Kesatria Luis pun memilih sembunyi, dia mengintip di balik karung. Menatap jeli ke arah pelayan Milea. Untuk memastikan dan meyakinkan hatinya. Kesatria Luis menyuruh seorang wanita menarik jubah hitam yang menutupi kepalanya itu dan sekali lagi, Kesatria Luis tercengang. Wanita itu benar-benar pelayan Milea, pelayan Nyonya kedua kediaman Duke.
kesatria Luis memilih mendekat, dia ingin mendengarkan percakapan pelayan Milea dan orang suruhannya itu.
"Maaf Nyonya, maaf saya salah orang, saya kira nyonya adik saya."
Pelayan Milea mendengus kesal, bisa saja akan ada orang yang mengenalinya dan rencananya akan gagal total. "Sudah tidak apa-apa, lain kali berhati-hati." Pelayan Milea kembali melihat ke depan. Dia mengabaikan wanita yang memunguti tomatnya itu, fokusnya hanya pada Duke Cristin dan yang lainnya, namun yang di cari malah menghilang.
"Kenapa aku bisa teledor sih? Seperti ini kan."
P
"Dan saya takut, Duchess akan mengambilnya. Bukankah tujuan Duchess ingin membawa mereka. Kediaman Duke membutuhkan pewaris sah." Viola membenarkan perkataan pelayan Milea, dia akan mempertahankan apa yang sudah menjadi miliknya. Masa bodoh dengan perjanjian itu, dia tidak peduli lagi. OekOek "Nyonya sepertinya mereka haus," ujar pelayan Milea. Viola langsung berlari dan menghampiri putranya yang menangis itu di ikuti pelayan Milea. "Aku harus mengatakan ini pada tuan, tuan pasti senang," ujar Kesatria Luis meleset pergi. Dia pun menunggangi kudanya yang tak jauh dari sana. Selama di perjalanan, Kesatria Luis tidak berhenti sedikit pun. Seakan tubuhnya tidak perlu energi, sekedar minum atau makan. Baginya, informasi kali ini lebih penting dari kesehatannya sendiri. Sesampainya di kediaman Duke, Kesatria Luis langsung turun. Dia menyerahkan tali kudanya pada salah satu pengawal yang menghampirinya. "Dimana tuan?" "Tuan ada d
Sepanjang malam Duke Cristin berdiri di balkom sembari menyilangkan kedua tangannya di belakang punggungnya. Semua yang di alami oleh Viola karena semua kesalahannya. Memilih melihat dan menjaga dari jauh karena ia tidak mampu berhadapan langsung dengan Viola."Tuan." Duke Cristin sedikit menoleh, kemudian melihat matahari yang mulai nampak memancarkan cahaya keemasannya.Sudah pagi, itu artinya sebentar lagi dia sudah berangkat."Saya sudah menyiapkan semuanya."Duke Cristin memutar tubuhnya. "Apa kamu sudah tahu? Apa yang harus kamu lakukan?!""Iya Tuan,""Semuanya sudah siap Tuan," ujar Kesatria Luis."Tunggulah di luar, aku akan segera menyusul kalian." Perintah Duke Cristin.Selang beberapa saat, Duke Cristin telah bersiap-siap. Dia pun turun dan melihat Eryk di tangga terakhir. "Ayah, ayah mau kemana?""Eryk, maaf Ayah ada urusan di luar.""Duke mau kemana?" Sambar Duchess Lilliana yang tiba-tiba muncul dari
"Apa yang ingin kamu lakukan? Kamu jangan memaksanya dan membuat Viola tahu semuanya."Duke Cristin tak ingin mengambil resiko. Lebih baik dia melihat dari jauh dari pada harus kehilangan mereka kembali."Dia akan datang sebagai pelayan yang membantu nyonya, sesuai permintaan Baginda, tapi kali ini. Bagaimana kalau kita merekayasa? Saya akan menyuruh Emma pura-pura pingsan, seperti rencana awal, tapi kali ini. Kita jangan menggunakan Emma menjadi pelayan tapi memiliki seorang bisnis. Dengan begitu, semuanya akan sesuai dengan rencana Tuan. Kita hanya perlu melakukan rencana berikutnya yaitu membuat Nyonya ikut ke kota dan bersama Emma. Tuan bisa lebih leluasa bertemu dengan kedua putra Tuan," ujar Kesatria Luis. Kali ini rencana yang awalnya mereka susun. Harus ia susun kembali untuk mempermudahkan majikannya menemui ke dua buah hatinya."Duke Cristin tersenyum, ia bangga memiliki bawahan seperti Kesatria Luis. Tidak sia-sia menjadikan Kesatria untuk kedia
Seminggu telah berlalu, Emma sangat antusias dan siap siaga menjaga dua baby boy sang majikan. Rencananya sangat lancar tanpa hambatan apapun, dengan mudahnya sang majikan mempercayainya, bahkan menganggapnya seperti kelurga.Kali ini dia akan mengutarakan maksudnya dan tujuannya, dia ingin membawa Viola dan pelayannya ke kota bersamanya. Rasanya dia sudah cukup meyakinkan mereka."Nyonya!""Jangan panggil aku Nyonya, panggil saja aku kakak," ujar Viola. Sudah berulang kali dia mengatakan pada Emma agar memanggilnya kakak, bukan embel-embel nyonya.Emma merasa tak nyaman, mana mungkin dia memanggil majikannya dengan sebutan kakak. Duke Cristin pasti memenggal kepalanya."Begini nyonya, saya ingin membawa nyonya ke kota dan Mia. Anggap saja sebagai balas budi dan nyonya sudah menganggap saya sebagai saudaranya nyonya, saya kesepian di kota nyonya," ujar Emma. Dia pura-pura menangis dan meng
Di rasa sudah tenang, Duke Cristin meletakkan baby Jasper ke keranjang bayi itu. Dia mengayunkan dengan pelan dan melihat mata itu mulai terpenjam. Duke Cristin mendekat, dia memberikan kecupan terindahnya di dahi sang putra.Melihat kedua putranya kembali tidur, Duke Cristin memejamkan matanya seraya menguap.Duke Cristin merenggangkan otot-otot tubuhnya, kemudian menaiki ranjang Viola. Dia menarik selimut itu sampai ke dadanya, lalu melingkarkan tangan kanannya ke perut Viola. menyandarkan kepalanya ke bahu Viola.Aroma mawar yang menenangkan, dia sangat suka aroma itu dan perlahan kedua matanya terpenjam.Di tempat lain.Duchess tak bisa tidur, dia memilih keluar untuk mengurangi beban pikirannya yang terus saja memikirkan Duke Cristin yang tidak pulang. Dia khawatir dan gelisah, takut terjadi sesuatu pada suaminya itu."Aku ingin ke kota. Siapkan kereta!" Perintah Duchess Lilliana. Sudah cukup dia melihat taman bunga di depan dan samping r
Benarkah? Benarkah? Benarkah?Pikiran Duchess Lilliana semakin kacau, mengusap bibirnya yang gemetar, air matanya mengalir tanpa memikirkan waktu. Perkataan Duke Aland menembus ulu hatinya. Beberapa pertanyaan tentang dirinya sendiri mulai berputar di otaknya."Apa aku egois? Tapi, aku, aku hanya ingin mempertahankan apa yang jadi milik ku."Duchess Lilliana membalikkan tubuhnya, dia melangkah dan kemudian berbalik lagi. Seolah kaki tak pernah lelah melangkah mondar-mandir."Apa aku salah? Apa aku egois? Apa aku harus iklas. Duke, suami ku sendiri bersikap acuh pada ku dan sahabat ku, dia memutuskan hubungannya dengan ku karena aku egois.""Aku salah, aku salah."Duchess Lilliana menghapus air matanya. "Apa aku suruh saja Viola pulang? Apa dengan begitu mereka akan memaafkan ku."Duchess Lilliana membuka pintu kamarnya, dia bertanya pada pelayan yang berjaga di luar. "Apa Duke sudah pulang?""Belum nyonya."
"Ayah!" Teriak Anak kecil. Dia berlari menuruni tangga, tidak sabar ingin mengatakan kondisi tentang sang ibu."Ayah! Ayah dari mana saja? Ibu, Ayah... " Eryk menunduk, sudah berhari-hari ibunya bagaikan mayat hidup."Ada apa dengan ibu mu?" Tanya Duke Cristin. Sejak meninggalkan Viola, dia sering berhenti di penginapan atau Restaurant karena malas untuk pulang. Hatinya tidak rela berpisah dengan Viola. Ia ingin kembali, namun keadaan tidak memungkinkan."Sebenarnya ada apa?"Eryk mulai menceritakan semuanya, Duke Cristin merasa bersalah sudah meninggalkan istrinya terlalu lama. "Ayo! Ayah akan menemui ibu mu."Eryk menggenggam tangan Duke Cristin. Kedua laki-laki berbeda umur itu mulai menaiki tangga. Sampai di kamar Duchess Lilliana. Duke Cristin membuka pintu itu, memasuki kamar yang sudah lama tidak ia pijaki."Duchess! Ada apa dengan mu?"Duke Cristin duduk di sisi ranjang. Ia mengelus pipi Duchess Lilliana, membuat s
Argh!!!Duke Cristin menjambak rambutnya dengan kasar. Marah, kecewa, sedih, semuanya campur aduk di hatinya. Ia seperti orang bodoh yang berjalan kaki di tengah malam, semua hidupnya hancur. Benar hancur, bahkan tidak tersisa.Duke Cristin terduduk di tanah, semuanya terasa seperti racun yang perlahan membuat tubuhnya tidak berdaya. Desiran angin malam menghembus tubuhnya."Aku benci semua ini."Selama ini Duchess telah mempermainkannya dengan Viola. Ia berjanji, tidak akan memaafkannya. Karena wanita itu, ia kehilangan seorang wanita yang berharga."Ini semua salahnya, aku membenci."Kesatria Luis memejamkan matanya, ia lebih memilih kemarahan Duke daripada melihat tangisannya."Tidak, Tuan. Jangan membenci Duchess. Sepertinya Duchess menyesalinya.""Menyesal tidak ada artinya, apa dia bisa mengembalikan Viola dan kedua putra ku?" Duke Cristin meremas tanah di hadapannya. "Dia tidak bisa, wanita yang selama ini aku bangga
Seusai makan malam, Duke Cristin mengantarkan Viola ke kamarnya. Kedua berjalan dengan rasa canggung tanpa menimbulkan suara."Selamat malam Vio.."Duke Cristin tersenyum dan hendak pergi. Namun sebuah tangan menghentikannya. "Apa Duke tidak tidur di kamar ini? Maksudnya kita tidur bersama."Seulas senyum muncul di kedua sudut bibir Duke Cristin. Ia lalu menoleh dan mengelus tangan Viola yang sedang memegangnya. Duke Cristin memeluk Viola, mendekapnya dengan erat. Menumpahkan tangisannya ke bahunya. Tubuhnya bergetar di irikan isakannya."Aku mencintai mu, Viola. Sangat! Sangat mencintai mu. Demi apapun, akan aku lakukan."Dalam sekali kedipan, buliran bening itu mengalir deras. "Viola." Hatinya sangat sakit mengingat semua perlakuannya.Demi membentengi hatinya, ia menyakiti wanita yang rela untuk Duchess dan dirinya, tapi ia tidak pernah tahu, bahagiakan dia? Seharusnya ia menanyakannya. "Viola."Viola melerai pelukannya, meng
Viola menatap ke arah langit, buliran salju turun mengenai wajahnya.Duke Cristin yang melihatnya dari jauh pun menghampirinya, tangannya bergerak membuang buliran salju yang mengenai pipi kanannya."Duke."Duke Cristin menahan air matanya, wanita yang berdiri di hadapannya, wanita yang dulunya ia abaikan demi Duchess, mencoba membencinya karena takut akan ada hati yang terluka. Namun perasaan itu tumbuh dan semakin tumbuh, sehingga ia tidak bisa mengabaikannya dan malah ingin menggenggamnya.Diam-diam ia mencintai wanita itu, mengorbankan perasaannya demi seorang wanita, tapi sekarang ia bahagia sangat bahagia. Meskipun ia tidak ingin Duchess pergi, karena bagaimana pun juga. Wanita itulah yang hadir untuk pertama kalinya dalam hidupnya."Terima kasih telah bersedia kembali."Viola diam, ia masih belum memberitahukan. Bahwa hatinya telah menerima Duke. Ia ingin tahu, seberapa besar cinta sang Tuan Duke padanya."Ya,
Viola mengetuk pintu Javier, ia mengetuk dengan hati-hati. "Sayang."Tidak ada sahutan, Viola memberanikan diri memasuki ruangan itu.Diedarkannya pandangannya itu ke seluruh ruangan, namun tidak menemukan sosok yang ia cari. Hingga pandangannya melihat gorden yang terombang-ambing terbawa angin."Sayang...""Jangan memohon, Bu. Ibu tahu, aku tidak bisa melihat air mata Ibu. Aku tidak bisa.... "Viola berusaha menahan air matanya. "Apa yang harus ibu lakukan, Sayang?""Apa Ibu masih mencintai Ayah?""Ibu tidak tahu, yang ibu tahu. Ibu masih kecewa. Bisakah kami egois menginginkan orang tua bersama. Bisakah kami egois menginginkan Ibu dan Ayah bersama, kita lalui bersama."DegViola tersenyum, berusaha meyakinkan hatinya. "Ibu akan menuruti mu, ibu akan berusaha menerima Ayah mu."Javier seketika memutar tu
Duke Cristin semakin terpukul, sangat jelas Viola menolaknya dan hal itu membuat Duke Aland tertawa sinis."Viola apa maksud mu? Kita belum bercerai dan tidak ada kata cerai di antara kita." Duke Cristin mengalihkan pandangannya. "Lebih baik kalian pergi, kalian tidak di undang di sini.""Aku memiliki urusan, aku tidak bisa menemani kalian," ujar Viola dengan halus. Ia tidak mau menyinggunga keduanya.Lagi-lagi Viola membuatnya cemburu, perkataan Viola yang halus membuat cemburu. "Viola."Viola berdiri, ia memilih pergi dari pada harus mendengarkan perkataan Duke."Tunggu Duke!" Cegah Duke Aland. "Sebaiknya Duke menjauh dari Nyonya Viola.""Apa maksud mu?" Duke Cristin menarik kerah baju Duke Aland, kemudian melepaskannya dengan kasar. "Dan kamu, kamu hanyalah masa lalu atau mantan kekasih Viola. Dia sekarang adalah istri ku, jadi jangan mengganggunya lagi." Duke Cristin menatap laki-laki di samping Duke Aland. Peringatan tegasnya membuat la
Sepanjang malam Viola memikirkan perkataan Eryk, sebuah surat yang berada di tangannya. Memikirkan nama Jasper dan Javier."Apa aku kembali saja?""Tapi rasanya."Tak terasa sinar matahari mulai memasuki kaca jendela, Viola masih tak bergeming di kursinya, lelah berdiri. Ia memilih untuk duduk.TokTokTok"Nyonya sarapan sudah siap," ujar Milea.Viola pun mendekati pintu, ia keluar dengan hati tak karuan. Duduk di tengah-tengah kedua putranya, di raihnya susu di sampingnya itu, dalam sekali teguk, susu itu pun tandas tanpa tersisa."Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ibu?" Tanya Javier. Mungkin karena sosok ayahnya yang datang dan mengganggu pikiran ibu. Ia sudah tahu semuanya, Duke Cristin adalah Ayahnya dan Eryk adalah kakak angkatnya.Sejujurnya ia sangat ingin memiliki keluarga lengkap, tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak akan memaksa keinginan sang ibu. Kebahagiaan ibunya adalah kebahagiaannya.E
Duke Cristin memegang pergelangan tangan laki-laki di sampingnya, kedua ekor matanya pun melirik laki-laki itu.Ia ingat betul, sebelum menikahi Viola. Ia sudah menyelidiki semua identitas Viola termasuk kekasihnya."Lepaskan tangan anda dari istri ku."Laki-laki itu langsung melepaskan tangannya. Namun sorot matanya mengisyaratkan permusuhan yang mendalam."Vio, bisakah kita bicara." Pinta laki-laki itu memohon."Apa maksud anda?" Duke Cristin berpindah tempat. Dia menjajarkan tubuhnya dengan tubuh Viola. Kemudian merangkul pinggangnya. "Viola adalah istri ku, jadi anda harus meminta ijin pada ku, tapi aku tidak mengijinkannya."Duke!"Viola menggoyangkan bahu kanannya agar Duke Cristin memundurkan tubuhnya. Ia merasa risih dengan lirikan orang."Sayang, apa kamu merasa malu? Emm baiklah, aku akan meminta jatah pada mu nanti malam. Kamu ingat kan, nanti malam janji mu.""Duke!""Ah, iya. Aku tahu, jangan ma
Sinar matahari mulai menembus kaca. Menerpa wajah seorang wanita yang tengah berdiri di depan kaca jendela itu, matanya lurus melihat ke halaman depan seolah pikirannya terbang entah kemana.TokTokTok"Nyonya."Panggilan itu belum membuyarkan lamunannya. Ia tetap melihat ke depan. Hingga ketukan entah berapa kalinya. Kedua matanya langsung berkedip.Ah"Iya Milea."Langkah kakinya bergegas menuju ke arah pintu. "Ada apa?" Ia melihat seorang wanita yang turut membohonginya tengah berdiri dan tampak ragu mengucapkan sesuatu."Katakan saja, aku tidak marah pada mu, walaupun aku cukup kecewa pada mu.""It-""Itu....""Di luar ada Tuan Duke, Nyonya."Viola menatap ke atas, kemudian menghembuskan nafas dari mulutnya. "Baiklah, aku akan menemuinya," ujarnya bergegas pergi. Semal
Viola diam seribu bahasa, Duke Cristin pun berharap Viola mau menerimanya kembali."Tolong pikirkan Viola, ini permintaan dari Duchess."Otak Viola tak bisa berfikir, kejadian ini sangat mengejutkan baginya. Ia pun langsung pergi dengan membawa surat itu, melipatnya kembali, lalu Memasuki Restaurant tadi, terlihat kedua putranya berbincang dengan laki-laki yang tadi bersama Duke Cristin."Nyonya Viola."Viola menatap ringan, ia pun langsung melihat ke arah kedua putranya. "Ayo pulang!""Kakak aku pulang."Aronz tersenyum, ia mengelus kepala Jasper. "Lain waktu kita akan bertemu kembali.""Iya kak." Tangan kanannya beralih mengelus kepala Javier.Viola meraih kedua tangan putranya. Sampai di ambang pintu Restaurant. Mereka kembali berpapasan dengan Duke Cristin."Aku harap kamu jangan memarahinya."Viola kembali melanjutkan langkah kedua kakinya.Sesampainya di kediamannya. Ia melihat Milea dan E
Sebelumnya alurnya memang author pengen gak balikin, tapi melihat karya orang lain banyak yang balik ada juga yang enggak jadi author putuskan milih yang balik saja.Lima Tahun Kemudian...Duke Cristin tak pernah lelah melihat sebuah lukisan yang terpanjang indah di ruangannya, salah satunya wanita pertama dan kedua. Salah satunya memiliki peran di hati Duke Cristin.Selama Lima Tahun ini, ia hanya bisa menatap dalam-dalam kedua lukisan itu. Duchess Lilliana yang pada akhirnya meninggal sebelum ia membawa Viola kembali dan ini janji terakhirnya."Maafkan aku Duchess, tapi aku berjanji akan membawa Viola kembali."Sebelum Duchess pergi, ia sudah memberi tahukan, bahwa ia dan Viola sudah memiliki anak. Duchess sangat bahagia dan saat itu, Eryk pun juga tahu.Laki-laki yang sudah berumur 10 tahun itu juga berjanji pada Duchess, akan membawa nyonya Viola dan kedua putranya.