Di hari libur berikutnya, tiba-tiba Elsie menghubunginya ketika hari masih gelap. Dengan suara yang sangat bersemangat, dia membangunkan harinya dengan berkata ingin pergi ke sebuah tempat wisata bersama dengannya. Lalu dengan terus-menerus memohon, dia berhasil membangunkan Alvan yang masih berada dalam mimpinya. Lalu dengan persiapan yang singkat dan mapan, ia pun menjemput Elsie dan seorang wanita lain yang ingin di ajaknya pergi bersama-sama.
Wanita itu sudah cukup tua, mungkin dia berumur sekitar tujuh puluh hingga delapan puluh. Namun energinya melebihi dirinya. Dia tampak cukup kuat dan penuh semangat. Elsie yang duduk di kursi belakang bersamanya juga sangat ceria.
Hingga dirinya yang diam-diam mengintip dari kaca spion belakang dibuat tersenyum ketika melihat tingkah mereka selama perjalanan.
Setelah perjalanan dua jam, tibalah mereka di sebuah pemancingan dekat pantai. Meskipun pasirnya tidak seindah pantai pada biasanya, tapi di tempat itu mereka dibe
Perjalanan pulang sedikit lebih berbeda dengan perjalanan saat mereka berangkat. Ketika mereka berangkat semua orang tampak merasa senang dan ceria. Namun diperjalanan pulang, sepertinya semangat mereka menjadi luntur di dalam rasa lelah yang rasakan."Kita ke tempat peristirahatan dulu, ya?" ujar Alvan sebelum dia berbelok masuk ke tempat peritirahatan.Sambil keluar, Alvan merenggangkan seluruh titik tubuhnya lantaran perjalanan yang lumayan jauh. Sedangkan Elsie, Elsie tidak bisa melakukan apapun lantaran ia menyangga kepala nenek yang sedang tertidur pulas dengan bahunya."Kau pasti sangat lelah", ujarnya sambil melongok ke arahnya dari kursi kemudi. "Mau kubelikan sesuatu? Minuman atau makanan?"Elsie sebenarnya tidak tertarik dengan minuman atau makanan apapun, dan hanya menginginkan tidur. Namun karena tidak bisa membiarkan Alvan terjaga sendiri, ia rasa makanan dan minuman akan menjadi cara baginya untuk dapat membuat dirinya tetap terbangun.&nb
Tanpa terasa, setelah masalah demi masalah terlewati, perayaan hari ke seratus Direktur Jere akan segera tiba. Semua orang diperusahaan tampak sibuk menyiapkan acara hari itu, kecuali satu orang. Elsie.Untuk ukuran seorang cucu yang dibesarkan oleh kakeknya, Elsie tergolong tidak terlalu peduli dan hanya terus bekerja di ruangannya. Bahkan untuk skenario terburuk, Elsie tidak akan mau datang ke acara tersebut lantaran dia sangat membenci kakeknya.Namun yang menjadi masalah adalah jabatan Elsie itu sendiri. Elsie menjabat sebagai direktur utama perusahaan dan adalah sebuah keharusan untuk direktur utama menghadiri setiap acara yang dibuat oleh perusahaannya, lantaran dia adalah tuan rumah itu sendiri.Dalam acara seratus hari Direktur Jere ini pun sama. Untuk menghormati Direktur Jere yang adalah pembangun perusahaan dan pemimpin dari perusahaan tersebut dalam periode waktu tertentu, perusahaan ingin membuat pesta kecil untuk mengenang beliau.
Perlahan para tamu untuk perayaan seratus hari Direktur Jere, berdatangan. Sebagai perwakilan keluarga dan perusahaan, Eizel berkeliling dan mengucapkan rasa terimakasihnya atas kehadiran mereka di acara tersebut. Hingga setelah berputar kedua kalinya di ruangan tersebut, ia melihat Elsie.Tentu ia pun merasa antusias dengan keberadaannya. Namun ketika melihat dia menatap foto Direktur Jere untuk waktu yang lama, Eizel menjadi curiga.Dia tidak akan berlaku aneh-aneh, kan?Diam-diam Eizel mendekatinya dan berdiri di sampingnya seolah mereka sedang melihat foto itu bersama."Kau sudah datang?" tanyanya pada Elsie, tanpa menoleh ke arahnya."Apa kau tidak melihat siapa yang ada di sini?"Lalu ia beralih ke pertanyaan berikutnya, "Kau tidak melakukan hal yang aneh-aneh, kan? Kau tidak akan membuat keributan, kan?"Dengan wajah yang datar, Elsie memiringkan kepalanya dan menatap foto itu baik-baik. "Wah, apa ini telepati? Kau
Sejak awal, Alvan merasa ada yang tidak beres dengan perayaan ini. Meskipun acara peringatan ini dipersiapkan dengan sangat matang, tapi itu tidak membuat firasatnya menjadi tenang.Pagi itu, Alvan yang sudah berencana hendak datang ke peringatan hari ke seratus, harus terkurung di dalam ruangan rapat lantaran ada masalah yang terjadi. Rapat itu berjalan dengan sangat lama dan lambat, hingga sesekali ia melirik ke arah jam tangannya dan merasakan waktu yang berputar cukup keras. Namun rapat itu tak kunjung selesai juga.Mendadak di saat rapat baru saja berakhir, Alvan dihubungi kalau Elsie menghilang.Meskipun Elsie tidak mengatakannya secara langsung kalau dia akan datang, tapi dari ucapannya yang seperti, 'hati-hati nanti dijalan', 'pagi ini aku ada urusan', dan 'jangan hubungi aku hingga nanti siang', Alvan tahu kalau dia datang ke acara tersebut.Lantas jika begitu kenapa dia mendadak meninggalkan acara? Kenapa dia menghilang? Apa yang terjadi?
"Kalau begitu, bukankah kita harus menyatakan perasaan kita sebelum terlambat." ujar Alvan yang Elsie kira adalah sebuah nasihat yang diberikan pria itu untuknya. Namun ia tak menduga sebelumnya kalau pria itu akan menyatakan cinta kemudian, terlebih ketika mereka sedang berpandangan."Aku menyukaimu." ucapnya tiba-tiba yang membuat jantungnya berdebar hingga ia hanya bisa terdiam kaku di tempat.Balik cukup dengan satu pengakuan, pria itu menghujaninya dengan pernyataan cinta yang membuatnya benar-benar merasa ingin menghilang dari sana lantaran senang dan malu. "Aku mencintaimu, Elsie. Maafkan aku, karena aku tidak bisa menepati janjiku dalam kontrak kita. Karena aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menyukaimu. Aku menyukaimu, mauka
Meskipun tidak ada musim semi di negara ini, tapi Nia masih bisa merasakan aroma musim semi yang tampak dari pasangan-pasangan. Dengan sangat terbuka, mereka menunjukkan perasaan satu sama lain, terbuka satu sama lain, bahkan saat mereka berbicara satu salam lain ada perasaan yang hangat dan menyenangkan yang muncul dari keduanya. Bahkan mereka bisa berbicara sambil tersenyum sangat lebar.Hal itu juga terjadi di dalam kantornya. Di kantornya yang tenang dan suci, ada pemandangan tidak mendidik yang dilakukan antara temannya dan asisten dosennya.Di awalnya, ketika ia tahu tentang fakta hubungan mereka dan juga Elsie yang sering berkunjung, sebagai sahabat dan tutor, ia merasa turut bahagia. Ia biasanya mencoba untuk terlihat peka dengan meninggalkan mereka untuk berbicara privasi dan saling menunjukkan cinta satu sama lain yang membuatnya begidik gemas. Namun sehari, dua hari, tiga hari, hingga setiap hari, Nia merasa lelah dan terbeban.Meskipun memiliki se
Alvan pulang ke rumahnya dengan sangat senang. Meskipun mereka mendapat semprotan amarah Profesor Nia, ia senang lantaran ia bisa melihat Elsie.Sebenarnya ia ingin mendatanginya lagi sore ini, tapi ada hal yang tidak terduga sehingga Elsie harus kembali ke kantor dan melakukan rapat yang mungkin akan memakan waktu yang sangat lama. Jadi terpaksa Eizel harus menahan kerinduan yang sudah dirasakannya —padahal baru saja mereka berpisah—, dan menyimpannya sementara untuk besok."Kau pulang cepat?" tanya ibunya padanya ketika ia tiba sampai di rumah."Ya." jawabnya dengan senyum terlampaui lebar sehingga dengan terkekeh ibunya menertawakan perubahan
Seperti rapat-rapat yang sebelumnya, rapatnya dengan Elsie dan dua sekretaris mereka itu berjalan hingga tengah malam. Namun meskipun mereka harus melawan kantuk yang diderita, ada yang perlu dirayakan. Mereka tidak perlu rapat hingga berhari-hari. Cukup hari itu. Tentu itu sangat membahagiakan, mereka sudah kelelahan dengan kelelahan dengan kegiatan mereka selama seharian ini dan kini untuk merayakannya, ia memesan kopi pada Anna yang masih terjaga lantaran sekretaris barunya sudah tumbang di tempat."Betapa senangnya jika rapat selalu seperti ini. Terakhir kali aku sampai membuat masalah besar dan tidur di teras sebagai konsekuensinya." ujar Elsie dengan senyum bahagia yang merupakan pemandangan langka abad ini."Benar. Aku juga ikut senang. Terakhir kali aku tidur di lantai dan seseorang menyerang ku dari atas." gumamnya sambil mengingat kesakita tang dirasakan tubuhnya. Terlebih ketika siku tangan wanita itu mendarat lama keadaan tepi yang sangat runcing. Lalu ia men
Nia, Elsie dan Alvan naik ke panggung untuk foto bersama kedua mempelai.Namun entah hanya perasaanya saja atau memang seperti itu adanya, Nia merasakan ada yang ganjal dengan hubungan Nia dan Alvan. Memang ia tahu kalau mereka berdua berpandangan dengan tidak ramah di ruang pengantin, tapi ia tidak menyangka kalau masalah itu akan bertahan hingga acara pernikahan hampir selesai.Kini acara yang tersisa adalah pelemparan bunga.Semua orang bersiap di posisi dan Nia pun sedikit menyingkir ke sisi panggung untuk memberi Elsie ruang untuk dapat menangkap bunga.Satu. Dua. Tiga.Bunga pun terlempar dengan sangat anggun, tapi semakin dilihat, ada yang aneh dengan arah pelemparan bunga. Hingga tiba-tiba bunga itu mendekatinya dan jatuh di tangannya.Sontak hal tidak terduga itu membuat semua orang gempar dan bingung.Merasa dia bukan seharusnya yang berhak menerima bunga itu, Nia menatap Elsie yang seharusnya m
Ketika matahari mulai bergerak turun dan perlahan berjalan meninggalkan langit yang terang. Elsie duduk seorang diri di salah satu bangku rumah makan yang dibawah naungan perusahaannya, sambil menatap semburat warna jingga yang memenuhi langit. Sudah beberapa hari ia menetapkan untuk lembur beberapa hari di kantornya dan kini ia akhirnya keluar dari persembunyian setelah ia mengurung diri di dalam tembok kantornya. Semua ini karena bunga itu. Sungguh bunga yang sial. Bersamaan dengan kemarahannya yang kembali bangkit dari dalam hatinya, seorang pria yang ia benci selama beberapa hari ini malah muncul di depan wajahnya. Tidak perlu ditanya, Elsie pasti merasa marah. Dia sangat kesal hingga ketika Alvan mengambil duduk di depannya, ia berpaling ke arah lain seperti anak kecil. Namun masalahnya, ia tidak bisa menerima kekalahannya. Terlebih itu lantaran sebuah bunga sial yang malah terbang ke tempat yang salah. "Kenapa tidak pulang se
Di tengah hiruk pikuk pernikahan yang meriah, Alvan dan Elsie duduk berdampingan dengan suasana kesenyapan yang mencekam layaknya yang terjadi pada pasangan yang sedang bertengkar.Hal ini dimulai lantaran Elsie melihat bagaimana Eizel sangat menyukai Anna dan tidak ragu-ragu dalam melangsungkan pernikahannya. Perasaan irinya itu pun ia sampaikan kepada Alvan, yang meskipun tampak tidak tergerak sedikitpun setelah mendengarkannya, tapi sejak mendengar Elsie menceritakannya, perlahan ia mulai mempertimbangkannya hal disebut dengan pernikahan.Namun Elsie yang tidak sabaran, merasa kode halusnya itu tidak akan mempan untu Alvan yang pada pandangannya tidak sensitif, sehingga Elsie dengan memberanikan diri mengatakan secara gamblang pada Alvan tentang keinginannya untuk menikah.Apakah itu salah? Tentu tidak. Terlebih Alvan tahu seberapa sulitnya bagi Elsie untuk memulai pembicaraan tentang pernikahan lebih dulu, dengan posisinya sebagai wanita. Itu adalah ke
Alih-alih menunggu Anna di pelaminan dan melihat dari kejauhan calon istrinya yang berjalan seorang diri menghampirinya, Eizel memilih untuk berjalan bersama istrinya menuju ke pelaminan.Dengan menggandeng wanita yang dicintainya, ia mengumbar senyum yang sangat lebar nan bahagia. Lalu dengan mata yang saling berkaitan dengan Anna, ia menunjukkan kepada semua orang kalau dirinya sangat beruntung memiliki wanita ini sebagai teman hidupnya.Hingga setiba mereka di pelaminan, mereka menjalani seluruh prosesi pernikahan dan dipenghujung acara, sang pembawa acara menyatakan bahwa mereka sudah resmi menjadi suami istri.Seketika ruang pernikahan itu menjadi amat riuh. Para tamu bertepuk tangan dan tak sedikit yang memberi sorakan atas status baru mereka.Di tengah kebahagiaan yang bertaburan seperti confetti, Eizel menatap langit-langit dengan tercengang.Hidup itu sebuah misteri...****************...~Du
Dengan gaun yang indah yang Nia kenakan di acara pernikahan, ia berjalan tergopoh-gopoh menuju ruang tunggu pengantin. Semua ini adalah salah dari dirinya yang bangun terlambat.Kemarin malam, usai mengatakan salam tidurnya, Nia lupa menyalakan alarm. Hingga, akibat dari perbuatannya, mereka pun jadi bangun terlambat. Hanya untung saja, pengantin wanita sudah bangun lebih dulu dan langsung pergi ke tempat di mana dia akan di rias.Namun di mana kawannya yang satu lagi, kalau tidak salah dia yang bertanggung jawwab dengan bunga buketnya. Lantaran dia menyekap bunga itu sejak pagi, yang katanya itu dia lakukan untuk dapat terhubung dengan bunga. Sehingga ketika pengantin wanita melemparkan bunganya nanti, dia dapat menangkapnya dan segera menikah.Baru dia pikirkan, suara temannya itu sudah terdengar dari kejauhan, meskipun di lobi itu sudah dipenuhi oleh tamu yang berbicara sendiri layaknya suara lebah."Nia."Dengan gaun merah men
~Lima bulan Kemudian."Untuk pernikahan besok. Bersulang.""Bersulang.""Bersulang."Tiga wanita itu pun saling menyatukan kaleng soda mereka, hingga berbunyi suara 'ting' dari permukaan kaleng mereka yang saling bersentuhan.Namun ketika mereka hendak meminumnya bersama, Elsie langsung mengurungkan niatnya dan meletakkan soda itu dengan tatapan sia-sia."Kenapa?" tanya Nia pada Elsie yang tampak kesal lantaran tidak dapat meminum sodanya.Selagi melihat tubuhnya, ia pun mengeluhkan lemaknya yang bertumbuh pesat. "Akhir-akhir ini berat badanku banyak naik. Jadi aku tidak bisa meminum ini dan membuat gaunku kekecilan."Mendengar alasan Elsie, membuat Anna dan Nia menghentikan aktivitas mereka. Hingga satu per satu mulai meletakkan kaleng sodanya."Benar juga." gumam Anna dengan menatap sedih minuman soda itu.Seusai kaleng soda, kini mata mereka tertuju pada makanan melimpah yang ditaruh di
"Kau sudah sampai kantor?" tanya Eizel pada Anna, setelah mereka berhasil masuk ke dalam kantor Direktur Eizel yang berdekatan dengan kantor direktur utama. "Kapan? Aku tidak melihat tasmu ketika datang ke kantor Elsie?""Sudah dari tadi." Anna tersenyum getir dan dia mengungkapkan fakta yang terjadi tadi pagi saat ia datang ke kantor. "Sebenarnya aku sudah sampai di kantor satu jam yang lalu."Mendengar kata satu jam, membuat Direktur Eizel mendelik tidak percaya. Namun memang begitulah faktanya, ia sama sekali tidak mengubah kebenaran yang ada. "Jika memang satu jam yang lalu, kenapa aku tidak melihatmu saat datang tadi? Bahkan aku tidak melihat tasmu di meja.""Itu, itu." Dengan terbata-bata Anna mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya tadi terjadi. "Saat aku datang, ternyata di dalam sudah ada Direktur Elsie dan Alvan di ruangan. Lalu karena tak ingin aku mengganggu mereka, Direktur Elsie menyuruhku untuk pergi berjalan-jalan selama beberapa menit. Jadi itul
Kenapa dari semua hal, peribahasa menggambarkan keterkejutan dengan 'sambaran petir'? Dulu Eizel sering mempertanyakannya. Namun pagi ini akhirnya ia pun tahu dengan sendirinya, betapa sangat mengejutkannya petir.Dari awal ke kantor, Eizel tidak mendapatkan firasat apapun. Hingga ketika ia hendak menyerahkan beberapa dokumen untuk di tinjau ulang oleh Elsie, ia merasa baru saja melihat adegan yang tidak pantas di ruangan wanita itu.Eizel melihat sepasang kekasih yang sedang menjalin asmara dengan berbicara manja satu sama lain. Ada kalanya Elsie mendadak mejaruk dan bersikap seolah akan mengakhiri hubungan, tapi dengan sikap yang sama kekanak-kanakannya, Alvan meredakan kekesalannya dan dua orang yang sedang kasmaran itu kembali mesra dengan berpelukan satu sama lain.Hingga karena ia berdiri mematung di depan pintu dalam jangka waktu yang cukup lama, pria dan wanita itu pun menyadari kehadirannya dan tersenyum lebar."Selamat pagi."
Sesuai janjinya, Alvan akan mendatangi Elsie untuk menyatakan perasaannya untuk terakhir kalinya. Namun lantaran selama beberapa hari ini Elsie tidak datang ke kantornya, Eizel —selaku orang yang membantunya—, dia memberikan alamat rumah Elsie padanya.Ternyata lokasi rumah Elsie tidak jauh dari kantor, dan begitu sampai di sana, Alvan tidak melihat tempat tinggal Elsie sebagai sebuah rumah, melainkan sebuah istana. Sangat besar dan megah. Namun apakah wanita itu tidak kesepian, tinggal di rumah sebesar itu untuk dirinya.Setelah membunyikan bel berkali-kali dan tidak mendapat tanggapan, serta menyadari tidak adanya satu mobil kesukaan wanita itu di halaman parkirannya. Alvan pun mengerti kalau wanita itu kini sedang tidak ada di rumah.Jadi dengan sabar dan jantung berdebar, Alvan menunggu wanita itu di depan rumahnya yang ternyata memakan waktu yang cukup lama.Hingga perlahan hari menjadi semakin malam, dan ketika jam menunjukkan bahwa hari