Perlahan aku beringsut bangun, tidak mau membangunkan William yang masih tertidur di ranjangku. Ya, semalam aku berhasil menahan agar ia tidak pulang dan bermalam di apartemenku. Mungkin permintaanku semalam terkesan kekanak-kanakan, tapi nyatanya William mau melakukannya. Aku meminta agar aku bisa tidur di dalam pelukannya dan ternyata akhirnya William ikut tertidur juga.
Maka setelah berhasil bergeser bangun dari ranjang, aku bergegas untuk ke dapur. Aku ingin membuatkan sarapan untuk William sebelum ia berangkat ke kantornya. Aku yang sudah biasa hidup seorang diri semenjak kedua orang tuaku pergi meninggalkanku karena kecelakaan mobil, memaksaku untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri. Belajar memasak pun menjadi salah satu yang kulakukan, selain aku berusaha mendapatkan beasiswa di bangku kuliah.
Setelah merapikan piring bekas pesta semalam, baru kubuatkan nasi goreng untuk sarapan dan aku harap William sudah terbiasa sarapan dengan nasi di pagi hari. “Sean…” panggil suara husky yang mengejutkan aku yang sedang asyik memasak.
Kontan aku menghentikan aktivitasku dan berbalik ke arah suara tersebut berasal, “Kamu sudah bangun?” tanyaku seraya tersenyum padanya.
“Maaf… aku jadi tertidur di tempatmu…” jawabnya seraya mengacak rambut undercut-nya sendiri.
“Tidak apa-apa kok. oh yah, aku sedang membuatkan sarapan untukmu. Jadi kamu makan dulu yah sebelum berangkat.”
William tersenyum kikuk, “Lagi-lagi aku jadi merepotkamu, Sean.”
“No Will, aku tidak merasa direpotkan kok. Sudah kamu duduk di meja makan sana, biar aku selesaikan masakan ini.”
Tanpa berkata-kata lagi William pun menuruti perkataanku, dengan patuh ia duduk di meja makan menungguku selesai.
Nasi goreng buatanku akhirnya jadi juga, aku pun tersenyum puas melihat hasil kreasiku. Kubawa dua buah piring yang sudah tersaji nasi goreng yang masih terlihat mengepul dan kuletakannya di atas meja.
Aku mengambil posisi di duduk yang berhadapan dengan William, “Mari makan…” ucapku memecahkan keheningan ini.
Kami berdua pun mulai makan perlahan, sesekali kulirik William yang sepertinya canggung makan bersamaku. Itu pun membuatku tersenyum-senyum sendiri, William memang terlihat lucu kalau ia bersikap seperti itu. Tapi yang tidak kusangka, William menciumku semalam dan hingga saat ini aku masih tidak bisa melupakannya.
Rasanya seperti terbang ke langit ke tujuh, bibirnya lembut menyentuh bibirku. Sebenarnya banyak pertanyaan yang bermunculan di pikiranku, apakah William sudah lama menyukaiku sehingga ia bisa bersikap demikian semalam? Apakah ia sudah lama memperhatikan aku bahkan sebelum pertemuan di pemotretan itu? Mungkinkah juga ia memang sengaja memilih agency tempatku bekerja untuk dikontrak proyek perusahaannya?
“Uh..Hmm…Sean…” suara William menyadarkan aku dari lamunanku.
“Iya… Will, kenapa?” balasku
.
“Aku sudah selesai dan sepertinya aku mau langsung berangkat yah.”
Aku mengangguk.
“Sekali lagi terima kasih yah buat semuanya…”
“Sama-sama, Will…”
William nampak bangkit lebih dulu, baru setelahnya kususul. Kami berdua pun berjalan menuju pintu, kubukakan pintu untuknya. “Thanks… Sean for everything…” ucap William yang sudah berada di luar pintu.
“You’re welcome, Will,” kulayangkan sebuah senyuman kepada William.
“Bye… see you later…”
“See you later too…”
Perlahan William berjalan menjauh, begitu aku sudah tidak bisa melihatnya lagi, buru-buru kututup pintu dan meloncat kegirangan seperti orang gila. Rasanya tidak percaya aku bisa mendapatkan William dengan begitu mudah. Ya, aku sudah menaruh curiga ia memiliki orientasi seksual yang sama denganku, bagaimana tidak hingga umurnya mencapai 30 tahun dan masih dengan status single?
Dan tunggu dulu, sepertinya aku harus mengabari teman-teman baikku karena rencana yang mereka sudah susun sukses besar. Kepulangan mereka yang lebih awal memang sudah direncanakan oleh mereka, mereka ingin memberikan waktu aku berduaan dengan William saja.
Maka aku harus mengabari mereka segera , buru-buru kuhidupkan ponsel yang memang sengaja kumatikan sejak kedatangan William. Aku hanya tidak mau diganggu oleh siapapun juga untuk momen semalam tadi dan begitu ponselku kuhidupkan langsung ramai pesan grup di Line.
Alan : Gimana semalam? Sukseskan?
Monica : Pasti sukseslah. Orang William gak jadi ikut dibelakang gue tahu.
Cipta : Woi… jawab dong
Gillian : Percuma, di read aja gak, lihat tuh yang read cuma 4
Me : Morning all, iya rencana kalian sukses dan William
akhirnya nginep di apartemen gue yeay!
Monica : Pantes belum muncul dia dikantor
Me : LOL Oh ya Mon, kabarin ya kalau dia udah nyampe kantor
Monica : Siap Bos
Alan : Sean… lu utang cerita lho sama kita-kita, pokoknya nanti sore kita kumpul di tempat lu pokoknya dan lu harus cerita semuanya. Iya gak, kawan?
Cipta : Bener banget, nanti sore kita kumpul di tempat Sean
Gilian : Setuju, eh Cipta nanti kita bareng yah
Cipta : Beres, jam 4 gue jemput di kost lu yah
Me : Eh… gue belum bilang oke lho, kalian boleh ke apartemen gue.
Monica : Ah ga ada alesan, pokoknya nanti after office gue bakal meluncur ke apartemen lu yah
Me: Ya udah deh, see u later guys
Kututup aplikasi chatku, aku harus mengembalikan keadaan apartemen seperti sedia kala, lagi pula kalau masih terus menanggapi chat mereka tidak akan ada habisnya. Begitu selesai merapikan semuanya aku bergegas mandi, ya hari ini aku memang sedang off tidak ada pemotretan demikian juga dengan teman-temanku.
Selesai mandi aku tergelitik mengecek ponselku, apakah ada pesan dari William? Ternyata ada, maka buru-buru kubuka.
William: Hmmm, besok siang kita lunch bisa?
William mengajakku makan siang, ini benar-benar luar biasa. Tentu saja aku bisa Will, maka tanganku buru-buru mengetik balasan.
Me : Okay, but where Will?
William: I will pick up you tomorrow
Me : Okay… then see you later
William: See you too
*****
Akhirnya aku baru bisa bersantai setelah setengah harian merapikan kondisi apartemen sehabis dipakai pesta kemarin malam. Jam sekarang sudah menunjukkan pukul tiga sore dan berarti teman-temanku tidak lama lagi akan datang.
Baru saja aku ingin duduk bersantai menikmati segelas jus jeruk, ketukan pintu menginterupsiku. Maka lantas kuletakan minumanku, bergegas membukakan pintu. Ternyata Alan yang sudah berdiri sendirian aku pun mengisyaratkan agar ia segera masuk.
Alan pun langsung menduduki sofa dan yang lebih menyebalkan lagi, ia juga mengambil jus jeruk milikku. “Thanks Sean, lu memang sahabat yang paling mengerti…” ucapnya begitu menghabiskan hampir setengah gelas.
Aku pun hanya menjawab dengan senyuman kecut.
Melihat reaksiku tersebut itu malah memancing tawanya, “Eh…kayaknya gue salah minum yah, itu minuman lu yah?”
“Iya, puas sekarang? Udah ah, gue mau bikin lagi buat gue…” aku pun berlalu dari Alan ke arah dapur.
Begitu minumanku selesai kubuat aku kembali menemui Alan dan duduk berdampingan dengannya. Alan terlihat sibuk dengan ponselnya, tapi begitu melihatku sudah kembali diletakan ponselnya di atas meja kaca depan kami.
“So gimana? Sukses yah yang kemarin?” tanyanya antusias.
“Nanti aja ceritanya kalau udah kumpul semua, gue males ngulang…” balasku lalu menyeruput minumanku.
Alan mengangguk.
Tidak lama kemudian Gillian dan Cipta datang juga, maka tinggal menunggu si cantik, Monica. Sebenarnya mereka sudah tidak sabar menunggu Monica datang, tapi karena aku tetap tidak mau mulai sebelum semuanya berkumpul, mereka pun yang akhirnya mengalah menunggu Monica datang.
Aku memesan pizza untuk menyenangkan Alan, Gilian dan Cipta. Pesanan kami sampai hampir bersamaan dengan kedatangan Monica. Berhubung Monica berteriak lapar, maka diputuskan untuk memakan pizza baru memulai sesi cerita.
“Oh ya Sean, gue mau kasih tahu kabar gembira. Kayaknya William tuh beda banget tadi pagi, dia kelihatan kayak bahagia banget beda sama hari-hari sebelumnya,” Monica ternyata yang lebih dulu membuka penbicaraan kami.
“Serius Mon, bos lu sampai kayak gitu?” Alan menimpali.
Monica mengangguk.
“Eh… tunggu gue kan tadi mau dengar bagaimana Sean bisa jadian sama William,”potong Gillian.
Sontak semua mata langsung memandang ke arahku, “Hmm…kalian masih ingatkan pertanyaan Alan yang dia tanya apa wish gue?”
Semuanya mengangguk kompak.
“Ya itu gue pakai sebagai pancingan, William ternyata memang ingin tahu apa wish gue. Nah gue bilang aja ‘I wish I can stay beside you’ sambil gue nyandar di dadanya.”
“Wait… lu udah berani nempel-nempel sama William? Salut gue sama lu Sean…” ucap Monica tidak percaya.
“Ya awalnya gue juga takut, tapi berhubung momennya pas banget yah coba beraniin diri…” kusunggingkan senyuman puas.
“Nah… abis itu jangan bilang kalau lu udah making love juga?” celutuk Cipta.
“No… we are just sleeping togother. Not more than that, Cipta.”
“Wow… you had sleep together ?Wow, that great Sean ! So what’s your next step?” tanya Monica.
“Nah itu, berhubung lu juga nanya, sekalian aja gue tanya jadwal William minggu ini. Dia lagi sibuk ga?”
“Setahu gue ga kok. Hmm, gue tahu. lu pasti mau ngajak William liburan yah?”
Aku mengangguk.
“Gak sibuk kok dan kayaknya memang bos gue perlu liburan. Sebab setahu gue sih dia lebih banyak habisin waktu di kantor atau di apartemennya sendirian. Gue setuju sama rencana lu, ya udah besok pastinya gue kabarin ke lu.”
“Okay, thank you so much, Monica.”
“You’re welcome Sean. Gue senang kalau bisa lihat sahabat terbaik gue senang dan apalagi bos gue juga bisa senang.”
“Oh iya, rencana lu mau ajak William liburan ke mana? Ke tempat yang romantis dong pastinya?” tanya Alan.
“I don’t know, maybe you guys have an idea?”
Kami semua nampak berpikir, kira-kira William suka berlibur ke mana. Ya informasi tentang William yang sudah kuketahui cuma sedikit. Itu pun kudapat dari berbagai majalah yang pernah mewawancarainya.
“Seinget gue, bos gue ga suka sama keramaian. Jadi, kalau saran gue coba aja ajak dia ke pantai tapi cari pantai jangan yang kayak Bali atau Lombok.” Monica kembali angkat bicara
.
“Hmm… seinget gue tuh Pulau Seribu banyak pulau-pulau kecil lain dan ada beberapa pulau yang kurang diminati sama orang. Coba aja lu googling Pulau Sepa, itu pantainya masih cantik banget,” usul Cipta.
“Thanks Cipta, ok nanti gue coba googling. Kalau dirasa cocok gue bakal ajak William ke sana.”
Rasanya tidak sabar ingin mengajak William jalan-jalan dan semoga itu akan menjadi perjalanan yang romantis.
Rasanya masih tidak percaya bahwa aku dan Sean sudah saling mengutarakan rasa cinta satu sama lain. Dugaanku memang tidak salah jika Sean menyukaiku, sikap yang ditunjukan belakangan ini memang sudah cukup meyakinkan, hanya itu belum cukup kurasa hingga kemarin malam. Sean dengan berani mengungkapkan perasaannya kepadaku, hal itu membuatku bahagia sekali dan aku pun jadi tidak perlu memberanikan diri lagi.Sebuah ciuman yang tidak kupersiapkan sama sekali tiba-tiba saja terjadi, entah kenapa aku jadi ingin merasakan bibir Sean yang mungil itu. Bahasa tubuh yang ia berikan memang seakan menginginkan hal yang sama dengan apa yang kuinginkan. Awalnya kupikir aku telah berbuat lancang padanya tapi ternyata dugaanku salah, ia tidak keberatan atau pun marah dengan sikapku.Se
Aku melangkah dengan lesu keluar dari ruangan pimpinan redaksi, ya bagaimana tidak? Dipanggil hanya untuk dimarahi karena belakangan ini dinilai tidak bisa mencari isu yang menarik. Padahal aku juga sudah berusaha sekuat tenaga, tapi memang belakangan ini belum ada isu menarik lain selain film fenomenal 'Squid Game’ yang sedang viral dan ‘Kasus pernikahan Rizky Billar dan Lesti Kejora ’.Aku harus mencari ke mana lagi, tetapi sebagai atasan ia tetap saja tidak mau tahu, yang ia mau cuma isu yang menarik bisa menaikkan rating website dan tentu juga untuk pendapatan. Tapi yang tidak aku suka, dia bilang aku sudah tidak kompeten lagi dalam pekerjaan, makanya aku harus mampu bisa menemukan isu yang bisa menarik perhatian Prayoga
Note : Ada adegan 18+Sesuai dengan janjinya, William datang ke apartemenku dengan beberapa barang bawaannya, mobil miliknya pun ditinggalkan di parkiran , karena kami akan berangkat dengan mobilku. Kali ini aku yang duduk di kursi kemudi, sedangkan William hanya duduk manis di sampingku. Perlahan Jazz-ku berlalu meninggalkan kawasan apartemenku langsung menuju Ancol.Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, kulajukan mobilku santai sebab jalanan terlihat cukup sepi. “Kamu sudah menyiapkan semuanya, Sean?” suara William mengalihkan pikiranku yang hanya terfokus pada jalanan.“Yes, everything Will, so kamu tidak perlu takut,” jawabku seraya tersenyum padanya.
Hingga hari Senin, William dan Sean belum kembali, tapi kuputuskan untuk kembali lebih dulu. Sebab aku cukup banyak mendapat gambar kemesraan mereka berdua, mulai dari saat mereka menginap di tenda di pinggir pantai hingga kepindahan mereka ke cottage tempat aku menginap juga. Pada hari minggunya, aku berhasil mendapat gambar William yang menggendong Sean kembali ke kamar.Aku penasaran dengan apa yang mereka lakukan di dalam, tapi aku rasa mereka akan bercinta dan sayang aku tidak bisa mengabadikan momen tersebut. Senin pagi sebelum aku memutuskan untuk kembali, aku pun masih sempat membuntuti William dan Sean yang akan melakukan snorkeling.&
Entah apa yang bisa kugambarkan dari liburanku bersama Sean, ya lelah itu sudah pasti namun meski demikian rasa lelahku seakan terbayar dengan kehadiran Sean di sana. Dan rasanya aku masih tidak percaya sudah bercinta dengannya sore itu. Ya awalnya aku ragu ketika aku ingin mengajaknya, aku takut ia tidak mau. Ya yang kupikirkan saat itu memang hanya ingin mengembalikan momen kami yang sudah hilang, karena sepanjang siang aku hanya mendiamkannya dan bahkan meninggalkannya tidur.Sean memang bukan orang pertama yang kuajak bercinta, kekasihku yang dulu adalah yang pertama. Sedangkan Sean ada orang kedua yang kuajak bercinta, tapi tidak tahu dengan Sean apakah aku orang pertama yang merasakan tubuhnya. Sepanjang perjalanan dari Ancol menuju apartemen Sean, gantian aku yang mengemudi, aku kasihan jika ha
Acara makan siangku dengan William menjadi batal, ya ini karena aku terpikirkan keadaannya. Aku sangat khawatir padanya, meski dia tidak menunjukkannya padaku. Aku bisa menduga bahwa saat ini ia sedang ketakutan. Maka kuputuskan untuk makan siang di kantornya saja, agar ia tidak perlu ke mana-mana dan tidak ada yang membuntuti kami.“Maaf Sean, kita harus makan siang di kantorku…” ucap William begitu Monica sudah membelikan makan siang untuk kami.Aku hanya tersenyum padanya, “Tidak masalah Will, begini saja aku sudah cukup senang kok…” kugenggam erat tangannya.Kemudian kami pun mulai menikmati menu makan siang kami yang berupa makanan fast food, masi
Tadi pagi aku menerima pesan Line dari Sean bahwa hari ini ia akan sibuk untuk pemotretan, aku sempat takut saat ia mengirimkan pesan kepadaku. Jujur aku takut ia akan membawa kabar buruk lagi, sebab teror yang kuterima ini benar-benar menyiksaku.“Sore Pak Will, bapak sudah siap? Pesawat akan berangkat nanti jam delapan malam,” tanya Monica seraya masuk ke dalam ruang kerjaku.“Iya Mon, aku akan kembali ke apartemen sebentar nanti dan aku akan ke bandara dengan taxi saja” ucapku seraya kemudian bangkit berdiri meninggalkan ruanganku.Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, ya masih sempat untuk mandi dan bersiap-siap berangkat ke bandara. Entah kenapa sejak aku mene
Sejak kejadian Prayoga yang meminta kembali padaku, pikiranku menjadi sedikit tidak tenang. Aku mulai merasa bingung dan belum bisa menentukan jawaban padanya dalam waktu dekat ini, aku harap Prayoga mau mengerti. Lagi pula fokusku kini masih pada William dan Sean, tapi sialnya kenapa aku sulit sekali melihat momen mereka berdua lagi.Aku hanya sempat melihat Sean datang ke kantor William sekali dan sayangnya Sean terlihat sendirian kembali tidak ada William di sampingnya. Ya gagal sudah aku ingin mendapatkan foto mereka kembali, tapi bukan Adeeva jika mudah menyerah begitu saja. Aku akan terus mengikuti mereka, toh kini Prayoga sudah tidak terlalu menekanku untuk bisa mendapatkan berita kembali.Prayoga malah terlihat santai saja setelah kejadian siang itu, ya setelah ia menyatakan perasaannya kepada
Aku Alan, Gillian, Cipta dan Monica kami pergi bersama-sama dan herannya kenapa mereka tidak mengajak William juga. Memang alasannya adalah karena William harus disibukan dengan pekerjaan sehingga aku tidak tetap memaksanya untuk tetap ikut bersama kami. Padahal aku juga ingin dia bisa ikut bersama kami. “Sean, kenapa kok diam aja?” tanya Monica begitu kami sudah bersantai di salah satu café mal tujuan kami. “Eum, gak apa-apa kok,” jawabku cepat. “Pasti pak William kan? Udah Sean dia gak apa-apa, dia kan memang lagi sibuk sama pekerjaan.” Aku menarik nafas, “Apa gue terlihat berlebihan Mon, tapi kan gue cuma takut kehilang
Sebenarnya Monica sempat berkata ingin menemaniku untuk business trip ke Cina, tapi aku melarangnya mengingat statusnya kini sudah menjadi istri orang. Meski aku sendiri sudah cukup mengenal suami Monica, tapi tetap saja aku merasa tidak enak jika aku mengajaknya. Maka sebagai gantinya dia akan selalu mengingatkan aku untuk meminum obatku selama berada di Cina Setelah tiga hari aku sibuk dengan pekerjaanku yakni membahas tentang aplikasi terbaru buatan perusahaan kami yang kini bekerja sama dengan pembuat game asal Cina. Semua berjalan dengan baik, meski aku kembali teringat Sean dan aku mulai berpikir apakah aku tidak mencoba mencarinya di sini? Aku masih ingat bahwa ayahnya berasal dari sini, mungkinkah Sean kembali ke tanah kelahiran ayahnya?
Tiga tahun berlalu dan selama itu pula juga aku berada di Chongqing, memulai kehidupan baruku di tempat kelahiran ayahku. Dengan uang yang diberikan oleh Mr Wang, aku mewujudkan impianku untuk membuka sebuah restoran bakmi di dekat kawasan wisata Xiuhu Park. Memang untuk itu aku mengeluarkan uang yang cukup banyak, sehingga aku menambahkan dengan uang tabunganku sendiri. Namun semua pengorbananku tidak sia-sia, karena aku berhasil wujudkan impianku. Selama tiga tahun ini mencoba untuk mengikuti semua permintaan Mr Wang untuk tidak sekalipun muncul dihadapan William, menghilang begitu saja bahkan aku menghilang dari semua teman-temanku dulu. Hal ini aku lakukan semata-mata untuk William, agar dia bisa kembali kepada kelu
Akhirya sampai juga di part ini, ya ini adalah part terakhir yang postig di W*****d, jadi pembaca cerita saya di w*****d mungkin berpikir ini adalah endingnya. Tapi ini bukanlah ending yang sebenarnya. Ending yang sebenarnya ada chapter 28 dan memang tiga chapter selanjutnya hanya saya berikan kepada pembaca yang membeli versi novelnya. Dan untuk di sini tenang,para pembaca bisa membaca cerita ini sampai chapter 28 hanya cukup dengan membeli menggunakan koin. Jadi pembaca yang penasaran mohon ditunggu, chapter selanjutnya akan tetap di update setiap hari hingga tiga hari kedepan. Semoga suka dan jangan lupa boleh minta komentar serta vote ya. Terima kasih...
Semenjak kepergian Sean yang tiba-tiba itu sudah membuat Pak William seperti kehilangan separuh jiwanya. Meski kini dia memang kembali tetap bekerja seperti biasa dan kembali pada kedua orang tuanya, aku tidak melihat sosok pak William yang dulu begitu ceria ketika bersama Sean. Semuanya hilang bersama perginya sahabatku, Sean.Aku sendiri tidak tahu di mana keberadaan dia sekarang, apakah dia memang sudah meninggalkan negara ini atau memang masih berada di negara ini juga ? Dalam setahun belakangan ini Sean tidak pernah sekali pun mencoba menghubungiku atau pun Alan yang aku tahu adalah sahabat terbaiknya. Ia seakan memang ingin tidak ditemukan oleh siapa pun juga.Seperti hari-hari biasanya pak William datang ke kantor melakukan pekerjaannya seperti biasa, tapi kini terlihat sangat memprihatinkan. Tubuhnya kurus dan rambutnya
“Sean…. aku pulang,” panggilku seraya mengunci kembali pintu apartemen . Tapi aneh sekali, apartemen ini begitu sepi, di mana Sean? Bukankah tadi dia bilang tidak pergi hari ini? Kemudian aku melihat kamar tidur kami namun Sean masih tak ada juga. Tidak biasanya Sean seperti ini, tapi sudahlah aku akan menunggunya dulu. Aku lantas kembali ke ruang tv untuk menunggunya di sana. Hingga jam enam sore Sean belum kembali, ponselnya pun sudah beberapa kali kucoba hubungi tapi tidak bisa. Ponselnya mati, aku sudah mulai tidak bisa tenang lagi. Sean, kamu ke mana ? Tunggu-tunggu aku tidak boleh panik, kali-kali saja teman-tem
Perkataan ayah William benar-benar membuatku gamang, bagaimana bisa aku disuruh memilih antara meninggalkan orang yang aku cintai atau bertahan dengan orang itu tapi juga membuatnya terus menderitaku denganku? Egoku sendiri berkata masih ingin bersama William, orang yang aku cintai dan tidak mau jauh dengannya cuma melihat kenyataan bagaimana keadaan William belakangan ini, dia sepertinya benar-benar sudah berada di titik terendahnya dan belum lagi ancaman ayahnya. Itu semua benar-benar membuatku kebingungan harus mengambil jalan apa, apalagi aku pun bisa menilai ancaman ayah William sungguh-sungguh.“Sean… are you alright?” tanya William khawatir di atas tempat tidur usai kami makan malam.“
William akhirnya memutuskan untuk keluar dari kantor Gio juga, sesuai dengan apa yang dia katakan padaku pada waktu lalu. Aku benar-benar kasihan padanya, di saat dia mulai bangkit ada saja yang membuatnya kembali jatuh. Dia bilang ia memutuskan keluar dari tempat Gio karena ia tahu jika ia masih berada di sana, ia hanya menjadi masalah di perusahaan itu, sedangkan perusahaan itu masih harus tetap berjalan.Ia pun bilang padaku bahwa Gio sempat menahan agar dia jangan keluar dulu, hanya aku juga tahu bagaimana keras kepalanya William itu sehingga meski dengan berat hati Gio mengizinkan William keluar dari tempatnya. William pun bilang padaku bahwa ia mencoba lagi dan tidak mau meminta pertolongan dari temannya lagi, sebab ia merasa telah membuat temannya kesulitan karena masalahnya.Sementara aku hanya bisa memberikan dia seman
Hari pertama di kantorku lebih banyak kami habiskan dengan berkenalan dan saling berdiskusi mengenai proyek pertama yang aku ajukan kepada Gio. Yang sebenarnya semalaman ini aku kerjakan hingga membuatku kurang tidur. Tapi itu semua terbayar, mereka nampak suka dengan ide proyek yang kuajukan.Gio pun setuju bahwa kami akan memulai proyek ini secepatnya, tim kami pun sudah siap. Ya proyek ini adalah membuat game dating simulation, sebab kami tahu game seperti ini cukup diminati oleh para pengguna gadget saat ini. Tujuan kami sendiri adalah menarik para wanita muda hingga para remaja putri.