Ahh
Emmm
Oh shit.
Ia tidak bisa membohongi tubuhnya sendiri, tubuhnya meminta lebih dan lebih. Viola memandang kedua manik Duke Cristin, dadanya naik turun menahan gejolak yang semakin memanas.
Tangan Duke Cristin tak henti-hentinya, meremas bokongnya dan meremas salah satu dadanya, hingga tangan Duke Cristin di balik gaunnya.
"Ini yang di namakan patner Duke, sebatas patner saja, tidak lebih!"
Viola tersenyum miring, ia meraba tangan Duke Cristin di balik gaunnya yang masih meremas salah satu benda kenyal itu.
Viola mengusap kedua dada Duke Cristin, tangannya merasakan detak jantungnya yang berlomba. Kedua tangan itu pun turun ke resletingnya, menariknya ke bawah, tangan nakalnya mulai berkerja dan meremas.
Ah
Duke Cristin melongo, ia menatap ke bawah. Melihat tangan Viola, dan menegelusnya, lalu meremasnya.
Ah
Tubuhnya semakin panas, tangan Viola seperti mengalirkan aliran listrik. Keringat semakin
Duke Cristin langsung menarik lengan Viola, hingga dia kembali duduk di atas pangkuannya, ia tidak peduli, Viola mau mengatakan apapun, yang jelas ia merasa nyaman dan tenang, i butuh Viola, ia butuh Viola menenangkan pikiran, hati dan kehangatannya."Duke, lepaskan. Aku lelah dan tidak ingin bermain dengan mu."Duke Cristin tak peduli, sedangkan Viola merasakan di bawah sana sangat pas. Tanpa ia sadari tadi, kedua pahanya menghimpit pedang panjang Duke Cristin, namun pedang itu terasa lemah. Mungkin karena sudah mencapai kenikmatannya.Duke Cristin menggendong tubuh Viola, membaringkan tubuhnya di sofa merah, hanya cukup menampung satu orang. Tanpa permisi, Duke Cristin kembali menidih tubuh Viola dan membenamkan kepalanya ke ceruk leher Viola."Biarkan seperti ini, Vio. Aku lelah, aku ingin beristirahat saja.""Ya, tapi jangan seperti ini. Tubuh mu berat Cristin, sebaiknya kamu mengurangi makan mu," ujar Viola tanpa abal-abal Duke, ia langsung me
Setelah acara drama dan melodrama, akhirnya pasangan itu melanjutkan acara sarapan pagi dengan suasana hening."Sayang, makannya pelan-pelan, nih mulutnya belepotan," ujar Duke Cristin seraya menghapus sisa roti di bawah bibir Viola.Viola bersemu merah, ia langsung memalingkan wajahnya. "Sudahlah, aku sangat lapar. Emm, kamu tahu sendiri, gara-gara kamu.""Lah, kok nyalahin saya, kan kamu sendiri sayang yang berkerja, aku hanya menikmati hasilnya saja."Viola menatap dekik Duke Cristin, tangannya terasa gatal ingin membogem mulutnya yang bak seperti burung pipit. Viola menoleh ke arah pelayan Milea dan kedua pelayan yang menunduk dengan sudut bibir yang tertarik."Jangan bicara sembarangan!" Kilah Viola. Ia memakan roti di tangannya dan mengunyah dengan cepat."Hah, sayang. Kamu kok malu sih, mereka pasti tahu.""Diam!" Viola sangat kesal, tangannya hampi
Duke Aland tersenyum penuh kemenangan, akhirnya wanita di hadapannya mau duduk kembali.Viola merasa jengah melihat senyuman itu, "Katakan, jika tidak penting, saya permisi.""Tunggu!" Duke Aland mencegah lengan Viola. "Aku akan mengatakannya."Dan lagi, dia harus kembali duduk karena rasa penasaran yang sudah menguasainya."Aku dan Duchess, kami berteman. Duka dan senangnya Duchess aku tahu, warna kesukaannya, apa yang tidak dia sukai. Hari demi hari aku lalui bersama Duchess, rasa nyaman dan hangat yang aku butuhkan, Hingga suatu hari aku memutuskan untuk mengatakan perasaan ku, namun sayang Duchess memilih Duke Cristin yang telah di jodohkannya."Viola menyilangkan kedua tangannya di dadanya, wajahnya santai dan serius mendengarkan Duke Aland, yang menjadi pertanyaan adalah, lalu apa hubungannya?"Lalu ..."Duke Aland tersenyum, wanita tangguh di hadapannya tidak mudah di taklukan, apa lagi hatinya yang sekeras batu. "Aku ing
Duke Cristin membuka pintu paviliun itu, kedua ekor matanya melihat sekeliling ruangan itu, menyapu setiap sudut. Dari kejauhan, seorang pelayan berjalan tergopoh-gopoh, lalu memberikan hormat."Yang Mulia Duke.""Apa Nyonya sudah pulang?" tanya Duke Cristin, yang di tanya pun mendongak."Belum Tuan."Duke Cristin mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, Viola belum kembali, hatinya merasakan firasat buruk, ia takut terjadi sesuatu, salahnya dia yang tidak menemani Viola keluar.Duke Cristin memutar tubuhnya, kedua kakinya berjalan mondar mandir dan kedua tangannya berada belakang pinggangnya menyilang. Sedangkan lehernya, selalu tertuju pada arah luar."Oh Tuhan.. Dimana Viola? Semoga dia baik-baik saja."Dari arah pintu gerbang, Duke Cristin melihat kereta milik kediamannya memasuki halaman utama. Paviliun yang di tempati oleh Viola memang mengarah lang
Tanpa mereka sadari, sepasang mata tengah melihat kemesraan mereka. Ia tidak percaya, Duke Cristin menyuapi Viola, bahkan makan di piring yang sama. Selama pernikahannya, ia dan Duke Cristin tidak pernah melakukan keromantisan seperti itu, mereka hanya duduk bersama di meja makan dan saling bercanda."Duke, apa perlahan nama Viola sudah menghapus nama ku?"Duchess Lilliana menghapus air matanya, ia berlari dari kamar Viola ke kamarnya, tidak perduli teriakan pelayan yang memanggil namanya. Sedangkan sepasang suami istri yang tengah asik itu, langsung menghentikan aktivitasnya.Keduanya langsung keluar karena takut terjadi sesuatu pada Duchess Lilliana."Ada apa Milea?"Milea melihat ke arah Viola. "Duchess tadi kesini, dia berdiri di depan pintu kamar nona dan setelah itu menangis sambil berlari."Tangan kanannya memijit pelipisnya, sedangkan tangan kirinya berdecak pingga
Viola memandang ke arah luar jendela, kepalanya terus di isi oleh perkataan Duke Cristin dan Duchess Lilliana, walaupun ia sudah memberikan benteng yang sangat kuat, namun hatinya masih merasakan perih. Ucapannya sangat meremmukkan hatinya."Nyonya, apa anda baik-baik saja?"Viola menghapus air matanya. "Hey, aku baik-baik saja. Aku saja hanya merindukan paviliun kita," ujar Viola. Seolah dirinya ceria dan sangat baik-baik saja."Syukurlah." Pelayan Milea tersenyum getir, ia juga merasakan sakitnya saat mendengarkan pendengaran Duke.Kedua pun telah sampai di sebuah penginapan keduanya pun turun memasuki penginapan itu."Selamat datang nyonya, ada yang bisa saya bantu.""Kami butuh menginap beberapa hari..""Maaf Nyonya." Pelayan itu mengatupkan kedua tangannya. "Penginapannya sudah penuh dan tidak ada kamar kosong," ujarnya tersenyum ramah.Viola mengangguk dan tersenyum kecut, "Terima kasih."Viola dan pela
Viola menatap manik Duke Aland, hingga Duke Aland sadar, dia menurunkan tangannya, berusaha mengatur nafasnya."Senangnya jadi Duchess. Kini dua orang yang mencintainya, sedangkan aku tidak." Viola menggeleng lemah. "Kamu tahu, aku pergi karena aku tidak ingin menjadi orang ketiga, perebut laki orang. Duchess mengatakan pada Duke, jangan mencintainya, cukup aku. Saat itu aku sadar, Duke tidak akan mencintai ku dan aku memilih pergi." Lirih Viola, tiba-tiba kedua air matanya menggenang."Aku yakin dia orang baik, tapi setelah mendengarkan semuanya. Aku sadar, dia melakukannya hanya cemburu." Viola berdiri, ia memutar tubuhnya meninggalkan Duke Aland yang terpaku memikirkan perkataan Viola."Apa maksudnya? Apa Duchess memang benar melakukannya? Argh! Viola adalah korban, apa yang Duchess katakan sampai Viola memilih pergi? Dan aku, apa yang aku lakukan tadi?!" Duke Aland menjambak rambutnya frustasi.Sedangkan Viola, wanita itu membuka pintunya dengan
"Tidak-tidak, dimana Viola? Dia tidak mungkin pergi."Duke Cristin meninggalkan lemari yang kosong itu, dia berteriak seraya memasuki kamar lainnya, ke arah dapur dan ke tempat lainnya. Bahkan di halaman belakang pun, dia tidak menemukan Violanya."Viola, Luis! Luis!"Kesatria itu tergopoh-gopoh berlari mendengarkan teriakan majikannya. "Iya tuan,""Apa yang kamu lakukan, hah? Dimana Vio?""Tentu saja nona Vio ada di paviliun."BughBogeman itu melayang di pipi Kesatria Luis, hingga sudut bibirnya sobek dan darah segar keluar dari mulutnya.Tak hanya itu, Duke Cristin menarik kerah baju Kesatria Luis."Kamu bodoh, hah. Dia tidak ada, Viola pergi. Dan kamu malah tidak tahu. Cepat cari Vio, jangan pulang sampai kamu menemukannya."Kesatria Luis bergerak cepat, dia mengarahkan para pengawalnya mencari keberadaan majikan keduanya."Viola." Duke Cristin terduduk di atas salju itu, kenangan demi kenangan berp
Seusai makan malam, Duke Cristin mengantarkan Viola ke kamarnya. Kedua berjalan dengan rasa canggung tanpa menimbulkan suara."Selamat malam Vio.."Duke Cristin tersenyum dan hendak pergi. Namun sebuah tangan menghentikannya. "Apa Duke tidak tidur di kamar ini? Maksudnya kita tidur bersama."Seulas senyum muncul di kedua sudut bibir Duke Cristin. Ia lalu menoleh dan mengelus tangan Viola yang sedang memegangnya. Duke Cristin memeluk Viola, mendekapnya dengan erat. Menumpahkan tangisannya ke bahunya. Tubuhnya bergetar di irikan isakannya."Aku mencintai mu, Viola. Sangat! Sangat mencintai mu. Demi apapun, akan aku lakukan."Dalam sekali kedipan, buliran bening itu mengalir deras. "Viola." Hatinya sangat sakit mengingat semua perlakuannya.Demi membentengi hatinya, ia menyakiti wanita yang rela untuk Duchess dan dirinya, tapi ia tidak pernah tahu, bahagiakan dia? Seharusnya ia menanyakannya. "Viola."Viola melerai pelukannya, meng
Viola menatap ke arah langit, buliran salju turun mengenai wajahnya.Duke Cristin yang melihatnya dari jauh pun menghampirinya, tangannya bergerak membuang buliran salju yang mengenai pipi kanannya."Duke."Duke Cristin menahan air matanya, wanita yang berdiri di hadapannya, wanita yang dulunya ia abaikan demi Duchess, mencoba membencinya karena takut akan ada hati yang terluka. Namun perasaan itu tumbuh dan semakin tumbuh, sehingga ia tidak bisa mengabaikannya dan malah ingin menggenggamnya.Diam-diam ia mencintai wanita itu, mengorbankan perasaannya demi seorang wanita, tapi sekarang ia bahagia sangat bahagia. Meskipun ia tidak ingin Duchess pergi, karena bagaimana pun juga. Wanita itulah yang hadir untuk pertama kalinya dalam hidupnya."Terima kasih telah bersedia kembali."Viola diam, ia masih belum memberitahukan. Bahwa hatinya telah menerima Duke. Ia ingin tahu, seberapa besar cinta sang Tuan Duke padanya."Ya,
Viola mengetuk pintu Javier, ia mengetuk dengan hati-hati. "Sayang."Tidak ada sahutan, Viola memberanikan diri memasuki ruangan itu.Diedarkannya pandangannya itu ke seluruh ruangan, namun tidak menemukan sosok yang ia cari. Hingga pandangannya melihat gorden yang terombang-ambing terbawa angin."Sayang...""Jangan memohon, Bu. Ibu tahu, aku tidak bisa melihat air mata Ibu. Aku tidak bisa.... "Viola berusaha menahan air matanya. "Apa yang harus ibu lakukan, Sayang?""Apa Ibu masih mencintai Ayah?""Ibu tidak tahu, yang ibu tahu. Ibu masih kecewa. Bisakah kami egois menginginkan orang tua bersama. Bisakah kami egois menginginkan Ibu dan Ayah bersama, kita lalui bersama."DegViola tersenyum, berusaha meyakinkan hatinya. "Ibu akan menuruti mu, ibu akan berusaha menerima Ayah mu."Javier seketika memutar tu
Duke Cristin semakin terpukul, sangat jelas Viola menolaknya dan hal itu membuat Duke Aland tertawa sinis."Viola apa maksud mu? Kita belum bercerai dan tidak ada kata cerai di antara kita." Duke Cristin mengalihkan pandangannya. "Lebih baik kalian pergi, kalian tidak di undang di sini.""Aku memiliki urusan, aku tidak bisa menemani kalian," ujar Viola dengan halus. Ia tidak mau menyinggunga keduanya.Lagi-lagi Viola membuatnya cemburu, perkataan Viola yang halus membuat cemburu. "Viola."Viola berdiri, ia memilih pergi dari pada harus mendengarkan perkataan Duke."Tunggu Duke!" Cegah Duke Aland. "Sebaiknya Duke menjauh dari Nyonya Viola.""Apa maksud mu?" Duke Cristin menarik kerah baju Duke Aland, kemudian melepaskannya dengan kasar. "Dan kamu, kamu hanyalah masa lalu atau mantan kekasih Viola. Dia sekarang adalah istri ku, jadi jangan mengganggunya lagi." Duke Cristin menatap laki-laki di samping Duke Aland. Peringatan tegasnya membuat la
Sepanjang malam Viola memikirkan perkataan Eryk, sebuah surat yang berada di tangannya. Memikirkan nama Jasper dan Javier."Apa aku kembali saja?""Tapi rasanya."Tak terasa sinar matahari mulai memasuki kaca jendela, Viola masih tak bergeming di kursinya, lelah berdiri. Ia memilih untuk duduk.TokTokTok"Nyonya sarapan sudah siap," ujar Milea.Viola pun mendekati pintu, ia keluar dengan hati tak karuan. Duduk di tengah-tengah kedua putranya, di raihnya susu di sampingnya itu, dalam sekali teguk, susu itu pun tandas tanpa tersisa."Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ibu?" Tanya Javier. Mungkin karena sosok ayahnya yang datang dan mengganggu pikiran ibu. Ia sudah tahu semuanya, Duke Cristin adalah Ayahnya dan Eryk adalah kakak angkatnya.Sejujurnya ia sangat ingin memiliki keluarga lengkap, tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak akan memaksa keinginan sang ibu. Kebahagiaan ibunya adalah kebahagiaannya.E
Duke Cristin memegang pergelangan tangan laki-laki di sampingnya, kedua ekor matanya pun melirik laki-laki itu.Ia ingat betul, sebelum menikahi Viola. Ia sudah menyelidiki semua identitas Viola termasuk kekasihnya."Lepaskan tangan anda dari istri ku."Laki-laki itu langsung melepaskan tangannya. Namun sorot matanya mengisyaratkan permusuhan yang mendalam."Vio, bisakah kita bicara." Pinta laki-laki itu memohon."Apa maksud anda?" Duke Cristin berpindah tempat. Dia menjajarkan tubuhnya dengan tubuh Viola. Kemudian merangkul pinggangnya. "Viola adalah istri ku, jadi anda harus meminta ijin pada ku, tapi aku tidak mengijinkannya."Duke!"Viola menggoyangkan bahu kanannya agar Duke Cristin memundurkan tubuhnya. Ia merasa risih dengan lirikan orang."Sayang, apa kamu merasa malu? Emm baiklah, aku akan meminta jatah pada mu nanti malam. Kamu ingat kan, nanti malam janji mu.""Duke!""Ah, iya. Aku tahu, jangan ma
Sinar matahari mulai menembus kaca. Menerpa wajah seorang wanita yang tengah berdiri di depan kaca jendela itu, matanya lurus melihat ke halaman depan seolah pikirannya terbang entah kemana.TokTokTok"Nyonya."Panggilan itu belum membuyarkan lamunannya. Ia tetap melihat ke depan. Hingga ketukan entah berapa kalinya. Kedua matanya langsung berkedip.Ah"Iya Milea."Langkah kakinya bergegas menuju ke arah pintu. "Ada apa?" Ia melihat seorang wanita yang turut membohonginya tengah berdiri dan tampak ragu mengucapkan sesuatu."Katakan saja, aku tidak marah pada mu, walaupun aku cukup kecewa pada mu.""It-""Itu....""Di luar ada Tuan Duke, Nyonya."Viola menatap ke atas, kemudian menghembuskan nafas dari mulutnya. "Baiklah, aku akan menemuinya," ujarnya bergegas pergi. Semal
Viola diam seribu bahasa, Duke Cristin pun berharap Viola mau menerimanya kembali."Tolong pikirkan Viola, ini permintaan dari Duchess."Otak Viola tak bisa berfikir, kejadian ini sangat mengejutkan baginya. Ia pun langsung pergi dengan membawa surat itu, melipatnya kembali, lalu Memasuki Restaurant tadi, terlihat kedua putranya berbincang dengan laki-laki yang tadi bersama Duke Cristin."Nyonya Viola."Viola menatap ringan, ia pun langsung melihat ke arah kedua putranya. "Ayo pulang!""Kakak aku pulang."Aronz tersenyum, ia mengelus kepala Jasper. "Lain waktu kita akan bertemu kembali.""Iya kak." Tangan kanannya beralih mengelus kepala Javier.Viola meraih kedua tangan putranya. Sampai di ambang pintu Restaurant. Mereka kembali berpapasan dengan Duke Cristin."Aku harap kamu jangan memarahinya."Viola kembali melanjutkan langkah kedua kakinya.Sesampainya di kediamannya. Ia melihat Milea dan E
Sebelumnya alurnya memang author pengen gak balikin, tapi melihat karya orang lain banyak yang balik ada juga yang enggak jadi author putuskan milih yang balik saja.Lima Tahun Kemudian...Duke Cristin tak pernah lelah melihat sebuah lukisan yang terpanjang indah di ruangannya, salah satunya wanita pertama dan kedua. Salah satunya memiliki peran di hati Duke Cristin.Selama Lima Tahun ini, ia hanya bisa menatap dalam-dalam kedua lukisan itu. Duchess Lilliana yang pada akhirnya meninggal sebelum ia membawa Viola kembali dan ini janji terakhirnya."Maafkan aku Duchess, tapi aku berjanji akan membawa Viola kembali."Sebelum Duchess pergi, ia sudah memberi tahukan, bahwa ia dan Viola sudah memiliki anak. Duchess sangat bahagia dan saat itu, Eryk pun juga tahu.Laki-laki yang sudah berumur 10 tahun itu juga berjanji pada Duchess, akan membawa nyonya Viola dan kedua putranya.