Perasaan gelisah yang telah dihadapi oleh Danilla selama berada di Unit apartemen Kiano. Mendadak perutnya terasa begitu sangat lapar. Seketika Danilla pun pergi ke dapur. Dia mencari beberapa bahan-bahan yang bisa diolah menjadi makanan. Dia membuka lemari es. Dia langsung mengambil daging yang disimpan di freezer dan beberapa bahan bumbu sebagai pelengkap lainnya. “Nasib!” Gumam Danilla. Danilla segera untuk memotong daging tipis-tipis. Dia membuat olahan serundeng daging. Dia ingat masakan buatan dari ibunya di kampung halaman. Kerinduan itu terasa begitu sangat dalam. “Kangen ibu,” kedua mata Danilla mulai berkaca-kaca, ketika dia mengiris tipis-tipis daging itu. Seketika air mata itu pun berlinang jatuh membasahi kedua pipinya. Setelah selesai membuat serundeng daging. Dia segera untuk menanak nasi di Magic Jar. Setelah semuanya matang, lalu Danilla menyajikannya di atas meja makan. Danilla langsung menikmati masakannya sendiri. Dia menghabiskan hampir dua piring karena dia
PLAK! Sebuah tamparan itu pun melesat begitu sangat kencang sekali hingga membuat pipi kanan Kiano merah dan panas. “Mama nggak nyangka kalau kamu bisa berbuat seperti ini kepada istrimu sendiri! Mama sudah peringatkan ke kamu, jauhi wanita jalang itu! Karena Mama nggak mau harga diri dari keluarga ini hancur gara-gara sikap kamu!” “Ma, tapi aku sangat mencintainya. Aku nggak bisa hidup tanpa dia. Karena dia juga Ibu dari anakku!” Joanna tersenyum kecut. “Mama nggak pernah peduli sama sekali, walaupun dia adalah ibu dari anakmu. Karena Mama tidak akan pernah sudi memiliki menantu wanita murahan seperti dia!” Joanna menekankan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. “Mama benar-benar sangat egois! Kenapa Mama ngebelain Vira terus dibandingkan dengan aku yang merupakan anak kandung mama?” Kiano tersenyum miris. "Kurang ajar kamu! Apa ini cara kamu berbicara dengan orang tua? Aku adalah ibumu yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkanmu! Tapi kamu bersikap seolah-olah tidak me
Danilla hanya bisa menatap cahaya senja di sore hari. Dia masih teringat tentang kisah masa lalunya. Senyuman itu masih membekas Di hatinya. Namun seberkas cahaya itu menjadi luka. Terdengar suara pintu yang terbuka. Kemudian Danilla memalingkan pandangannya ke arah pintu. Dia melihat dua orang pria yang berbeda generasi. “Apa itu mama?” Senyuman bocah laki-laki itu terlihat begitu sangat jelas. Bagaikan bunga kuncup yang mekar. Bahkan Danilla fokus ke arah bocah laki-laki itu. “Apakah dia anakku?” Gumam Danilla. Kedua mata Kiano berkaca-kaca, ketika menatap bocah laki-laki itu. Dia hanya mengagukan kepalanya. Kemudian bocah laki-laki itu pun bergegas berlari menghampiri Danilla. “Mama aku merindukanmu!” Seru bocah laki-laki itu sambil memeluk kaki kanan Danilla. Danilla hanya dia mematung. Bibirnya seakan bergetar. Kedua matanya berkaca-kaca. Lalu dia pun menekuk kedua lututnya agar tingginya sejajar. Dia memeluk bocah laki-laki itu dengan perasaan kerinduan yang mendalam berta
Vira tumbuhnya mulai kejang-kejang di rumah sakit. Dokter mulai melakukan pertolongan. Dibantu oleh tim medis lainnya.Di ruang tunggu terlihat Reihan yang cukup gelisah melihat kondisi Vira.“Kamu harus bertahan, Vir,” ucap Reihan.“Kamu harus bisa bertahan Vira. Karena aku yakin kamu bisa." Reihan mengucap kalimat itu sekali lagi. Dia berulang kali meyakinkan dirinya bahwa Vira akan baik-baik saja.Dokter di ruang ICU mulai melakukan tindakan terhadap Vira. Bahkan kedua mata Vira yang terlihat melotot ke atas. Tubuhnya yang masih kejang-kejang. Bahkan suhu tubuhnya demam tinggi. Detak jantungnya semakin melemah. Tekanan darahnya semakin menurun.Kegelisahan menyelimuti hati Reihan di luar. "Aku tidak akan pernah bisa diam saja begini. Dan aku akan membuat kalian membayarnya dengan tuntas!”*BRAK!Rayn terlihat begitu sangat marah sekali. Kedua matanya melotot ketika mengetahui nilai sahamnya merosot turun. Bahkan beberapa proyek-proyek dibatalkan oleh klien.“Dasar anak du
Danilla pun berjalan menuju ke ruang tamu. Lalu dia mulai menghampiri Kiano.“Mas, Aku mau ngobrol sama kamu.”“Soal?”“Mas, aku cuma mau ponselku kembali. Karena sudah dua hari ini aku tidak pulang ke apartemen Karen. Dia pasti khawatir dengan keadaanku. Aku janji nggak akan pergi lagi dari kamu.”Kedua mata Kiano membenci ke Danilla."Aku janji nggak bakalan pergi. Aku cuman ingin memberikan kabar kepada sahabatku. Mau bagaimanapun juga aku harus kasih tahu tentang keberadaanku. Aku mohon kali ini aja,” lanjut Danilla.Wajah datar Kiano. Lalu dia segera untuk menyodorkan ponsel milik Danilla. Dia mengambilnya dari laci dekat ruang tamu.“Makasih,” ucap Danilla.Danilla pun langsung pergi menuju ke kamarnya. Dia langsung segera menghubungi Karen.*Di unit apartemen, Karen yang merasa cemas dan sangat gelisah sekali. Dia bahkan belum mendapatkan balasan pesan dari Danilla.Drrrt...Ponsel Karen pun mulai berdering. Dia segera bergegas untuk mengambil ponselnya di atas mej
Mobil melesat begitu sangat cepat sekali menyapu jalanan Kota Jakarta. Wanita paruh baya itu yang terlihat begitu sangat bengis. Wajahnya yang terlihat penuh dengan amarah dan dendam.“Aku tidak akan pernah membiarkan cucuku jatuh ke tangan wanita murahan itu! Walaupun dia terlahir dari wanita murahan itu, tapi aku tidak akan pernah rela jika cucuku harus dididik dengan wanita seperti dia!”Di samping wanita itu terlihat bocah laki-laki yang sedang tertidur pulas. Semuanya itu berkat efek dari obat bius yang diberikan oleh beberapa bodyguard-nya.“Kamu tidak akan pernah bisa masuk ke keluargaku! Sampai kapanpun! Kamu bukan level dari keluarga Rayn!”Suasana yang terlihat begitu sangat tegang sekali. Wajah simetris dan tegang terlihat di wajah wanita itu. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya mulai merah menyala.*Di unit apartemen, Danilla yang merasa sangat bersalah sekali. Dia tidak bisa mencegah kepergian dari putranya sendiri. Dia hanya bisa meratapi nasibnya
Unit apartemen Kalibata pukul 05.00 sore, Kiano datang dengan wajah yang cukup lelah. Dia seharian mencari lowongan pekerjaan. Bahkan dia meminjam ke beberapa temannya sebagai modal membangun usaha.Kiano masuk ke dalam unit apartemennya. Lalu dia segera duduk di sofa ruang tamu. Dia menyandarkan punggungnya yang sedikit lelah. Kedua matanya yang terlihat begitu sangat redup. Dia mulai mengerutkan dahinya. Wajahnya yang terlihat begitu sangat masam.“Ternyata benar apa kata orang. Kalau lagi kere kayak gini, nggak ada temen pun yang mau minjemin duit sekalipun. Mereka bahkan pura-pura budek sekalipun!” Kesal Kiano dalam hati.Suara isak tangis yang terdengar samar-samar di telinga Kiano. Lalu dia segera untuk mencari sumber suara itu. Dia melangkahkan kedua kakinya ke ruang kamar. Dia melihat Danilla yang sedang menangis tersedu-sedu di balik pintu kamarnya.“Danilla?!”Kiano begitu sangat sigap sekali langsung memeluk Danilla begitu sangat erat. Lalu dia berusaha untuk menenangk
Pelukan hangat dari Kiano membuat Danilla semakin tenang. Dia merasakan kenyamanan dari sosok pria seperti Kiano.“Ya Allah. Kenapa hatiku terasa begitu sangat tenang ketika di dekatnya? Tapi aku tidak akan pernah mungkin untuk menyakiti wanita lain demi egoku kali ini. Ya Allah aku harus bagaimana? Apakah aku harus kembali pergi meninggalkan sosok pria seperti dia?” Danilla menggumam dalam hatinya."Aku tidak akan pernah bisa untuk melepaskan kamu kembali dalam kehidupanku. Bagiku kamu adalah bagian dari hidupku yang tidak akan pernah bisa mampu tergantikan oleh waktu.” Kiano menelan salivanya sendiri. Dia menggumam dalam hatinya sambil menepuk-nepuk punggung belakang Danilla. Dia juga sudah tidak mendengar isak tangis dari wanita itu.Danilla tertidur dalam pelukan kiano. Lalu Kiano membawa Danilla keranjang tempat tidur.Kiano langsung mengecup kening Danilla.“Selamat tidur bidadari hatiku. Aku akan terus mencintaimu setiap detik dan embusan nafasku. Bahkan aku tidak akan pernah m
Tubuh Vira mulai kejang-kejang. Seorang perawat pun langsung berlari meminta bantuan. Dokter pun datang langsung melakukan tindakan terhadap Vira.Detak jantung Vira berhenti seketika. Tekanan darahnya pun sudah menurun. Terlihat beberapa kali dokter melakukan tindakan untuk menstabilkan kondisi Vira."Pukul 05.00 sore. Tolong dicatat suster!” Ucap seorang dokter itu yang hanya bisa menghela nafas begitu berat. Bahkan dia berulang kali melakukan tindakan terhadap Vira.Perawat pun segera menutup dari kepala hingga ujung kaki menggunakan kain putih. Salah satu perawat pun keluar dari ruang ICU.“Bagaimana kondisi pasien?”Beberapa saat kemudian dokter pun datang. Wajahnya yang tampak begitu sangat kusam. Dokter itu mulai melepas kacamatanya sejenak. Dokter hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang begitu nanar.“Dok, apa yang terjadi dengan Vira?” Reihan menatap kedua sorot mata dokter yang menangani Vira.Dokter pun langsung memegang p
Pelukan hangat dari Kiano membuat Danilla semakin tenang. Dia merasakan kenyamanan dari sosok pria seperti Kiano.“Ya Allah. Kenapa hatiku terasa begitu sangat tenang ketika di dekatnya? Tapi aku tidak akan pernah mungkin untuk menyakiti wanita lain demi egoku kali ini. Ya Allah aku harus bagaimana? Apakah aku harus kembali pergi meninggalkan sosok pria seperti dia?” Danilla menggumam dalam hatinya."Aku tidak akan pernah bisa untuk melepaskan kamu kembali dalam kehidupanku. Bagiku kamu adalah bagian dari hidupku yang tidak akan pernah bisa mampu tergantikan oleh waktu.” Kiano menelan salivanya sendiri. Dia menggumam dalam hatinya sambil menepuk-nepuk punggung belakang Danilla. Dia juga sudah tidak mendengar isak tangis dari wanita itu.Danilla tertidur dalam pelukan kiano. Lalu Kiano membawa Danilla keranjang tempat tidur.Kiano langsung mengecup kening Danilla.“Selamat tidur bidadari hatiku. Aku akan terus mencintaimu setiap detik dan embusan nafasku. Bahkan aku tidak akan pernah m
Unit apartemen Kalibata pukul 05.00 sore, Kiano datang dengan wajah yang cukup lelah. Dia seharian mencari lowongan pekerjaan. Bahkan dia meminjam ke beberapa temannya sebagai modal membangun usaha.Kiano masuk ke dalam unit apartemennya. Lalu dia segera duduk di sofa ruang tamu. Dia menyandarkan punggungnya yang sedikit lelah. Kedua matanya yang terlihat begitu sangat redup. Dia mulai mengerutkan dahinya. Wajahnya yang terlihat begitu sangat masam.“Ternyata benar apa kata orang. Kalau lagi kere kayak gini, nggak ada temen pun yang mau minjemin duit sekalipun. Mereka bahkan pura-pura budek sekalipun!” Kesal Kiano dalam hati.Suara isak tangis yang terdengar samar-samar di telinga Kiano. Lalu dia segera untuk mencari sumber suara itu. Dia melangkahkan kedua kakinya ke ruang kamar. Dia melihat Danilla yang sedang menangis tersedu-sedu di balik pintu kamarnya.“Danilla?!”Kiano begitu sangat sigap sekali langsung memeluk Danilla begitu sangat erat. Lalu dia berusaha untuk menenangk
Mobil melesat begitu sangat cepat sekali menyapu jalanan Kota Jakarta. Wanita paruh baya itu yang terlihat begitu sangat bengis. Wajahnya yang terlihat penuh dengan amarah dan dendam.“Aku tidak akan pernah membiarkan cucuku jatuh ke tangan wanita murahan itu! Walaupun dia terlahir dari wanita murahan itu, tapi aku tidak akan pernah rela jika cucuku harus dididik dengan wanita seperti dia!”Di samping wanita itu terlihat bocah laki-laki yang sedang tertidur pulas. Semuanya itu berkat efek dari obat bius yang diberikan oleh beberapa bodyguard-nya.“Kamu tidak akan pernah bisa masuk ke keluargaku! Sampai kapanpun! Kamu bukan level dari keluarga Rayn!”Suasana yang terlihat begitu sangat tegang sekali. Wajah simetris dan tegang terlihat di wajah wanita itu. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya mulai merah menyala.*Di unit apartemen, Danilla yang merasa sangat bersalah sekali. Dia tidak bisa mencegah kepergian dari putranya sendiri. Dia hanya bisa meratapi nasibnya
Danilla pun berjalan menuju ke ruang tamu. Lalu dia mulai menghampiri Kiano.“Mas, Aku mau ngobrol sama kamu.”“Soal?”“Mas, aku cuma mau ponselku kembali. Karena sudah dua hari ini aku tidak pulang ke apartemen Karen. Dia pasti khawatir dengan keadaanku. Aku janji nggak akan pergi lagi dari kamu.”Kedua mata Kiano membenci ke Danilla."Aku janji nggak bakalan pergi. Aku cuman ingin memberikan kabar kepada sahabatku. Mau bagaimanapun juga aku harus kasih tahu tentang keberadaanku. Aku mohon kali ini aja,” lanjut Danilla.Wajah datar Kiano. Lalu dia segera untuk menyodorkan ponsel milik Danilla. Dia mengambilnya dari laci dekat ruang tamu.“Makasih,” ucap Danilla.Danilla pun langsung pergi menuju ke kamarnya. Dia langsung segera menghubungi Karen.*Di unit apartemen, Karen yang merasa cemas dan sangat gelisah sekali. Dia bahkan belum mendapatkan balasan pesan dari Danilla.Drrrt...Ponsel Karen pun mulai berdering. Dia segera bergegas untuk mengambil ponselnya di atas mej
Vira tumbuhnya mulai kejang-kejang di rumah sakit. Dokter mulai melakukan pertolongan. Dibantu oleh tim medis lainnya.Di ruang tunggu terlihat Reihan yang cukup gelisah melihat kondisi Vira.“Kamu harus bertahan, Vir,” ucap Reihan.“Kamu harus bisa bertahan Vira. Karena aku yakin kamu bisa." Reihan mengucap kalimat itu sekali lagi. Dia berulang kali meyakinkan dirinya bahwa Vira akan baik-baik saja.Dokter di ruang ICU mulai melakukan tindakan terhadap Vira. Bahkan kedua mata Vira yang terlihat melotot ke atas. Tubuhnya yang masih kejang-kejang. Bahkan suhu tubuhnya demam tinggi. Detak jantungnya semakin melemah. Tekanan darahnya semakin menurun.Kegelisahan menyelimuti hati Reihan di luar. "Aku tidak akan pernah bisa diam saja begini. Dan aku akan membuat kalian membayarnya dengan tuntas!”*BRAK!Rayn terlihat begitu sangat marah sekali. Kedua matanya melotot ketika mengetahui nilai sahamnya merosot turun. Bahkan beberapa proyek-proyek dibatalkan oleh klien.“Dasar anak du
Danilla hanya bisa menatap cahaya senja di sore hari. Dia masih teringat tentang kisah masa lalunya. Senyuman itu masih membekas Di hatinya. Namun seberkas cahaya itu menjadi luka. Terdengar suara pintu yang terbuka. Kemudian Danilla memalingkan pandangannya ke arah pintu. Dia melihat dua orang pria yang berbeda generasi. “Apa itu mama?” Senyuman bocah laki-laki itu terlihat begitu sangat jelas. Bagaikan bunga kuncup yang mekar. Bahkan Danilla fokus ke arah bocah laki-laki itu. “Apakah dia anakku?” Gumam Danilla. Kedua mata Kiano berkaca-kaca, ketika menatap bocah laki-laki itu. Dia hanya mengagukan kepalanya. Kemudian bocah laki-laki itu pun bergegas berlari menghampiri Danilla. “Mama aku merindukanmu!” Seru bocah laki-laki itu sambil memeluk kaki kanan Danilla. Danilla hanya dia mematung. Bibirnya seakan bergetar. Kedua matanya berkaca-kaca. Lalu dia pun menekuk kedua lututnya agar tingginya sejajar. Dia memeluk bocah laki-laki itu dengan perasaan kerinduan yang mendalam berta
PLAK! Sebuah tamparan itu pun melesat begitu sangat kencang sekali hingga membuat pipi kanan Kiano merah dan panas. “Mama nggak nyangka kalau kamu bisa berbuat seperti ini kepada istrimu sendiri! Mama sudah peringatkan ke kamu, jauhi wanita jalang itu! Karena Mama nggak mau harga diri dari keluarga ini hancur gara-gara sikap kamu!” “Ma, tapi aku sangat mencintainya. Aku nggak bisa hidup tanpa dia. Karena dia juga Ibu dari anakku!” Joanna tersenyum kecut. “Mama nggak pernah peduli sama sekali, walaupun dia adalah ibu dari anakmu. Karena Mama tidak akan pernah sudi memiliki menantu wanita murahan seperti dia!” Joanna menekankan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. “Mama benar-benar sangat egois! Kenapa Mama ngebelain Vira terus dibandingkan dengan aku yang merupakan anak kandung mama?” Kiano tersenyum miris. "Kurang ajar kamu! Apa ini cara kamu berbicara dengan orang tua? Aku adalah ibumu yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkanmu! Tapi kamu bersikap seolah-olah tidak me
Perasaan gelisah yang telah dihadapi oleh Danilla selama berada di Unit apartemen Kiano. Mendadak perutnya terasa begitu sangat lapar. Seketika Danilla pun pergi ke dapur. Dia mencari beberapa bahan-bahan yang bisa diolah menjadi makanan. Dia membuka lemari es. Dia langsung mengambil daging yang disimpan di freezer dan beberapa bahan bumbu sebagai pelengkap lainnya. “Nasib!” Gumam Danilla. Danilla segera untuk memotong daging tipis-tipis. Dia membuat olahan serundeng daging. Dia ingat masakan buatan dari ibunya di kampung halaman. Kerinduan itu terasa begitu sangat dalam. “Kangen ibu,” kedua mata Danilla mulai berkaca-kaca, ketika dia mengiris tipis-tipis daging itu. Seketika air mata itu pun berlinang jatuh membasahi kedua pipinya. Setelah selesai membuat serundeng daging. Dia segera untuk menanak nasi di Magic Jar. Setelah semuanya matang, lalu Danilla menyajikannya di atas meja makan. Danilla langsung menikmati masakannya sendiri. Dia menghabiskan hampir dua piring karena dia