Sandra baru saja bangun dan masih terduduk di kasurnya, mengumpulkan jiwa-jiwa yang masih melayang. Tiba-tiba dia langsung menutup mulutnya dan secepat kilat berlari ke kamar mandi, kacamatanya sampai terlupakan.
Biasanya dia mual muntah setelah mencium aroma sarapan yang dibawa masuk Tina ke kamar. Jadi sejak itu Sandra selalu mandi dulu baru turun untuk sarapan. Tapi kali ini dia mual tanpa alasan.
Selesai mandi, dia mendapati Tina sedang membereskan tempat tidurnya.
“Tina, Moses belum bangun ya?” Dia berjalan ke dalam walk in closet, langsung menuju bagian pakaian kerja yang berderet rapi disusun berdasarkan warna.
Gaya berpakaiannya selama lima tahun tidak pernah berubah. Terkesan monoton dan membosankan. Atau mungkin dia memang harus mendengar saran Joce bertahun-tahun yang lalu untuk mengubah gaya berpakaiannya?
“Belum, Nona. Sepertinya Tuan Moses masih capek karena baru pulang dari luar kota,” sahut Tina dari luar.
Sandra membuk
Bab ini didedikasikan untuk Kak Iwan, Marsity, Via, Nesia Thank you uda vote & membaca SSS ღ
Matanya membulat dengan tatapan syok seakan Moses menyuruhnya minum racun. Dia bahkan tidak sadar betapa dia rindu menggoda istrinya. Bagi Moses, semua ekspresi yang menghiasi wajah Sandra adalah kejutan. “Yaaah, sayang banget. Pegawai toko yang merekomendasikan ini saat aku mencari barang untuk merangsang perkembangan bayi di dalam perut.” Moses kecewa karena dia sudah bersemangat untuk mencoba memasukkan benda berbentuk bola warna pink tersebut. “Bukannya janin baru dapat bereaksi terhadap musik setelah berusia 5 bulan lebih? Lagipula menempelkan headset ke perut juga udah bisa. Tidak perlu pakai alat ekstrem begitu.” Sandra bergidik. “Aku juga tidak mungkin memasukkan benda asing ini ke dalam vag… Aarggh! Kamu memang gila, Moses!” Sandra merebut tas tersebut dari tangan Moses dan menarik resleting untuk menutupnya. Dia berjalan ke arah tong sampah. Tangannya hampir membuang tas tersebut, tapi dia mengurungkan niatnya. “Tidak
Sip & Savor - Illinois, Chicago Sandra mengamati wanita yang duduk di hadapannya. Jari-jari lentik Jessica memeluk cangkir kopi hangat dalam kedua tangannya. Dia berpakaian kasual yang harga bajunya tidak mahal ataupun branded tapi apapun yang dikenakan Jessica pasti terlihat mewah. Jessica memberinya satu senyuman dari bibir merah yang menawan—bibir yang pernah dicium oleh Moses. “Kenapa terburu-buru? Kalau supirmu tidak bisa menunggu, aku bisa mengantarmu pulang. Kylie juga sudah aku titipkan ke rumah neneknya jadi kita bisa lebih santai mengobrol.” “Oh, tidak perlu repot-repot. Rumah kita berbeda arah. Aku pikir kamu datang kesini naik angkutan umum.” Sandra berusaha menatap matanya lurus. Tawa Jessica terdengar seperti bel perak, ringan dan elegan. “Tidak semua orang terlahir dengan keberuntungan sepertimu, San. You were born with a silver spoon in your mouth*. Aku hanya bisa membayangkan pergi kemana-mana diantar oleh su
“Moses pernah bilang begitu?” tanya Sandra tercengang. Hal terakhir yang tidak dia sangka dari pertemuannya dengan Jessica adalah mendapatkan pencerahan. Mengetahui pendapat Moses tentang dirinya bagaikan gerbang menuju surga yang terbuka lebar. Ternyata selama ini bukan Moses yang tidak mau dekat dengannya, melainkan karena Sandra susah didekati! “Ya, dia juga bilang kalau dia hanya menganggapmu sebagai teman. Kedatangan Moses kemarin untuk mengatakan bahwa aku dan dia tidak mungkin bisa bersama lagi.” Jessica menatap ke perut Sandra. “Karena dia tidak tega melihat anaknya lahir dalam keluarga yang berantakan.” Sandra refleks meletakkan tangan di atas perutnya dan dengan cepat berkata, “Aku berencana untuk pisah secara baik-baik. Anak ini akan tetap mendapatkan kasih sayang Moses.” Manik mata biru Jessica menatapnya tajam. “Di sana kamu sungguh egois, San. Kalau saja kamu tidak mengajukan syarat itu…” Dia menghela napas panjang.
Biasanya Sandra jarang sekali pergi ke supermarket karena bukan dia yang membeli kebutuhan rumah. Kalaupun ada perlu, biasanya Sandra menyuruh asistennya. Keluar dari supermarket, troli belanjaan Sandra penuh dengan makanan yang disukai Moses, terutama Snickers bar. Jalan menuju hati seorang pria adalah melalui perutnya, benar bukan? Mengungkapkan kata cinta saja tidak cukup, Sandra harus mulai menunjukkan perhatiannya pada Moses. Setelah James membantunya memasukkan barang belanjaan ke bagasi mobil, mereka melanjutkan perjalanan pulang. 1 km sebelum mencapai mansion, sebuah mobil hitam melaju dengan kecepatan tinggi, melewati mereka. “Itu bukannya mobil Tuan Moses, ya, Nona?” tanya James. Sandra tidak sempat melihat plat mobil tersebut karena Porsche hitam itu menyambar dengan cepat. “Iya sepertinya mobil Moses. Kenapa dia ngebut sekencang itu?” “Tidak tau, Nona.” Sandra tidak mungkin langsung menelepon
Moses menunggu di depan UGD, berjalan mondar-mandir, lalu duduk kembali di kursi tunggu rumah sakit yang terbuat dari besi. Sesekali dia menarik-narik rambutnya sendiri. Pikirannya kacau balau dan hanya ingin segera melihat Jessica keluar dari ruangan itu. Dia bisa ditelepon pihak rumah sakit karena nomor teleponnya terdaftar dalam kontak darurat yang paling pertama. Tidak lama kemudian, orang tua Jessica juga tiba. Dengan langkah tergesa-gesa mereka menghampiri Moses. “Bagaimana? Bagaimana dengan keadaan Jessica?” tanya Nyonya Whitman dengan napas tersengal. Tuan Whitman memperhatikan Moses dari atas ke bawah. “Kamu tidak bersama dengannya?” “Tidak. Saya juga baru kesini setelah mendapat telepon dari rumah sakit.” Nyonya Whitman memukul dada Moses berulang kali dengan tas hitamnya. “Ini gara-gara kamu!! Kamu sudah berjanji mau menikah dengan putriku! Kamu telah memberinya harapan palsu!” “Mama, hentikan! Ini tidak ada
“Aku rasa perkataanku sudah cukup jelas. Kamu tajir dan mandiri secara finansial. Tanpa bekerja pun kamu dapat passive income dari saham Aliasta.” Moses menyandarkan punggungnya ke sofa. “Bahkan statusku sebagai suami hanya untuk memberimu seorang anak.” “Itu tidak benar, Moses. Aku sangat me—“ Suara erangan yang lirih terdengar dari belakang Sandra. “Jessica!” Moses langsung beranjak bangkit dan berlari ke sisi kasur. Jari-jari Jessica duluan yang bergerak, lalu dia membuka matanya perlahan. Wajahnya sangat pucat dan bibirnya kering. Dia butuh beberapa detik sebelum matanya bisa fokus melihat Moses. “Jess, aku di sini. Kamu baik-baik saja,” ucap Moses dengan lembut. “Aku akan memanggil dokter.” Dia menekan tombol yang ada di atas kasur. Tidak menunggu lama, seorang dokter dan perawat masuk ke dalam kamar sedangkan Sandra dan Moses diminta untuk menunggu di luar. Sandra memijat pinggangnya yang pegal. Lalu dia duduk di ku
Sandra sedang menaiki tangga ketika Andrew menelepon. Dia melirik ke bawah dan melihat Moses sudah berbelok menuju ruang kantor pribadinya. “San, sepertinya aku ke Kanada melalui jalur darat saja. Aku takut kalau dia juga memiliki orang dalam di imigrasi bandara,” ucap Andrew dari ujung telepon. Sandra menutup pintu kamarnya. “Aku hanya butuh mobil untuk pergi. Kamu bisa membantuku mencarikan mobil bekas? Asalkan hidup dan bisa berjalan saja. Tidak perlu yang mahal.” Andrew sudah gelisah selama beberapa hari ini. Dia terus mengatakan keinginannya untuk segera menyeberangi perbatasan Amerika/Kanada. Dengan mengendarai mobil, dia bisa sampai ke Toronto dalam waktu kurang dari 9 jam. “Setelah sampai di Kanada, apa rencanamu selanjutnya?” tanya Sandra sambil memijat pelan pelipisnya. “Belum kupikirkan. Aku hanya ingin cepat-cepat pergi dari AS. Berada dalam satu negara yang sama dengannya membuatku tidak tenang.” “Kalau kam
“Kamu dengar? Aku sudah tidak berguna, aku tidak bisa berjalan lagi…” Jessica menangis dengan kencang. Lalu terdengar kegaduhan. “Jessica! Apa yang kamu lakukan sampai jatuh ke lantai??” jerit Nyonya Whitman. “Aku baru pergi sebentar, kamu sudah menelepon dia?” TUT! TUT! TUT! “Siapa?” gumam Moses yang sudah terbangun. Sandra menurunkan ponsel dari telinganya. “Jessica. Dia menyuruhmu pergi ke rumah sakit.” Moses langsung bangkit duduk dan mengucek kedua matanya dengan cepat. “Ini jam berapa? Sial! Aku meninggalkan ponselku di ruang kerja.” “Kamu baru tidur satu setengah jam.” Sandra melihatnya turun dari kasur. “Aku mau ikut.” Moses membuka mulutnya seperti tidak setuju, namun dia mengangguk. “Jangan lupa pakai jaketmu. Aku tunggu di bawah lima menit lagi.” Setelah merenggangkan kedua kakinya yang kebas, Sandra langsung menyambar coat hitam dan menyusul Moses. Mereka tiba di rumah sakit setengah jam kemudian dan
Moses buru-buru melepas lengan Bella dan bangkit berdiri dari kursi. Dia menatap tajam pada pengasuh muda itu. “Kemas barang-barangmu sekarang juga dan pergi dari sini!” Bella memberinya tatapan tak percaya. Padahal dia sudah yakin bahwa Moses tidak akan menolak. Dia berpikir bahwa semua pria kaya yang sudah berkeluarga sama saja. Masih mencari kesenangan di luar. “Maaf kalau sudah membuatmu tersinggung, Tuan Moses. Tapi kalau saya berhenti kerja, siapa yang bantu menjaga Rory?” “Aku bisa mencari penggantimu detik ini juga! Enyah dari hadapanku!” benta
Kecupan-kecupan kecil mendarat di bahu mulus Sandra, membuatnya terbangun dari tidur lelap.Dia mengerang. “Moses… Kamu tau ini baru jam berapa?” protesnya dengan suara yang masih serak. Samar-samar Sandra dapat mendengar kicauan burung dari luar, merasakan cahaya matahari yang mengintip dari balik gorden.“Morning. Hampir jam tujuh, baby bear. Waktunya bangun.” Moses berbisik lalu melanjutkan sapuan bibirnya ke tengkuk leher Sandra.Membuka sebelah matanya, Sandra melirik ke arah jam meja digital di samping tempat tidur. Angkanya cukup besar sehingga dia tidak perlu memakai kacamata untuk bisa melihatnya dengan jelas.06:45
“Ekhmm…” Phoebe berdehem, membuat Sandra buru-buru melepaskan pagutan bibirnya dari bibir Moses. Wajahnya langsung merah padam karena ketahuan sedang mencium suaminya yang tengah terbaring di atas kasur pasien. Agatha yang berdiri di samping Phoebe juga senyum-senyum sendiri melihat kelakuan dua sejoli itu. “Maaf mengganggu kemesraan kalian. Apakah kami harus keluar dulu sebentar?” tanya Phoebe dengan senyum menggoda. Sandra merentangkan kedua tangannya lebar-lebar dan memeluk gadis muda itu. “Phoebe! Aku sangat merindukanmu.” “Aku juga. Kamu berhutang untuk menceritakan semua petualanganmu di Singapura ya, San. Ehmm… atau lebih tepatnya mulai sekarang aku memanggilmu kakak ipar.” “Tentu saja kamu bisa memanggilku apa saja yang kamu suka! Aku sangat senang kita bisa menjadi satu keluarga, Bee.” Lalu dia melirik Agatha dan melepas pelukannya. Sandra sedikit menundukkan kepalanya di hadapan wanita yang masih kelihatan segar dan sehat wal
Tidak ada korban selamat dari peristiwa meledaknya pesawat Azure 737 di langit Lockerbie, Skotlandia. Investigasi akan segera dilakukan setelah tim gabungan yang dibentuk oleh pemerintah Amerika Serikat dan pemerintah Inggris menemukan black box tersebut. Sementara ini yang bisa diduga dan mungkin menjadi penyebab ledakan pesawat itu adalah dari laporan terakhir pilot sebelum Azure 737 hilang kontak, menyatakan bahwa mesin pesawat di bagian fan blade terbakar. Moses mengusap wajahnya. Dia masih di New York dan kelihatan kurang tidur. “Besok adalah hari terakhir aku ikut meeting. Setelah selesai, aku akan segera terbang ke Singapura.” “Apakah Aliasta Company ikut bertanggung jawab atas insiden ini?” tanya Sandra yang hanya bisa melihat wajah suaminya dari layar laptop. Selain video call, mereka juga sering teleponan hanya untuk menanyakan kabar. Benar-benar seperti pasangan yang diuji ketahanannya menjalin Long Distance Relationship. “Tid
Cahaya berwarna-warni dari kembang api yang sedang meletus serta lampu-lampu dari bangunan pencakar langit menyinari air laut teluk Marina.Di atas dek kapal pesiar mewah, Sandra dilamar oleh pria yang tak lain adalah suaminya sendiri. Sebelum Moses dapat melihatnya meneteskan air mata, Sandra membalikkan badannya untuk segera pergi dari tempat itu.“Sandra, honey.” Moses memanggil dengan nada sedikit panik, bangkit berdiri dan memasukkan cincin itu kembali ke dalam saku celananya. Rasa kecewa, sedih dan bingung bercampur menjadi satu. Tapi yang paling dia rasakan adalah kegagalan.Andai saja semua uang yang dia punya saat ini bisa membeli mesin waktu untuk mengulang kembali dari awal pernikahan mereka… tidak, dari awal pertemuan mereka. Moses pasti akan memperlakukan Sandra lebih baik lagi.Air mata membasahi pipi Sandra dan dia buru-buru mengusapnya saat Moses menghampirinya.“Maaf, aku belum siap.”“Pl
“I love you. I love you so much.” Sandra menutup kedua telinganya. “Jangan. Jangan katakan itu kalau kamu tidak bersungguh-sungguh.” “Aku tau perasaanku sendiri.” Moses menjauhkan tangan Sandra dari telinganya. “Dan aku akan membisikkannya setiap detik, setiap menit, setiap hari sampai kamu benar-benar percaya bahwa aku mencintaimu.” Sandra menepis tangannya. “Aku memang menanti tiga kata itu darimu. Tapi aku sadar bahwa cinta juga ditunjukkan dari perbuatan.” “Aku sudah menunjukkannya dengan memasak makanan yang lezat untukmu, aku menunjukkannya saat kita bercinta—“ “Tidak, itu bukan bercinta. Itu hanya sebatas berhubungan badan.” Moses seakan ditampar begitu keras. Ya, dia memang paling suka saat tubuh mereka bersatu. Dia merasa dia dapat menyentuh bagian terdalam dari diri Sandra, melihat sisi lain dari Sandra yang tidak pernah dia ketahui. Selama dua hari sebelum dia terbang ke Singapura, Moses sudah mengerahkan orang bayar
[Singapore] “Jadi saya hanya perlu mengirimkan sertifikat internasional kursus piano Nona ke alamat ini?” “Betul. Pastikan tidak ada yang tahu kamu mengirim paket ke luar negeri.” “Minggu ini saya pulang ke rumah. Saya akan meminta anak saya untuk mengantarnya. Nona tidak perlu khawatir.” “Baik, begitu saja Fiona. Maaf merepotkanmu.” “Tidak masalah, Nona Sandra. Oh ya… kemarin Tuan Moses ada—“ “Sudah dulu ya. Aku tidak bisa bicara lama-lama. Jaga kesehatanmu, Fiona.” “Baik, Nona juga.” Sandra mematikan panggilan internasional itu dan menghela napasnya. Dia terpaksa harus menelepon Fiona memakai telepon koin yang tersedia di stasiun MRT, berjaga-jaga agar keberadaannya tidak terlacak dari nomor ponsel. Sudah hampir lima bulan dia hidup sendiri di Singapura, negara dengan wilayah paling kecil di ASEAN namun mendapat julukan Macan Asia berkat kekuatan ekonominya. Sandra juga sudah terbiasa kemana-mana dengan berjal
“Kamu tidak peduli meskipun ini menyangkut keberadaan Nona Sandra?” Tristan merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponselnya. Moses menghiraukan pria itu, duduk di atas sofa kulitnya, mengangkat kedua kakinya ke atas meja dan mengambil satu tegukan lagi. Minum alkohol sudah seperti minum air putih. Dengan mabuk, dia tidak akan terus memikirkan Sandra. “Jangan bercanda. Bahkan detektif paling hebat di Amerika Serikat saja tidak dapat menemukannya.” Keberadaan Sandra sama sekali tidak terdeteksi. Tidak ada penggesekan kartu kredit, tidak ada penarikan uang dengan kartu debit. Bagaimana mungkin seseorang dapat hidup tanpa uang di dunia ini? Keberadaan terakhir yang berhasil Moses ketahui setelah melakukan cara ilegal, yaitu membayar seseorang untuk membuka data list penumpang penerbangan. Sandra terbang dari Alaska menuju Paris. Dia menyewa detektif swasta untuk mengawasi Jocelyn. Karena siapa lagi yang bisa membantu Sandra di Paris kalau buk
[Lima Bulan Kemudian] Seseorang membuka lampu ruangan yang tadinya gelap. Moses mengerang saat silaunya cahaya menyerang, mengganggu waktu tidurnya. Kepalanya berdenyut hebat akibat alkohol yang dikonsumsinya sepanjang malam. “Go away…” Moses menutup matanya dengan lengannya sendiri. “Astaga, Bos! Kamu dapat darimana vodka ini? Padahal aku sudah menyita semua koleksi alkoholmu.” Tristan menyambar botol kaca kosong itu dan melemparnya ke dalam tong sampah terdekat. Dia memeriksa seisi ruangan itu, manatau Moses berhasil menyimpan satu atau dua botol alkohol tanpa sepengetahuannya. Sejak Nona Sandra melarikan diri saat mereka sedang berlibur ke Alaska lima bulan yang lalu, Moses pulang ke Chicago seperti cangkang yang kosong. Terlebih lagi, dua dokumen penting sudah menunggu tanda tangan Moses. Yang satu adalah surat cerai. Satunya lagi berisi surat pemindahan kepemilikan saham. Ya, Sandra melepas semua sahamnya untuk Mos