***"Danial sini sama aunty."Aludra yang duduk di atas karpet ruang tengah merentangkan kedua tangannya agar Danial yang sedang aktif merangkak menghampirinya dan benar saja, sambil tertawa, Danial merangkak cepat menghampiri Aludra yang tentu saja terlihat begitu senang.Pagi ini, di rumah Arka memang sudah cukup ramai dengan kehadiran Ananta yang datang membawa kedua putra dan putrinya untuk menjenguk Arka. Meskipun dekat, nyatanya Ananta yang memang selalu sibuk mengurus tiga anak tak sempat menjenguk sang adik ipar kemarin sore."Danial kayanya nempel banget sama Lulu," kata Amanda yang duduk di sofa sambil memperhatikan interaksi Aludra dan Danial, sementara Ananta mengasuh Azura dan Arka? Pria itu ikut bersantai di sofa.Sebenarnya dia ingin masuk kerja hari ini juga, tapi Aludra dan Amanda yang melarangnya dengan keras membuat dia mau tak mau pasrah untuk beristirahat di rumah sampai kondisinya baik."Iya. Padahal, Danial biasanya susah banget berbaur sama orang baru," kata An
***"Ya udah kalau gitu Mama titip Arka ya, sayang. Kalau ada apa-apa kamu telepon Mama.""Iya Ma.""Mama tutup teleponnya ya, mau masak dulu. Papa suka ngambek kalau pulang belum dimasakkin.""Iya Ma."Sambungan telepon terputus, wajah Aludra terlihat bahagia. Sore ini, ketika menghabiskan waktu bersama Arka di pinggir kolam renang, Aludra mendapatkan telepon dan telepon tersebut berasal dari Amanda yang ingin memastikan kondisi Arka, karena memang tadi siang mertuanya itu berpamitan untuk pulang.Aludra bahagia, sikap Amanda kembali seperti semula. Bahkan Amanda pun berkata jika dia sudah menghapus nomor Rania atas perintah Arka.Sedikit banyaknya Aludra mulai merasa tak suka pada Rania. Namun, tentunya dia masih bersikap baik karena perasaan tak enaknya pada perempuan itu."Siapa yang telepon, Sayang?"Arka datang dari dapur sambil membawa dua gelas jus jeruk, Aludra menoleh. "Mama," jawabnya.Duduk di depan Aludra lalu meletakkan kedua gelas jus jeruk tersebut di atas meja, Arka m
***"Gimana, enak?"Arka yang sejak tadi duduk berselonjor sambil bersandar pada kepala ranjang, langsung mengangguk ketika pertanyaan itu dilontarkan oleh Aludra yang sejak tadi setia duduk di sampingnya.Tak diam, Aludra dengan sangat setia memijat kaki Arka. Padahal, Arka tak memintanya sama sekali. Ketika ditanya kenapa Aludra ingin memijat, maka gadis itu menjawab; aku ingin belajar benar-benar jadi istri yang baik supaya enggak ada celah buat pelakor.Arka senang. Bukan senang karena Aludra rajin, dia senang karena sepertinya Aludra sudah mulai menyadari sifat asli Rania. Tinggal menunggu waktu, dia akan benar-benar mengeluarkan Rania dari rumahnya."Enak," jawab Arka. "Makasih, tapi udahan aja.""Kenapa?" tanya Aludra. "Katanya enak, tapi kok nyuruh udahan? Enaknya bohong ya? Aslinya enggak enak ya? Kurang apa? Kurang kenceng apa gimana? Bilang aja jangan ragu."Arka tersenyum. "Udah karena kasian," ucapnya. "Tangan kamu pasti pegel. Sini aja duduk sama aku.""Ngapain?""Ya dud
***"Waw, enak. Ambil ah satu!""Jangan!"Aludra meringis ketika Arka dengan sigap menepuk punggung tangannya yang hampir mengambil salah satu tumpukkan pancake di piring yang baru saja selesai dia buat."Mas ih!" Aludra merengut lalu menatap Arka tak suka. Sore ini keduanya menghabiskan sabtu mereka di dapur untuk membuat pancake yang akan disajikan untuk tamu mereka—Damar yang akan datang sekitar pukul empat sore.Sebenarnya yang semula ingin memasak itu Aludra. Namun, Arka yang tentunya tak ikhlas makanan yang dibuat istrinya dimakan pria lain, langsung menawarkan diri untuk membuat pancake."Buat tamu, Lu," kata Arka."Kan satu doang," ujar Aludra. Dia kemudian menghitung tumpukkan pancake. "Ada sepuluh tuh, diambil satu enggak apa-apa kali. Damar juga kayanya enggak bakalan sanggup habisin pancake sebanyak ini.""Pokoknya jangan diambil satupun, sampai ada yang hilang, aku hukum kamu," ucap Arka sambil melepaskan celemek yang sejak tadi dia pakai.Sementara Aludra duduk di dekat
***"Masuk."Setelah hampir satu menit memandangi Damar dari ujung kepala hingga ujung kaki, ucapan itu akhirnya dilontarkan Arka. Setelah itu—alih-alih membiarkan Damar masuk lebih dulu, Arka justru berjalan mendahului sahabat Aludra itu lalu duduk di sofa, diikuti Damar yang duduk di depan Arka.Diliputi kecanggungan untuk beberapa detik, Damar akhirnya memberanikan diri untuk bertanya."Oh ya, Alulanya mana?""Alula?" Arka yang memasang wajah songong, menaikkan sebelah alisnya. "Ngapain tanya Alula?""Lah, saya kan ke sini mau ketemu Alula," jawab Damar."Katanya mau tahu suaminya Alula?" tanya Arka. Dia kemudian meletakkan telapak tangannya di dada. "Nih, saya suaminya Alula. Udah tahu, kan?"Damar tersenyum tipis sambil menggaruk tengkuknya hingga suara teriakan Aludra dari dapur membuat perhatian dia beralih."Mas Arka, Damar bukan?" tanya Arka."Iya," jawab Arka singkat.Tak perlu menunggu lama, Aludra datang dan tentu saja wajahnya terlihat antusias melihat Damar di sofa."Dam
***"Jangan sampai salah beli, itu foto yang aku kasih, efeknya paling hebat. Yakin deh, Arka enggak akan bisa nahan kalau minum obat itu."Rania mengukir senyum tipis ketika mendengar omongan Raina dari seberang sana. Meminta izin libur di hari sabtu, Rania pergi ke apartemen seperti biasa untuk beristirahat seharian dan malam ini, dia akan kembali ke rumah Arka.Namun, tentunya sebelum kembali, Rania menyempatkan untuk menelepon adiknya. Dia mencurahkan isi hatinya juga kegagalan rencana yang sudah dia susun dan tentu saja saran dari Raina adalah; langsung jalankan plan B.Raina yang mengambil jurusan kedokteran di salah satu universitas Korea Selatan pun langsung memberikan contoh obat yang paling ampuh untuk Arka nanti."Iya-iya habis dari sini Kakak mampir ke apotek, semoga ada," ucap Rania."Beli dua aja buat cadangan," kata Raina. "Atau enggak, Kakak bisa pake dua-duanya sekaligus supaya reaksinya lebih wah. Gila sekalian tuh si Arka."Rania tersenyum. "Kasian," ucapnya. "Gitu-
***"Makasih ya, Pak.""Sama-sama, Neng."Aludra mengukir senyum setelah supir ojeg online yang baru saja mengantarkan makanan pergi. Selesai makan mie—alih-alih merealisasikan niat mereka, yang dilakukan Aludra justru memesan fried chicken untuk makan malam Arka, karena pria itu tiba-tiba saja lapar.Tak tanggung-tanggung, Aludra memesan satu bucket dengan isi sembilan potong ayam agar makan malam suaminya itu tak kurang, karena malam ini sepertinya Rania tak akan memasak. Perempuan itu baru sampai sepuluh menit lalu, tak enak rasanya jika langsung memintanya untuk memasak."Ambil nasi dulu terus dinginin," kata Aludra sambil melangkahkan kakinya ke dapur untuk mengambil nasi, karena saat ini Arka sedang menunaikan kewajibannya di lantai dua, setelah Aludra melakukannya lebih dulu. "Ambil nasi yang banyak biar Mas Arka kenyang."Sambil menyendokkan nasi, Aludra bernyanyi pelan hingga Rania yang datang ke dapur membuatnya berhenti."Mau makan ya, Mbak?" tanya Rania."Eh Mbak Rania, e
***"Minum ini lagi. Rasanya pengen berhenti aja, tapi enggak bisa."Aludra memandangi pil bulat putih berukuran sangat kecil yang berada di telapan tangannya untuk beberapa detik, sebelum akhirnya dia telan dibantu air putih.Seperti biasa, sebelum tidur Aludra rutin mengkonsumsi pil kontrasepsi. Meskipun, sempat menjadi perdebatan, pada akhirnya Amanda tak mempermasalahkan Aludra memakai kontrasepsi untuk beberapa saat, dan sekarang Aludra bisa tenang."Lu."Aludra sedikit tersentak lalu menoleh ke arah pintu—memandang Arka yang kini datang menenteng tas kerjanya. Biasanya Arka selalu menyimpan tas kerja tersebut di mobil. Namun, karena besok dia akan mengerjakan beberapa pekerjaan kantor, tas kerja itu akhirnya menyambangi kamar."Eh, Mas. Udah ambil tas kerjanya?""Udah nih," kata Arka sambil menunjukkan tas kerjanya lalu menyimpan di atas meja rias. "Kamu lagi apa?""Abis minum itu," kata Aludra."Oh oke," jawab Arka. Setelah itu dia duduk di pinggir kasur."Mas.""Kenapa?" tanya