Dokter bertanya, "Di mana suami pasien? Kenapa masih belum datang? Kalau nggak segera menandatangani suratnya, semuanya akan terlambat."Perawat menjawab, "Suami pasien nggak mau datang. Katanya, biarkan saja pasien hidup atau mati sendiri."Hidup atau mati sendiri .....Di atas meja operasi, Violet yang seluruh tubuhnya penuh luka dan sedang sekarat, berusaha mengangkat tangannya. Dia bergumam, "Berikan ponselnya padaku ...."Ketika melihat kondisinya, perawat dengan cepat memberikan ponsel itu padanya.Sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, Violet menekan ulang nomor yang hampir tertanam dalam pikirannya.Ketika panggilan akan segera terputus, akhirnya seseorang di seberang sana mengangkat teleponnya, "Sudah aku bilang, hidup matinya nggak ada hubungannya denganku."Suara pria itu penuh dengan ketidaksenangan dan ketidaksabaran."Leon ...." Setiap kata yang diucapkan Violet membuat seluruh tubuhnya terasa tersiksa dengan rasa sakit yang menyayat. Dia melanjutkan, "Setelah kamu me
Keesokan harinya.Pagi-pagi sekali.Karena lukanya terasa sangat sakit, Mia meminta Leon untuk tetap tinggal, sehingga dia menghabiskan semalam lagi di rumah sakit.Dalam perjalanan ke kantor, dia tiba-tiba memberi perintah pada sopir ketika melewati sebuah persimpangan, "Pergi ke Vila Aster."Dia sudah memakai baju ini selama dua hari, sudah waktunya untuk diganti.Jika tidak, tempat itu sebenarnya adalah tempat yang paling tidak ingin Leon datangi.Siapa sangka, ketika kembali ke vila, yang menyambutnya bukan kehangatan seperti biasanya, melainkan dinginnya suasana di seluruh ruangan. Sementara di atas meja di ruang tamu ada ....Surat cerai!Melihat tanda tangan di bagian akhir dan kunci yang diletakkan di atas kertas itu, mata hitam Leon bersinar samar. Kemudian, dia berbalik untuk melangkah naik ke lantai atas.Ini adalah pertama kalinya Leon masuk ke kamar Violet.Biasanya mereka hidup dalam dunia mereka masing-masing.Seperti yang diduganya, kamar itu sudah bersih dan rapi.Sela
Jarak Kota Barona hanya satu setengah jam perjalanan dari Kota Jimasta.Violet tiba di rumah Keluarga Wijaya sesuai janji dengan menggunakan penyamaran.Dengan alasan mengobati penyakit, dia memanfaatkan kesempatan untuk menghipnosis Dimas yang sudah lanjut usia.Sayangnya, tidak ada informasi berguna yang bisa didapat.Setelah usahanya tidak membuahkan hasil, Violet berjalan sambil menunduk, memikirkan sesuatu. Tiba-tiba dia merasakan sakit di dahinya."Maaf ...."Kata-kata permintaan maaf itu terhenti di tenggorokan ketika melihat wajah orang yang ada di depannya.Leon?Kenapa dia ada di sini?Memang benar, musuh akan selalu bertemu!Hanya dalam waktu kurang dari dua detik, Violet mengalihkan pandangannya, lalu pergi tanpa ekspresi.Leon tertegun.Awalnya orang ini tampak akan meminta maaf, tetapi setelah melihatnya, sikapnya tiba-tiba berubah drastis. Terutama tatapan yang berubah seolah mereka punya dendam mendalam.Leon berbalik, memandang ke arah kepergian wanita itu. Mata gelapn
"Dua puluh triliun?"Leon tanpa ragu berkata, "Oke!"Tiga tahun lalu, setelah dirinya dijebak dan diberi obat, ada seorang gadis yang tetap menyelamatkan nyawanya meski dia sendiri terluka parah.Setelah semalaman mereka bersama, gadis itu sudah menghilang tanpa jejak setelah pagi datang.Malam itu begitu gelap sehingga Leon tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dia hanya bisa mencium aroma obat yang samar, mirip dengan aroma obat tradisional tertentu.Setelah kejadian itu, dia menyelidiki, hingga akhirnya menemukan Keluarga Lenova.Mia yang sejak kecil lemah dan sering sakit, sudah terbiasa mengonsumsi obat tradisional.Menurut penuturan langsung dari Mia, pada hari insiden itu terjadi, dia sedang diculik. Ketika akhirnya berhasil melarikan diri, dia bertemu dengan Leon.Tanpa memedulikan keselamatannya sendiri, Mia dengan tubuh penuh luka menyerahkan kesuciannya untuk menyelamatkan Leon.Saat itu, Mia baru berusia delapan belas tahun.Karena telah menyelamatkan nyawanya, Leon ber
Tatapan tajam Leon kembali mengarah ke balkon, memberi Joshua isyarat dengan pandangan matanya.Joshua memeriksa sekeliling, "Pak, nggak ada siapa-siapa di sini!""Panggil dokter." Mata Leon berubah menjadi dingin. Dia menambahkan, "Beri tahu pihak rumah sakit untuk menutup semua pintu keluar. Hanya boleh ada masuk, nggak boleh ada yang keluar!""Baik!"Setelah diperiksa oleh dokter dan dipastikan bahwa orang itu hanya mengambil darahnya tanpa melakukan hal lain, hati Mia yang semula waspada akhirnya merasa sedikit tenang.Orang yang datang tidak diketahui asal-usulnya. Mengingat kondisinya yang rentan, tentu saja dia merasa takut.Namun, dia tidak mengerti, kenapa orang itu bersusah payah mengambil darahnya?Namun ....Air mata Mia mengalir begitu dia menoleh menatap Leon. Dia berkata, "Paman, sebenarnya ada beberapa hal yang seharusnya nggak aku katakan. Tapi dia benar-benar sudah keterlaluan."Ini adalah kesempatan yang bagus untuk menimpakan segalanya pada Violet, jadi dia tidak ak
Wanita itu berbalik untuk menghadapnya. Begitu melihat dengan jelas wajahnya, wajah tampan Leon seketika menjadi sangat muram.Punggung wanita itu memang mirip dengan Violet, tetapi wajahnya sama sekali berbeda.Penampilannya biasa saja, jauh dari kecantikan luar biasa yang dimiliki Violet.Ketika menyadari bahwa dirinya sempat menganggap Violet cantik, wajah Leon menjadi makin muram."Tampan, caramu mendekati orang unik sekali. Kamu punya gaya sendiri, aku suka."Wanita itu menyandarkan dirinya ke arah Leon, lalu melanjutkan, "Rumahku ada di dekat sini, bagaimana kalau kita ....""Salah orang."Saat Leon mundur, wanita itu hampir terjatuh. Namun, dia tidak terlihat kesal, malah kembali mendekat sambil berujar, "Jangan malu-malu. Kita berdua ini sudah dewasa, nggak perlu sungkan."Sebuah tatapan dingin diarahkan pada Joshua yang mengikuti dari belakang.Joshua segera maju untuk mengatasi situasi tersebut.Setelah keduanya pergi dengan mobil, Violet naik ke mobil Sheva, lalu dengan perl
Di rumah sakit.Begitu Leon masuk, Mia langsung memeluknya dengan erat.Wanita itu seperti seekor ular tanpa tulang, menggeliat di dalam pelukannya sambil berkata, "Paman, aku merasa nggak nyaman .... Benar-benar nggak nyaman ....""Di mana yang terasa nggak nyaman?" Leon mengulurkan tangan, mencoba mendorongnya, tetapi ini malah membuat Mia makin erat memeluknya."Di seluruh tubuhku ...." kata Mia sambil menggenggam tangan Leon, lalu menempelkannya ke dadanya. Dia melanjutkan, "Terutama di sini, seperti ada banyak semut yang merayap. Rasanya gatal dan sangat nggak nyaman.""Paman, tolong aku ... selamatkan aku!"Keadaan Mia ini jelas tidak normal. "Aku akan memanggil dokter untukmu," ucap Leon."Nggak, aku nggak mau dokter, aku hanya mau kamu." Mia memeluk Leon erat-erat seperti tumbuhan merambat yang melilit, bahkan mulai membuka kancing bajunya. Mia berkata, "Paman, tolong aku. Cepatlah, aku benar-benar merasa nggak nyaman .... Kalau kamu nggak menolongku, aku benar-benar akan mati
Saat masker itu hampir saja ditarik, Violet dengan cepat mencabut jarum perak dari pinggangnya, lalu langsung menusukkannya ke telapak tangan Leon."Hiss ...."Rasa sakit tajam menyebar di telapak tangannya, memaksa Leon menarik kembali tangannya. Violet memanfaatkan kesempatan itu untuk melompat langsung dari balkon.Melihat wanita itu mendarat dengan stabil dari ketinggian lantai 11, mata hitam pekat Leon menyiratkan kekaguman sekaligus sorotan yang tajam.Dia mengeluarkan ponselnya, membuka halaman yang menunjukkan titik merah kecil.Sebenarnya, dia sudah menyadari bahwa di dalam kamar rawat ada orang lain selain dirinya dan Mia.Tepat ketika Mia bersiap melepaskan pakaian, ada suara dari dalam lemari.Meski suara itu sangat pelan dan hanya sekejap, Leon tetap menyadarinya.Tadi dia sengaja keluar untuk memancing musuh keluar dari persembunyian.Melihat titik merah di pelacak, mata hitam Leon menyipit. "Violet, sebaiknya bukan kamu dalang dibalik semuanya. Kalau nggak ...."**Viole
Sebenarnya, dia tidak perlu menjawab pertanyaan tentang identitasnya, Loren bisa menebak siapa orang itu.Siapa lagi kalau bukan Adis?Jika itu Adis, maka kakaknya ....Loren tidak berani berpikir lebih jauh.Begitu menghadapi pertanyaan Loren, ekspresi Leon tidak berubah. "Kalau aku bukan kakakmu, siapa lagi aku?""Aku yang seharusnya menanyakan ini padamu!" Loren memasang ekspresi kosong di wajahnya. "Sebenarnya, kalaupun kamu nggak jawab, aku bisa menebak siapa kamu.""Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan?""Kamu beritahu aku di mana kakakku berada, tapi aku nggak memberi tahu Kak Violet tentang hal ini.""Haha!" Leon tertawa, "Kalaupun kamu bilang padanya, aku tetaplah Leon. Aku bukan orang lain, aku juga nggak bisa menjadi orang lain.""Oke, ini katamu!"Loren mengambil tasnya dan hendak pergi. Loren pikir Leon akan menghentikannya, tapi hanya duduk di sana dan tidak bergerak.Loren merasa gelisah karena Leon tidak peduli sama sekali dengan ancamannya.Setelah memikirkan hal i
Leon bertanya dengan tergesa-gesa, "Kamu tampak kesal. Apa ada masalah?"Violet mendongak dan berkata, "Nggak ada, aku hanya nggak suka berbicara saat makan."Leon cemberut dan tidak mengatakan apa-apa lagi.Setelah sarapan, Violet pergi ke apotek lagi, Leon juga keluar.Leon memberi tahu Violet bahwa dirinya akan pergi ke perusahaan, tapi sebenarnya tidak. Sebaliknya, Leon menelepon Loren untuk membuat janji dengannya di toko makanan.Loren tiba-tiba punya firasat buruk tentang ajakan dari Leon.Karena kakaknya tidak akan pernah meminta untuk menemuinya di tempat seperti itu.Namun, Loren tetap pergi.Begitu mereka bertemu, Leon memanggilnya dengan lembut, "Adik, aku sudah memesankan kue stroberi kesukaanmu. Cobalah saja nanti. Kalau rasanya enak, aku akan sering datang ke sini bersamamu.""Baiklah!" Ini adalah pertama kalinya Leon memanggilnya adik, karena entah kapan pun, Leon akan selalu memanggil namanya.Sebenarnya, kakaknya adalah pria normal pada umumnya!Tidak pernah menyukai
Ada bekas gigitan gigi di belakang telinga kakaknya, akibat digigitnya saat dirinya masih kecil.Saat orang tuaku meninggal, Nenek sibuk dengan segala urusan rumah serta perusahaan.Saat itu, mungkin karena baru saja kehilangan ibunya, Loren menjadi sangat sensitif.Tidak seorang pun dibolehkan menyentuhnya, kecuali Nenek.Namun, Nenek sibuk dan tidak bisa selalu bersamanya.Hari itu, Nenek pergi keluar untuk merundingkan kontrak dan Loren sedang tidur di rumah. Saat bangun, Nenek sudah pergi, Loren pun menangis tersedu-sedu.Terutama ketika pembantunya mencoba memeluknya, begitu menyentuhnya, dia mulai melawan dan terjatuh dari tempat tidur.Meski begitu, tetap tidak membiarkan seorang pun menyentuhnya.Kakaknya baru saja pulang sekolah lalu segera datang untuk membujuknya.Kakaknya pun tidak terkecuali. Loren pun melawan, tapi kakaknya menggendongnya dengan paksa.Loren menangis, mengamuk, mengumpat dan menggigit seakan-akan sedang bertemu orang jahat.Gigitan yang mengenai belakang
"Violet ...."Leon yang sempat pingsan perlahan sadar kembali, "Nggak ada gunanya .... Sebelum mati, Adis sudah katakan, racun ini hanya dia sendiri yang bisa sembuhkan. Setelah kematiannya, aku tidak bisa temukan orang lain yang bisa bantu aku hilangkan racun ini.""Jadi jangan repot-repot lagi. Toh, hidupku juga sudah nggak ada harapan, begini juga sudah cukup baik.""Omong kosong apa itu!" Violet paling sebal mendengar kata-kata putus asa seperti ini. "Apa maksudmu hidupmu nggak ada harapan lagi? Bagaimana dengan nenek dan adik perempuanmu, mau kamu tinggalkan begitu saja?""Aku juga nggak tega tinggalkan mereka ... dan lebih nggak tega tinggalkan kamu ...." Leon menatap Violet dengan penuh perasaan. "Violet, aku tahu hubungan kita memang benar-benar sudah nggak ada harapan. Tapi, saat memikirkan bahwa aku nggak akan pernah bisa lihat kamu lagi, aku benar-benar merasa berat untuk lepaskan kamu."Violet, dulu aku sadar perasaanku terlalu terlambat, itulah yang buat kamu menderita beg
Setelah ucapan Violet tadi, Leon segera tampak tidak bersemangat.Kalau sebelumnya dia masih menyimpan sedikit harapan, sekarang secuil harapan pun tidak ada lagi.Sikap Violet sudah sangat jelas memperlihatkan bahwa Leon tidak punya kesempatan sedikit pun.Namun, Leon tidak berniat menyerah begitu saja. Hati seorang wanita sebenarnya tidak sulit untuk dimenangkan.Seperti kata pepatah, "Ketulusan bisa membelah batu". Asalkan dia cukup tulus, membuat Violet jatuh cinta lagi bukanlah hal yang mustahil!Memikirkan hal itu, semangat Leon pun membaik kembali. Dirinya mulai sering menunjukkan perhatian di depan Violet.Salah satu caranya mendekati Violet adalah, memberinya hadiah.Tentu saja, hadiah itu tidak boleh terlalu mahal tetapi juga tidak boleh terlalu sederhana.Jadi, dia membuatkan satu hadiah untuk Violet dengan tangannya sendiri.Sebuah liontin yang diukir dari kristal dengan bentuk wajahnya, terlihat sangat indah dan rumit.Saat memberikan itu, Leon berkata, "Terima kasih sudah
Leon menggeleng, "Memang musuhku cukup banyak. Kalau soal yang jago teknologi peretasan, ada sih, tetapi nggak ada yang bisa tandingi kemampuanmu.""Bagaimanapun, bahkan aku saja nggak bisa kalahkan kamu, apalagi mereka."Violet terdiam sejenak. Kenapa kalimat itu terdengar seperti sedang menyanjung?Sudahlah, yang penting Leon baik-baik saja, dan Violet tidak memperpanjang masalah ini.Hanya saja, setelah itu Violet tidak terus-menerus mengurung diri di ruang apotek lagi.Pertama, karena dia khawatir orang itu akan datang lagi. Kedua, karena penelitian obat penawar juga sudah hampir selesai.Melihat tujuan yang diinginkan mulai tercapai, Leon diam-diam merasa puas. Meski begitu, di permukaan dia tetap berlagak tenang.Taman di Vila Magnolia sangat luas dan penuh dengan bunga-bunga kesukaan Violet.Ada juga pergola anggur di sana.Hanya saja, sekarang sedang musim dingin, jadi taman itu tidak seindah dan sehidup saat musim semi. Namun, taman tetap saja terlihat menawan.Terutama saat s
Sebenarnya, dia kan sudah sebesar itu. Walaupun tengah malam menghilang, seharusnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan.Mungkin saja dia sedang sibuk dengan urusan tertentu.Bagaimanapun, Grup Jiwono adalah perusahaan sebesar itu, tidak mungkin semuanya diserahkan sepenuhnya pada Joshua.Namun, di sisi lain ... urusan apa yang begitu mendesak sampai tidak sempat memberi kabar sama sekali?Apalagi, saat ditelepon pun Leon tidak mengangkat.Sambil mengendarai mobil, Violet menyusuri sekitar Vila Magnolia, tetapi jejak Leon tetap tidak ditemukannya. Hati Violet pun mulai diliputi firasat buruk.Meskipun Adis sudah tiada, Leon masih punya musuh lain. Bagaimana kalau salah satu musuhnya datang untuk membalas dendam ....Namun, kemudian Violet merasa dirinya terlalu berlebihan. Musuh-musuh Leon seharusnya tidak berani mendekati wilayah kekuasaannya.Sebelum bergerak, mereka pasti akan mencari tahu siapa lawan mereka, dan mempertimbangkan apakah mereka sanggup menanggung akibatnya.Tiba-tiba,
"Kalau begitu, ganti orang lain saja!""Kamu sendiri tadi bilang, nggak ada yang lebih kenal kebiasaan hidupku selain Joshua. Tapi, kalau memang ada orang lain ... orang itu ...."Mata hitam Leon menatap Violet dengan tajam, "Tak lain dan tak bukan adalah kamu!"Violet terperanjat.Violet merasa seperti jatuh ke perangkap sendiri.Seharusnya dia tidak ikut campur, tetapi dia benar-benar khawatir dengan kesehatan Nenek ....Setelah berpikir sejenak, Violet berkata pada Leon, "Kamu bisa ikut aku kembali ke Vila Magnolia, tetapi kamu harus janji padaku, jangan lakukan hal yang nggak seharusnya dilakukan, jangan katakan hal yang nggak seharusnya dikatakan.""Begitu racunmu ditawarkan, kamu harus segera pindah, setelah itu kita nggak akan ada hubungan apa pun lagi!"Begitu racunnya terobati, hutang itu pun lunas, jadi tak perlu ada lagi kontak di antara mereka.Melihat ketegasan di mata Violet, Leon tidak menunjukkan banyak emosi. Mata hitamnya hanya sedikit meredup, lalu dia mengangguk, "B
Violet berdiri di sana, memperhatikan selama lebih dari sepuluh menit, tetapi tidak menemukan keanehan apa pun di wajah Leon.Kalau ini adalah penyamaran, Violet pasti bisa langsung mengenalinya. Kulit di wajahnya jelas asli, jadi sama sekali tidak mungkin Adis menyamar menjadi dia.Masih belum merasa tenang, Violet menunggu sampai Leon berbalik badan, lalu memeriksa bagian belakang kepalanya dan belakang telinganya, tetapi tetap tidak menemukan bekas apa pun.Karena ini bukan hal sepele, Violet akhirnya menghipnosis Leon, tetapi hasilnya tetap sama.Jadi, sepertinya mereka memang tadi terlalu banyak berpikir.Dengan pikiran itu, Violet akhirnya merasa lega dan keluar dari kamar Leon tanpa suara.Namun, tak lama setelah kepergiannya, Leon yang tadinya memejamkan mata tiba-tiba membuka matanya. Sepasang mata hitam itu bersinar dengan kilatan tajam yang mengerikan di dalam kegelapan kamar....Keesokan paginya.Leon sudah bangun lebih awal. Saat dia membuka pintu, Violet yang hendak meng