Dipta udah mulai gercep nih, dia akhirnya puter otak biar segera menikah dengan Ela. Apalagi udah bawa-bawa kartu trufnya, asal usulnya sebagai salah satu putra Jeremy Rustam. Siapa sih Jeremy Rustam? Kalau udah baca Obsesi Sang Pewaris pasti kenal siapa dia. Tapi dalam bab selanjutnya nanti akan dibuka lagi siapa keluarga Rustam sebenarnya yang bisa membuat Ela kaget
DIPTA“Bisa,” ujarnya menyanggupi.Ela menatapnya tak percaya.“Gimana caranya?”“Pikiran pertamaku adalah private garden party. Maksimal lima puluh undangan dari keluarga dan kerabat dekat saja. Yang penting kamu keluar dari rumahmu dan akhirnya memiliki kuasa serta kendali atas hidupmu sendiri. Tidak lagi tunduk dalam bayang-bayang papamu yang otoriter.” Dipta menjelaskannya sambil tersenyum lebar.“Dan kamu yakin bisa menyelesaikan semuanya dalam waktu… berapa lama tadi? dua minggu? tiga minggu?”Dipta hanya nyengir lebar
Dipta tahu jika Ela tidak nyaman duduk di sampingnya dalam sebuah ruko tiga lantai yang di bagian depannya tertulis sebagai toko elektronik dan reparasi barang. Mereka saat ini berada di lantai tiga dengan interior seadanya serta asap rokok yang masih membumbung tinggi meskipun Dipta memaksa anak buah papanya untuk membuka jendela ruko agar terjadi pergantian udara. “Seharusnya aku nggak menuruti keinginanmu untuk ikut ke sini, Ela.” Dipta berbisik di telinga Ela. Dia menyesal mengikuti keinginan tuan putri yang justru mengkhawatirkan dapat membahayakan Ela. “Nasi sudah menjadi bubur, uhuk-uhuk–” balas Ela sambil terbatuk-batuk. Dengan susah payah gadis itu mengibaskan asap yang lewat di depan mukanya dengan kedua tangannya. “Duh untung aja ak
“Jangan kebanyakan omong, keluar aja sekarang.” Perintah papanya sambil menatap tajam ketiga anak buahnya yang Dipta terka masih berada di level terbawah.Tidak ada inner circle papa yang sebegitu bodohnya tak bisa menebak suasana hati bosnya seperti cecunguk ini. Dengan patuh ketiga orang tersebut akhirnya mengikuti perintah papa dan hanya menyisakan empat orang saja di dalam ruangan ini.“Sorry, Jaka nggak bisa cabut. Dia harus tetap berada di sisi saya. Kamu ingat Jaka, bukan?” Papanya menunjuk satu orang yang tetap berada di belakang papa tanpa bicara satu patah kata pun.Dipta melirik ke arah pria d
ELA“Mas Dipta,” tegur Ela saat mereka sudah memasuki gerbang perumahan Dipta. Suasana di dalam mobil pun tak kondusif selepas mereka berbicara dengan Jeremy Rustam. Sepertinya Dipta menyimpan segudang kemarahan yang butuh pelampiasan. “Nggak sekarang, Ela. Please biarin aku menenangkan diri dulu.” Hanya itu jawaban Dipta. “Tapi aku mau ikut–” Ela tak ingin membiarkan Dipta sendirian dalam kekalutannya. “Aku mau sendirian dulu,” ulangnya sekali lagi. Ela kembali terdiam mendengar penolakan Dipta. “Kamu nggak nyaman sama aku?” tanya Ela dengan hati-hati. Sudut hatinya berdenyut, takut jika Dipta menjawab iya. Pikirannya sudah melayang ke mana-mana. Dia tahu selama ini dialah yang membutuhkan Dipta, bukan sebaliknya. Tapi jika Dipta melisankannya entah bagaimana Ela menerimanya–“Bukan, tapi aku yang lagi nggak bisa sama siapa-siapa dulu, please–” Namun sanggahan Dipta membuat hatinya sedikit lega, meskipun hatinya tetap berdenyut sakit. Apa karena dia ikut merasakan kesedihan ya
Kepala Mas Dipta langsung tersentak tatkala mendengar ucapannya barusan.“Apa kamu bilang?” Dipta mengernyitkan dahinya sesaat setelah mendengar ucapan paranoid Ela yang spontan keluar begitu saja.“Apa kita harus membatalkan pernikahan ini? Rasanya nggak adil kalau aku membuat dirimu jadi kayak begini–” Ela kembali mengulang ucapannya.Menegaskan kembali ketakutannya karena pernyataan Dipta yang multi tafsir.“Jangan bicara yang aneh-aneh, Ela.” Dipta menepisnya dengan cepat.Dipta menghembuskan napasnya. Tak berapa lama pria di sampingnya itu akhirnya menarik tangan Ela dan mengecup punggung tangannya. Setelah puas melakukan itu, kini Dipta memainkan je
Ela memandangi layar Macbook-nya dengan tatapan kosong. Dia tak tahu apakah resume terbarunya cukup menarik untuk disebar ke berbagai portal kerja, mengingat pengalaman kerjanya yang minim. Dia hanya bekerja selama kurang dari dua tahun setelah lulus itu pun dengan posisi yang tidak terlalu signifikan. Hanya sebagai staf humas sebelum dimutasi ke bagian digital marketing perusahaannya. Sebenarnya ini sudah genap hampir dua bulan dia menganggur sejak resign dengan alasan mempersiapkan pernikahan dengan mantan kurang ajarnya–Dhanu. Sebulan sebelumnya Ela merasa begitu senang karena dia tak perlu lagi pusing menghadapi rentetan omelan atasannya atau sikap pasif agresif rekan kerjanya yang memandang Ela setengah iri setengah dengki dan lebih banyak julidnya. Bahkan waktu itu ketika Dhanu bilang jika kelak Ela menjadi istrinya, maka Ela harus siap menjadi stay at home wife and mother untuk anak mereka kelak. Awalnya Ela menyetujuinya dengan senang hati. Well, siapa sih yang tidak su
“Kita coba aja dulu, ya? Kamu kenal dengan dengan Ibu Dewi Sastrowilogo? Nah sekarang dia yang pegang Yayasan Seni Sastrowilogo Foundation. Nanti aku coba bicarakan sama beliau, sekaligus kita atur lunch atau dinner kali ya, biar kamu bisa ngobrol sama Ibu Dewi?” Kini Rengganis membawa nama baru yang membuat Ela lebih aware dengan hubungan Rengganis dengan keluarga konglomerat Sastrowilogo. “Oh, aku kenal sama Ibu Dewi.” Ela mengangguk singkat. Dia tahu siapa Ibu Dewi Sastrowilogo. Beliau adalah istri dari Jaya Krisna Sastrowilogo. Salah satu putra dari punggawa Abisena Sastrowilogo, tokoh sentral yang membuat korporasi Sastrowilogo berkembang pesat sejak 40 tahun terakhir di bawah kepemimpinannya yang kini diteruskan kepada empat putranya. Duh–tapi sepertinya ibunya ada sedikit beef dengan beliau perkara ibunya tak diundang di acara soiree Ibu Dewi dalam rangka charity hari kanker sedunia beberapa bulan lalu di kediaman Ibu Dewi. Ela menggigit bibir bawahnya, bimbang dengan
DIPTA“Ayahmu Jeremy Rustam? Sungguh?” tanya Hendra tak percaya setelah menyelesaikan pesanannya sparkling water tiba diantarkan oleh waitress The Cafe di Hotel Mulia siang ini. Dipta menganggukkan kepalanya singkat tatkala mendengar pertanyaan yang sama kembali diulang oleh Hendra Dharmawan di hadapannya saat ini. Hendra tertawa lepas mendengar pengakuan Dipta. “Saya nggak menyangka, anak buah yang biasa ngawal saya ternyata anaknya Jeremy Rustam. Seharusnya saya langsung ngeh waktu melihat cv dan nama belakangmu.” Hendra Dharmawan kembali mengangguk-anggukkan kepalanya puas. “Kenapa baru bicara sekarang, huh? Kamu pikir dengan memberikan nama papamu maka saya akan terbuka dan setuju dengan rencana pernikahan gila kalian, begitu?” Jelas sekali nada angkuh yang dilontarkan oleh papanya Ela. Dipta tetap tenang dalam mengutarakan tujuannya, dan tidak terprovokasi oleh seragan yang dilancarkan pria di hadapannya. “Saya akan datang bersama orang tua saya untuk melamar Elaina secepat