Home / Fantasi / Sebatas Mimpi / Karakter Baru

Share

Karakter Baru

Author: Bellas
last update Last Updated: 2022-01-12 21:39:42

Renata memperhatikan laki-laki itu dari atas sampai bawah. Ia manis dan tidak begitu asing.

 “Kamu siapa?” Tanya Renata bingung.

Penampilan laki-laki itu begitu sederhana, ia hanya memakai kaos polos, celana pendek, serta sandal jepit di kakinya. 

Bukannya menjawab pertanyaannya, laki-laki itu malah duduk di sampingnya, kemudian tersenyum sambil memandang laut biru yang terbentang luas di depan mereka.

“Udah puas nangisnya?” Tanyanya.

"Ya. Kamu siapa?” Ulangnya.

“Entahlah, aku juga nggak tahu,” jawabnya kini memandan Renata teduh.

Renata memandang laki-laki itu lama sebelum ia kembali bertanya dengan tatapan menyelidik. “Kamu ngapain disini?”

“Karena kamu menginginkan aku berada disini, Renata.” Jawabnya lembut.

“Tunggu, darimana kamu tahu namaku? Dan jika aku tidak menginginkanmu disini, apa kamu akan menghilang sekarang?” Tanya Renata lagi.

“Coba aja, kita nggak pernah tahu” Laki-laki itu mengangkat sedikit bahunya.

Renata menatap laki-laki itu lama menimbang-nimbang apa ia akan mengenyahkannya dari mimpi malam ini, atau membiarkannya saja.

“Kamu tidak mau kan?” Laki-laki itu tersenyum dengan lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin manis.

Gadis itu hanya mendengus pelan, “sok tahu!”

“Nikmati saja. Aku sudah menunggu waktu yang lama untuk bisa berbicara denganmu.”

Renata mengernyitkan dahi, “sudah menunggu waktu yang lama?”

“Ya,” balasnya tersenyum.

“Kamu ini makhluk apa sih? Kamu bukan karakter ciptaanku? Kenapa kamu bisa berada disini? Kamu makhluk halus ya?” Mata Renata melotot saat menyebutkan kalimat terakhir. Ia takut.

“Renata, jika kamu berikir seperti itu, maka ini akan menjadi bagian dari mimpi burukmu yang lain. Aku juga kurang mengerti untuk apa aku disini yang jelas aku sudah cukup lama disini, dan kehadiranmu benar-benar menolongku. Aku kesepian disini. Sebelum kamu membuat ini menjadi sebuah pedesaan dan dermaga aku terkurung di dunia yang aneh."

Alis gadis itu terangkat, “dunia seperti apa? kamu tidak akan berbuat jahat padaku kan?” Tanya Renata sedikit curiga.

“Aku akan melakukan apapun sesuai pikiranmu,” jawabnya tenang.

Renata mengangkat alisnya, pikiran jahilnya terlintas.

Tiba-tiba terdengar suara seperti benda yang tercebur. Laki-laki itu sudah tidak ada di sampingnya.

Ia menunggu, berusaha membuktikan bahwa laki-laki itu pasti tidak akan sanggup berlama-lama berada dibawah air. Tapi ini kan mimpi? Tidak mungkin seseorang terbunuh disini kan? Ia mulai ragu dengan keputusannya.

Sepuluh menit berlalu. 

"Hei! Cukup menyelamnya!"

Tak lama kemudian beriak air bermunculan, laki-laki itu muncul dan berenang menuju tepian dermaga.

“Kamu baik-baik saja?” Tanya Renata cemas.

Laki-laki itu tertawa, “apa barusan kamu mengira aku akan mati disini, Renata? Di dunia mimpi?” Tanyanya disela tertawa.

Renata berdecak kesal, kemudian menjauh dari hadapan laki-laki itu yang masih mengibas-ngibaskan rambut basahnya.

“Mau kemana? Tunggu aku!” Ia berdiri mengejar Renata, tetapi kakinya yang masih basah itu membuat tubuhnya tidak seimbang. Ia tergelincir dan akhirnya jatuh dengan bunyi yang keras.

Renata segera menengok ke belakang, mencari asal suara tersebut.

"Kau sengaja? Tega sekali!" Laki-laki itu mencoba berdiri, kemudian terpeleset lagi.

Renata tertawa saat melihat laki-laki itu hanya bisa bersungut kesal.

“Bodoh,” ejek Renata disela tawanya.

Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya, meminta bantuannya.

Renata berjalan mendekat..

-

Bunyi alarm kembali membangunkan Renata pagi itu.

Meski sedikit pusing, ia segera beranjak dari tempat tidurnya dan bersiap pergi ke sekolah.

Renata semakin bersemangat untuk mencari tahu lebih banyak tentang lucid dream. Ia bahkan berani menyelipkan ponsel dibawah buku pelajarannya untuk melakukan pencarian lebih banyak melalui internet.

Beberapa artikel yang dibaca Renata menyebutkan bahwa, sangat sulit bagi pemula untuk menciptakan karakter dalam mimpinya.

Selain itu, tidak mungkin seseorang bisa memimpikan wajah seseorang yang bahkan belum ia lihat sebelumnya di dunia nyata.

Ia benar-benar penasaran pada sosok laki-laki dalam mimpinya itu. Ia begitu fokus, hingga celaan Desty dan persoalan Haris-Siska itu berhasil teralihkan. Bahkan penjelasan guru sejarahnya pun gagal mengalihkan Renata dari pikirannya.

“Renata Sanjaya! Ulang bagian yang baru saja saya bacakan!” Kata Bu Hani tiba-tiba.

Si pemilik nama tersentak, ia sadar namanya lah yang baru saja menjadi objek perhatian seisi kelas.

Dena menggeser bukunya yang sudah diberinya garis tipis dibawah kalimat sesudah titik dalam satu paragraf akhir.

“Reaksi keras ditunjukkan pasukan tentara Jepang, saat desas-desus kemerdekaan semakin kencang terdengar. Sebagian dari mereka masih saja memperlakukan rakyat pribumi seperti budak.”

Renata berhenti membaca, setelah melihat garis tipis yang berhenti di bawah tanda titik. Sambil berdoa dalam hati bahwa yang ia baca, benar-benar yang dimaksud gurunya itu.

Tanpa berkomentar, Bu Hani kemudian melanjutkan penjelasannya.

Kali ini Renata memperhatikan sungguh-sungguh penjelasan Bu Hani, tanpa melewatkannya sedikitpun.

-

Related chapters

  • Sebatas Mimpi   Pandu

    “Renata?”“Ya,” jawab Renata sambil tersenyum.“Sudah lama disini?” Tanya laki-laki itu dengan pakaian yang sama seperti kemarin.“Lumayan,” balas Renata mengalihkan pandangannya pada lautan lepas.Malam ini Renata kembali mengatur mimpinya agar bisa bertemu laki-laki itu. Masih di tempat yang sama. Dermaga yang pernah ia lihat di tayangan televisi, entah di negara bagian mana, yang jelas ia suka sekali tempat ini.“Bagaimana keadaanmu hari ini?”“Sedikit lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Aku terlalu penasaran denganmu, jadi aku lupa meladeni celaan Desty dan sikap menyebalkan romeo-juliet di kelasku.&rdqu

    Last Updated : 2022-01-12
  • Sebatas Mimpi   Kisah Sejarah

    “Pandu?” Bisik Renata. Laki-laki itu sedang dalam posisi tiarap seperti dirinya, mereka sama-sama bersembunyi di kolong tempat tidur. Langkah kaki terdengar semakin jauh, Renata kini bisa dengan bebas berbicara walaupun masih dengan suara pelan. “Kamu darimana?” Renata bersungut kesal. Bisa-bisanya laki-laki itu meninggalkannya dalam keadaan seperti ini. “Maaf,” kata Pandu menyesal. “Tapi Renata, semuanya baik-baik saja, kamu bisa melakukan apapun disini. Termasuk melawan para Jepang itu.” Kata Pandu yakin. Renata mengangkat kedua alisnya, masih kurang yakin terhadap kemampuannya. “Coba lihat kursi di sebelah sana,” tunjuk Pandu pada sebuah kursi kayu yang bersandar pada din

    Last Updated : 2022-01-12
  • Sebatas Mimpi   Tian

    Pagi minggu yang cerah gagal menarik perhatian Renata dari layar laptopnya. Gadis itu berencana menghabiskan hari ini dengan mencari lebih banyak tentang kemampuan Oneronaut yang sedang ia pelajari.Sudah dua jam berlalu, Renata sengaja mandi lebih pagi seperti hari-hari biasa ia berangkat sekolah. Padahal khusus hari minggu, gadis itu selalu menetapkan jadwal mandi paginya menjadi diatas jam sebelas.Suara ketukan pintu menghentikan pencarian yang dilakukannya.“Dek?” Panggil Tian dari luar kamar Renata.Renata bergegas membuka pintu kamarnya sedikit, “ya, kak?”“Lagi ngapain?” Tanya Tian penasaran sambil menengok ke dalam kamar adiknya.&ldquo

    Last Updated : 2022-01-12
  • Sebatas Mimpi   London Eye

    Pandu duduk di kursi taman, melipat kakinya. Matanya terpejam menikmati terpaan sinar matahari pagi dan angin yang begitu sejuk.“Apa yang terjadi?” Tanya Pandu tiba-tiba.Renata mengerjap kaget setelah menatap Pandu cukup lama, “apa?”Pandu memajukan tubuhnya untuk mengamati wajah Renata dengan jarak dekat, “kamu sedang sedih Renata, terlihat jelas,” gadis itu menarik tubuhnya sedikit ke belakang karena merasa jengah.Renata diam, ia masih harus mempertimbangkan cerita Haris-Siska. Ia tidak ingin Pandu berpikir bahwa ia masih menyukai Haris, ya walupun masih, sedikit.“Ceritakan saja padaku.”Renata akhirnya bercerita mengenai segal

    Last Updated : 2022-01-12
  • Sebatas Mimpi   Mimpi dan Kenyataan

    “Hormat gerak!” Teriak salah seorang teman Renata di tengah lapangan. Seluruh siswa-siswi SMA Harapan serentak mengangkat tangan, hormat kepada bendera yang sedang di gerek para petugas. Baru setengah tiang, kepala Renata kembali berdenyut. Sejak tadi pagi, kepalanya memang terasa pusing sekali. “Mau ku antar ke UKS?” Dena mulai khawatir. “Nggak, makasih Den. Aku bisa sendiri.” Tolak Renata halus. “Oke, tapi hati-hati ya.” Sebenarnya dia juga ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja di UKS. “Renata?” Seseorang yang sebenarnya sedang ingin dihindarinya malah m

    Last Updated : 2022-01-13
  • Sebatas Mimpi   Panggilan Astral

    Renata menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur. Sejenak memikirkan kembali obrolannya dengan Dena. Anehnya, semakin dilarang, rasanya semakin ia ingin bertemu dengan sosok Pandu itu sekali lagi. Ia menggeleng, berusaha mengalihkan pikirannya. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya, mandi, kemudian belajar mempersiapkan ulangannya besok. Sudah pukul sembilan, matanya kini benar-benar terasa berat. Renata yakin kelelahan bisa membuatnya tidur lebih nyenyak. Namun perkiraannya salah, ia justru sadar dalam tidurnya. Kini ia berjalan di lorong gelap. Renata merasa janggal, karena sejauh apa pun ia berlari, semuanya gelap.

    Last Updated : 2022-01-13
  • Sebatas Mimpi   Nostalgia

    “Ren, kamu yakin?” tanya Dena khawatir. Renata memandang Dena ragu, kemudian mengangguk. "Aku akan mencobanya sekali lagi, nanti. Setelah aku mengerti cara kerja proyeksi astral yang kamu ceritakan itu." - Sudah seminggu Renata berhenti berani bermain-main dengan proses tidurnya.Kini ia sedang disibukkan dengan persiapan menjelang ujian tengah semester yang sebentar lagi akan dihadapinya. Sesekali tubuh “lain”nya itu memang terpisah saat Renata tertidur. Tapi ia malah menggunakan tubuhnya untuk belajar. Membaca beberapa materi yang masih belum ia mengerti. “Besok-besok jika aku terbangun dalam keadaan seperti ini lagi, lebih baik

    Last Updated : 2022-01-14
  • Sebatas Mimpi   Perjalanan Pertama

    Sepanjang sore itu dihabiskan Renata dengan melamun, tentang apa saja. Ia membebaskan pikirannya kemanapun sesukanya. Ia sedang tidak dalam kondisi perasaan yang baik untuk melakukan apapun. Semua dimatanya salah. Bunyi berisik yang ditimbulkan angin sore juga salah, termasuk senja yang tak begitu tampak karena awan gelap sedang menyelimuti langit sore ini.Perasaannya benar-benar buruk setelah bertemu orang itu. Renata ingin menghapus setiap memori yang berisi tentang ia dan Haris.Renata gusar, ia tak tenang. Ia kesal dan marah. Tapi ia hanya terdiam, bahkan untuk melampiaskan berbagai perasaan itu ia tak tahu bagaimana caranya.Seandainya sekali saja ia bisa kembali mengalami lucid dream. Sekali saja, hanya untuk berteriak sekencang-kencangnya. Ia hanya perlu melakukan itu.

    Last Updated : 2022-01-14

Latest chapter

  • Sebatas Mimpi   Bagian Akhir

    Dua orang perawat sibuk memindahkan seorang pasien ke dalam ruang ICU. Dokter dan perawat lainnya dengan sigap menyiapkan alat pemicu detak jantung.“Detak jantungnya melemah, Dok!” kata seorang perawat.Sementara yang kini matanya terpejam tidak mendengar suara apa-apa.Kesadarannya hilang seutuhnya.***Renata merasakan badannya terasa lemas, perlahan ada suara yang konstan terdengar. Lalu diikuti suara orang-orang berbisik pelan.Matanya berat sekali untuk dibuka, tapi ia begitu ingin melihat pemilik banyak suara yang ia kenal.“Ren,” panggil Tian khawatir.Renata akhirnya berhasil membuka matanya pelan. Dibalik alat bantu pernafasan bibirnya tersenyum.“Syukurlah kamu sudah sadar.” Kata Dena lega.Sementara Ibunya hanya bisa menangis sambil mengucapkan syukur berulang kali dan Ayahnya menghela napas lega.Kondisi Renata stabil, namun sejak perawat melaporkan kalau ada tanda pergerakan dari jari tangannya. Seluruh keluarganya dan Dena langsung berkumpul di kamar Renata dengan harap

  • Sebatas Mimpi   Perpisahan

    Renata menggenggam beberapa kerikil dalam tangan mungilnya, kemudian melempar satu per satu ke danau. Kerikil itu memantul beberapa kali di atas air sampai akhirnya tenggelam."Hei, kamu terlihat sangat kesepian!" Ucap Bian kecil dengan nada mengejek.Renata mendelik, "Kamu juga!""Kamu betah di sini?""Nggak, tempat ini aneh! Tapi aku malas di rumah, sepi banget.""Iya sih aneh, tapi di sini tenang.""Di rumah kamu berisik?""Iya, banyak yang berantem!"-Sepasang suami istri berdiri di samping tubuh anaknya yang kini sudah begitu dewasa. Mereka menatap pasrah, entah keputusan untuk ikhlas apakah keputusan yang tepat.Sementara pun jika anak mereka terbangun, ada kemungkinan psikologisnya tidak ikut bertumbuh seperti fisiknya.Bian dan Renata mengelilingi area rumah sakit menghabiskan waktu agar tidak terlalu bosan menatapi tu

  • Sebatas Mimpi   Reuni

    "Aku nggak akan mau balik, kita disini aja ya main!" "Kakak kamu galak! Aku nggak mau dimarahin lagi!"Suara perempuan terdengar dari kejauhan."Aku mau pulang, aku takut sama kakak kamu.""Jangan tinggalin aku Ren!" "Nanti kan kita bisa main lagi." "Nggak akan bisa, aku mau pergi aja dari sini." * Renata bisa merasakan tubuhnya, tapi ia tidak memiliki tenaga untuk membuka mata. Ia bisa mendengar suara orang tuanya, ia juga bisa mendengar suara mesin dengan nada beraturan. Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu dibuka, seseorang melangkah semakin dekat dengannya. "Kondisinya stabil, kita masih harus melakukan pengecekan, semoga semuanya baik-baik saja ya Pak, Bu." Lalu terdengar langkah kaki menjauh, diiringi helaan nafas dari Ayahnya. Bagaimana caranya aku bangun? Renata berpikir begitu lama, sampai ia sendiri bosan. Ia tidak tau sudah berapa lama waktu berlalu, yang ia sadari adalah ia lelah dan mengantuk.Ada banyak suara di kepala Renata. Semuanya terdengar beris

  • Sebatas Mimpi   Pulang

    Renata merapatkan jaketnya, sejak pagi hujan turun deras. Meski sudah reda sejak ia pulang sekolah tadi siang, namun hingga sore langit masih mendung dan udara terasa dingin.Ia menghentikan motornya di depan rumah Desty.Renata ragu beberapa saat sebelum menekan bel rumah Desty. Ia melihat garasi rumah yang sebelumnya kosong, saat ini sudah terparkir dua mobil disana."Renata?" Suara Desty terdengar memanggilnya.Renata mendongak ke asal suara, ternyata Desty memanggilnya dari balkon lantai dua rumahnya."Tunggu sebentar." Desty bergegas turun.Meski masih terasa sepi, namun setidaknya tidak seseram sebelumnya saat ia menyelinap ke rumah Desty tanpa raga."Minum Ren," Desty menawarkan dengan ramah.Renata diam beberapa saat, ia berusaha memahami situasi yang saat ini terjadi. Apa yang terjadi? Mengapa Desty tiba-tiba berubah ramah padanya?"Aku rasa, kamu sudah mendengar kabar dari Dena tentang Bian?"Renata mengangguk canggung."Aku nggak bisa menyalahkan kamu, kalaupun kamu lupa te

  • Sebatas Mimpi   Kelas Tiga

    Bel sekolah berbunyi.Hari ketiga sejak Renata resmi sebagai anak kelas tiga. Semangatnya masih terasa, ia begitu riang karena Desty sudah lulus. Ia bebas. Meskipun ia masih belum bertemu Dena selama dua hari sebelumnya usai libur panjang.-"Kamu yakin berangkat tengah malam gini sendirian? Mau aku temenin nggak?" Tanya Miko cemas."Aman. Aku udah biasa juga, kamu jaga Bian aja dulu disini. Nanti kapan-kapan aku main kesini lagi.""Kapan-kapan itu kapan?" Tanya Miko jahil.Dena mendelik sambil mendirikan kopernya, usai membereskan seluruh pakaiannya."Udah ah, aku mau berangkat sekarang ke bandara, ditemenin nggak nih?""Siap bu bos, siap." Miko menarik koper Dena menuju mobil."Sempat kan ya?" Tanya Dena khawatir."Lagian kenapa nggak izin aja sih. Maksa banget mau sekolah.""Aku udah izin dua hariiii," pekik Dena gemas.Miko mengangkat tangannya menyerah sebelum perdebatan terjadi."Aku bol

  • Sebatas Mimpi   Ingatan Renata yang Hilang

    Dena merapikan pakaiannya dari koper ke lemari pakaian yang tersedia di kamar tamu. Ia akan menghabiskan sisa libur sekolahnya di Singapura bersama keluarga Miko.Suara ketukan menghentikannya, "Dena," suara Miko terdengar dari luar kamarnya."Kenapa?" Tanya Dena."Aku boleh minta tolong nggak?""Jangan yang aneh-aneh!" Dena mendelik.Miko meringis, "enggak.""Minta tolong apa?"Miko menatap Dena ragu, "kamu bisa bujuk Desty biar keluar kamar nggak?"Beberapa menit berlalu, Dena berdiri di depan pintu kamar Desty. Baru saja tangannya terangkat ingin mengetuk kamar kakak kelasnya itu."Masuk!"Suara Desty terdengar dari kamarnya.Dena memberanikan diri masuk ke kamar Desty, "kak.""Ngapain berdiri di depan kamarku?" Tanya Desty datar."Gimana kabar Kak Desty?"Desty menghembuskan napas berat, "itu aja? Kamu cuman mau nanya itu?""Sebenarnya aku mau tau cerita Bian," Dena menurunka

  • Sebatas Mimpi   Tentang Bian

    Suara sirine ambulans terdengar bergantian datang dan pergi. Dena menghembuskan napas berat memandang ke sekeliling rumah sakit. Jauh sekali perjalanannya menuju kesini. Tapi mau bagaimana lagi, ia harus meluruskan sesuatu.Meskipun ia beberapa kali pernah ke tempat ini, tapi ia masih merasa asing. Seorang laki-laki melambai padanya dari depan rumah sakit, ia berjalan menghampiri Dena yang baru saja tiba."Hai sayang," Miko memeluk Dena mengusap punggungnya pelan.Dena mendongak lalu tersenyum."Gimana perjalanannya lancar? Kenapa nggak mau aku jemput sih?""Aku tau jalan kesini kok. Kamu gimana kerjaannya? Hari ini cuti emang?" tanya Dena.Miko, pacarnya, meski harus menjaga adiknya yang terbaring koma di rumah sakit selama bertahun-tahun tetapi ia masih melakukan aktivitas yang padat. Selain kuliah ia juga bekerja di sebuah perusahaan. Memang bukan perusahaan besar, Miko bekerja di sebuah perusahaan rintisan yang fleksibel dan tidak mengha

  • Sebatas Mimpi   Pencarian

    Rasanya cepat sekali Renata melesat dari kediamannya menuju rumah Desty. Rumah mewah itu masih sepi seperti hari-hari sebelumnya saat ia berkunjung ke tempat ini.Renata mencari Desty di kamarnya, tidak ada, di kamar milik Bian tetapi hasilnya tetap sama. Ia tak bisa menemukan Desty dimanapun.Rumah ini terlalu sepi, pikirnya. Kemana semua orang?Renata memandang pias tali panjang yang terulur dari tubuhnya. Satu-satunya penghubungnya dengan kehidupan. Renata bergidik ngeri membayangkan apa yang akan terjadi dengan hidupnya jika tali itu sampai putus.Ia akhirnya kembali memutuskan untuk mengamati kamar Desty lebih detail. "Dimana ya..." Bisik Renata pelan. Berusaha memecah kesunyian yang sedikit menyeramkan.Renata mengamati

  • Sebatas Mimpi   Rahasia Pandu

    “Bian?”Kini dalam pikirannya bayangan begitu jelas terlintas.Renata kecil sedang berlari mengejar seorang anak laki-laki yang mengajaknya bercanda. Tiba-tiba sebuah batu membuat kakinya tersandung dan jatuh.ia menangis, anak laki-laki itu mengulurkan tangannya, Renata meraih tangannya agar bisa berdiri tegak, anak laki-laki itu mengusap kepala Renata kecil dengan gemas.Sesaat ia teringat Pandu. Sepertinya ia harus segera berbicara dengan Dena.“Dena?” Panggil Renata ketika nada sambung berhenti terdengar dari ponselnya.“Hmmm?” Gumam Dena dari sambungan telepon ditelinganya.“Jalan yuk!” Ajak Renata cepat

DMCA.com Protection Status