#MPS
Part 29 Hilangnya Arga"Lah, apa hubungannya sama saya bu Joko?""Ya 'kan saya suruh hati-hati. Nggak paham apa?" Bu Joko terlihat sewot.Tiba-tiba Lela mengambil ponselku. "Kamu tanyain aja sama bu Joko soal pesan tadi," kata Lela menyerahkan ponselku."Katanya pesan nggak penting," balasku seraya meraih ponsel tersebut.Saat aku mulai membuka aplikasi WA, Lela dan bu Joko mendekatkan wajahnya ke layar ponselku. Kepo."Ini beneran nomornya Preti ?" tanyaku seraya memperlihatkan isi pesan dari nomor yang menghubungiku berulang kali tadi."Ah, nggak kelihatan, " bu Joko meraih ponselku. Mengamati pesan WA tersebut dengan seksama.Bu Joko lalu mengeluarkan ponselnya. Sepertinya ia sedang mencocokkan antara nomor di ponselku yang mengaku Preti dengan nomor Preti yang ia miliki."Fir, lihat tuh, " Lela menunjuk kearah luar toko. Dari kejauhan terlihat Preti sedang berjalan kearah kami bersama#MPS Part 30 Menyalahkanku? Seperti biasanya, toko hari ini lumayan ramai. Karena pengunjungnya juga buka dari para warga kampung sini, tapi juga dari luar bahkan ada yang tergabung dalam group resellerku di WA. “Firaaa ... !!”Aku menoleh kearah sumber suara, dimana ternyata bu Joko yang tengah berlari menghampiriku. Ada apa gerangan? Jangan-jangan minta diskon lagi. “Si ratu gosip datang, tuh,” kata Lela yang berdiri di sampingku.“Hus!” balasku seraya menyenggol lengannya.Bu Joko tiba dihadapanku. Seperti sebelum-sebelumnya ia membuat para pengunjung mengalihkan pandangannya kearahnya. Bu Joko mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena berlari.“Kenapa Bu?” tanyaku.“Si Arga.”“Iya, kenapa dia? Mati?” potong Lela yang tak sabaran.“Sembarang kalau ngomong! " tegur bu Joko seraya mengibarkan telapak tangannya di depan wajah Lela. "Si Arga udah pulang, terus kena semprot sama ibu dan istri
#MPSPart 31 Tamunya AbahBrugg!!"Astaghfirullah," ucapku pelan takkala seorang lelaki tak sengaja menyenggol paper bag yang ku bawa. Mungkin ini salahku juga karena aku berjalan sambil bermain ponsel. Ya, pagi ini aku ditugaskan umi untuk membeli beberapa makanan ringan tepatnya seperti jajajn untuk menjamu seseorang yang akan datang nanti malam. Tapi kenapa jajanannya seperti untuk anak kecil ya? "Maaf," kata lelaki yang menyenggolku tadi. Ia memunggut dua paper bag tersebut.Lelaki tersebut menyerahkan paper bag ku. Ia memberi senyum yang sejujurnya membuatku terkesima. Wajahnya teduh, berkarimastik, moodboster banget, masyaaAllah.Ditambah penampilannya yang memakai koko model pakistan, juga peci yang menutupi rambutnya. Ya Allah ... Andai dia jodohku."Astaghfirullah," lirihku yang membuyarkan lamunanku."Kenapa? Ada yang rusak barangnya ?" tanyanya yang terlihat kebingungan dengan sikapku."Ekh,
#MPSPart 32 Nama Lelaki itu ... Kini obrolan abah dan tamunya dilanjutkan di ruang tamu. Pak Irwan dan bu Sari. Itulah nama keduanya. "Ini anak-anakku. Ini Abdullah dan si cantik ini Aisyah. " Samar-samar ku dengar pak Irwan memperkenalkan anak-anak mereka. 'Oh, Abdullah namanya,' batinku ketika ku tahu bahwa nama lelaki yang mencuri perhatianku tersebut."Dan ini cucu pertamaku. Namanya Yusuf. Tampan 'kan seperti kakeknya, hahaha." Pak Irwan memperkenalkan seorang bocah laki-laki yang ku perkirakan usianya sepuluh tahunan, ia duduk di sebelah pak Irwan yang diikuti tawa hingga membuat pecah suasana. "Kalo gadis kecil ini cucu kedua kami, namanya Sofia, " kata bu Sari menunjuk gadis kecil yang sudah lebih dulu ku lihat tadi. "Masyaallah, namanya bagus, cantik seperti parasnya, " puji umi. Beliau terlihat terkesima dengan gadis kecil itu. "Kenalkan juga, ini Sholeh anak pertamaku, itu istrinya, dan si kecil ini
#MPSPart 33 DikhitbahAbah dan keluarga pak Irwan sudah kembali dari masjid. Abah pun langsung mengajak mereka ke ruang makan untuk makan malam yang sudah disiapkan sebelumnya. "Bagaimana Hamdan, sudah kau tanyakan pada anakmu? " tanya pak Irwan setelah makan malam selesai. "Belum, tapi ku pastikan ia takkan menolaknya. Iya, kan, Nduk? " Kali ini abah melihat kearahku. Ku telan salivaku. Netraku mengelilingi arah sekitar. "Ma-maksud Abah apa? Fira takut salah jawab, " balasku lembut. Jaim sedikit di depan tamunya abah. Meski sebenarnya aku tahu arah tujuan pertanyaan abah. Pasti seperti yang mbak Lita tuturkan tadi. Abah meneguk air di depannya. "Jadi, maksud kedatangan keluarga pak Irwan kemari, ingin mebgkhitbah kamu untuk anaknya, Abdullah, " tutur abah. Mendengar penuturan abah barusan, sejujurnya membuatku senang tak karuan. Tak menyangka rasanya bahwa lelaki yang mencuri perhatianku, yang baru ku lihat tadi pagi untuk pertama kalinya, ia datang kembali untuk mengkhitbahku.
#MPSPart 34 Sebuah Jawaban "Istri pertama saya sudah meninggal. " Mas Abdullah melanjutkan perkataannya. "Alhamdulillah, " ucapku dengan spontan hingga membuat yang lainnya memandangiku. "Astagfirullahaladzim! " lanjutku dengan cepat untuk mencairkan suasana. Aku pun hanya tersenyum nyengir seraya menggaruk bagian belakang jilbabku yang tidak gatal. Ya, saking bahagianya diriku ketika mendengar bahwa istri pertama mas Abdullah ternyata sudah meninggal. Itu artinya Aisyah adalah saudaranya. Adiknya atau kakaknya? Tapi dia terlihat lebih muda dariku, pasti adiknya. Tapi belum tentu juga sih. Ah, jadi bingung. Selain itu tidak akan ada drama antara mas Abdullah dengan mantan istrinya karena status cerai mereka adalah cerai mati. "Dengarkan dulu, " ujar umi seraya menyentuh jari jemariku yang berada di atas meja. "Iya Mi, " balasku dengan senyum malu-malu kearah umi. Sepintas ku lihat mas Abdullah juga tersenyum kearahku. Aish, jangan-jangan dalam hatinya ia mentertawakanku karena
#MPSPart 35 Pertanyaan Itu LagiDengan cepat mas Sholeh mengangkatnya dan menekan tombol loudspeaker sesuai permintaan istrinya. "Heh, Arga, jangan coba-coba gangguin adik saya lagi! " ucapnya dengan tegas. "Assalamualaikum, " balas dari seberang sana. Seketika membuat kami terdiam. Suara tersebut bukanlah suara mas Arga. Aku sendiri seperti pernah mendengarnya tapi siapa pemiliknya aku tak mengingatnya. "Waalaikumussalam Warohmatullahi wabarakatuh, " balas mas Sholeh. "Siapa ya? ""Ini Sholeh anaknya pak Hamdan 'kan? " tanya seseorang itu lagi. Aish, bukannya menjawab pertanyaan malah memberi pertanyaan. Siapa sih dia. "Iya. Maaf, Anda siapa ya? ""Oh, saya pak Mur yang satu RT sama kamu. Masak nggak kenal suara saya? Saya 'kan sering ke rumah abahmu. Ini saya dapat nomor kamu dari ibu mertuamu. Abah kamu mana? Saya telepon-telepon nggak bisa. " Ku anggukan kepalaku tanda mengerti siapa pak Mur yang diseberang telepon sana. Beliau memang satu RT dengan tempat tinggal mas Sholeh.
Hari yang ku tunggu-tunggu akhirnya tiba, dimana mas Abdullah beserta keluarganya akan kembali ke rumah ini guna untuk mengkhitbahku secara resmi dan menentukan tanggal sekaligus merencanakan acara pernikahan kami. Persiapan sudah siap sedari tadi. Tak lupa abah dan umi juga mengundang beberapa kerabat kami terdekat. Aku dan yang lainnya pun sudah siap menunggu kedatangannya. ***Sebuah mobil berwarna hitam telah memasuki halaman rumah. Dan ku tahu, itu adalah mobil salah satu dari rombongan mas Abdullah. Abah, umi dan kerabat yang lainnya menyabut kedatangan mereka ketika didapati kedua orang tua mas Abdullah turun dari mobil bersama Aisyah juga kedua calon anak sambungku. Sementara aku ditemani mbak Lita menunggu di dalam rumah. Cukup lama aku menunggu tapi rombongan keluarga mas Abdullah masih tetap berada di luar. Bahkan terdengar suasana di luar lumayan ramai. Karena penasaran aku mencoba melihat tanpa melewati pintu utama. Dari celah orang-orang yang menyambut kelaurga mas
#MPSPart 38 Kurang dari 72 JamBahkan persiapanku sudah benar-benar ku matangkan sejak dulu setalah keluarga pak Irwan datang mengutarakan niatnya untuk mengkhitbahkan anak lelakinya untukku. Karena bagiku itu bukan hal yang mudah, mengingat kegagalanku dalam membina rumah tangga yang masih berusia bulanan. Lalu, persiapan apa yang umi maksudkan? "Maksud Umi? " tanyaku kebingungan. Umi menghela nafas sembari mengusap setetes air mata yang sudah keluar dari sudut mata kirinya. Lalu beliau menyentuh kedua sisi bahuku dan tersenyum. "Bersiaplah, karena Abdullah akan segera datang, " katanya. "Semoga ini adalah jodohmu yang sesungguhnya, " katanya lagi. 'Ku harap begitu Mi,' batinku. Aku bernafas lega. Tak henti-hentinya pula aku berucap syukur dalam hati mendengar kabar dari umi. Itu artinya bahwa mas Abdullah masih baik-baik saja. Hal buruk yang sempat terlintas di pikiranku pun tidak benar adanya. Umi kembali ke depan. Sementara aku membenahi penampilanku juga make up yang diba
#MPSPart 80 Last ChapterKu alihkan pandanganku pada kedua orang tuaku. "Abah dan umi yang menyarankan Rosi untuk masuk pondok ya?"Mendengar pertanyaanku abah dan umi malah saling melempar senyum dengan ekspresi wajah yang aku tak bisa memahaminya. Kalau pun memang mereka yang menyarankan Rosi untuk pergi ke pondok, mengapa hal itu harus disembunyikan dariku? Sebegitu besarkah mereka menginginkanku untuk benar-benar menjauhi Rosi? Atau adakah hal lain yang disembunyikan oleh kedua orang tuaku itu?"Abah dan umi gak cuman menyarankan, Mbak. Beliau juga yang memasukanku ke sana dan membiayai kebutuhanku selama di pondok," ujar Rosi lagi. "Tepatnya abah patungan sama Tama. Jadi Tama dan istrinya juga ada andil soal biaya pondok juga kebutuhan Rosi," sela abah yang membuatku menoleh kearahnya. "Terus kenapa selama ini abah gak bilang sama aku?" tanyaku penasaran. Di titik ini aku merasa sedikit kecewa dengan keputusan abah yang tidak memberitahukanku tentang Rosi. Malah yang ada beli
#MPSPart 79 Pertemuan Setelah Satu TahunKetakutanku semakin menjadi-jadi ketika mas Abdullah sudah turun dari mobilnya dan melihat keberadaan Tama dan Rumi yang sudah berdiri di dekatku. Jatungku mendadak berdegup kencang berharap semuanya baik-baik saja dan tidak ada keributan sama sekali. Dan saat mas Abdullah sudah berhadapan dengan Tama dan Rumi, hal yang tak ku sangka-sangka pun terjadi. Ya, aku melihat mas Abdullah yang tampak ramah dan biasa saja terhadap Rumi juga suaminya. Bukan di situ saja, aku juga dikejutkan dengan kedatangan abah yang tiba-tiba pulang padahal masih di jam kerja. "Sudah datang semua?" tanya abah yang juga tampak biasa saja. Aku semakin bingung melihat sikap mas Abdullah dan abah yang seperti ini. Meskipun dilain sisi aku juga merasa senang lantaran kedua orang yang ku sayangi itu seperti sudah tak ada lagi rasa benci terhadap anak dan menantu dari bu Darmi tersebut. "Abah? Mas?" ku lihat wajah abah dan suamiku secara bergantian. Mas Abdullah dan a
#MPSPart 79 Bertemu KembaliKu lihat wajah umi yang sudah kembali normal. "Fira gak salah dengar 'kan?" tanyaku pada umi. "Selesai sarapan terus siap-siap. Ikut umi pergi," kata umi lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. Seperti akan mendapatkan sebuah jawaban dari rasa penasaranku, aku pun dengan hati yang senang lantas mengikuti langkah umi dengan bersemangat. ***"Kenapa kita ke sini, Mi?" tanyaku keheranan. Sebab ternyata umi mengajakku ke rumah bu Darmi yang masih sepi. Entah apa alasan yang mendasari ibuku itu membawaku kembali ke tempat yang bagiku pernah memiliki kenangan pahit terhadapnya. "Sebentar, ya," kata umi. Umi pun mengetuk pintu utama rumah ini. Dan beberapa detik kemudian pintu pun terbuka. Aku cukup terkejut ketika mengetahui Rumi yang keluar dari rumah tersebut. Ia tampak masih seperti dulu dan keadaannya juga terlihat lebih baik. "Ya Allah, mbak Fira?" Rumi tampak terkejut ketika melihat diriku yang berdiri di hadapannya. "Kamu sehat, Mbak?" Rumi memelukk
#MPSPart 78 Satu Tahun BerlaluPanggilan telepon pun berakhir. Dan sayangnya sampai di detik terakhir panggilan tersebut aku belum sempat mendengar suara Rosi lantaran kata Rumi ia sudah tertidur setelah lelah menangis karena kepergianku tadi. Mendengar hal itu entah mengapa tiba-tiba kedua mataku berkaca-kaca. Sungguh, rasa bersalah mendadak menguncang batinku. "Rosi, semoga kamu selalu baik-baik saja ya," batinku dengan rasa sakit yang teramat dalam. ***Beberapa hari berlalu dan aku tak lagi mendengar kabar tentang keluarga bu Darmi termasuk bagaimana keadaan Rosi. Baik diriku ataupun Rumi pun sama sekali tak saling memberi kabar yang berkaitan dengan Rosi. Selain saran dari abah beberapa waktu yang lalu, mas Abdullah juga dengan tegas memintaku untuk benar-benar berhenti menghubungi Rosi. Bahkan sekedar bertanya pada tetangga atau mencari tahu melalui media sosial pun tak diperbolehkannya. Meski berat namun aku juga tak punya kuasa apa-apa. Aku hanya bisa menurut apa yang su
#MPSPart 76 Saran dari Abah"Kita gak perlu pengakuan, Mas!" sergah tama yang membuatku dan lainnya menoleh kearahnya. "Langsung laporkan saja!" tandasnya lagi. Mendengar hal itu spontan mataku menoleh kearah bu Darmi yang tercengang melihat sikap anaknya itu. Dalam hati aku berkata, "kalah sudah kamu, Bu!""Gak!" bu Darmi beranjak dari tempat duduknya. "Tama, jangan jadi anak durhaka kamu!" tunjuk bu Darmi pada anak keduanya itu dengan mata melotot yang amat menyeramkan. Lalu jari telunjuk bu Darmi berubah kearahku dan mas Abdullah. "Dan kalian, pergi dari rumahku sekarang! Pergi!" usir bu Darmi tanpa ampun untuk kami. Aku menoleh kearah wajah suamiku yang sepertinya memang sudah kehilangan rasa bersabarnya. "Kita pergi!" kata mas Abdullah seraya menarik tanganku lalu berjalan keluar rumah. "Mbak Saudah, tolong jangan pergi, Mbak!" teriak Rosi saat aku mulai berjalan meninggalkan ruangan. Ia hendak berlari guna mencegahku, namun dengan cepat ibunya menahan tubuhnya yang menyebab
#MPSPart 75 Kemunculan RosiDan di titik inilah aku bisa kembali tersenyum penuh bangga pada suamiku. Sebab, ku yakini sebentar lagi kebenaran antara bu Darmi atau Rosi akan terungkap. Beberapa detik setelah mas Abdullah berkata demikian, aku mendengar langkah kaki yang berjalan kearah kami. Rosi secara tiba-tiba muncul di hadapan kami semua dengan tatapan tajam yang mengarah ke ibunya sendiri. Melihat Rosi yang seperti itu sontak membuat suasana menjadi tegang kembali. Entah apa yang akan diperbuat Rosi sampai-sampai ia bisa memberanikan diri untuk keluar. Merasa suasana tidak kondusif aku pun berusaha memberikan senyuman manis kearah Rosi ketika ia melirikku. Meskipun sebenarnya dalam hati takut juga kalau anak itu tiba-tiba berbuat diluar dugaan. Namun di sisi lain aku juga berharap senyuman yang ku berikan bisa sedikit meredamkan amarahnya yang tampak sudah diujung kepala. Cukup lama Rosi membuat kami tertegung melihat kondisinya yang seperti itu. Dan benar saja, tiba-tiba ta
#MPSPart 74 Pembelaan Bu DarmiAku tahu, suamiku memang terlihat tak peduli dengan Rosi namun dibalik sikapnya itu aku yakin kalau suamiku juga memiliki rasa empati yang tinggi terhadap gadis remaja tersebut. Terbukti dengan ajakannya besok ke rumah bu Darmi pasti mas Abdullah akan membantu Rosi menemukan jalan keluarnya. ***Lagi-lagi aku dan mas Abdullah kembali ke rumah bu Darmi. Dan entah mengapa kali ini rasanya agak sesak aku menginjakan kaki di rumah ini. Mungkin karena tiba-tiba aku teringat akan masa-masa aku yang seakan dibod*hi oleh keluarga mantan suamiku waktu itu. Kedatangan kami kembali disambut dengan penuh hangat oleh bu Darmi. Mungkin memang ada benarnya perkataan Rosi kala itu tentang ibunya tersebut, yakni dari sikapnya yang sangat baik dimana aku belum pernah mendapatkannya selama aku menjadi menantunya dulu. Setelah dipersilakan, mas Abdullah pun tanpa banyak berbasa-basi lantas mengatakan tujuan kedatangan kami pada bu Darmi juga anak-anaknya yang kebetulan
#MPSPart 73 Keputusan Mas Abdullah Karena dilain sisi Rosi sendiri tak ingin melibatkan surat perjanjian antara dirinya dan ibunya jika kejahatan ibunya diketahui semua orang. Selain itu, ia juga memintaku untuk tidak mengatakannya lebih dulu tentang perubahan sikapnya ini terhadap ibunya. Ia takut jika ibunya akan berbuat yang tidak-tidak terhadapnya. "Rosi Rosi," kataku pelan sambil menggelengkan kepala saat melangkah keluar dari kamar Rosi. ***Sesampainya di rumah, ku jelaskan semuanya pada mas Abdullah tentang pembicaraanku pada Rosi tadi. Selain itu aku juga meminta nasihat pada suamiku itu untuk bagaimana aku harus bertindak selanjutnya. Mengingat permintaan Rosi yang amat membuatku bimbang. "Susah ini, sayang. Anak orang soalnya dan kita bener-bener gak ada hak buat bawa Rosi pergi," kata mas Abdullah. Mendengar respon suamiku itu mendadak membuatku lemas dan rasa pesimis kembali menyelimuti. Memang benar apa yang dikatakan mas Abdullah, tak mungkin kami membawa pergi an
#MPSPart 72 Pengakuan Rosi 2"Kenapa kamu gak bilang dari awal?" tanyaku. Karena menurutku jika bu Darmi memiliki tujuan demikian dan Rosi tahu itu bukankah seharusnya ia mengatakannya lebih awal? Kenapa harus berbelit-belit seperti ini. Ditambah lagi, jika bu Darmi menginginkanku mengapa setiap kali ia menemuiku untuk membicarakan masalah Rosi, Preti selalu ikut. Apa mungkin Preti tak tahu skenario yang dibuat ibu mertuanya? "Kenapa Ros?" desakku saat Rosi malah memilih membungkam mulutnya kembali. Rosi menatapku dengan raut wajah yang agak ragu. Meski begitu secara pelan-pelan ia pun mulai bercerita lagi. Rosi menjelaskan kalau sebenarnya ia ingin mengatakannya sejak awal. Tepatnya saat dimana kami bertemu di taman waktu itu. Tetapi ia ragu mengatakannya lantaran ia takut jika diriku tak mempercayai perkataannya.Apalagi hal tersebut berkaitan dengan keluarganya sendiri dimana selama ini keluarga bu Darmi dikenal sudah banyak melakukan perubahan lebih baik setelah bermasalah de