#MPSPart 54 Kantor PolisiIngin sekali memarahi mas Abdullah dan abah karena mereka aku harus menghentikan aksiku. Aksi yang mana aku sangat suka dengan peran ini. Sebab sangat berbeda dengan kepribadianku. Tetapi mau tak mau aku harus mengurungkan niat untuk tidak memarahi dua lelaki yang berharga dalam hidupku ini. Jika tidak yang ada aku malah kena balik serangan dari mereka. Kan menyedihkan. Sandi ternyata sudah kembali dari kantor polisi dan meminta kami untuk segera membawa bu Joko masuk ikut dengannya. "Jangan dikasari," peringat Abah saat aku hendak membuka pintu mobil. Dengan wajah sedikit kecut aku pun menurut apa yang dikatakan abah. Biarpun sebenarnya malas juga jika harus bersikap baik pada orang yang sudah jelas berbuat kejahatan pada keluargaku. Ditambah kebohongannya yang memfitnah orang lain sehingga membuatku hampir ikut percaya pada ucapannya. "Keluar!" perintahku pada bu Joko yang kini terlihat sangat menyedihkan. Terdiam dengan raut wajah ketakutan juga kece
Part 55 Status Bu JokoSandi dan aku pun bergegas menyusul mas Abdullah ke dalam kantor. Sementara yang lain berada di luar sembari menunggu kedatangan Arif yang katanya akan membawa orang yang diduga ikut membantu aksi bu Joko. Ternyata hampir semua laporannya sudah selesai. Bu Joko telah resmi berstatus tersangka karena ada Sandi dan Putri yang bersaksi. Selain itu seseorang yang membantu bu Joko juga sudah berada bersama kami. Ia sendiri tak lain tak bukan adalah si pemilik warung makan tersebut yang juga teman dari bu Joko sendiri. ***"Terima kasih atas bantuan kalian semua," ujar mas Abdullah sesaat setelah kami keluar dari kantor polisi. Aku menoleh pada Arif. "Arif, terima kasih sudah membawa orang tadi tepat waktu. Maaf ya, karena kejadian ini ibu kamu jadi .... " Aku tak tega melanjutkan ucapanku. Sebab inilah sekarang pemuda di depanku ini akan dipastikan hidup sendiri. "Gak pa-pa, Mbak. Toh, ibu juga yang salah." Arif tersenyum pada kami meski sebenarnya hatinya sedan
#MPSPart 56 Beberapa Bulan Kemudian Beberapa bulan kemudian ... Hiudpku kembali normal. Alsa juga terlihat tumbuh dengan baik. Badannya yang kebanyakan kata orang gendut disertai pipi yang menggemaskan membuat setiap orang yang melihatnya ingin mencubitnya. Hubungan antara keluargaku dan Sandi juga Putri malah semakin baik lantaran mereka sering mengunjungi Alsa. Katanya, itung-itung sebagai pancingan untuk Putri agar segera menular. Karena sering bertemunya aku dengan Putri pada akhirnya aku mengerti mengapa ia dan suaminya begitu menginginkan kehadiran bayi diantara mereka. Mereka merasa begitu kesepian karena Putri sendiri anak yatim piatu. Semua saudaranya sudah berkeluarga dan mempunyai hidup masing-masing. Sementara orang yang tinggal bersamanya adalah ibu tiri Sandi yang menikah dengan ayahnya Sandi saat Sandi masih berusia sepuluh tahun. Namun, setelah kepergian ayahnya ibu tiri Sandi secara terang-terangan memperlihatkan sikap tak menyukainya. Entah apa alasannya. Dan
#MPSPart 57 Pengaduan Bu DarmiMas Arga terdiam. Ia menatapku dengan wajah sedihnya yang kemudian ia malah meletakkan bungkusan makanan tersebut di atas meja lalu meninggalkannya begitu saja. Lagi lagi aku dibuatnya heran. Baru kali ini aku melihat mas Arga dengan raut wajah sesedih itu. Tapi biarlah ia pergi daripada berlama-lama di sini malah membuatku risih. Ingin sekali aku membuang makanan itu, hanya saja jika ketahuan mas Abdullah pasti aku kena tegurannya. "Ah, kasih tetangga aja lah," kataku seraya mengangkat makanan dari mas Arga tersebut. Aku pun bergegas ke rumah salah satu tetanggaku sebelum Yusuf dan Sofia melihat makanan tersebut. Sebab kalau kedua anakku itu melihatnya pasti mereka akan menahannya karena mereka tahu betul jika makanan yang ku bawa dari mas Arga yang mereka panggil dengan sebutan om Arga. Entah sejak kapan aku tak tahu persis kedua anakku itu memanggil mas Arga dengan sebutan demikian. Aku sendiri agak merasa risih namun tidak dengan mas Abdullah.
#MPSPart 58 Menghubungi RosiEntah mengapa aku benar-benar tak menyukai kehadiran bu Darmi sekeluarga. Sikap mereka beberapa hari yang lalu saja masih belum ku terima meski itu sebuah kebaikan. Apa mungkin benar apa yang dikatakan mas Abdullah jika hati kecilku masih menaruh rasa dengki pada mereka? Dengan langkah berat aku membawa makanan yang sudah di pesan ke dalam rumah. Sengaja aku langsung membawanya ke dapur tanpa sepatah kata pun menawari bu Darmi walau sekedar basa-basi. Aku pun kembali ke ruang tamu untuk bergabung bersama mereka. "Gimana, Mas?" tanyaku pada mas Abdullah yang lebih dulu menerima jawaban dari bu Darmi tadi. Meski sebenarnya saat menerima pesanan samar-samar aku mendengar apa tujuan bu Darmi datang. Namun, akan lebih baik jika aku menanyakannya kembali agar lebih jelas. Mas Abdullah pun menjelaskan ulang padaku. Yang pada akhirnya suamiku itu akan membantu Rosi untuk kembali ke rumah. Setelah dirasa semuanya sudah selesai bu Darmi beserta anak-anaknya be
#MPSPart 59 Penyelidikan DimulaiSepertinya keputusannya untuk membantu Rosi kembali pulang ke rumah akan ia urungkan terlebih dahulu. Mas Abdullah juga memintaku untuk tidak bersikukuh membela Rosi dan menyatakan kalau pengaduan bu Darmi ada sebuah kebohongan. Semua ini dilakukan agar aku terhindar dari sifat berburuk sangka pada seseorang. Tak baik katanya. Aku pun menurut dan menyerahkan semuanya pada mas Abdullah. Biar begitu dalam hati kecilku masih berharap bahwa bu Darmi lah yang berbohong dan menginginkan sebuah tujuan tertentu dibalik kebohongannya tersebut. ***Tak ingin membuang banyak waktu, siang ini aku dan mas Abdullah akan menyelidiki masalah terkait Rosi dengan ibunya. Sedangkan Alsa sementara ku titipkan pada umi yang kebetulan tak ada jadwal pergi. Tujuan pertama kami tentu saja sekolah Rosi. Aku dan mas Abdullah ingin mengetahui bagaimana perilaku Rosi semasa di sekolah. Kami pun bergegas karena saat akan berangkat waktu mendekati jam pulang sekolah. Aku dan ma
#MPSPart 60 Tentang RosiBerjalan sebentar mas Abdullah pun menepikan mobilnya. Kami pun bergegas menuju segerombolan orang-orang tadi guna memastikan jika orang yang ku lihat adalah Rosi atau bukan. "Rosi!" teriakku yang kemudian menghentikan peleraian yang ada. Semua yang terlibat dalam perkelahian tersebut menoleh kearahku. Termasuk perempuan berseragam tersebut. Yang ternyata memang Rosi. Seketika aku tertegun melihat Rosi bersama para wanita yang jauh lebih tua dari dirinya. Penampilannya pun seperti bukan orang yang baik. Tampak dari pakaian yang mereka kenakan hampir semuanya terbuka. Makin ngeri saja aku takut jika nantinya Rosi akan ketularan cara berpakaian dan gayanya yang sangat urakan. "Mbak Fira." Rosi berjalan perlahan menghampiriku. Meninggalkan para gerombolan yang terlihat akrab pada Rosi. Mas Abdullah lantas mengajakku dan Rosi untuk masuk ke dalam mobilnya. Kami akan mencari tempat agar Rosi bisa diajak bicara dari hati ke hati. Sebelum pergi Rosi sempat ber
#MPSPart 61 Mengubah RencanaUntuk saat seperti ini aku benar-benar tak bisa memaksa Rosi untuk bercerita. Dengan segala upaya dan kesabaran aku kembali diuji melalui Rosi. Namun dibalik itu aku berharap jika bu Darmi dan anak-anaknya tidaklah terlibat di dalamnya. Ah, anggap saja mereka salah paham atas apa yang menjadi tindak tanduk Rosi di luar sekolah maupun lingkungan rumah. Tetapi jika bu Darmi dan anak-anaknya adalah dalang dalam permasalahan yang sedang dihadapi Rosi tentu saja aku tidak akan memaafkannya. Perkara ini akan ku bawa ke meja hijau agar membuat mereka jera. Apalagi pihak Rosi mempunyai surat perjanjian dimana bu Darmi dan anak-anaknya tak boleh berbuat kejahatan padanya seperti halnya dulu. Tak lama setelah itu Rosi tampak mulai tenang. Meski masih sesenggukan tetapi aku belum bisa menanyainya lebih lanjut. Aku mencoba membiarkan Rosi sendiri jika ingin menceritakan masalahnya. Namun, jika memang ia tak ingin bercerita aku juga tak akan memaksanya. Mas Abdulla
#MPSPart 80 Last ChapterKu alihkan pandanganku pada kedua orang tuaku. "Abah dan umi yang menyarankan Rosi untuk masuk pondok ya?"Mendengar pertanyaanku abah dan umi malah saling melempar senyum dengan ekspresi wajah yang aku tak bisa memahaminya. Kalau pun memang mereka yang menyarankan Rosi untuk pergi ke pondok, mengapa hal itu harus disembunyikan dariku? Sebegitu besarkah mereka menginginkanku untuk benar-benar menjauhi Rosi? Atau adakah hal lain yang disembunyikan oleh kedua orang tuaku itu?"Abah dan umi gak cuman menyarankan, Mbak. Beliau juga yang memasukanku ke sana dan membiayai kebutuhanku selama di pondok," ujar Rosi lagi. "Tepatnya abah patungan sama Tama. Jadi Tama dan istrinya juga ada andil soal biaya pondok juga kebutuhan Rosi," sela abah yang membuatku menoleh kearahnya. "Terus kenapa selama ini abah gak bilang sama aku?" tanyaku penasaran. Di titik ini aku merasa sedikit kecewa dengan keputusan abah yang tidak memberitahukanku tentang Rosi. Malah yang ada beli
#MPSPart 79 Pertemuan Setelah Satu TahunKetakutanku semakin menjadi-jadi ketika mas Abdullah sudah turun dari mobilnya dan melihat keberadaan Tama dan Rumi yang sudah berdiri di dekatku. Jatungku mendadak berdegup kencang berharap semuanya baik-baik saja dan tidak ada keributan sama sekali. Dan saat mas Abdullah sudah berhadapan dengan Tama dan Rumi, hal yang tak ku sangka-sangka pun terjadi. Ya, aku melihat mas Abdullah yang tampak ramah dan biasa saja terhadap Rumi juga suaminya. Bukan di situ saja, aku juga dikejutkan dengan kedatangan abah yang tiba-tiba pulang padahal masih di jam kerja. "Sudah datang semua?" tanya abah yang juga tampak biasa saja. Aku semakin bingung melihat sikap mas Abdullah dan abah yang seperti ini. Meskipun dilain sisi aku juga merasa senang lantaran kedua orang yang ku sayangi itu seperti sudah tak ada lagi rasa benci terhadap anak dan menantu dari bu Darmi tersebut. "Abah? Mas?" ku lihat wajah abah dan suamiku secara bergantian. Mas Abdullah dan a
#MPSPart 79 Bertemu KembaliKu lihat wajah umi yang sudah kembali normal. "Fira gak salah dengar 'kan?" tanyaku pada umi. "Selesai sarapan terus siap-siap. Ikut umi pergi," kata umi lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. Seperti akan mendapatkan sebuah jawaban dari rasa penasaranku, aku pun dengan hati yang senang lantas mengikuti langkah umi dengan bersemangat. ***"Kenapa kita ke sini, Mi?" tanyaku keheranan. Sebab ternyata umi mengajakku ke rumah bu Darmi yang masih sepi. Entah apa alasan yang mendasari ibuku itu membawaku kembali ke tempat yang bagiku pernah memiliki kenangan pahit terhadapnya. "Sebentar, ya," kata umi. Umi pun mengetuk pintu utama rumah ini. Dan beberapa detik kemudian pintu pun terbuka. Aku cukup terkejut ketika mengetahui Rumi yang keluar dari rumah tersebut. Ia tampak masih seperti dulu dan keadaannya juga terlihat lebih baik. "Ya Allah, mbak Fira?" Rumi tampak terkejut ketika melihat diriku yang berdiri di hadapannya. "Kamu sehat, Mbak?" Rumi memelukk
#MPSPart 78 Satu Tahun BerlaluPanggilan telepon pun berakhir. Dan sayangnya sampai di detik terakhir panggilan tersebut aku belum sempat mendengar suara Rosi lantaran kata Rumi ia sudah tertidur setelah lelah menangis karena kepergianku tadi. Mendengar hal itu entah mengapa tiba-tiba kedua mataku berkaca-kaca. Sungguh, rasa bersalah mendadak menguncang batinku. "Rosi, semoga kamu selalu baik-baik saja ya," batinku dengan rasa sakit yang teramat dalam. ***Beberapa hari berlalu dan aku tak lagi mendengar kabar tentang keluarga bu Darmi termasuk bagaimana keadaan Rosi. Baik diriku ataupun Rumi pun sama sekali tak saling memberi kabar yang berkaitan dengan Rosi. Selain saran dari abah beberapa waktu yang lalu, mas Abdullah juga dengan tegas memintaku untuk benar-benar berhenti menghubungi Rosi. Bahkan sekedar bertanya pada tetangga atau mencari tahu melalui media sosial pun tak diperbolehkannya. Meski berat namun aku juga tak punya kuasa apa-apa. Aku hanya bisa menurut apa yang su
#MPSPart 76 Saran dari Abah"Kita gak perlu pengakuan, Mas!" sergah tama yang membuatku dan lainnya menoleh kearahnya. "Langsung laporkan saja!" tandasnya lagi. Mendengar hal itu spontan mataku menoleh kearah bu Darmi yang tercengang melihat sikap anaknya itu. Dalam hati aku berkata, "kalah sudah kamu, Bu!""Gak!" bu Darmi beranjak dari tempat duduknya. "Tama, jangan jadi anak durhaka kamu!" tunjuk bu Darmi pada anak keduanya itu dengan mata melotot yang amat menyeramkan. Lalu jari telunjuk bu Darmi berubah kearahku dan mas Abdullah. "Dan kalian, pergi dari rumahku sekarang! Pergi!" usir bu Darmi tanpa ampun untuk kami. Aku menoleh kearah wajah suamiku yang sepertinya memang sudah kehilangan rasa bersabarnya. "Kita pergi!" kata mas Abdullah seraya menarik tanganku lalu berjalan keluar rumah. "Mbak Saudah, tolong jangan pergi, Mbak!" teriak Rosi saat aku mulai berjalan meninggalkan ruangan. Ia hendak berlari guna mencegahku, namun dengan cepat ibunya menahan tubuhnya yang menyebab
#MPSPart 75 Kemunculan RosiDan di titik inilah aku bisa kembali tersenyum penuh bangga pada suamiku. Sebab, ku yakini sebentar lagi kebenaran antara bu Darmi atau Rosi akan terungkap. Beberapa detik setelah mas Abdullah berkata demikian, aku mendengar langkah kaki yang berjalan kearah kami. Rosi secara tiba-tiba muncul di hadapan kami semua dengan tatapan tajam yang mengarah ke ibunya sendiri. Melihat Rosi yang seperti itu sontak membuat suasana menjadi tegang kembali. Entah apa yang akan diperbuat Rosi sampai-sampai ia bisa memberanikan diri untuk keluar. Merasa suasana tidak kondusif aku pun berusaha memberikan senyuman manis kearah Rosi ketika ia melirikku. Meskipun sebenarnya dalam hati takut juga kalau anak itu tiba-tiba berbuat diluar dugaan. Namun di sisi lain aku juga berharap senyuman yang ku berikan bisa sedikit meredamkan amarahnya yang tampak sudah diujung kepala. Cukup lama Rosi membuat kami tertegung melihat kondisinya yang seperti itu. Dan benar saja, tiba-tiba ta
#MPSPart 74 Pembelaan Bu DarmiAku tahu, suamiku memang terlihat tak peduli dengan Rosi namun dibalik sikapnya itu aku yakin kalau suamiku juga memiliki rasa empati yang tinggi terhadap gadis remaja tersebut. Terbukti dengan ajakannya besok ke rumah bu Darmi pasti mas Abdullah akan membantu Rosi menemukan jalan keluarnya. ***Lagi-lagi aku dan mas Abdullah kembali ke rumah bu Darmi. Dan entah mengapa kali ini rasanya agak sesak aku menginjakan kaki di rumah ini. Mungkin karena tiba-tiba aku teringat akan masa-masa aku yang seakan dibod*hi oleh keluarga mantan suamiku waktu itu. Kedatangan kami kembali disambut dengan penuh hangat oleh bu Darmi. Mungkin memang ada benarnya perkataan Rosi kala itu tentang ibunya tersebut, yakni dari sikapnya yang sangat baik dimana aku belum pernah mendapatkannya selama aku menjadi menantunya dulu. Setelah dipersilakan, mas Abdullah pun tanpa banyak berbasa-basi lantas mengatakan tujuan kedatangan kami pada bu Darmi juga anak-anaknya yang kebetulan
#MPSPart 73 Keputusan Mas Abdullah Karena dilain sisi Rosi sendiri tak ingin melibatkan surat perjanjian antara dirinya dan ibunya jika kejahatan ibunya diketahui semua orang. Selain itu, ia juga memintaku untuk tidak mengatakannya lebih dulu tentang perubahan sikapnya ini terhadap ibunya. Ia takut jika ibunya akan berbuat yang tidak-tidak terhadapnya. "Rosi Rosi," kataku pelan sambil menggelengkan kepala saat melangkah keluar dari kamar Rosi. ***Sesampainya di rumah, ku jelaskan semuanya pada mas Abdullah tentang pembicaraanku pada Rosi tadi. Selain itu aku juga meminta nasihat pada suamiku itu untuk bagaimana aku harus bertindak selanjutnya. Mengingat permintaan Rosi yang amat membuatku bimbang. "Susah ini, sayang. Anak orang soalnya dan kita bener-bener gak ada hak buat bawa Rosi pergi," kata mas Abdullah. Mendengar respon suamiku itu mendadak membuatku lemas dan rasa pesimis kembali menyelimuti. Memang benar apa yang dikatakan mas Abdullah, tak mungkin kami membawa pergi an
#MPSPart 72 Pengakuan Rosi 2"Kenapa kamu gak bilang dari awal?" tanyaku. Karena menurutku jika bu Darmi memiliki tujuan demikian dan Rosi tahu itu bukankah seharusnya ia mengatakannya lebih awal? Kenapa harus berbelit-belit seperti ini. Ditambah lagi, jika bu Darmi menginginkanku mengapa setiap kali ia menemuiku untuk membicarakan masalah Rosi, Preti selalu ikut. Apa mungkin Preti tak tahu skenario yang dibuat ibu mertuanya? "Kenapa Ros?" desakku saat Rosi malah memilih membungkam mulutnya kembali. Rosi menatapku dengan raut wajah yang agak ragu. Meski begitu secara pelan-pelan ia pun mulai bercerita lagi. Rosi menjelaskan kalau sebenarnya ia ingin mengatakannya sejak awal. Tepatnya saat dimana kami bertemu di taman waktu itu. Tetapi ia ragu mengatakannya lantaran ia takut jika diriku tak mempercayai perkataannya.Apalagi hal tersebut berkaitan dengan keluarganya sendiri dimana selama ini keluarga bu Darmi dikenal sudah banyak melakukan perubahan lebih baik setelah bermasalah de