Share

Bab 64: Cara Menghadapi Ibu

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-03 17:42:09

Di kamar yang terpisah dari rumah utama, Adrian duduk termenung di pinggir ranjangnya, ruangannya dipenuhi keheningan. Jemarinya tak henti-hentinya memainkan cincin kecil yang ia ambil dari meja samping tempat tidur—tanda gelisah yang kerap muncul saat pikirannya kalut.

Langit sore yang mendung memayungi kamarnya, menambah kesuraman suasana dengan bayangan-bayangan yang semakin pekat di dinding.

Ketukan lembut di pintu menghentikan roda pikirannya yang menerawang. "Adrian?" suara itu halus, namun cukup untuk membuatnya tersadar. Itu suara Ayla.

Adrian bergegas membuka pintu, hatinya berdebar saat mendapati Ayla berdiri di ambang pintu dengan mantel tipis yang mulai basah kuyup oleh gerimis. "Ayla? Kamu tidak seharusnya ada di sini," kata Adrian, matanya segera menyisir koridor, pastikan tidak ada yang melihat.

"Aku tahu," jawab Ayla cepat, suaranya serak oleh kekhawatiran. "Tapi Ibu Bram—dia mulai curiga. Aku bingung harus bagaimana."

D

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 65: Amarah Bram

    Di kediaman utama, Ibu Bram tengah bersemayam di sudut ruang tamu, berdampingan dengan segelas anggur merah yang mewarnai jemarinya. Matanya tidak lepas dari pintu yang sebentar lagi akan membawa kembali anak lelakinya ke pelukannya.Detak jam dinding berpadu dengan ketenangan yang mengitari ruangan, menciptakan simfoni hening yang semakin pekat.Saat pintu depan itu akhirnya terbuka, Ibu Bram perlahan menaruh gelas anggurnya di atas meja kaca, menatap Bram yang langkahnya berat, memasuki rumah. Jas yang sudah tak lagi teratur menandai hari yang panjang telah ia jalani. "Ibu," sapa Bram dengan nada lelah, melepas dasi yang segera ia lempar ke atas sofa.Kita perlu bicara," ucap Ibu Bram, langsung ke pokok pembicaraan. Suaranya tenang, tetapi matanya tidak menyembunyikan urgensi. Bram menghela napas, matanya sejenak bertemu dengan tatapan ibunya, "Ada apa lagi kali ini, Bu? Tubuhku lelah.""Ini tentang Ayla dan Adrian." Kata-kata itu cukup untuk membuat Br

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 66: Perlindungan Adrian

    Dengan getaran emosional yang jelas dalam suaranya, Bram memulai percakapan yang penuh ketegangan itu. "Aku menunggu, Adrian," ucapnya, suara bergetar tidak hanya karena marah tetapi juga karena kekecewaan yang mendalam.Adrian menghela napas berat, mencoba meredam api amarah yang mulai berkobar di dalam dada. Ia berusaha keras untuk menjernihkan pikiran sebelum menjawab dengan nada yang berusaha mengusahakan kedamaian."Bram, ini tidak seperti yang kau pikir. Ada lebih banyak yang terjadi di balik semua ini."Tawa yang penuh sindiran terlontar dari Bram, menambah ketegangan yang sudah terasa menyengat. "Oh, tidak seperti yang kupikir? Kau kira aku tidak tahu? Kau kira aku buta terhadap permainanmu, Adrian?" ketusnya, suaranya penuh tuduhan.Adrian, menatap Bram dengan pandangan yang tetap dan teguh, jawabannya tegas namun diucapkan dengan kelembutan. "Jika ada yang harus kau salahkan atau marahi, biarlah itu aku. Jangan tarik Ayla ke dalam ini. Dia tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 67: Cinta yang Tak Akan Mundur

    Keesokan harinya, suasana hati Adrian terasa seperti mendung yang menggelayut di langit, saat ia mengantar Ayla kembali ke pelukan rumahnya yang sunyi.Mobilnya berhenti lembut, beberapa langkah dari gerbang utama—tempat yang biasanya Ayla lalui tanpa sorot mata yang mempertanyakan. Namun pagi itu, ragu menyelimuti langkahnya."Kamu yakin kamu siap menghadapi ini sendiri?" tanya Adrian, tangannya masih berteman dengan setir, matanya tak lepas dari wajah Ayla yang termenung.Ayla mengangguk pelan, suaranya bergetar tipis, "Aku harus. Kalau tidak, mereka akan mulai bertanya-tanya."Dengan tatapan yang berat, Adrian meraih tangan Ayla, menyentuhnya lembut, "Jika ada apa-apa, langsung hubungi aku. Apa pun masalahnya, aku akan datang membantumu."Senyum kecil mengambang di bibir Ayla, senyum yang tercampur dengan kekhawatiran, "Terima kasih, Adrian. Atas segalanya."Dengan hati yang berat, ia akhirnya melangkah turun, menghampiri gerbang ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 68: Pertarungan yang Baru Dimulai

    Tapi di balik hangatnya hari itu, ada rasa gelisah yang tak kunjung pergi. Setiap tawa dan senyum yang terbagi, seolah adalah perjuangan melawan gelombang besar yang tak pernah surut.Ayla sering terbangun tengah malam, pikirannya kalut mempertanyakan nasib yang mungkin menimpa mereka jika Bram memutuskan untuk bertindak.Sementara Adrian, walau terlihat tenang, sesungguhnya ia berada dalam belenggu pikiran sendiri, mengatur strategi demi melindungi Ayla dari segala ancaman yang mungkin menghadang.Suatu pagi, dengan tekad yang membara, Ayla mengunjungi Rita. Dia merasa perlu bertukar pikiran dengan seseorang yang bisa memberikan pandangan yang lebih jernih.Ketika tiba di kafe favorit mereka, Rita telah menunggu di sudut ruangan, wajahnya berseri-seri seperti mentari pagi. Namun, ketika Ayla duduk, senyuman Rita perlahan memudar, digantikan oleh raut khawatir.“Kau terlihat lelah sekali. Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Rita deng

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 69: Pengungkapan Tak Terelakkan

    Ayla membuka pintu rumah dengan hati yang berat. Langkah kakinya terasa lamban, seolah seluruh beban hari itu masih mengikutinya. Percakapan terakhir dengan Adrian terus terngiang di telinganya, seperti gema yang tak kunjung hilang.Saat ia melangkah masuk, ada sesuatu yang langsung terasa ganjil—udara di rumah itu seperti berbeda, tidak seperti biasanya. Lampu ruang tamu menyala terang, menciptakan kontras dengan suasana yang selalu sepi setiap ia pulang. Lebih aneh lagi, suara tawa lembut terdengar dari arah dalam.Ayla berhenti di ambang pintu, mengerutkan kening. Siapa yang tertawa? Ia melangkah pelan, berhati-hati seolah mendekati sesuatu yang asing. Ketika tiba di ruang tamu, pandangannya langsung tertuju pada sosok Bram yang duduk di sofa.Namun, ia tidak sendirian. Di sebelahnya, seorang wanita dengan rambut panjang yang tergerai rapi duduk, mengenakan gaun merah yang terlalu mencolok untuk disebut kebetulan.Tawa wanita itu terdengar lagi,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 70: Menghadapi Keluarga Secara Langsung

    Pagi itu, Ayla duduk di tepi ranjang penginapan, memandangi tirai yang setengah terbuka. Sinar matahari mengintip malu-malu di sela-sela lipatan kain, seolah-olah terlalu ragu untuk benar-benar menembus ruang itu.Namun, kehangatannya tidak cukup untuk mengusir dingin yang mengendap di dalam hatinya. Napas Ayla terdengar pendek-pendek, pikirannya terus berputar pada satu hal yang sama: pertemuan dengan keluarga Bram.Di sudut ruangan, Adrian duduk di kursi dekat meja kecil, wajahnya dipenuhi guratan khawatir. Setelah beberapa saat keheningan yang terasa begitu panjang, ia akhirnya angkat bicara, suaranya rendah tapi tegas.“Kau tidak perlu menghadapi ini sendirian,” katanya, menatap Ayla dengan mata yang sarat tekad. “Aku akan ada di sisimu.”Ayla menoleh, menatapnya dengan mata yang sembab namun menyimpan kilatan rasa syukur. “Adrian,” katanya lirih, suaranya hampir pecah. “Ini bukan hanya tentang aku. Keluargamu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 71: Tekanan dari Segala Arah

    Setelah perdebatan panjang yang penuh emosi, Ayla dan Adrian meninggalkan rumah itu. Langkah mereka perlahan, seperti menanggung beban yang baru saja mereka lepaskan. Mereka berjalan menuju mobil dalam diam, tapi bukan diam yang canggung—melainkan diam yang sarat makna.Tanpa perlu kata-kata, mereka memahami satu hal: keputusan yang baru saja diambil adalah sesuatu yang tak bisa ditarik kembali.Di dalam mobil, Adrian memecah keheningan. “Kau luar biasa tadi,” katanya dengan nada lembut. Ia menatap Ayla, matanya memancarkan kekaguman yang tulus.Ayla tersenyum kecil, meskipun matanya berkaca-kaca. “Aku tidak tahu dari mana keberanian itu datang. Tapi yang jelas, aku tahu aku tidak bisa kembali ke hidup yang dulu.”Adrian mengangguk pelan, lalu meraih tangan Ayla yang tergeletak di atas pangkuannya. “Kita akan melewati ini bersama. Apa pun yang terjadi.”Saat mobil mulai melaju meninggalkan rumah itu, Ayla m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 72: Perjuangan demi Kebahagiaan

    Malam itu di apartemen Adrian, Ayla duduk di sofa, matanya terpaku pada layar ponsel yang terus bergetar. Pesan-pesan berdatangan tanpa henti—beberapa dari teman lama, sebagian besar dari kerabat Bram. Semua mengandung kata-kata tajam, tuduhan, dan penghinaan yang membakar.“Kenapa kau tidak memblokir saja mereka?” tanya Adrian. Ia duduk di lantai dekat meja kecil, sibuk memperbaiki sesuatu, tapi jelas perhatiannya tidak teralihkan dari Ayla.Ayla menggeleng pelan, pandangannya tetap tertuju pada layar. “Aku tidak tahu. Mungkin aku berharap ada seseorang yang akhirnya mau mengerti. Tapi... sepertinya itu hanya angan-angan.”Adrian meletakkan alat di tangannya, menatap Ayla dengan serius. Ia bangkit, lalu duduk di sampingnya. “Ayla, kau tidak perlu pembuktian dari mereka. Kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri. Kau sudah cukup kuat untuk melewati semua ini.”Ayla menoleh, menatap mata Adrian yang penuh ketulus

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07

Bab terbaru

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 80: Tak Ingin Kehilangan

    “Ini bukan hanya tentang keluarga, Bram. Ini lebih kepada kamu yang tidak mau mengakui kesalahanmu sendiri,” ujar Adrian dengan suara yang bergetar penuh emosi. Cahaya lampu ruangan itu menciptakan bayangan pada wajahnya yang tegang. “Aku tahu kamu sudah mengkhianati Ayla sejak lama.”Bram terdiam, wajahnya berubah seketika menjadi pucat, namun dia tidak membantah kata-kata Adrian. Sebaliknya, ia mendekati adiknya dengan langkah yang berat dan terukur, menatap tajam ke dalam mata Adrian yang penuh dengan kekecewaan.“Mungkin aku tidak sempurna sebagai suami,” ucap Bram dengan suara rendah namun tegas, “tapi Ayla adalah istriku. Dan kamu tidak punya hak untuk merebutnya dari saya.”“Ayla bukan barang yang bisa dimiliki, Bram,” Adrian membalas dengan nada yang sama tajamnya. “Dia berhak untuk memilih kebahagiaannya sendiri.”Pada saat itu, Farida, ibu mereka, bangkit dari kursinya. Raut

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 79:Perseteruan Keluarga Adrian

    Sore itu, ketika Ayla melangkah pulang, hembusan angin sejuk menerpa wajahnya, memberikan kesegaran yang tak terduga. Langkahnya terasa sedikit lebih ringan dibanding biasanya.Meski beban rasa bersalah masih menggelayut di hatinya, dukungan yang diberikan Rita telah menumbuhkan kekuatan baru dalam dirinya, sebuah kekuatan yang sebelumnya tak pernah ia sadari.Sesampainya di rumah, kesunyian menyambut kedatangannya. Bram tidak ada di rumah—mungkin masih lembur di kantor atau mungkin juga sedang menghindari pertemuan dengan dirinya. Ayla melepaskan mantelnya dengan gerakan lembut dan melangkah ke dapur untuk membuat secangkir teh.Ketika ia menyalakan teko, aroma teh melati mulai memenuhi ruangan, mengingatkannya pada percakapan hangat yang ia lalui bersama Adrian di sebuah kafe yang nyaman.Ponselnya bergetar lembut di atas meja dapur. Layar menampilkan nama Adrian. Dengan napas yang sedikit tertahan, ia menjawab, "Halo?" Suaranya keluar lebih lembu

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 78: Mencari Dukungan Rita

    Pagi itu, suasana apartemen Rita sedikit berbeda. Ayla berdiri ragu di depan pintu, menggigil bukan hanya karena udara pagi yang dingin, tapi juga karena beban yang ia pikul. Ia merapatkan mantel cokelat tua yang sudah lusuh, berusaha menahan dingin yang menyeruak ke tulang.Dengan tangan yang bergetar, ia mengetuk pintu dengan pelan, hati-hatinya dipenuhi kecemasan.Sejurus kemudian, terdengar suara langkah kaki dari dalam apartemen. Pintu perlahan terbuka, dan muncullah wajah Rita yang tampak terkejut dan rambutnya yang tergerai dengan bebas. Ekspresi terkejut terpahat di wajahnya saat ia melihat Ayla berdiri di ambang pintu.“Ayla?” Rita berkata dengan nada penuh tanya. “Apa kamu baik-baik saja?”Dengan kepala mengangguk perlahan, Ayla mencoba tersenyum, meski dari raut wajahnya jelas bahwa ia jauh dari kata baik-baik saja. “Rita, aku… boleh masuk?”“Tentu, masuklah,” jawab Rita sambil membu

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 77: Gosip yang Terlalu Nyata

    Mereka bertemu di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, tempat yang menawarkan ketenangan jauh dari keramaian. Di sana, Ayla memilih tempat duduk di pojok, sibuk memandangi secangkir kopi hitam yang menguap perlahan di depannya.Tak lama kemudian, Adrian datang, membawa aura kehangatan yang seketika membuat suasana hati Ayla sedikit lebih ringan.Adrian segera mengambil tempat duduk di hadapan Ayla, matanya menelusuri wajahnya dengan tatapan penuh kekhawatiran. "Ada apa, Ayla?" tanyanya dengan suara yang langsung ke inti, tanpa membuang waktu.Dengan bahu terangkat pelan, Ayla mencoba tersenyum, namun bibirnya bergetar menahan sesuatu. "Hanya...gosip," jawabnya dengan suara yang nyaris tak terdengar. "Gosip yang terasa terlalu nyata untuk bisa diabaikan begitu saja."Adrian mengerutkan kening, rasa penasarannya terpicu. "Gosip apa? Apa yang mereka bicarakan?"Mata Ayla tertunduk, berusaha menghindari tatapan tajam Adrian. "Tentang aku..

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 76: Rita Berusaha Mengingatkan

    Suara ketukan pintu tiba-tiba memecah keheningan. Adrian dan Ayla saling pandang, terkejut tergambar jelas di wajah mereka. Adrian bergerak cepat, menuju pintu dengan langkah mantap. Dia melemparkan pandangan singkat kepada Ayla, memberi isyarat agar tetap di tempat.Ketika pintu terbuka, seorang wanita muda berdiri di ambang. Wajahnya basah oleh hujan, rambut panjang menempel di pipinya, dan matanya tajam menatap Ayla di dalam ruangan.“Rita?” Adrian bertanya, terdengar ragu.Rita tidak menjawab. Dengan mantap, dia melangkah masuk tanpa permisi, berdiri di depan Ayla. Ekspresi aneh menghiasi wajahnya—campuran antara kecewa, marah, dan prihatin.“Aku tahu aku akan menemukanmu di sini,” katanya dengan suara lembut namun penuh dengan tekanan.Ayla berdiri perlahan, bibirnya bergetar. “Rita… aku bisa menjelaskan.”Rita mengangkat tangan, memotong Ayla sebelum ia bisa melanjutkan. &l

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 75: Janji Adrian pada Ayla

    Lampu meja di sudut ruangan bersinar temaram, memancarkan cahaya hangat yang membelai dinding ruang tamu kecil di apartemen Adrian. Di sudut lain, alunan musik instrumental mengisi udara dengan nada lembut, melarutkan keheningan namun menyisakan atmosfer yang penuh tanda tanya.Ayla duduk di sofa abu-abu gelap, tangannya menggenggam cangkir teh hangat seolah mencari kenyamanan dari uap chamomile yang perlahan membubung. Tatapannya terpaku pada jendela besar di hadapannya, memperlihatkan kota yang terbenam dalam kilauan lampu-lampu malam.Adrian berdiri di dekat dapur, bersandar pada dinding dengan sikap santai yang tampak dipaksakan. Kedua lengannya terlipat di dada, tetapi matanya yang tak tenang mengkhianati ketenangan palsu itu.Ia memandangi Ayla dari jauh, seolah membaca tiap gerakan perempuan itu, yang selalu memancarkan kelembutan bahkan saat pikirannya mungkin sedang dihantui badai kekhawatiran.“Ayla…” Adrian akhirnya memecah k

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 74: Pilihan yang Mengubah Segalanya

    Malam itu, mereka kembali ke apartemen Adrian. Sebuah keheningan menggantung di udara, seolah waktu berhenti untuk memberi ruang pada pikiran-pikiran yang berlarian di kepala mereka. Ayla duduk di sofa berlapis kain lembut, menggenggam secangkir teh yang sudah lama kehilangan kehangatannya.Tatapannya kosong, tenggelam dalam bayang-bayang cahaya kota yang memantul dari jendela. Sementara itu, Adrian berdiri di dekat jendela, memandangi lautan lampu di kejauhan, seperti mencari jawaban di antara k

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 73: Ayla Tidak Layak Bahagia

    Hari-hari berikutnya terasa seperti perjuangan tanpa akhir bagi Ayla dan Adrian. Gosip terus meluas, berhembus dari mulut ke mulut dan tersebar liar di media sosial.Komentar pedas—beberapa tersampaikan langsung, sebagian lagi bersembunyi di balik layar anonim—menghantam mereka tanpa ampun.Suatu malam, Ayla menerima sebuah pesan anonim di ponselnya:"Kau perusak keluarga. Kau tidak layak bahagia."Ia menatap layar ponselnya lama, seolah kata-kata itu menancap di benaknya seperti duri yang tak terlihat. Dengan tangan gemetar, ia meletakkan ponsel itu di atas meja. Adrian, yang tengah duduk di sofa di seberangnya, menangkap perubahan ekspresi di wajah Ayla.Tanpa berkata-kata, ia mendekat dan mengambil ponsel tersebut. Saat membaca pesan itu, rahangnya mengeras.“Kau tidak perlu membaca ini,” ujarnya tegas, mematikan layar ponsel dan menjauhkannya dari jangkauan Ayla. Suaranya terdengar seperti benteng kokoh,

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 72: Perjuangan demi Kebahagiaan

    Malam itu di apartemen Adrian, Ayla duduk di sofa, matanya terpaku pada layar ponsel yang terus bergetar. Pesan-pesan berdatangan tanpa henti—beberapa dari teman lama, sebagian besar dari kerabat Bram. Semua mengandung kata-kata tajam, tuduhan, dan penghinaan yang membakar.“Kenapa kau tidak memblokir saja mereka?” tanya Adrian. Ia duduk di lantai dekat meja kecil, sibuk memperbaiki sesuatu, tapi jelas perhatiannya tidak teralihkan dari Ayla.Ayla menggeleng pelan, pandangannya tetap tertuju pada layar. “Aku tidak tahu. Mungkin aku berharap ada seseorang yang akhirnya mau mengerti. Tapi... sepertinya itu hanya angan-angan.”Adrian meletakkan alat di tangannya, menatap Ayla dengan serius. Ia bangkit, lalu duduk di sampingnya. “Ayla, kau tidak perlu pembuktian dari mereka. Kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri. Kau sudah cukup kuat untuk melewati semua ini.”Ayla menoleh, menatap mata Adrian yang penuh ketulus

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status