau! Jadi kau lah biang masalah dari semua ini! Kau yang membawa keburukan untuk El kami!" raung daddy Simon, pada akhirnya amarahnya terlepas juga setelah susah payah ia menahannya demi persahabatannya dengan ayah dari pria yang menghamili putrinya itu."Sebelumnya, saya sudah datang ke London untuk bertemu dengan El, juga memberikan penjelasan pada orang tua El mengenai hubungan kami di Miami. Tapi Henry langsung mendeportasi saya saat itu, jadi kesempatan saya untuk berterus-terang pada kalian hilang begitu saja, karena nama saya telah di blacklist di negara kalian.""Saya pun akan melakukan hal yang sama seandainya saya mengetahui masalahnya lebih dulu. Kau tidak tahu jadi semurung apa El saat kembali ke rumah kami. Tiap hari kami harus melihat raut kese
"Sebaiknya kita membawa El ke rumah sakit untuk memastikan diagnosa saya.""Kenapa? Apa ada masalah serius dengan El?" desak mommy Marie."Katakan saja, Gem. Apa diagnosamu itu?" Henry turut serta mendesaknya.Tatapan Gemma kini tertuju pada pria itu, “Henry aku sendiri pun tidak mempercayainya, tapi aku yakin sekali kalau saat ini El sedang hamil.”"Hamil?" tanya semua yang ada di sana, termasuk juga Lord dan Lady Foxmoore."Ya Tuhan, El!" pekik mommy Marie."Bagaimana bisa? El belum menikah dan terlebih lagi tidak memiliki kekasih! Pasti ada yang salah dengan diagnosamu," sangkal daddy Simon."Maka dari itu saya sarankan untuk mendapatkan hasil yang akurat, lebih baik kita membawa El ke rumah sakit. Atau adakah di antara kalian yang bisa pergi keluar untuk membeli alat tes kehamilan?""Tunggu dulu, kalau memang benar El hamil, lalu siapa ayah dari janin di dalam kandungannya itu? Selama ini El tidak dekat dengan pria manapun kecuali ... "Mommy Marie tidak berani melanjutkan, terl
"Aku pun demikian, Dad. Jadi tenang saja, aku sudah menyiapkan hukuman yang teramat pedih untuk pria itu di selnya nanti," jelas Henry. Ia telah membayar seseorang untuk memastikan pria itu hanya tinggal nama dalam beberapa hari ini."Bagus! Itu baru calon Duke of Foxmoore!" puji daddy Simon."Tapi bagaimana kita akan menjelaskan pada masyarakat yang sudah kadung melihat foto-foto El di pesta itu yang sudah disebar berbagai media? Juga foto saat seorang pria membawa El masuk ke dalam mobilnya?""Untuk pria yang membawa El masuk ke dalam mobilnya, anda tidak perlu mencemaskannya, My Lady. Karena pria itu adalah aku. Dan aku sudah menyiapkan konferensi pers untuk memberikan penjelasan atas kejadian itu. Aku akan memulihkan kembali nama baik Elena," jelas Liam, ia menahan dirinya untuk tidak meraih tangan Elena untuk meremasnya, atau menarik tubuh Elena agar bersandar padanya.Dari yang Liam lihat, orang tua Elena belum mengetahui hubungan mereka. Jadi Liam tidak bisa begitu saja memprok
Sesampainya di lobby hotel, mereka dikejutkan dengan kehadiran Lord dan Lady Foxmoore di sana. Kedua orang tua Elena itu langsung berderap mendekati mereka, tatapannya hanya tertuju pada sosok Elena saja, membuat jantung Elena berdegup dengan kencangnya,'Apa Mommy dan Daddy sudah mengetahui pernikahan rahasiaku dengan Liam? Apa sudah saatnya aku mengakui semuanya pada Mommy dan Daddy?' batinnya bertanya-tanya."El, putriku! Apa kamu baik-baik saja? Siapa pria kurang ajar yang berniat jahat padamu?" cecar mommy Marie sebelum memeluk Elena."Mom, aku baik-baik saja. Liam datang di saat yang tepat, dia sudah menolongku," jawab Elena sambil membalas pelukan mommy Marie."Liam? Siapa Liam, Sayang?"Elena melepaskan dirinya dari pelukan mommy Marie untuk menarik Liam mendekat ke arahnya,"Kenalkan Mom, Dad, ini Liam. Aku tidak dapat membayangkan akan sehancur apa hidupku jika Liam tidak datang tepat waktu dan membawaku keluar dari pesta itu."Liam mengulurkan tangannya bergantian untuk men
"Rumah tangga? Astaga El. apa kamu sudah kehilangan ingatan? Kalian sudah bukan lagi suami istri sekarang!" ralat Henry yang menyadarkan Elena pada kenyataan yang harus ia terima itu. Wajahnya seketika menunduk.Bagaimana bisa ia berkata seperti itu, sementara belum tentu juga Liam menganggap Elena sebagai istrinya. Elena telah mempermalukan dirinya sendiri, rasanya ia ingin membenamkan wajahnya dalam-dalam."El masih istriku, Henry! Sampai kapanpun hanya El yang akan menjadi istriku. Tidak akan ada wanita lain yang menggantikan posisinya sebagai Mrs. Payne!" sanggah Liam sambil mengarahkan wajah lembut Elena padanya,"Aku mencintaimu, El. Aku tidak mau kehilangan kamu lagi," ucap Liam dengan tulus. Ia dapat melihat mata Elena yang mulai berkaca-kaca, mata yang seolah mengatakan banyak hal yang tidak dapat terucap oleh mulutnya, dan saat bibir yang bergetar itu terbuka, rentetan kata-katanya menyirami hati Liam dengan pengakuannya,"Aku juga mencintaimu, Liam. Entah sejak kapan aku mu
Meski mulutnya menolak mengantar Liam ke rumah sakit dan lebih memilih Liam mati kehabisan darah, tapi pada akhirnya Henry tetap membantu Liam meski amarahnya pada sahabat baiknya itu belum memudar sedikit pun. Henry hanya tidak ingin membuat Elena semakin marah padanya. Mendengar keluhan Elena tadi sedikit banyaknya mempengaruhi suasana hati Henry, ia jadi merasa besalah pada Elena karena telah bertindak diluar sepengetahuan Elena.Saat ini mereka berada di ruang tunggu saat petugas medis melakukan CT scan pada Liam. Dan sudah berkali-kali juga Henry meminta Elena untuk duduk, alih-alih berjalan hilir-mudik menunjukkan kekhawatirannya pada Liam,"El, duduklah. Liam akan baik-baik saja. Sekedar patah hidung tidak akan membuat seseorang kehilangan nyawanya.""Hanya sekedar patah hidung? Bagaimana kalau ternyata hidung Liam yang bengkak itu menutup jalur pernapasannya? Liam akan kesulitan bernapas, Henry!""Kita sedang berada du rumah sakit sekarang, dokter pasti akan langsung mengambil