***"Ngapain di sini?"Arka yang sejak tadi berdiri di dekat pembatas seketika langsung menoleh ketika suara seorang pria terdengar dari belakang.Kembali ke rumah sakit pukul lima sore setelah menitipkan Regan dan Raiden pada Aurora. Arka kini berdiri di rooftoop rumah sakit sambil menikmati angin malam yang berhembus kencang menerpa kulitnya.Saat datang, Arka sudah disambut dengan kabar baik tentang hasil tes Alula yang memiliki kecocokan dengan Aludra dan itu berarti sebentar lagi, Aludra akan segera mendapat donor lalu sembuh kembali seperti semula.Senang? Tentu saja. Arka sangat merasa senang dengan kabar itu karena Aludra tak akan lagi merasakan penderitaan karena penyakit tersebut.Namun, di balik rasa bahagia itu terselip sebuah ketakutan di hati Arka. Tak melulu berhasil, dokter Septa bilang operasi bisa saja gagal karena kondisi tertentu.Meskipun kemungkinan gagal terbilang sangat kecil dan jarang terjadi, tetap saja Arka khawatir. Dia takut terjadi sesuatu pada Aludra
***"Morning."Aludra yang sedang menyantap sarapannya lantas mengalihkan perhatian ke arah pintu setelah mendapatkan sapaan yang ternyata berasal dari Alula.Bergantian menjaga Aludra, pagi ini—sekitar pukul delapan pagi Alula datang ke rumah sakit untuk menggantikan Amanda yang harus pulang—mengurus Dirga yang akan pergi ke kantor.Aurora masih di rumah menjaga si kembar, Dewa sudah berangkat menju Jakarta untuk menitipkan masalah kantor pada orang kepercayaannya karena untuk beberapa waktu—sampai Aludra maupun Alula kembali sehat nantinya, Dewa akan menetap di Bandung."Morning, Kak," sapa Aludra sambil mengukir senyum tipis."Lagi sarapan ya?" tanya Alula. Membawa sebuket bunga mewar juga kresek putih berisi red velvet, Alula melangkahkan kakinya mendekat."Lagi koprol," celetuk Damar yang saat ini tengah duduk santai di sofa. "Udah tau lagi sarapan, masih tanya?""Dih emang ada yang nanya kamu ya?" tanya Alula. "Riweuh banget.""Kalian ini emang selalu gini ya? Tiap ketemu beran
***"Kenapa?"Aurora yang sejak tadi hanya mengaduk-aduk makanan, seketika mendongak—menatap Dewa, setelah suaminya itu melontarkan sebuah pertanyaan."Apa?" tanya Aurora."Malah tanya balik," kata Dewa. "Aku tanya, kamu kenapa?""Emang aku kenapa?""Ck." Dewa berdecak sambil melanjutkan kegiatan makannya. "Kamu pikir aku enggak merhatiin?"Siang ini, Dewa, Aurora dan Alula memang menghabiskan makan siang di salah satu restoran mewah di kota Bandung sebelum bergegas menuju rumah sakit.Operasi akan dilaksanakan besok pagi, sore ini Alula sudah diminta untuk menetap di rumah sakit bahkan nanti malam—delapan jam sebelum operasi, baik Alula maupun Aludra harus mulai berpuasa sebelum operasi dilakukan pukul delapan pagi besok.Tegang? Tentu saja. Baik Alula maupun Aludra merasakan ketegangan yang sama. Namun, di balik rasa tegang yang dia rasakan ada rasa bahagia.Alula bahagia karena Aludra akan segera sembuh."Oh itu," kata Aurora."Ada apa?" tanya Dewa."Enggak ada apa-apa," kata Auror
***"Bosen ya."Tidur dengan posisi miring, Alula kembali mengeluh setelah sejak tadi yang dia lakukan hanyalah duduk sambil menonton televisi."Kenapa, Kak?"Aludra yang duduk di samping kanan Alula seketika menoleh setelah mendengar keluhan dari sang kakak."Bosen, Ra."Sejak sore tadi, Alula sudah mulai menetap di rumah sakit. Melakukan pengecekkana tekanan darah, kondisi Alula sejauh ini aman dan mulai pukul dua belas malam nanti baik dia maupun Aludra sudah diharuskan berpuasa.Tak boleh makan apapun sampai besok waktu operasi tiba."Kaya pengen jalan-jalan gitu," kata Alula. Dia kemudian melirik jam dinding di rumah sakit yang baru menunjukkan pukul delapan.Malam ini, seperti biasa di ruangan rawat hanya ada empat orang saja. Aludra dan Alula yang tidur di ranjang masing-masing juga Arka dan Damar yang saat ini sedang sibuk menonton acara bola di televisi layar datar yang tersedia di sana.Aurora dan Dewa maupun Dirga dan Amanda memutuskan untuk beristirahat di rumah karena mem
"Maksud kamu?"Alih-alih menjawab, Arka justru menatap intens Alula dan di detik berikutnya dia menghela napas. Antara melanjutkan pertanyaannya dan tahu fakta sebenarnya atau berhenti bertanya dan memilih untuk mengikuti alur, itulah yang dirasakan Arka sekarang.Bingung. Arka benar-benar bingung."Ar?""Ah ya?" Arka sedikit mengerjap."Maksud dari pertanyaan kamu tadi, apa?""Oh itu," kata Arka. "Ucapan kamu aneh.""Sebelah mananya?""Yang barusan," kata Arka. "Hampir mirip sama ucapan Aludra beberapa hari dan minggu ke belakang. Waktu itu Aludra sering ngomong-ngomong meninggal dan kenyataannya dia ternyata sakit parah.""Terus?" tanya Alula. "Aku perasaan enggak ngomong-ngomong meninggal deh.""Tapi kamu nitipin Aludra seolah setelah ini kamu mau pergi," kata Arka. "Makany aku tanya ada apa? Apa ada yang enggak beres sama kondisi kamu? Bilang aja."Alula tersenyum miring. "Enggak ada sih, aku baik-baik aja kok," ucapnya. "Cuman ya karena besok mau operasi, aku ngomong kaya gitu ka
***"Ribet juga ya."Amanda hanya terkekeh ketika dia membantu Alula memakai penutup kepala yang harus digunakan selama operasi.Pukul tujuh pagi, semua orang datang ke rumah sakit untuk menunggu proses operasi Aludra dan Alula.The Day. Hari ini akhirnya tiba. Setelah semua persiapan, pagi ini Alula akan benar-benar mendonorkan sebagian organ tubuhnya untuk Aludra.Sesuai rencana, operasi akan berlangsung paling cepat enam jam dan paling lambat dua belas jam—tergantung situasi dan kondisi.Semua berdoa yang terbaik, termasuk Alula. Meskipun ada sedikit rasa takut di hatinya, dia memantapkan hati. Demi Aludra. Tentu, semua ini dia lakukan demi Aludra juga demi dirinya sendiri."Sudah siap?"Semua perhatian tertuju pada dokter Septa yang juga sudah siap dengan pakaian khusus operasi. Tak sendiri, Dokter Septa dibantu dua dokter lain juga beberapa perawat untuk hari ini karena operasi pencangkokan jaringan hati bisa dibilang operasi yang tergolong besar."Sudah, dokter," kata Alula."Ya
***"Ma-maksud dokter, apa?"Hampir tujuh jam menunggu di depan ruang operasi, semua yang ada di sana seketika beranjak ketika dokter Septa membuka pintu ruang operasi untuk memberikan kabar tentang operasi yang baru saja dia dan tim medis lainnya lakukan.Ada dua kabar yang dibawa dokter Septa untuk pihak keluarga Aludra dan Alula. Kabar baik dan tentunya kabar buruk.Kabar baiknya, operasi pencangkokan jaringan hati yang dilakukan berhasil. Sebagian jaringan hati Alula kini sudah berada di dalam tubuh Aludra.Namun, di balik kabar baik ada pula kabar buruk yang mampu membuat semua orang dibuat terkejut karenanya terutama Aurora dan Dewa.Alula tidak bisa diselamatkan.Empat kata itu dengan berat hati dilontarkan dokter Septa pada pihak keluarga. Sudah berusaha semaksimal mungkin, dokter Septa gagal menyelamatkan putri sulung Dewa setelah mengalami penurunan kesadaran juga detak jantung yang tiba-tiba saja melemah.Mengejutkan bukan? Di saat mereka seharusnya bahagia karena Aludra ya
***"Hati-hati ya, Pak."Memakai pakaian serba hitam lengkap dengan peci juga kaca mata yang bertengger di pangkal hidung untuk menutupi matanya yang sembab, ucapan itu dilontarkan Dewa pada beberapa orang yang ditugaskan membawa keranda ke dalam ambulance.Satu malam disemayamkan di rumah, pagi ini—tepat pukul sembilan pagi, jenazah Alula akan segera diberangkatkan menuju Sandiego Hills untuk dikebumikan.Memesan pusara paling mahal, dengan berat hati Dewa mengantar putri sulungnya ke tempat peristirahatan yang terakhir.Tak sedikit, banyak para pelayat yang datang ke kediaman Dewa untuk mengucapkan bela sungkawa atas kepergian Alula—bahkan Marvel pun datang dan akan ikut mengantar menuju Karawang.Rasanya seperti mimpi. Kemarin pagi—sekitar pukul tujuh pagi, Dewa masih mengobrol bahkan bersenda gurau dengan Alula yang terlihat tak nyaman dengan pakaian operasinya.Namun, kini. Dewa harus bisa melepaskan Alula. Sakit? Tentu saja. Tak ada orang tua yang tak sakit ketika harus melepas
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu