“Mobilnya kau bawa pergi saja… Toh STNK sudah atas namamu. Anggap saja itu sebagai kenang-kenangan terakhirku untukmu. Ke depannya aku rasa kita takkan bertemu lagi…”
Robert Martin terus berjalan keluar dan akhirnya ia keluar dari ruangan sang direktur muda. Di koridor dalam perjalanannya menuju ke ruangan kerjanya sendiri, sang manager muda menyusulnya.
“Akhirnya kau menuruti juga apa yang kubilang. Ya, itu pilihan yang tepat… Dengan demikian, ada jaminan kau masih bisa menjalani kehidupanmu yang tenang nan tidak berombak itu. Iya tidak?” Tampak senyuman mengerikan di wajah sang manager muda.
“Kau yakin kau bisa tidur dengan tenang setiap malam?” balas Robert Martin dingin.
“Kenapa harus aku tidak tidur tenang, Robert?” Terdengar gelak tawa menjengkelkan di sini. “C’mon, Robert… Ini sudah zaman apa? Kau pikir masih ada tempat untuk orang jujur, dungu nan polos sepertimu?”
“Aku yakin cepat atau lambat korupsimu akan terbongkar.”
Robert Martin berlalu meninggalkan sang manager muda. Datang lagi seorang manager pabrik yang menghampiri si manager keuangan. Keduanya mengantar kepergian Robert Martin dengan sinar mata sinis.
“Akhirnya kita berhasil menyingkirkannya keluar. Sudah sejak awal aku bilang, dia hanya akan menjadi rumput pengganggu di sini,” tukas si manager pabrik.
“Sudah kauatur si pembunuh bayaran itu?” tanya si manager keuangan.
Si manager pabrik terperanjat mendengar pertanyaan itu. “Kan sudah kita singkirkan dia keluar dari perusahaan ini. Kau masih ingin membereskannya?”
“Mencabut rumput pengganggu itu ya harus sampai ke akar-akarnya. Lagipula, dengan tidak matinya Robert Martin Darelius ini, itulah yang akan membuatku tidak tidur tenang setiap malam. Kau mengerti kan?” Si manager keuangan berbisik di telinga si manager pabrik sebelum berlalu pergi.
Si manager pabrik meledak dalam tawanya yang penuh makna.
Jam dua belas lewat sedikit, akhirnya Robert Martin berhasil menyelesaikan segala kerjaan akhirnya pada hari itu. Dia tampak bergegas turun membawa barang-barangnya.
Tampak dia berjalan ke pelataran parkir, menuju ke mobilnya, dan barang-barang pribadinya diletakkannya di jok belakang mobilnya. Sejurus kemudian, terdengar deru mesin mobil meninggalkan pelataran parkir bangunan perusahaan.
Mobil melaju di jalanan kota Bandung. Mobil segera berbelok arah masuk ke suatu daerah perumahan yang agak sepi. Sungguh nahas bagi Robert Martin siang itu. Dia sama sekali tidak mengetahui mobilnya telah diincar oleh sebuah senapan yang dibidikkan ke arahnya dari atap sebuah bangunan bank yang terletak tidak jauh dari daerah tersebut.
Senapan ditembakkan. Peluru melesat dengan cepat, menembus kaca mobil dan segera bersarang pada kepala Robert Martin. Mobilnya meluncur tak tentu arah dan akhirnya menabrak sebuah pohon besar di pinggir jalan.
Seorang wanita keluar dari sebuah rumah di depan pohon tersebut. Dia mendengar suara tabrakan yang sangat keras. Benar saja… Dia menahan napas tatkala melihat sebuah mobil dengan bagian depannya yang sedikit ringsek di bawah sebuah pohon yang rindang. Si wanita memanggil suaminya keluar. Dengan takut-takut suami istri itu memeriksa apa sebenarnya yang telah terjadi dengan pengemudi mobil tersebut.
Anehnya, bagian dalam mobil tersebut tampak kosong. Tidak ada siapa-siapa di sana. Sabuk pengaman masih terpasang dengan rapi pada tempatnya. Kaca mobil bagian depan terbuka sedikit. Kunci mobil masih tertancap dengan rapi di tempatnya. Semua pintu mobil juga terkunci dengan sempurna.
Segenap kebingungan menyelinap ke padang sanubari suami istri tersebut.
***
Jakarta, awal Maret 2016
Sungguh sore menjelang malam yang sibuk bagi kota Jakarta… Macet di mana-mana… Terdengar klakson di mana-mana. Semuanya ingin duluan sampai ke tempat tujuan masing-masing. Tapi apa daya, jalan tidak bisa menampung jumlah kendaraan yang sebanyak itu. Akhirnya kemacetan terjadi di mana-mana. Pemandangan demikian sudah menjadi makanan umum bagi warga ibu kota.
Tampak bangunan Virgo Music Life berdiri di tengah-tengah kawasan Jakarta Selatan. Bangunan dengan sebelas lantai tersebut menjadi tempat pencarian dan pelatihan bakat-bakat generasi mendatang dalam bidang musik.
Namun, siapa sangka… Di dalamnya juga terdapat semacam permainan kotor…
“Oke… Latihan malam ini selesai sampai di sini ya,” kata Ray Wish Jenggala – yang merupakan salah seorang penari senior di Virgo Music Life. Kini dia bertugas mengajarkan tarian-tarian modern kepada anak-anak generasi baru yang baru saja naik ke atas panggung musik Indonesia.
“Nah, Sean temponya masih salah-salah, tidak mengikuti hentakan irama musiknya tadi ya… Lalu, Brandy masih lupa dengan posisinya di mana-mana saja. Besok waktu kita latihan lagi sudah harus ingat ya… Kemudian Keegan gerakan tangan dan kakinya masih bersalahan pada bagian chorus tadi ya… Gerakan tangan ke kiri, kaki yang ke kanan. Begitu juga sebaliknya. Tiga set… Habis itu, hentakkan kaki kanan sekali ke depan dan putar satu putaran penuh ya…” Ray Wish menunjukkan sekali lagi contoh gerakan yang benar kepada anak-anak didiknya.
Yang dipanggil Keegan dan anak-anak didik lainnya menganggukkan kepala mereka.
“Sudah bisa kembali ke kamar bagi yang tinggal di sini… Sudah bisa pulang bagi yang mau pulang ke rumah…” kata Ray Wish menyudahi latihan sore itu. Tampak keringat bercucuran membasahi wajah, leher dan keningnya. Dia menyeka keringatnya dengan handuk yang masih menggelantung di leher.
Anak-anak didiknya keluar dari ruangan latihan menari satu per satu. Pas Ray Wish mematikan lampu ruangan, dilihatnya Yongki Yamato berlalu di hadapannya begitu saja tanpa sedikit pun menoleh ke arahnya. Dilihatnya raut wajah Yongki Yamato yang sungguh tidak sedap dipandang mata.
Itu kan Yongki… Kenapa belum pulang dia? Biasanya sebelum jam empat sore saja, dia sudah tidak tampak di ruangannya. Dia selalu cepat pulang dengan alasan mau konsentrasi lebih dalam mengarang lagu. Malam ini tumben deh dia belum pulang…
Sepertinya dia sedang memiliki masalah. Aku jadi penasaran ingin tahu apa sebenarnya masalahnya itu…
Rasa penasaran itulah yang mengantarkan Ray Wish Jenggala menemui nasib nahasnya malam itu.
Ray Wish Jenggala memutuskan untuk mengikuti ke mana perginya Yongki Yamato. Terlihat Yongki Yamato berjalan masuk ke dalam lift. Lift terus naik membawanya hingga ke lantai paling atas. Ray Wish Jenggala menekan pintu lift yang ada di sebelahnya. Lift juga membawanya naik hingga ke lantai paling atas. Saat keluar dari lift, Ray Wish Jenggala masih sempat melihat sosok Yongki Yamato berjalan lurus ke bagian depan bangunan dan kemudian menghilang ke belokan kanan di ujung koridor.
Ray Wish Jenggala memutuskan untuk mengikutinya lagi.
Tampak Yongki Yamato langsung menerjang masuk ke sebuah ruangan dengan nama Jordan Saturnus Jr. yang tertempel di pintu. Pintu ruangan dibiarkannya menganga begitu saja sehingga Ray Wish Jenggala berkesempatan menguping pembicaraan yang tengah terjadi di dalam.
Ray Wish Jenggala memutuskan untuk mengikutinya lagi.Tampak Yongki Yamato langsung menerjang masuk ke sebuah ruangan dengan nama Jordan Saturnus Jr. yang tertempel di pintu. Pintu ruangan dibiarkannya menganga begitu saja sehingga Ray Wish Jenggala berkesempatan menguping pembicaraan yang tengah terjadi di dalam.“Katakan apa maksudmu dengan ini!” Yongki Yamato menaikkan nada suaranya sembari melemparkan koran hari itu ke meja kerja Jordan Saturnus Jr.Jordan Saturnus Jr. melirik headline berita di koran itu sejenak. Isi berita memberi ucapan selamat kepada Jordan Saturnus Jr. karena telah berhasil mengeluarkan sebuah album baru dengan berisikan sepuluh lagu baru.“Aku berhasil merajai tangga lagu Indonesia dengan single terbaruku yang berjudul Angin dan Matahari. Seharusnya kau memberiku ucapan selamat juga dong…” Jordan Saturnus Jr. menyodorkan sekaleng bir ke tangan Yongki Yamato. Tampak senyum
Salah satu bodyguard Jordan Saturnus Jr. melongokkan kepalanya keluar jendela. Dia melihat tubuh Yongki Yamato sudah terbujur kaku di semak-semak belukar yang berjejer di bagian samping bangunan Virgo Music Life.“Sudah mati, Pak Jordan…” kata si bodyguard.“Bereskan mayatnya nanti tengah malam saja… Jarang ada yang lewat semak-semak belukar di sebelah ini. Lahan kosong itu…” kata Jordan Saturnus Jr. membersihkan kedua tangannya dari noda darah Yongki Yamato.Sekujur kaki dan badan Ray Wish Jenggala juga bergelugut hebat. Dia ingin segera melarikan diri dari tempat itu. Sial dan sungguh-sungguh sial baginya malam itu… Sungguh nahas untuk sebuah kehidupan yang sudah berada di ujung tanduk… Kakinya tersandung ke sebuah keranjang sampah kecil yang terletak di pinggir koridor. Suara gaduh di koridor membuat salah satu bodyguard Jordan Saturnus Jr. melongokkan kepalanya keluar. Kont
Tampak suasana dalam kamar hotel tersebut menjadi sangat panas nan penuh gairah. Si wanita akhir lima puluhan tampak menggelinjang-gelinjang di bawah permainan hasrat Steven Santiago Purnama. Dengan tubuh awal dua puluhan dan vitalitas anak muda, tentu saja ia bisa menyuguhkan permainan tanpa akhir yang begitu memuaskan untuk salah satu tamunya malam ini.Dalam berbagai posisi, tetap saja terdengar jeritan kepuasan dari wanita setengah baya tersebut. Dia memberikan pelukan, belaian, goyangan, dan beragam sentuhan di atas tubuh Steven Santiago Purnama yang masih kuat bedegap nan atletis.Satu jam berlalu dalam suasana penuh gairah. Peluh membasahi sekujur tubuh. Permainan berakhir ketika terdengar lenguhan puncak kenikmatan dari Steven Santiago dan si wanita setengah baya itu.“Kau berbeda sekali dengan suamiku itu, Steve… Baru lima menit saja sudah loyo dia… Hahaha…” Terdengar tawa menjijikkan si wanita setengah baya. Terlihat ia
Sampai dengan siang harinya, Junaidy Jinnara masih belum bisa menemukan kembali semangatnya.Jam sudah menunjukkan pukul satu lewat. Dengan tidak bersemangat juga, Junaidy Jinnara mengeluarkan kotak makan siangnya. Dia memang jarang mau makan makanan hotel. Dia bisa memasak dan bisa mempersiapkan sendiri makan siangnya.Sungguh nahas hidup Junaidy Jinnara siang itu. Diam-diam Steven Santiago Purnama memperhatikan Junaidy Jinnara menghabiskan semua makan siangnya waktu itu. Baru saja Junaidy Jinnara selesai makan dan hendak membawa kotak makanannya untuk dicuci, ia mulai terbatuk-batuk parah. Batuknya semakin lama semakin parah sampai-sampai beberapa kolega kerjanya mulai menaruh perhatian padanya.“Ada apa?”“Kenapa bisa sampai batuk, Jun?”“Ada apa sih, Jun? Tadi kau baik-baik saja…”Kepanikan mulai menggelimuni. Batuk Junaidy Jinnara mencapai puncak. Darah merah segar segera muncrat dari mulut Jun
Jimmy Ferry Pangdy akhirnya sampai pada bagian terakhir pengajarannya siang ini. Bel berbunyi pada saat yang pas.“Sekian pelajaran hari ini. Kita akan berjumpa lagi minggu depan… Harap latihan lagi di rumah sehingga di pertemuan yang berikutnya kita sudah bisa membagi mana yang masuk suara tinggi, suara sedang, dan suara rendah.”“Goodbye, Sir…” kata anak-anak didiknya serempak. Murid-murid menyandang tas masing-masing dan keluar dari kelas.Tinggal beberapa murid – kebanyakan murid perempuan – yang tampak bercengkerama dengan Jimmy Ferry dan berpura-pura mencari pertanyaan untuk diajukan kepadanya. Jimmy Ferry memang terkenal sebagai guru musik paling bertalenta dan guru tertampan di sekolah itu. Saat ia menyanyi, ia memiliki campuran antara suara bariton dan tenor yang menjadi dambaan para gadis muda. Menurut mereka, suara tersebut penuh dengan gairah dan sangat seksi.Setengah jam berlalu&hell
Ternyata ada tiga murid yang belum pulang siang itu. Tampak Tiara Andhara, Gisella Clarissa dan Josh Kian berkumpul di kantin yang sepi. Para penjual makanan minuman sudah menutup kios-kios mereka dan sudah pulang sejak setengah jam lalu.Terdengar tangisan Tiara Andhara yang sedikit meraung-raung.“Tidak ada gunanya menangis di sini, Tiara…” celetuk Josh Kian lirih.“Iya… Lagipula kau masih bisa mencari lembaga-lembaga pendidikan lain yang menawarkan beasiswa kuliah di Amrik kan? Banyak kan lembaga pendidikan privat yang menawarkan beasiswa kuliah di Amrik? Tunjukkan saja pada sekolah yang tidak adil padamu ini. Tanpa mereka pun, kau tetap bisa mendapatkan beasiswa kuliah di Amrik. Kau mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri memang karena kemampuanmu, bukan karena kau main dari jalan belakang. Iya nggak?”Gisella Clarissa dan beberapa teman sekelasnya memang kurang sreg dengan Isabel Helen yang mereka yakini ada m
Satu minggu berlalu… Sudah bisa ditebak… Video itu menjadi bulan-bulanan seisi sekolah.“Isabel Helen dikeluarkan juga?”“Tidak… Ayahnya kan salah satu pihak yayasan yang berpengaruh juga. Bisnis dan asetnya banyak. Siapa pula yang berani main-main dengan Pak Qimin?”“Tapi, karena merasa malu, dia akhirnya out sendiri deh… Kudengar sudah pindah sekolah di Jakarta…”“Bagaimana dengan si kepsek cabul kita itu?”“Sudah tentu digantikan oleh Pak Timothy yang mengajar matematika itu deh… Siapa pula yang sudi anak-anak mereka diajari oleh seorang guru cabul dan mesum kayak gitu? Video itu memalukan sekali deh… Ayah ibuku kontan marah besar begitu kutunjukkan video itu pada mereka. Aku saja tidak berani terus menontonnya. Memalukan dan menjijikkan sekali…”“Sebenarnya sih si kepsek cabul itu mau dijebloskan ke penjara o
Masih terasa suasana keheningan dan kesunyian dalam semak-semak belukar di samping bangunan Virgo Music Life. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari ketika beberapa bodyguard Jordan Saturnus Jr. hendak membereskan mayat Yongki Yamato dan Ray Wish Jenggala secara menyeluruh.Muncul seberkas sinar hijau dari langit. Sinar hijau mendarat dalam semak-semak belukar dan kontan berubah menjadi sesosok pemuda tampan. Terlihat si pemuda tampan merapatkan bibirnya sejenak menyaksikan kondisi mayat Yongki Yamato dan Ray Wish Jenggala.“Kalian akan ikut denganku ke Negeri Elemen ya…”Si pemuda tampan mengibaskan tangan sejenak. Kontan kedua mayat juga berubah menjadi cahaya hijau dan menghilang tanpa bekas dari semak-semak belukar tersebut. Terdengar langkah-langkah kaki yang semakin mendekat. Si pemuda tampan mengubah dirinya sendiri menjadi seberkas cahaya hijau lagi. Cahaya hijau menghilang ke atas langit.“Hah? Ke mana mayat
Pak Reynold berdiri di depan bola kristal peramal dan mulai mengajukan pertanyaannya, “Apa yang akan terjadi pada ketujuh pangeran Negeri Elemen di masa depan?” Begitu pertanyaan tersebut dilontarkan, mendadak saja bola kristal peramal mengeluarkan semacam kabut asap ke seisi ruangan kerja Pak Reynold. Kabut asap kian lama kian tebal dan akhirnya menghalangi jarak pandang Pak Reynold dan Rafael Sahah. Antara tersadarkan dan tidak, keduanya seakan-akan terlempar ke sebuah dunia yang benar-benar asing bagi mereka. Di dunia itu, mereka hanya bisa menyaksikan apa-apa saja yang terjadi, namun mereka tidak bisa menyentuh apa pun yang ada dalam dunia itu ataupun berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam dunia itu. Tampak seorang pemuda pertengahan dua puluhan sedang duduk sendirian di sebuah coffee shop. Coffee shop tersebut berada di tengah-tengah pusat kota yang ramai dan sibuk. Tampak sedikit antrean pembeli di bagian depan. Tampak ada beberapa pengunjung yang memilih menghabiskan
“Aku mengalami hari-hari yang buruk akhir-akhir ini karena sang dewa yang aku cintai sama sekali tidak mengetahui perasaanku dan sama sekali tidak menghiraukan cinta dan perhatianku. Namun, melalui perjuangan-perjuangan Tujuh Pangeran selama ini, aku bisa belajar bagaimana mencintai diri sendiri dan menunjukkan cintaku yang tidak terbatas kepada dewa-dewi yang ada di sampingku. Sang dewa yang aku cintai akhirnya menyadari keberadaanku dan cintaku terhadapnya selama ini. Kemarin aku memberanikan diri menyatakan perasaan padanya dan dia menerimanya. Kami telah jadian sekarang. Terima kasih kepada Tujuh Pangeran atas segala motivasi dan semangat yang dipancarkan selama ini… Kami akan selalu menunggu kalian kembali…” kata salah seorang dewi junior yang lain, yang diiringi sorak-sorai dan tepuk tangan riuh seisi auditorium.“Aku berkali-kali gagal ujian saringan masuk ke perguruan tinggi di Negeri Elemen sini. Setelah itu, pacarku juga memutuskan hubungan kami dengan alasan dia telah menc
Panglima Christian Aquila mendesah napas panjang dalam diam. Howard… Novi… Kini kalian sudah bisa tenang di sana. Ketujuh pangeran sudah tumbuh dewasa sekarang dan kelak pasti akan bisa menjadi tujuh raja yang arif dan bijaksana.“Kita akan berpindah ke ruangan auditorium di lantai bawah dulu, Tujuh Pangeran. Rakyat Negeri Elemen ingin mengucapkan salam perpisahan secara langsung kepada Tujuh Pangeran,” celetuk Pak Reynold.Tujuh Pangeran saling berpandangan untuk sesaat. Mereka tersenyum penuh arti dan kemudian mengangguk mengiyakan.“Oke… Kita akan berpindah ke ruangan auditorium di lantai bawah…” tukas Josh santai.Satu per satu menteri dan staff kenegaraan tampak meninggalkan ruang rapat.***“Tujuh Pangeran akan berangkat ke alam brahma hari ini. Ketujuh putri yang menemani dan mencintai mereka pasti akan sangat sedih…”“Iya ya… Kasihan ya ketujuh putri itu… Apakah mereka bisa bertahan sampai dengan Tujuh Pangeran kembali ke alam dewa naga dan alam manusia nanti?”“Yang namanya c
“Apa itu?” tanya Yongki dan Ray Wish berbarengan.“Persahabatan, persaudaraan, dan kekerabatan kita tetaplah sama. Mungkin pada waktu 20 tahun mendatang, kita akan datang ke sini membongkar kotak kenangan ini bersama-sama dengan istri dan anak-anak kita. Iya nggak?” Junaidy menyeringai lebar.Keenam saudara yang lain juga tampak meringis lebar.“Dan aku akan bilang pada anak-anakku bahwa mereka memiliki enam paman yang sangat aku sayangi…” kata Vritz.“Dan aku akan bilang pada anak-anakmu dulu aku pernah beradu mulut dengan ayah mereka,” sahut Josh dan meledak dalam tawa ringannya.“Terserah apa yang mau kaubicarakan dengan mereka, Josh…” Vritz tampak meringis lebar. “Kurasa itu akan sangat menyenangkan… Kita datang ke sini membongkar kapsul waktu ini, mengenang masa-masa silam. Dan pada saat itu kita akan cerita lagi tentang hari ini, ditemani segelas teh hangat dan beberapa cemilan ala kadarnya di sore hari.”“Akan terasa suasana yang begitu hangat dan sejuk di hati ya…” kata Jimmy.
“Kenapa bisa begitu?” tanya sang putri lemah lembut, masih merebahkan kepalanya ke bahu sang pangeran, dan masih menelusuri pemandangan di luar dengan sorot mata menerawang.“Biarpun mereka memperoleh seluruh semesta ini sekalipun, mereka tetap takkan merasa bahagia dan gembira. Hanya ada kenihilan, kehampaan, dan kekosongan di sana. Karena sebenarnya yang mereka butuhkan dan inginkan sangat… sangatlah sederhana. Mereka hanya membutuhkan cinta dari orang-orang yang mereka sayangi; mereka hanya membutuhkan perhatian dari orang-orang yang mereka cintai. Sederhana sekali, tapi justru itulah yang tidak mereka dapatkan selama ini. Beginilah akibatnya jika hidup di dunia tanpa cinta…”“Menurutmu cinta bisa mengalahkan segalanya?”Sang pangeran kembali menganggukkan kepalanya dengan mantap.“Itulah yang membuatku tetap bertahan sampai sekarang, Sayang. Ada cinta darimu… Ada cinta dari kedua orang tuaku yang terdahulu… Ada cinta dari kedua orang tuaku yang di alam manusia sana… Dan, ada cinta
Tujuh Pangeran membawa tujuh putri pujaan masing-masing ke restoran termahal dan termewah baik di alam dewa naga maupun di alam manusia. Semuanya membawa putri pujaan masing-masing menyantap makanan lezat di restoran yang super mewah, kecuali Vritz yang membawa si gadis kelinci terbang ke puncak gunung tertinggi di alam dewa naga. Si gadis kelinci sendiri tidak menginginkan makanan super lezat di restoran super mewah. Dia bilang dia hanya menginginkan sedikit waktu yang semakin terasa berharga untuk dihabiskannya bersama-sama dengan Vritz.Terdengarlah beberapa percakapan penting nan penuh arti antara ketujuh putri pujaan hati dengan ketujuh pangeran.“Kenapa tidak dimakan?” tanya sang pangeran.“Karena aku tidak berselera…” jawab sang putri masih menatap dingin ke makanan dan minuman yang terhidang di hadapannya. Sayup-sayup terdengar suara background music yang melankolis mengalun ke seisi restoran.“Makanlah… Habis itu, kita akan jalan-jalan ke taman hiburan.” Sang pangeran berusah
Jimmy menggaruk-garuk kepalanya dengan kikuk. Vritz hanya memandanginya dengan sinar mata ganjil yang nakal nan penuh arti.“Aduh, Bang Ray Wish… Jelas-jelas kau tahu waktu itu aku masih belum bisa mengingat kehidupan lampauku…”Kelima saudara yang lain meledak dalam tawa geli mereka.“Tapi, aku tahu Vritz pasti akan memaafkanku karena dia adalah saudara belahan jiwaku yang baik hati…” Kembali Jimmy meraih diri Vritz ke dalam dekapan hangatnya.“Oke deh… Sudah saatnya kita siap-siap… Ada segudang salam perpisahan yang harus kita katakan pada putri-putri kita hari ini…” kata Junaidy.“Iya… Aku akan menghadapi amarah Gisella dan omelan-omelannya sepanjang hari ini. Aku akan pulang ke penginapan lebih malam hari ini ya, Brothers…” kata Josh sedikit tersenyum simpul.“Kita akan terlelap lagi dalam kristal warna kuning emas itu. Namun entah mengapa, kali ini aku tidak merasa begitu tersiksa dan tertekan lagi. Aku lebih tenang dan lebih siap mental menghadapinya sekarang…” kata Jimmy dengan
Vritz menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia berusaha menggerakkan tubuhnya supaya dia bisa menjauh dari Ratu Surgawi yang jahat nan kejam itu, tapi dia sama sekali tidak berdaya.“Tidak ada yang boleh menolak cinta dan pengorbananku! Ayahandamu sungguh kejam karena ia tidak bisa menghargai cinta dan penantianku yang begitu besar untuknya sejak aku masih kecil sampai dengan sekarang! Aku tidak pernah berhenti mencintainya! Aku tidak pernah berhenti merindukannya setiap malam! Namun, apa balasannya terhadapku! Apa balasannya terhadap seluruh cinta dan pengorbananku! Dia malah mengkhianati, mencampakkan dan menginjak semua cinta dan ketulusanku! Dia jatuh cinta dengan ibundamu, saudara kembarku sendiri! Jangan salahkan aku ya… Jangan salahkan aku… Salahkan ayahanda dan ibunda kalian… Karena mereka, kalian terpaksa harus mengalami nasib nahas seperti ini. Kalian akan menyaksikan dengan mata kepala kalian sendiri Putra Mahkota Kevin Husein naik takhta sebagai raja menggantikan kalian d
“Peduli apa! Dia memang tidak pantas mendapatkan piala dan piagam juara dua ini kok!”“Iya… Kita injak saja!”“Supaya lain kali kalau dia masih mau mengikuti perlombaan menyanyi dengan suaranya yang cempreng itu, dia akan berpikir dua tiga kali…”Terdengar derai tawa mengejek nan melecehkan dari beberapa anak yang menginjak-injak hadiah-hadiah Vritz itu. Mereka berlalu begitu saja.Tampak Vritz kembali meneteskan air mata kepedihan dan kegetiran sendirian. Mobil Jimmy mulai digas dan berlalu meninggalkan tempat parkir gedung serbaguna itu.“Vritz! Vritz! Vritz!” jerit si ibu begitu ia tiba di gedung serbaguna dan melihat apa yang tengah terjadi pada anaknya. “Apa yang terjadi? Kenapa jalannya tidak hati-hati? Aduh! Ada yang terluka?”Si ibu memeriksa kondisi sekujur badan anaknya. Untunglah tidak ada luka yang serius.Si ayah juga tampak sangat panik. Kedua suami istri itu memberdirikan si anak dan membantu mengambilkan hadiah-hadiahnya yang berceceran di jalan setapak di depan gedung