Author's Note: (ó﹏ò。) Revan ... perjuanganmu ... semoga tidak sia-sia .... Oh ya, terima kasih juga untuk para pembaca yang udah baca sejauh ini! Jangan lupa tinggalin komentar agar Luke tahu pendapat kalian tentang cerita ini yaa. Bisa juga info-info nih, harapan kalian cerita ini mau dibawa ke manaaa~? Apa juga yang membuat kalian tertarik sama cerita ini sih? Hihihi
Menatap sosok Revan yang memandangnya dalam, Jolie merasa jantungnya berdebar.Pria ini ....Sadar bahwa dirinya hampir kembali tenggelam ke dalam perasaan masa lalunya, Jolie langsung membuang wajah.‘Wajah tampannya memang benar-benar mematikan ...’ batin gadis itu.Untuk menutupi perasaan canggungnya, juga rasa malu karena telah menunjukkan sisi yang memalukan, Jolie langsung berkata, “Aku mengerti. Aku sudah baik-baik saja sekarang, Kakak bisa pergi.”Mendengar ucapan Jolie, Revan hanya terdiam menatap gadis tersebut. Kemudian, dia pun menutup mata usai menghela napas ringan.Berdiri dari pinggir tempat tidur, Revan mulai mengarah ke pintu keluar untuk kembali kamarnya. “Kalau memang sudah baik-baik saja, cepatlah bersiap. Pagi ini kita akan beli pakaian baru untukmu dulu.”Tanpa mengatakan apa pun lagi, Revan pun pergi ke kamarnya melalui pintu hubung.Saat ruangan kembali dihuni Jolie sendiri, gadis itu langsung menoleh ke arah pintu yang telah kembali memisahkan dirinya dengan R
Musik, canda, dan tawa. Tiga hal itu melengkapi suasana ramai festival White Truffle khas negara Calpa.Berjalan mengelilingi area festival, Jolie menemukan bahwa di luar dari jajanan unik, ada juga berbagai stan jualan yang menarik perhatiannya.“Nona! Kemarilah dan lihat cincin topaz ini, sangat serasi dengan matamu!” seru salah seorang penjual stan saat melihat sosok Jolie.Jolie yang tergoda langsung meraih cincin tersebut dan memerhatikannya. “Cantiknya …” gumam gadis tersebut dengan senyum tipis dan mata berbinar.“Berapa?” Sebuah suara langsung berujar, membuat Jolie tersentak. Dia menoleh, mendapati Revan berdiri menjulang di sebelahnya dan menatap penjual stand.Sang penjual tersenyum. “Hanya delapan ratus ribu saja, Tuan! Bukan harga mahal untuk kekasihmu, bukan?!”Mata Jolie melotot. Delapan ratus ribu hanya untuk sebuah cincin batu topaz imitasi, penjual itu jelas-jelas ingin menipu mereka yang kentara adalah turis!Namun, tak Jolie duga, Revan langsung mengeluarkan ponseln
Revan menurunkan pandangan untuk menatap Jolie. “Ada yang terluka?” tanyanya, yang dibalas Jolie dengan gelengan kepala.“Aku ... baik-baik saja,” ucap Jolie. Namun, kemudian dia cepat menatap ke arah para mafia. “Tapi mereka—““Bajingan! Beraninya kau di teritori kami!?” teriak salah satu dari tiga anggota mafia yang sekarang berhadapan dengan Jolie dan Revan.Mendengar hal ini, Revan menatap ke depan dengan dingin. Aura membunuhnya begitu kental seiring dia berkata dengan mata penuh amarah, “Pertanyaan konyol.” Dia menatap salah seorang mafia yang telah dia patahkan tangannya. “Kenapa aku bahkan harus takut dengan orang-orang seperti kalian?”Ucapan Revan sontak membuat tiga orang mafia Calpa itu mematung, bahkan Jolie pun ternganga.“Kak Revan, mereka mafia Calpa. Mencari masalah dengan mereka bukanlah hal baik!” peringat Jolie dengan wajah panik.Menatap Jolie sesaat, Revan berkata, “Tenang, aku punya perhitungan sendiri.” Kemudian, dia mendorong Jolie ke belakangnya dan kembali me
“Aku bukan mafia.”Jawaban Revan membuat Jolie terdiam sesaat. Dia memicingkan mata.“Serius?” tanya Jolie.“Kau mengira aku bercanda?”Jolie mengangkat kedua bahunya. “Aku kira Kakak berbohong,” balasnya santai. “Akan tetapi, baguslah kalau Kakak bukan mafia.”Mendengar ucapan Jolie, Revan yang sedang mengobati memar gadis itu terhenti sesaat. “Kenapa?”Jolie terdiam sesaat, lalu dia menjawab, “Bukan apa-apa.”Mata Revan mengamati Jolie. Dia merasa ada sesuatu yang gadis itu sembunyikan.Akan tetapi, baru saja Revan ingin bertanya, sebuah suara terdengar memanggil, “Jolie?”Panggilan tersebut membuat Jolie menoleh bersama dengan Revan.Tidak jauh dari tempat Jolie dan Revan berada, seorang wanita muda bertubuh tinggi dan ramping sedang berdiri dengan wajah ragu. Rambut merahnya yang menyala tampak kontras dengan jaket kulit hitam yang dia kenakan.Melihat wanita tersebut, Jolie langsung berseru, “Veronica!?” Dia mengenalinya!Ya, gadis berjaket hitam dengan rambut panjang merah itu ad
Alunan musik jazz terdengar mengalun lembut di salah satu kafe tengah kota. Bercampur dengan aroma kopi yang baru diseduh, tempat tersebut terasa nyaman bagi setiap pengunjung yang datang.Namun, di tengah kenyamanan itu, sosok Jolie tampak gugup selagi memandang dua orang pria tampan yang duduk berhadapan tak jauh dari tempatnya berada. Aura dingin menyelimuti keduanya.“Ini hari kematianku ...” gumam Jolie yang sedang duduk di dekat meja barista, tampak gugup selagi menunggu pesanannya dan Veronica selesai dibuat. Dia menatap sahabat baiknya di sebelah. “Membawa Nathan untuk menemuiku, apa yang sebenarnya ada di otakmu?”Veronica, yang sedang mengaduk-aduk cappuccino-nya dengan kepala tertunduk, akhirnya menatap Jolie dengan sorot mata penuh penyesalan. "Aku minta maaf, Jolie,” ujarnya. “Jujur, sebenarnya aku tidak ada niat membawa Nathan, tapi ... dia tanpa sengaja mendengar pembicaraan kita di telepon dan memaksa ikut!”Jolie menghela napas kasar, lalu menatap ke arah meja tempat R
Gegas, Jolie langsung membalas ucapan Revan, “Kak, Kakak tahu maksud Jolie bukan begitu. Jolie hanya ingin tahu apa yang terjadi ....”Ucapan Jolie membuat Revan terdiam sesaat, kemudian pria itu pun melipat kedua tangannya dan menjelaskan, “Aku hanya berkata kalau dirimu tidak akan tertarik dengan pria yang bersembunyi di balik nama keluarganya.”Di saat ini, Nathan menepis tangan Veronica dan menuding Revan. “Memaki orang secara sembarang, sifat macam apa itu?!” Dia menatap Jolie. “Jolie, berhenti berhubungan dengan orang macam ini! Dia tidak baik untukmu!”Ucapan Nathan membuat Jolie tampak kesulitan, dan dia pun menatap Revan yang tampak acuh tak acuh dengan tudingan yang diarahkan padanya.Jolie tahu, beberapa tahun silam, Revan sudah sangat berubah. Akan tetapi, sejauh yang dia lihat dari beberapa waktu ini berdekatan dengan pria itu, Jolie yakin Revan bukanlah pria yang mencari masalah tanpa alasan.“Apa yang sudah kamu katakan?” Jolie menatap Nathan.Pertanyaan itu membuat Nat
Nathan memasang wajah memelas. “Jolie, kamu tahu bukan itu maksudku! Aku—“ “Cukup,” potong Jolie. Dia menatap lurus Nathan. “Nathan, awalnya, melihat hubunganku dengan Veronica, aku kira paling tidak kita masih bisa berhubungan layaknya teman. Akan tetapi, melihat sikapmu yang sekarang ... maaf, aku rasa kita sebaiknya jangan bertemu lagi.” Jolie pun menatap Veronica yang sedari tadi terdiam, memberikan ruang untuk dua mantan kekasih itu untuk saling berbicara, menyelesaikan apa yang masih belum selesai. “Vero, kalau ada waktu, kunjungi negaraku sesekali. Hari ini, aku pamit dulu,” ucap Jolie sembari tersenyum. Veronica menganggukkan kepala. Dia tahu memaksa Jolie tetap berada di sini bukanlah hal yang baik, terutama setelah apa yang Nathan lakukan. “Ya, tentu saja. Pulanglah.” Veronica melirik Nathan yang mematung di tempat, efek terpukul karena ucapan Jolie. “Aku akan mengurus sisanya di sini.” Jolie mengangguk, lalu berbalik untuk menatap Revan. Dia melihat pria itu tengah
Mendengar pertanyaan Revan, Jolie seketika merona. Dia menepis tangan pria itu dan berkata, “Enak saja. Aku hanya khawatir akan terlibat kalau Kakak terkena masalah ....”“Hmm,” balas Revan, melantunkan ayunan nada santai, tidak terdengar percaya.“Terserah Kakak mau percaya atau tidak!” Jolie melipat kedua tangannya dan menatap ke luar jendela, malas berdebat dengan pria tersebut.Sungguh, Jolie tidak habis pikir. Bisa-bisanya Revan menganggap dirinya bercanda! Nathan memang berasal dari keluarga yang sangat berpengaruh, jadi sebagai orang berlatar belakang biasa, sebaiknya pria itu lebih berhati-hati!Selagi Jolie menggerutu dalam benaknya, dia mendengar Revan mendadak berkata, “Tenang, Jolie. Dia tidak akan melakukan apa pun.”Ekspresi Jolie berubah sedikit lebih tenang, lalu dia berkata, “Semoga saja.”Revan memandang ekspresi wajah Jolie dari pantulan kaca, lalu dia mengalihkan pandangan ke arah ponselnya. Menggunakan jari-jari panjangnya, Revan mengetikkan sebuah pesan.[Hubung