Home / Young Adult / Satu Atap / 66. The Problem Is Not Over

Share

66. The Problem Is Not Over

Author: IamBlueRed
last update Last Updated: 2021-03-28 06:56:40

"Res, lo ngerasa ada sesuatu yang mencurigakan nggak sih?" Arvin yang sedang bermain handphone di ruang keluarga tiba-tiba berucap. 

Ares terdiam mendengar perkataan kakak iparnya. Ia melepas satu earphone wireless yang terpasang di telinganya, menyahut, "Mencurigakan gimana?"

"Tentang Pak Hendra."

Ares tambah terdiam mendengar nama itu. Pak Hendra adalah pelaku yang telah membunuh Ayah, Bunda, Pak Udin, juga istrinya. Tapi, apa yang mencurigakan tentang Pak Hendra? Bukannya semua telah usai? Pria itu sudah mengaku, begitu juga dengan bawahannya.

"Gue kemaren nggak sengaja liat data diri Pak Hendra di kantor polisi. Gue inget-inget alamatnya terus kemaren gue datengin rumahnya."

Ares kali ini sempurna melepas kedua earphone wireless di telinganya. Ia menatap Arvin tak percaya. "Lo dateng ke rumah Pak Hendra, Vin?"

"Hm. Gue sempet ketemu dan ngobrol sama istrinya. Istrinya bilan

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Satu Atap   67. Recklessness

    Matahari hampir tergelincir ke barat di luar sana. Lisa yang sedang duduk di ruang keluarga menatap beberapa kali IPhone Ares yang sedang di-charger, berpikir keras. IPhone pemuda itu dalam kondisi non-aktiv, membuat Lisa belum sempat membaca pesan antara Ares dengan Arvin jikalau menemukan petunjuk.Ada yang aneh dari gelagat Ares. Terlebih pemuda itu bertanya di mana Arvin sebelum pergi. Lisa tahu sesuatu sedang terjadi. Tapi ia tidak mengerti mengapa Ares harus pergi diam-diam dan tidak memberi tahu apa pun padanya. Apa karena tidak ingin ia khawatir? Sayangnya, hal itu malah membuat Lisa tambah cemas dengan kondisi Ares dan kakaknya sekarang.Baru ingin bangkit untuk menghidupkan IPhone Ares, Mama tiba-tiba muncul dari dapur. Wanita paruh baya kemudian bertanya, "Ares pergi ke mana, Sa? Sampai titip pesen ke Mama nggak bolehin kamu keluar?"Lisa mengernyitkan dahi. Ares sungguhan tidak membolehkannya keluar rumah? Padahal ia ber

    Last Updated : 2021-03-28
  • Satu Atap   68. Full of Pain

    Beberapa menit sebelumnya.Ares berjalan cepat mengikuti dua pria yang membawa Arvin masuk ke dalam bangunan dengan beton-beton tinggi. Meskipun tampak seperti bangunan belum selesai, ada beberapa ruangan tertutup di dalamnya.Arvin di bawa masuk ke sebuah ruangan, diikat di sana. Ia masih sadar. Tapi mulutnya tertutup lakban beberapa lapis sehingga tidak bisa bersuara.Ares mengintip agak jauh, lalu berjalan mendekat penuh dengan waspada. Dari jumlah mereka yang hanya berdua, Ares tidak terlalu khawatir ke depannya. Yang ia pikirkan hanya satu; mereka membawa senjata atau tidak?Beberapa meter dari ruangan itu, suara perbincangan dua pria itu terdengar. Meskipun sedikit samar karena jarak."Kita bunuh sekarang?"Ares melotot kaget di tempat. Begitu juga dengan Arvin yang kembali berusaha melepaskan ikatan di tangan dan kakinya. Mereka berdua sungguhan berencana me

    Last Updated : 2021-03-28
  • Satu Atap   69. I'm Fine

    Lisa tidak tahu sudah berapa kali ia menangis dalam sehari ini. Yang pasti, hatinya tetap sakit melihat Arvin tergeletak lemah di ranjang rumah sakit, belum sadarkan diri.Kakaknya itu baru saja dioperasi satu jam yang lalu. Tentu saja untuk mengambil peluru yang bersarang di perutnya. Lisa sungguh bersyukur Tuhan masih memberi kakaknya nyawa. Peluru itu tidak mengenai organ penting, hanya hampir. Kata dokter, sedikit saja peluru itu bergeser, nyawa Arvin bisa saja tidak tertolong.Dan sekarang di sinilah Lisa, duduk di sebelah ranjang Arvin, mengenggam tangan kakaknya berharap agar ia cepat bangun. Arvin itu satu-satunya keluarga sedarah yang Lisa punya. Lisa tidak tahu bagaimana jadinya jika Arvin ikut pergi menyusul Ayah dan Bunda.Ia bahkan terisak kencang ketika Arvin mengatakan hal mengerikan beberapa saat sebelum ia tak sadarkan diri."Kalau aku nggak ada, kamu harus kuat, ya, Sa. Jangan patah sem

    Last Updated : 2021-03-28
  • Satu Atap   70. Past Stories

    "Kamu mau tahu apa yang Ayah ceritain ke aku tiga tahun yang lalu?"Lisa menatap Arvin. Apa itu rahasia yang sama yang Arvin tidak ingin ceritakan di kantor polisi saat itu?"Apa?"Arvin bangkit duduk, lalu mendesis sakit detik selanjutnya. Lisa berdecak. "Nggak usah duduk dulu. Kamu bisa cerita sambil tiduran.""Paling males rebahan lama-lama.""Anak jaman sekarang yang nggak suka rebahan kayaknya kamu, Vin.""Emang kamu suka rebahan?"Lisa menggeleng. "Maksudnya mukamu keliatan kayak anak malesan," ujarnya, terdiam sejenak ketika mengingat sesuatu. "Aduh lupa kalau Arvin dah rajin. Sejak kapan Arvin malesan?""Jadi mau denger nggak?"Lisa mengangguk, menghapus sisa air mata di pelupuk matanya. Melihat Arvin tampak baik-baik saja meskipun terluka efektif sekali menyumbat air matanya."Kamu percaya nggak

    Last Updated : 2021-03-28
  • Satu Atap   71. Divorce

    Sudah tiga hari sejak kejadian penculikan Arvin dan terkuaknya rahasia Pak Reigara.Parahnya, Ares belum juga menemui Lisa sampai detik ini, bahkan sama sekali tidak menghubunginya. Ponselnya mati. Pemuda itu seolah lenyap ditelan bumi tanpa kabar apa pun. Bahkan Oma dan Pak Wang sama sekali tidak tahu keberadaan pemuda Reigara itu.Dan hal itu satu-satunya yang Lisa khawatirkan sekarang. Tiga hari bukanlah waktu yang singkat. Terlebih Ares masih belum diketahui di mana keberadaannya. Apakah selalu menjadi kebiasaan pemuda itu untuk menghilang jika masalah datang?Lisa mengerti bagaimana perasaan Ares sekarang. Tapi menghilang tanpa kabar benar-benar membuatnya cemas. Bagaimana jika keadaan Ares tidak sedang baik-baik saja sekarang?"Makan dulu, Sa. Kamu belum makan sejak kemarin." Arvin yang duduk di atas ranjang rumah sakitnya berkata. Waktu menunjukkan pukul 9 pagi. Kakaknya itu sedang sarapan dengan makana

    Last Updated : 2021-03-28
  • Satu Atap   72. Hugging Pain

    "Res..." Lisa menatap pemuda di depannya tak percaya. "Tapi kenapa?""Aku cuma mau ngehapus semua rasa sakit. Kayak yang aku bilang, kita nggak seharusnya ada, Sa." Jawaban Ares terdengar klise. Lalu apa? Apakah rasa sakit mereka akan menghilang setelah berpisah? Apakah itu mengembalikan ayah bunda yang telah tiada?Lisa masih memandangi Ares tidak percaya. Apa pemuda di depannya sungguhan Ares? Setelah berbagai macam hal terlewati bersama, mengapa pemuda itu begitu mudah melepaskannya?Ah, Lisa mendadak teringat pria dan segala macam mulut buayanya. Bukannya Ares pernah berjanji dua kali padanya? We'll together forever? Apakah itu hanya ucapan tanpa makna saja? Bualan semata?"Kenapa harus kayak gini kalau kita udah saling cinta? Aku nggak keberatan kalau itu pernikahan buatan. Aku nggak masalah kalau pernikahan itu cuma balas dendam. Apa penting masa lalu? Bukannya yang terpenting kita saling cinta dan—"

    Last Updated : 2021-03-28
  • Satu Atap   73. Heart For Takeaway

    Waktu di jam tangan Ares menunjukkan pukul sepuluh. Langit mendung di atas sana. Sinkron sekali dengan hati Ares yang mendung dan berkabut sejak beberapa hari yang lalu. Mengetahui kejahatan papanya selama ini membuat hatinya hancur berkeping-keping, menjatuhkan mentalnya sampai ujung sumur tak berdasar. Terlebih setelah itu kabar tentang mama yang menderita skizofrenia masuk ke telinganya.Awalnya Ares menggila sendirian di kamar apartemen miliknya. Menelan rasa sakit dan malu atas tindakan papa yang benar-benar mengerikan. Tapi demi mendengar mamanya yang sedang sakit, ia perlahan mulai bangkit. Ia tidak boleh lemah. Ia harus kuat untuk mamanya.Ares tidak pernah merasakan sakit bertubi-tubi seperti ini. Dan ya... Apakah ini yang Lisa Lisa rasakan ketika kehilangan kedua orang tuanya? Terlebih sekarang, kebenaran terungkap. Mertuanya sendiri yang membunuh ayah dan bunda.Untuk ke sekian kali, ia merasa berdosa sekali pada ga

    Last Updated : 2021-03-28
  • Satu Atap   74. Falling For You

    "Tangan kamu dingin." Ares menarik tangan Lisa, menggenggam erat menyalurkan kehangatan.Lisa tersenyum kecil, menatap tangannya yang digenggam oleh pemuda di sebelahnya. Mereka berdua sedang duduk di bangku koridor dekat kantin rumah sakit, menatap hujan yang masih turun dengan deras. Kilat berkali-kali muncul. Disusul dengan suara gemuruh dari langit."Harusnya aku yang bilang gitu. Kamu yang basah kuyup, Res," ujar Lisa menatap rambut dan pakaian pemuda di sebelahnya. Lisa sih hanya basah celana saja. Bajunya tidak terlalu basah karena tertutup oleh jaket dan tubuh Ares yang memeluknya tadi.Lisa masih tidak tahu keputusan apa yang Ares ambil. Tapi melihat pemuda itu memeluknya di tengah hujan deras, entah mengapa ia jadi sedikit lega. Terlebih tangan Ares yang kali ini mengenggam erat. Demi apa Lisa tidak ingin melepaskannya."Kertasnya basah. Bagusnya sekalian disobek aja kan?"

    Last Updated : 2021-03-28

Latest chapter

  • Satu Atap   80. Let Him Go

    Hari ini hari keberangkatan Ares ke Madrid. Hari yang ditunggu-tunggu, tetapi tidak juga terasa menyenangkan karena Ares akan pergi jauh dari Lisa. Sudah hampir dua tahun mereka selalu bersama. Kali ini mereka berdua harus terpisahkan oleh jarak dan waktu. Indonesia dan Spanyol itu sangat jauh. Lebih jauh dari Indonesia-Australia tempat Arvin berada.Lisa, Mama, dan Oma berangkat bersama-sama untuk mengantar Ares ke bandara. Sebelumnya berhenti di lapas terlebih dahulu untuk berpamitan pada papa untuk terakhir kali sebelum berangkat ke Spanyol. Bagaimana pun juga, Ares perlu doa dan restu kedua orang tuanya untuk menjalani kehidupan baru di negeri orang.Waktu menunjukkan pukul 2 siang. Setengah jam lagi pesawat Ares akan berangkat."Mama mau anter Oma dulu ke toilet. Kalian berdua ngomong berdua dulu aja. Setelah ini bakal nggak ketemu lama kan?" kata Mama, seolah berniat memberi waktu bagi Lisa dan Ares untuk berbincan

  • Satu Atap   79. Thing Called First Kiss

    "Gimana, Res? Ini aku mau berangkat. Mau bantuin pak-pakin barang." Lisa berkata pada seseorang di seberang sana. Ia mengambil sneaker di rak sepatu, berniat memakainya. Tapi baru memakai sebelah ia urung melanjutkan ketika mendengar jawaban lelaki yang ia ajak bicara."Aku udah di deket apartemenmu. Lagi pencet password mau buka pintu," katanya. Suaranya terdengar ganda. Satu di telepon, satu asli di depan pintu dekat tempat Lisa berdiri.Lisa mengernyitkan dahi. "Kok malah ke sini? Emang udah selesai siap-siap?"Bunyi pintu terbuka terdengar. Di gawang pintu Ares berdiri sembari membawa handphone di tangan. Pemuda itu membawa kresek yang Lisa yakini berisi makanan-sesuai kebiasaan lelaki itu yang selalu datang ke rumahnya sembari membawa camilan.Lisa mematikan sambungan telepon. "Udah selesai beres-beres?"Ares menggeleng. Ia melepas sepatu dan menaruhnya di rak. "Belum. Sumpek

  • Satu Atap   78. Graduation

    Satu tahun terlewati begitu cepat.Sudah hampir sebulan yang lalu Lisa melaksanakan ujian kelulusan. Dan hari ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh anak kelas 12 yang baru saja merasakan hari kelulusan beberapa waktu yang lalu; hari wisuda.Lisa tersenyum cerah di hadapan banyak orang. Tadi pagi ia sudah didandani, lalu memakai baju toga untuk acara kelulusannya. Setelah acara selesai, ia segera menghampiri beberapa temannya lalu memeluk mereka senang. Ada Dilla teman terdekatnya di kelas. Tidak lupa menghampiri Arvin, Oma, dan Mama yang juga datang di acara wisudanya dan juga Ares.Pemuda itu tampak bahagia, menenteng seikat bunga besar yang entah diberi oleh siapa. Lisa dan Ares lulus dengan nilai memuaskan. Lebih-lebih Lisa; baginya itu sudah sangat memuaskan. Tapi tetap saja, setelah itu ia akan berjuang kembali untuk masuk ke perguruan tinggi. Melakukan seleksi masuk ke universitas kota yang ia impikan.

  • Satu Atap   77. New Home pt. 3

    "Makasih, ya, Dilla. Udah bantuin pindahan sejak tadi pagi. Capek banget pasti kalau nggak ada kamu. Mana sekarang Ares ngilang katanya mau beli makanan." Lisa berterima kasih pada Dilla di depannya.Teman Lisa itu membantu perpindahan Lisa ke apartemen hari ini. Sebenarnya tidak banyak barang yang dipindahkan. Tapi tetap saja terasa banyak karena yang ikut membantunya hanya dua orang—Ares dan Dilla.Tadi Arvin bilang ingin membantu. Tapi gila saja kakaknya itu pulang ke Indonesia hanya untuk membantunya pindahan. Lebih-lebih Arvin pasti pening karena sudah beberapa kali bolak-balik Indonesia untuk urusan pekerjaan.Lisa sekarang mengerti betapa lelahnya Ayah meskipun terkadang pekerjaannya hanya duduk di depan laptop dan memimpin rapat. Arvin yang sebelumnya sudah stres karena kuliah pasti lebih stres setelah menjabat CEO di usia muda. Mengurusi bisnis, membuat keputusan besar, berpikir rencana yang akan diambil perusahaan.&n

  • Satu Atap   76. Forgive and Keep Going

    "Ma, Lisa pamit dulu, ya." Lisa tersenyum sebaik mungkin di hadapan mama mertuanya yang sedang sakit, menyimpan luka di hatinya.Sudah sepekan lebih mama tinggal di rumah sakit jiwa. Lisa baru sempat menjenguknya sekarang. Dan kondisi mama sekarang benar-benar menyayat hatinya.Mama masih mengenal Lisa, masih menganggapnya menantu seperti hal aslinya. Yang berbeda hanyalah keberadaan ayah bunda yang masih dianggap hidup. Juga teror-teror yang sebenarnya tidak ada tetapi dianggap hal yang mengancam nyawa.Mama mengangguk. "Kamu hati-hati, ya, Sa. Jaga diri. Banyak orang jahat di sekitar kita. Kamu tahu kan keluarga Mama masih diancem terus buat dibunuh? Kamu pokoknya harus jaga diri. Bilang ke ayah sama bundamu juga biar waspada."Lisa mengangguk, mengiyakan perkataan mamanya. Ia langsung pergi ke luar terlebih dahulu, meninggalkan Ares yang gantian berpamitan pada mamanya. Sampai luar kamar, matanya langsung menetes

  • Satu Atap   75. After That

    Dua pekan berlalu dengan cepat.Lisa duduk di kursinya, menatap langit di luar jendela yang tampak cerah. Angin pagi yang menyegarkan berhembus, menyapu daun-daun kering yang membuatnya jatuh berguguran dari pohon. Waktu di jam dindingnya kelas menunjukkan pukul 9. Tapi cuaca masih sesegar pukul tujuh, tidak terlalu terik.Hidup Lisa kembali seperti biasa. Meskipun dengan kenyataan menyakitkan yang seharusnya dipeluk alih-alih dihindari.Sepekan ini ia masih tinggal bersama Ares di rumah lama. Bertiga bahkan bersama Arvin. Tetapi kakaknya sebentar lagi akan kembali ke Australia. Tentu saja untuk melanjutkan studinya.Dan satu hal yang mungkin akan jadi beban berat kakaknya setelah ini, Arvin resmi menjadi direktur menggantikan Ayah dua hari yang lalu. Ia jadi CEO perusahaan properti milik Ayah yang sudah membuka cabang di berbagai kota di umur yang masih menginjak 20 tahun.Itu gila. Lisa tahu.

  • Satu Atap   74. Falling For You

    "Tangan kamu dingin." Ares menarik tangan Lisa, menggenggam erat menyalurkan kehangatan.Lisa tersenyum kecil, menatap tangannya yang digenggam oleh pemuda di sebelahnya. Mereka berdua sedang duduk di bangku koridor dekat kantin rumah sakit, menatap hujan yang masih turun dengan deras. Kilat berkali-kali muncul. Disusul dengan suara gemuruh dari langit."Harusnya aku yang bilang gitu. Kamu yang basah kuyup, Res," ujar Lisa menatap rambut dan pakaian pemuda di sebelahnya. Lisa sih hanya basah celana saja. Bajunya tidak terlalu basah karena tertutup oleh jaket dan tubuh Ares yang memeluknya tadi.Lisa masih tidak tahu keputusan apa yang Ares ambil. Tapi melihat pemuda itu memeluknya di tengah hujan deras, entah mengapa ia jadi sedikit lega. Terlebih tangan Ares yang kali ini mengenggam erat. Demi apa Lisa tidak ingin melepaskannya."Kertasnya basah. Bagusnya sekalian disobek aja kan?"

  • Satu Atap   73. Heart For Takeaway

    Waktu di jam tangan Ares menunjukkan pukul sepuluh. Langit mendung di atas sana. Sinkron sekali dengan hati Ares yang mendung dan berkabut sejak beberapa hari yang lalu. Mengetahui kejahatan papanya selama ini membuat hatinya hancur berkeping-keping, menjatuhkan mentalnya sampai ujung sumur tak berdasar. Terlebih setelah itu kabar tentang mama yang menderita skizofrenia masuk ke telinganya.Awalnya Ares menggila sendirian di kamar apartemen miliknya. Menelan rasa sakit dan malu atas tindakan papa yang benar-benar mengerikan. Tapi demi mendengar mamanya yang sedang sakit, ia perlahan mulai bangkit. Ia tidak boleh lemah. Ia harus kuat untuk mamanya.Ares tidak pernah merasakan sakit bertubi-tubi seperti ini. Dan ya... Apakah ini yang Lisa Lisa rasakan ketika kehilangan kedua orang tuanya? Terlebih sekarang, kebenaran terungkap. Mertuanya sendiri yang membunuh ayah dan bunda.Untuk ke sekian kali, ia merasa berdosa sekali pada ga

  • Satu Atap   72. Hugging Pain

    "Res..." Lisa menatap pemuda di depannya tak percaya. "Tapi kenapa?""Aku cuma mau ngehapus semua rasa sakit. Kayak yang aku bilang, kita nggak seharusnya ada, Sa." Jawaban Ares terdengar klise. Lalu apa? Apakah rasa sakit mereka akan menghilang setelah berpisah? Apakah itu mengembalikan ayah bunda yang telah tiada?Lisa masih memandangi Ares tidak percaya. Apa pemuda di depannya sungguhan Ares? Setelah berbagai macam hal terlewati bersama, mengapa pemuda itu begitu mudah melepaskannya?Ah, Lisa mendadak teringat pria dan segala macam mulut buayanya. Bukannya Ares pernah berjanji dua kali padanya? We'll together forever? Apakah itu hanya ucapan tanpa makna saja? Bualan semata?"Kenapa harus kayak gini kalau kita udah saling cinta? Aku nggak keberatan kalau itu pernikahan buatan. Aku nggak masalah kalau pernikahan itu cuma balas dendam. Apa penting masa lalu? Bukannya yang terpenting kita saling cinta dan—"

DMCA.com Protection Status