"Apa yang ingin kamu lakukan? Kamu jangan memaksanya dan membuat Viola tahu semuanya."
Duke Cristin tak ingin mengambil resiko. Lebih baik dia melihat dari jauh dari pada harus kehilangan mereka kembali.
"Dia akan datang sebagai pelayan yang membantu nyonya, sesuai permintaan Baginda, tapi kali ini. Bagaimana kalau kita merekayasa? Saya akan menyuruh Emma pura-pura pingsan, seperti rencana awal, tapi kali ini. Kita jangan menggunakan Emma menjadi pelayan tapi memiliki seorang bisnis. Dengan begitu, semuanya akan sesuai dengan rencana Tuan. Kita hanya perlu melakukan rencana berikutnya yaitu membuat Nyonya ikut ke kota dan bersama Emma. Tuan bisa lebih leluasa bertemu dengan kedua putra Tuan," ujar Kesatria Luis. Kali ini rencana yang awalnya mereka susun. Harus ia susun kembali untuk mempermudahkan majikannya menemui ke dua buah hatinya."
Duke Cristin tersenyum, ia bangga memiliki bawahan seperti Kesatria Luis. Tidak sia-sia menjadikan Kesatria untuk kedia
Seminggu telah berlalu, Emma sangat antusias dan siap siaga menjaga dua baby boy sang majikan. Rencananya sangat lancar tanpa hambatan apapun, dengan mudahnya sang majikan mempercayainya, bahkan menganggapnya seperti kelurga.Kali ini dia akan mengutarakan maksudnya dan tujuannya, dia ingin membawa Viola dan pelayannya ke kota bersamanya. Rasanya dia sudah cukup meyakinkan mereka."Nyonya!""Jangan panggil aku Nyonya, panggil saja aku kakak," ujar Viola. Sudah berulang kali dia mengatakan pada Emma agar memanggilnya kakak, bukan embel-embel nyonya.Emma merasa tak nyaman, mana mungkin dia memanggil majikannya dengan sebutan kakak. Duke Cristin pasti memenggal kepalanya."Begini nyonya, saya ingin membawa nyonya ke kota dan Mia. Anggap saja sebagai balas budi dan nyonya sudah menganggap saya sebagai saudaranya nyonya, saya kesepian di kota nyonya," ujar Emma. Dia pura-pura menangis dan meng
Di rasa sudah tenang, Duke Cristin meletakkan baby Jasper ke keranjang bayi itu. Dia mengayunkan dengan pelan dan melihat mata itu mulai terpenjam. Duke Cristin mendekat, dia memberikan kecupan terindahnya di dahi sang putra.Melihat kedua putranya kembali tidur, Duke Cristin memejamkan matanya seraya menguap.Duke Cristin merenggangkan otot-otot tubuhnya, kemudian menaiki ranjang Viola. Dia menarik selimut itu sampai ke dadanya, lalu melingkarkan tangan kanannya ke perut Viola. menyandarkan kepalanya ke bahu Viola.Aroma mawar yang menenangkan, dia sangat suka aroma itu dan perlahan kedua matanya terpenjam.Di tempat lain.Duchess tak bisa tidur, dia memilih keluar untuk mengurangi beban pikirannya yang terus saja memikirkan Duke Cristin yang tidak pulang. Dia khawatir dan gelisah, takut terjadi sesuatu pada suaminya itu."Aku ingin ke kota. Siapkan kereta!" Perintah Duchess Lilliana. Sudah cukup dia melihat taman bunga di depan dan samping r
Benarkah? Benarkah? Benarkah?Pikiran Duchess Lilliana semakin kacau, mengusap bibirnya yang gemetar, air matanya mengalir tanpa memikirkan waktu. Perkataan Duke Aland menembus ulu hatinya. Beberapa pertanyaan tentang dirinya sendiri mulai berputar di otaknya."Apa aku egois? Tapi, aku, aku hanya ingin mempertahankan apa yang jadi milik ku."Duchess Lilliana membalikkan tubuhnya, dia melangkah dan kemudian berbalik lagi. Seolah kaki tak pernah lelah melangkah mondar-mandir."Apa aku salah? Apa aku egois? Apa aku harus iklas. Duke, suami ku sendiri bersikap acuh pada ku dan sahabat ku, dia memutuskan hubungannya dengan ku karena aku egois.""Aku salah, aku salah."Duchess Lilliana menghapus air matanya. "Apa aku suruh saja Viola pulang? Apa dengan begitu mereka akan memaafkan ku."Duchess Lilliana membuka pintu kamarnya, dia bertanya pada pelayan yang berjaga di luar. "Apa Duke sudah pulang?""Belum nyonya."
"Ayah!" Teriak Anak kecil. Dia berlari menuruni tangga, tidak sabar ingin mengatakan kondisi tentang sang ibu."Ayah! Ayah dari mana saja? Ibu, Ayah... " Eryk menunduk, sudah berhari-hari ibunya bagaikan mayat hidup."Ada apa dengan ibu mu?" Tanya Duke Cristin. Sejak meninggalkan Viola, dia sering berhenti di penginapan atau Restaurant karena malas untuk pulang. Hatinya tidak rela berpisah dengan Viola. Ia ingin kembali, namun keadaan tidak memungkinkan."Sebenarnya ada apa?"Eryk mulai menceritakan semuanya, Duke Cristin merasa bersalah sudah meninggalkan istrinya terlalu lama. "Ayo! Ayah akan menemui ibu mu."Eryk menggenggam tangan Duke Cristin. Kedua laki-laki berbeda umur itu mulai menaiki tangga. Sampai di kamar Duchess Lilliana. Duke Cristin membuka pintu itu, memasuki kamar yang sudah lama tidak ia pijaki."Duchess! Ada apa dengan mu?"Duke Cristin duduk di sisi ranjang. Ia mengelus pipi Duchess Lilliana, membuat s
Argh!!!Duke Cristin menjambak rambutnya dengan kasar. Marah, kecewa, sedih, semuanya campur aduk di hatinya. Ia seperti orang bodoh yang berjalan kaki di tengah malam, semua hidupnya hancur. Benar hancur, bahkan tidak tersisa.Duke Cristin terduduk di tanah, semuanya terasa seperti racun yang perlahan membuat tubuhnya tidak berdaya. Desiran angin malam menghembus tubuhnya."Aku benci semua ini."Selama ini Duchess telah mempermainkannya dengan Viola. Ia berjanji, tidak akan memaafkannya. Karena wanita itu, ia kehilangan seorang wanita yang berharga."Ini semua salahnya, aku membenci."Kesatria Luis memejamkan matanya, ia lebih memilih kemarahan Duke daripada melihat tangisannya."Tidak, Tuan. Jangan membenci Duchess. Sepertinya Duchess menyesalinya.""Menyesal tidak ada artinya, apa dia bisa mengembalikan Viola dan kedua putra ku?" Duke Cristin meremas tanah di hadapannya. "Dia tidak bisa, wanita yang selama ini aku bangga
Waktu terus mengalir, Viola menjalankan hari-harinya dengan penuh warna. Walaupun ada sekelibat warna hitam di hatinya.Viola menjalankan hari-harinya dengan menjadi ibu rumah tangga sekaligus sebagai seorang ayah untuk kedua putranya. Namun anehnya, ia selalu merasa Duke Cristin berada di dekatnya. Walaupun rasanya tidak mungkin."Nyonya."Milea mendekat, tidak mudah bagi majikannya menerima semuanya. Hatinya, ia merasa bersalah pada Viola yang tidak menceritakan semuanya.Apa aku ceritakan saja padanya, tapi bagaimana kalau Nyonya merasa bersalah."Apa nyonya merasa sedih atau merindukan..""Aku boleh jujur,"Milea mengangguk yakin, matanya menatap kedua mata Viola yang berkaca-kaca."Aku merindukannya."Milea melirik dengan wajah menunduk, hatinya seperti di tusuk. Majikannya merindukan Duke, bagaimana jika keb
Detak jantungnya seperti gendrang, dadanya naik turun, nafasnya terasa panas, seperti sebuah benda panas yang menghantam."Du-duke."Laki-laki yang pernah ia cintai, pernah melalui bersama, manisnya kehidupan dan pahitnya kehidupan.Seorang laki-laki yang mencintai wanita lain, tapi melibatkan kehidupannya. Seolah kehidupannya tidak berarti apa-apa.Setiap langkahnya mendekat, ada desiran aneh di hatinya."Vio.... "Duke Cristin semakin mendekat, ia merasakan keterkejutan, kekecewaan dan kesedihan yang mendalam."Vioo..."Duke Cristin menatap tangan yang meremas kain pembungkus tubuh bayi mungil di tangannya."Apa yang kamu lakukan Vio?"Seketika Viola tersadar, karena merasakan debaran hebat, tanpa ia sadari tangannya meremas kain pembungkus Javier.Viola memalingkan wajahnya, ia belum sanggup menerima semuanya. "Ini mimpi," ujarnya dengan bibir yang bergetar."Dia tidak ada di sini."
"Ternyata selama ini, Duchess memang ingin memisahkan kita."Sontak Viola berkerut, bukankah Duchess sangat baik padanya. Kenapa ingin memisahkannya dengan Duke?"Apa maksud Duke?"Duke Cristin melerai pelukannya, ia merangkup kedua pipi Viola. "Dia cemburu, itu mungkin, tapi semuanya sudah tidak berarti lagi. Duchess yang menginginkan kita menikah dan memilik anak, tapi lambat laun dia juga yang ingin memisahkan kita. Apa kamu tahu? Ternyata Duchess ingin berkerja sama dengan Duke Aland untuk memisahkan kita. Aku baru tahu faktanya beberapa tahun yang lalu, aku langsung mendatangi Duke Aland. Aku menghormatinya dan menghargainya, tapi apa yang dia perbuat? Dia mempermainkan perasaan ku, bukan hanya aku, kamu dan kedua putra kita. Kamu mengalah demi dia bukan, mari kita bersama Vio.. Kita buat keluarga baru dan memulai kehidupan kita.""Aku tidak bisa!" Tolak Viola. Bukan karena ia tidak ingin memberikan k
Seusai makan malam, Duke Cristin mengantarkan Viola ke kamarnya. Kedua berjalan dengan rasa canggung tanpa menimbulkan suara."Selamat malam Vio.."Duke Cristin tersenyum dan hendak pergi. Namun sebuah tangan menghentikannya. "Apa Duke tidak tidur di kamar ini? Maksudnya kita tidur bersama."Seulas senyum muncul di kedua sudut bibir Duke Cristin. Ia lalu menoleh dan mengelus tangan Viola yang sedang memegangnya. Duke Cristin memeluk Viola, mendekapnya dengan erat. Menumpahkan tangisannya ke bahunya. Tubuhnya bergetar di irikan isakannya."Aku mencintai mu, Viola. Sangat! Sangat mencintai mu. Demi apapun, akan aku lakukan."Dalam sekali kedipan, buliran bening itu mengalir deras. "Viola." Hatinya sangat sakit mengingat semua perlakuannya.Demi membentengi hatinya, ia menyakiti wanita yang rela untuk Duchess dan dirinya, tapi ia tidak pernah tahu, bahagiakan dia? Seharusnya ia menanyakannya. "Viola."Viola melerai pelukannya, meng
Viola menatap ke arah langit, buliran salju turun mengenai wajahnya.Duke Cristin yang melihatnya dari jauh pun menghampirinya, tangannya bergerak membuang buliran salju yang mengenai pipi kanannya."Duke."Duke Cristin menahan air matanya, wanita yang berdiri di hadapannya, wanita yang dulunya ia abaikan demi Duchess, mencoba membencinya karena takut akan ada hati yang terluka. Namun perasaan itu tumbuh dan semakin tumbuh, sehingga ia tidak bisa mengabaikannya dan malah ingin menggenggamnya.Diam-diam ia mencintai wanita itu, mengorbankan perasaannya demi seorang wanita, tapi sekarang ia bahagia sangat bahagia. Meskipun ia tidak ingin Duchess pergi, karena bagaimana pun juga. Wanita itulah yang hadir untuk pertama kalinya dalam hidupnya."Terima kasih telah bersedia kembali."Viola diam, ia masih belum memberitahukan. Bahwa hatinya telah menerima Duke. Ia ingin tahu, seberapa besar cinta sang Tuan Duke padanya."Ya,
Viola mengetuk pintu Javier, ia mengetuk dengan hati-hati. "Sayang."Tidak ada sahutan, Viola memberanikan diri memasuki ruangan itu.Diedarkannya pandangannya itu ke seluruh ruangan, namun tidak menemukan sosok yang ia cari. Hingga pandangannya melihat gorden yang terombang-ambing terbawa angin."Sayang...""Jangan memohon, Bu. Ibu tahu, aku tidak bisa melihat air mata Ibu. Aku tidak bisa.... "Viola berusaha menahan air matanya. "Apa yang harus ibu lakukan, Sayang?""Apa Ibu masih mencintai Ayah?""Ibu tidak tahu, yang ibu tahu. Ibu masih kecewa. Bisakah kami egois menginginkan orang tua bersama. Bisakah kami egois menginginkan Ibu dan Ayah bersama, kita lalui bersama."DegViola tersenyum, berusaha meyakinkan hatinya. "Ibu akan menuruti mu, ibu akan berusaha menerima Ayah mu."Javier seketika memutar tu
Duke Cristin semakin terpukul, sangat jelas Viola menolaknya dan hal itu membuat Duke Aland tertawa sinis."Viola apa maksud mu? Kita belum bercerai dan tidak ada kata cerai di antara kita." Duke Cristin mengalihkan pandangannya. "Lebih baik kalian pergi, kalian tidak di undang di sini.""Aku memiliki urusan, aku tidak bisa menemani kalian," ujar Viola dengan halus. Ia tidak mau menyinggunga keduanya.Lagi-lagi Viola membuatnya cemburu, perkataan Viola yang halus membuat cemburu. "Viola."Viola berdiri, ia memilih pergi dari pada harus mendengarkan perkataan Duke."Tunggu Duke!" Cegah Duke Aland. "Sebaiknya Duke menjauh dari Nyonya Viola.""Apa maksud mu?" Duke Cristin menarik kerah baju Duke Aland, kemudian melepaskannya dengan kasar. "Dan kamu, kamu hanyalah masa lalu atau mantan kekasih Viola. Dia sekarang adalah istri ku, jadi jangan mengganggunya lagi." Duke Cristin menatap laki-laki di samping Duke Aland. Peringatan tegasnya membuat la
Sepanjang malam Viola memikirkan perkataan Eryk, sebuah surat yang berada di tangannya. Memikirkan nama Jasper dan Javier."Apa aku kembali saja?""Tapi rasanya."Tak terasa sinar matahari mulai memasuki kaca jendela, Viola masih tak bergeming di kursinya, lelah berdiri. Ia memilih untuk duduk.TokTokTok"Nyonya sarapan sudah siap," ujar Milea.Viola pun mendekati pintu, ia keluar dengan hati tak karuan. Duduk di tengah-tengah kedua putranya, di raihnya susu di sampingnya itu, dalam sekali teguk, susu itu pun tandas tanpa tersisa."Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ibu?" Tanya Javier. Mungkin karena sosok ayahnya yang datang dan mengganggu pikiran ibu. Ia sudah tahu semuanya, Duke Cristin adalah Ayahnya dan Eryk adalah kakak angkatnya.Sejujurnya ia sangat ingin memiliki keluarga lengkap, tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak akan memaksa keinginan sang ibu. Kebahagiaan ibunya adalah kebahagiaannya.E
Duke Cristin memegang pergelangan tangan laki-laki di sampingnya, kedua ekor matanya pun melirik laki-laki itu.Ia ingat betul, sebelum menikahi Viola. Ia sudah menyelidiki semua identitas Viola termasuk kekasihnya."Lepaskan tangan anda dari istri ku."Laki-laki itu langsung melepaskan tangannya. Namun sorot matanya mengisyaratkan permusuhan yang mendalam."Vio, bisakah kita bicara." Pinta laki-laki itu memohon."Apa maksud anda?" Duke Cristin berpindah tempat. Dia menjajarkan tubuhnya dengan tubuh Viola. Kemudian merangkul pinggangnya. "Viola adalah istri ku, jadi anda harus meminta ijin pada ku, tapi aku tidak mengijinkannya."Duke!"Viola menggoyangkan bahu kanannya agar Duke Cristin memundurkan tubuhnya. Ia merasa risih dengan lirikan orang."Sayang, apa kamu merasa malu? Emm baiklah, aku akan meminta jatah pada mu nanti malam. Kamu ingat kan, nanti malam janji mu.""Duke!""Ah, iya. Aku tahu, jangan ma
Sinar matahari mulai menembus kaca. Menerpa wajah seorang wanita yang tengah berdiri di depan kaca jendela itu, matanya lurus melihat ke halaman depan seolah pikirannya terbang entah kemana.TokTokTok"Nyonya."Panggilan itu belum membuyarkan lamunannya. Ia tetap melihat ke depan. Hingga ketukan entah berapa kalinya. Kedua matanya langsung berkedip.Ah"Iya Milea."Langkah kakinya bergegas menuju ke arah pintu. "Ada apa?" Ia melihat seorang wanita yang turut membohonginya tengah berdiri dan tampak ragu mengucapkan sesuatu."Katakan saja, aku tidak marah pada mu, walaupun aku cukup kecewa pada mu.""It-""Itu....""Di luar ada Tuan Duke, Nyonya."Viola menatap ke atas, kemudian menghembuskan nafas dari mulutnya. "Baiklah, aku akan menemuinya," ujarnya bergegas pergi. Semal
Viola diam seribu bahasa, Duke Cristin pun berharap Viola mau menerimanya kembali."Tolong pikirkan Viola, ini permintaan dari Duchess."Otak Viola tak bisa berfikir, kejadian ini sangat mengejutkan baginya. Ia pun langsung pergi dengan membawa surat itu, melipatnya kembali, lalu Memasuki Restaurant tadi, terlihat kedua putranya berbincang dengan laki-laki yang tadi bersama Duke Cristin."Nyonya Viola."Viola menatap ringan, ia pun langsung melihat ke arah kedua putranya. "Ayo pulang!""Kakak aku pulang."Aronz tersenyum, ia mengelus kepala Jasper. "Lain waktu kita akan bertemu kembali.""Iya kak." Tangan kanannya beralih mengelus kepala Javier.Viola meraih kedua tangan putranya. Sampai di ambang pintu Restaurant. Mereka kembali berpapasan dengan Duke Cristin."Aku harap kamu jangan memarahinya."Viola kembali melanjutkan langkah kedua kakinya.Sesampainya di kediamannya. Ia melihat Milea dan E
Sebelumnya alurnya memang author pengen gak balikin, tapi melihat karya orang lain banyak yang balik ada juga yang enggak jadi author putuskan milih yang balik saja.Lima Tahun Kemudian...Duke Cristin tak pernah lelah melihat sebuah lukisan yang terpanjang indah di ruangannya, salah satunya wanita pertama dan kedua. Salah satunya memiliki peran di hati Duke Cristin.Selama Lima Tahun ini, ia hanya bisa menatap dalam-dalam kedua lukisan itu. Duchess Lilliana yang pada akhirnya meninggal sebelum ia membawa Viola kembali dan ini janji terakhirnya."Maafkan aku Duchess, tapi aku berjanji akan membawa Viola kembali."Sebelum Duchess pergi, ia sudah memberi tahukan, bahwa ia dan Viola sudah memiliki anak. Duchess sangat bahagia dan saat itu, Eryk pun juga tahu.Laki-laki yang sudah berumur 10 tahun itu juga berjanji pada Duchess, akan membawa nyonya Viola dan kedua putranya.