Danas terisak sejenak, dia menangis tanpa suara. Bagaimana rasanya menangis tanpa suara? Begitu menderita, hati masih menyimpan begitu banyak penderitaan di dalam hati, sedangkan tidak ingin ada yang tahu jika diri kita begitu menderita.
Dirinya yang ada di dalam cermin, sangat jelas terlihat jika dia begitu rapuh.
“Oh tidak, aku membuat make upnya rusak,” pekiknya sambil celingak-celinguk mencari tisu.
Karena tidak menemukan tisu, Danas mencoba untuk menyeka air matanya menggunakan tangan.
“Oh tidak, kau merusaknya,” pekik Mike yang melihat hal itu, kemudian buru-buru mendekat. “Kenapa? Apa kau berkeringat? Jangan menyekanya dengan tangan. Tunggu sebentar, aku akan mengambilkan tisu untukmu.”
Pria itu bergegas keluar ruangan mengambil tisu.
“Kapan selesai? Kenapa kau membuatku begitu lama.”
Langit tengah duduk menyilangkan kaki dan tangannya. Kini matanya tengah menatap ke arah Mike.
“Sabar sedikit lagi. Kau akan mendapatkan hasil yang sempurna, tuan Langit. Aku janji, kau akan jatuh cinta berkali-kali pada istrimu,” kata Mike sambil mengambil kotak tisu di depan Langit, kemudian kembali lagi.
Langit mengerutkan keningnya, melihat pria yang baru saja di depannya terburu-buru. Namun, pria itu tidak memperdulikannya lagi, dia kembali sibuk dengan ponselnya, menghubungi satu nomor di sana.
“Coba kulihat dengan wajahmu,” seru Mike memutar kursi, dan memperhatikan wajah Danas. “Kenapa kau merusak riasanmu?”
Danas menunjukan wajahnya, kemudian meminta maaf, dengan apa yang dia lakukan.
“Nah, sudah aku perbaiki lagi riasanmu. Sebaiknya, kau ganti pakaianmu dengan ini. Kau pasti cocok dengan gaun ini,” perintah Mike sambil memberikan sebuah gaun berwarna sky blue, dengan bagian atas terbuka.
Danas melihat gaun itu sejenak. Kepalanya dimiringkannya beberapa derajat, karena gaun yang diberikan padanya itu.
“Em. A-aku—“
“Cepat, Tuan Langit menunggumu.”
Terlihat di wajahnya, jika dia begitu berat untuk mengganti pakaiannya, hingga Mike mendorongnya untuk masuk ke Fitting Room.
“Bagaimana? Apa gaunnya cocok?” tanya Mike dari luar.
“Em, a-aku—” Danas berucap terbata-bata sambil keluar, berusaha untuk memperbaiki tali gaun miliknya.
Mata Mike membulat sempurna, dengan mulut yang menganga ketika Danas membuka tirai fitting room.
“Beautiful.” Kata yang terucap pertama kali dari Mike.
Rambut yang tengah terurai, sampai pinggang, dress yang berwarna sky blue berpadu dengan kulit putih membuatnya terlihat begitu sempurna.
“Kemari, biar kuberikan sentuhan akhir agar penampilanmu sempurna. Aku yakin, tidak akan mengalahkan kecantikanmu, em—“ Mike berhenti ketika dia ingin menyebut nama Danas, namun tidak mengetahui nama gadis itu. “Em, namamu siapa, cantik?”
“Danas. Danas Cakrawala.”
“Nama yang cantik, seperti pemiliknya,” puji Mike sambil mengambil rambut Danas sebesar pensil, dan mencoba membuat anyaman di sana.
Ketika Mike memperbaiki rambut Danas, membuatnya melihat sebuah memar di bahu gadis itu.
“Apa yang terjadi pada bahumu?”
“E-itu, terjatuh dan terbentur.”
“Kau harus menjaga tubuhmu, jangan sampai terluka. Lihatlah memar ini, harus segera diobati atau ini akan makin parah.”
Danas tidak memberikan komentar.
“Biar aku tutupi memarnya, kau harus mengobati lukanya sampai rumah. Apa kau mengerti?” tanya Mike, dibalas oleh anggukan kepala oleh Danas.
“Em. Tadi kau mengatakan, jika kau penggemarku, benar?”
Danas mengangguk pelan.
“Bagaimana jika kau membantuku di sini dan aku akan mengajarimu.”
“Benarkah?” tanya Danas sambil melirik ke arah Mike, membuat pria memaksanya agar tetap melihat lurus.
“Benar. Aku suka bekerja dengan gadis cantik sepertimu,” kata Mike. “Dan, aku baru pertama kali menawarkannya padamu.”
“Terima kasih, terima kasih. Aku akan meminta izin pada—“
Perkataan Danas tergantung, dia takut menyebut nama Langit karena pria itu melarangnya.
“Kenapa? Kau takut dia tidak memberikanmu izin?” tanya Mike yang melihat ada sedikit keraguan di wajah Danas. “Tidak perlu takut, serahkan saja padaku,” kata Mike tersenyum. “Nah, sudah selesai. Sekarang giliranmu, untuk membuat semua orang terhipnotis padamu,” kata Mike sambil memperbaiki sedikit rambut Danas dibagian wajah.
Langit sejak tadi memperhatikan jam tangan miliknya, wajahnya begitu kesal karena dibuat menunggu.
“Mike …” panggil Langit sambil beranjak dari tempat duduknya.
Pria itu kini berdecak pinggang, memasang wajah dingin.
Ceklek!
“Em. Maaf, tadi ada sedikit kesalahan, jadi agak lama!”
“Ini sudah satu jam, kau membuatku menunggu.”
“Terkadang, kau membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Lagi pula, aku tidak mungkin membiarkan gadis itu tidak terlihat cantik bersamamu.”
“Tidak perlu banyak bicara lagi, Mike. Di mana dia? Kami harus segera berangkat.”
“Sabar dong, biar kupanggilkan istrimu.” Langit mengerutkan keningnya.
“Danas, keluarlah. Suamimu ini, tidak sabar melihatmu,”
Sepatu berwarna sky blue, sepadan dengan warna gaun yang dimiliki olehnya. Lipstik tipis, rambutnya yang diapit oleh dua kepang kecil, yang melingkar di kepalanya membuat mahkota membuatnya berbeda dari sebelumnya.
Langkah kakinya pelan ketika keluar dari ruangan make up, sedangkan pria yang tengah menunggunya tengah menyilangkan tangannya di dada sambil memasang wajah dingin.
Rasa gugup, ketika dia harus memperlihatkan riasannya pada Langit, rasa takut pun menyebar di sekujur tubuhnya, membuat tubuhnya menegang.
Danas berhasil mengambil alih waktu Langit sejenak, pandangan pria itu teduh untuk beberapa saat. Tatapan dingin tidak terlihat dari dari hazel mata milik suaminya. Hanya, ada sebuah kekaguman di sana.
Langit yang menyadari jika dirinya itu terpengaruh dengan pesona gadis di depannya segera merubah tatapannya, dia tidak ingin ada yang tahu jika dia mengagumi kecantikan Danas walau hanya sebentar.
Danas pun segera merubah kembali raut wajah bahagianya itu, ketika melihat tatapan Langit yang berubah dingin.
“Bagaimana? Untuk mendapatkan hasil sempurna, butuh waktu yang cukup lama bukan?” tanya Mike sambil tersenyum melihat ke arah Danas.
“Lumayan,” ucapnya pelan.
“L-lumayan?” tanya Mike syok, ketika melihat respon Langit. “I-istrimu cantik seperti ini kau katakan lumayan? Oh My God, aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, sampai kau mengatakannya seperti itu. Lihat saja, kau akan menyesal mengatakan itu, kau akan melihat tatapan orang terhipnotis dengan kecantikan Danas malam ini.”
Sesuatu menggelitik di dalam hatinya, ketika melihat penampilan Danas, namun egonya begitu besar untuk mengakui hal itu. Dendamnya menutup hatinya untuk sekedar mengakui, namun hatinya berdegup tidak menentu.
Danas tersenyum kecut, sambil menundukan pandangannya, dia jelas melihat jika suaminya terpesona dengannya malam ini.
“Mungkin aku salah lihat,” gumamnya.
“Apa kau akan berdiri di sana terus?”
Danas terkejut dengan suara Langit yang meninggi.
“I-iya, aku ambil tasku dulu,” kata Danas.
Mike yang mendengar soal itu, segera panik. “Wait … wait … wait,” tahan Mike.
“Tas ya, aku rasa aku punya satu yang cocok untukmu.”
“Tidak perlu, aku akan membelikan untuknya.”
“No. Mr. Langit,” tolak Mike kemudian masuk ke dalam dan keluar membawa sebuah tas kecil.
“Ini cocok untukmu.”
Langit mendengkus. “Kenapa wanita begitu merepotkan,” keluhnya. “Apakah sudah selesai, Mike? Kau akan membuatku terlambat.”
Danas memandangi Langit.
“Apakah hanya ada dendam dan tidak ada ruang untukku mengisi hatimu? Apakah tidak pernah kau memikirkan untuk mencintaiku walau hanya sehari?”
Pertanyaannya hanya bisa dipendam olehnya di dalam hatinya, dia pun tahu, jika dirinya tidak mampu bertanya hal itu pada pria di depannya. Pria yang penuh dengan dendam, dan ketidaksukaan padanya.
“Jangan pernah kau berfikir jika aku akan terpesona, dan jatuh cinta padamu. Tidak akan pernah hal itu terjadi,” batin Langit.
Mobil Langit berhenti di depan sebuah gedung, dengan beberapa orang yang siap untuk menyambutnya. Langit menatap Danas, membuat tubuh gadis itu menegang. Seakan perlakuan pria itu padanya, membekas, dan membuat tubuhnya bereaksi ketika pria itu mengeluarkan suara berat miliknya. “Ingat, jangan lakukan sesuatu yang membuatku malu, atau kau tahu akibatnya,” ancam Langit. Danas mengangguk pelan. “Bagus, jadilah anak baik, atau kau akan tau akibatnya,” bisik Langit, lagi-lagi membuat Danas merinding dengan kalimat terakhir yang diucapkan Langit. Seseorang telah membuka pintu mobil, membuat Langit turun lebih dulu. Pria itu, seketika berdiri di dekat pintu mobil, sambil mengulurkan tangannya. Ada keraguan ketika Danas mencoba untuk meraih tangan kekar itu, bahkan Langit tersenyum padanya, membuatnya sedikit takut. Dia jelas tahu jika pria itu terpaksa tersenyum, untuk menutup segalanya, dan tidak ingin mendapatkan gosip tentang hubungan mereka yang tidak baik-baik saja. Langit memberik
Mata Danas membulat, ketika ada sentuhan lembut dilehernya. Pria yang tengah memeluknya mempererat pelukannya, membuatnya tidak bisa bergerak. Hanya beberapa saat saja, hal itu terjadi kemudian Langit mencoba menjauhkan diri dari gadis itu dengan mendorong tubuh Danas, kemudian menariknya kembali agar masuk ke dalam pelukannya. “Apa kau sedang menggodaku?” tanya Langit. “T-tidak, aku tidak menggodamu.” “Tapi kenapa kau—“ Melihat Danas yang tengah tertunduk karena takut, membuat Langit mendengkus pelan. Ada ego yang membuatnya tidak menerima jika dirinya yang tergoda namun lagi-lagi dirinya tidak ingin mengakui hal itu. Ada rasa candu yang tengah mengebu di dasar hatinya, aroma tubuh Danas seakan tengah memikatnya untuk mencicipi tubuh ini. “Sial, kenapa dia menggodaku. Aroma tubuhnya begitu membuatku nyaman,” umpatnya. Suasana ruangan masih gelap, dengan alunan piano yang masih berlanjut, dansa pun masih belum selesai. Beberapa orang telah ikut bergabung di lantai dansa, sedang
“Apa yang kalian bicarakan?” Danas melihat ke arah pria yang tengah berada di sampingnya. Ada sedikit ketakutan di mata Danas ketika Langit bertanya padanya. “Apa kau tiba-tiba bisu, setelah tertawa begitu puas saat bersama gadis itu?” “Alexa Amareta—namanya.” “Jadi namanya Alexa.” Langit mengangguk pelan. “Dia hanya menceritakan hal lucu, itu saja.” Langit menatap gadis yang bersamanya itu, seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Danas. Tatapan penuh menyelidiki. “Dia bertanya, kapan kita bertemu dan jatuh cinta tapi aku tidak menjawabnya.” “Sudah kuduga, dia pasti mendekatimu untuk bertanya hal seperti itu. Jangan bertemu dengannya lagi, dia memiliki niat buruk untuk mencari tahu tentang hubungan kita.” Danas menunduk sejenak, kemudian menoleh ke luar jendela. Perkataan Langit, menyadarkannya satu hal, jika hubungan mereka tidak layak untuk dipublikasikan pada banyak orang. Menjadi istri seorang Langit, adalah sebuah masalah untuknya, dia pun tahu itu. Di luar
“Datang ke kantorku!” Pesan yang baru masuk itu, membuat tangan Danas bergetar apalagi ketika sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Mobil Toyota corolla Altis berwarna hitam tepat berhenti di depannya. Seseorang keluar dari dalam mobil, dan membuka pintu mobil untuknya. Pria yang membuka kan pintu sedikit membungkukan badan menyambutnya. “Tuan sedang menunggu di kantor.” Tatapan terkejut terlihat di raut wajahnya, bagaimana tidak dia tidak pernah dijemput oleh sopir setelah keluarganya bangkrut. Sejenak dia melirik ke arah sekitarnya, beberapa orang memandanginya dengan tatapan tidak senang. Sejak orang tuanya, dinyatakan bangkrut, dan perusahaannya diambil alih oleh Neha’v Group, bully-an diterima olehnya. Orang-orang memandangnya rendah, yang bertahan dan masih bersahabat dengannya adalah Davina. Danas hanya bisa menghela nafasnya ketika masuk ke dalam mobil. “Besok, jangan menjemputku di tempat ramai, aku tidak mereka melihatku seperti itu lagi.” “Maafkan aku Nyonya, aku
“Datang ke kantorku!” Pesan yang baru masuk itu, membuat tangan Danas bergetar apalagi ketika sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Mobil Toyota corolla Altis berwarna hitam tepat berhenti di depannya. Seseorang keluar dari dalam mobil, dan membuka pintu mobil untuknya. Pria yang membuka kan pintu sedikit membungkukan badan menyambutnya. “Tuan sedang menunggu di kantor.” Tatapan terkejut terlihat di raut wajahnya, bagaimana tidak dia tidak pernah dijemput oleh sopir setelah keluarganya bangkrut. Sejenak dia melirik ke arah sekitarnya, beberapa orang memandanginya dengan tatapan tidak senang. Sejak orang tuanya, dinyatakan bangkrut, dan perusahaannya diambil alih oleh Neha’v Group, bully-an diterima olehnya. Orang-orang memandangnya rendah, yang bertahan dan masih bersahabat dengannya adalah Davina. Danas hanya bisa menghela nafasnya ketika masuk ke dalam mobil. “Besok, jangan menjemputku di tempat ramai, aku tidak mereka melihatku seperti itu lagi.” “Maafkan aku Nyonya, aku
Danas tidak pernah melihat pria yang menegurnya sebelumnya. “Siapa aku? Kau tidak perlu kau tahu, aku siapa. Em, dan kenapa aku ada di sini karena melihat gadis cantik memasang wajah seperti ingin mengakhiri hidupnya, apalagi lewat tangga darurat. Kupikir kau akan bunuh diri. Itu, tidak akan baik jika kau bunuh diri di sini.” “Sebaiknya kau tidak perlu ikut campur urusan orang lain,” ucap Danas ketus, kemudian memilih untuk pergi dari sana sedang pria itu hanya menggaruk kepala yang tidak gatal. “Apa aku melakukan kesalahan?” tanyanya kemudian melangkah keluar dari pintu tangga darurat. Langit menghentikan langkah kaki saat melihat pria yang baru saja keluar itu. “Jagad, sedang apa kau di sini? Dan, apa yang kau lakukan di sana?” tanya Langit yang baru saja keluar dari dalam ruangannya. “Menyapa teman,” jawab pria itu dengan santai. “Dan, itu—hanya penasaran pada wanita cantik yang ada di sana, kupikir dia akan bunuh diri jadi aku mengikutinya tapi dia mengabaikanku.” Langit men
Renata seakan dihujam oleh ribuan batu ketika mendapatkan kenyataan jika Danas menikah dengan kekasihnya-Langit. Rasa menyesal meninggalkan Langit kini membuatnya frustasi. “M-mereka menikah?” batin Renata bertanya. Ia menatap Danas dengan intens, ia benci wanita itu. Mimpi buruknya selama ini menjadi kenyataan. Dadanya terasa sesak, emosinya meluap membuat rasa benci pada Danas semakin menjadi-jadi. Posisi yang dia inginkan selama ini, kini ditempati oleh orang lain. Keadaan begitu mencengkam, Danas memilih diam. Ia adalah korban di sini, tetapi semua orang menyalakannya. “Semua ini salahmu,” tuduh Renata membuat Danas melihat ke arahnya. “Kau membuatku tidak bisa menikah dengan Langit, kau mengambil posisi yang harusnya kumiliki,” ucap Renata lagi emosi. “Kita bicarakan ini nanti, biar aku antarkan kau pulang,” ucap Langit menarik tangan Renata kemudian dihempas kasar olehnya. “Tidak. Kau harus jelaskan apa yang terjadi. Kenapa kau bisa menikahi wanita ini. Kenapa?” Renata seda
“Diam kau jalang!” bentak Renata. “Jangan memasang wajah polosmu itu. Sangat menjijikan dengan apa yang kau lakukan.” Tamparan serta umpatan itu mengundang beberapa orang menyaksikan apa yang tengah terjadi di antara mereka. Danas menyentuh pipi yang baru ditampar oleh Renata, terasa perih. Entah apa yang membuat Renata berubah menjadi begitu membencinya, bahkan dia sendiri tidak lagi tertarik dengan Langit. “Kau telah mengambil apa yang harusnya menjadi milikku,” ucap Renata geram. Dia ingin menampar Danas sekali lagi tetapi dihentikan, begitu banyak yang melihat apa yang mereka lakukan. “Aku tidak mengambilnya darimu, dia yang memaksaku menikah,” bela Danas. Apa yang dia katakan memang benar, ia tidak berbohong. Langit sendirilah yang datang serta mengancam orang tuanya. Namun, percuma wanita di hadapannya tidak akan menerima apa yang dia katakan walaupun itu kebenaran. “Memaksa? Kau pikir Langit akan memaksamu menikah dengannya? Kau pasti merayunya,” tuduh Renata. “Kenapa kau
"Kau pasti bercanda dia bertemu dengan Langit," desis Jagad, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa cerita tersebut hanya sebuah kesalahpahaman belaka.Jagad merasakan detak jantungnya cepat saat mendengar cerita Davina. Matanya terbelalak, dan kepalanya seakan dipenuhi oleh bisingan yang mengaburkan pikirannya. Zanetra, cahaya dalam hidupnya, saat ini Jagad mungkin tengah terancam oleh sosok Langit. Wajahnya pucat dan dadanya sesak saat memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.“Aku tidak bohong Kak. Untung apa aku berbohong soal ini, huh?”“Ini yang aku takutkan jika aku tidak bersamanya,” keluh Jagad, wajahnya terlihat khawatir.“Kakak cepatlah ke Indonesia, kalian harus segera menikah. Kau harus segera menikah agar pria itu tidak memiliki kesempatan untuk mendekati Danas.”“Jangan pernah menyebutnya dengan nama itu lagi, Davina. Namanya bukan Danas, dia Zanetra, apa kau lupa?”
Mata Zanetra terbelalak saat seorang pria yang tidak dikenalinya memeluknya dengan hangat. Tidak pernah ada perasaan hangat seperti yang saat ini dirasakan. Dia merasa ada getaran aneh di antara mereka, sesuatu yang sulit dijelaskan.“Danas, aku merindukanmu.” Langit semakin mempererat pelukannya seakan tidak ingin melepaskan pelukannya.Langit ingin waktu berhenti sesaat, dia tidak ingin melepaskan pelukannya. Kerinduannya hampir tidak bisa dibendung, saat melihat wanita yang mirip istri, langkah kakinya tidak bisa dihentikan, akal sehatnya tidak terpakai hanya ada satu yang terpikirkan saat itu juga. Memeluk.Marvin terkejut dengan tindakan Langit, dia juga terpaku melihat sang nyonya, bukan wanita yang mirip tapi benar-benar sang nyonya-Nyonya Danas.Bagi Zanetra, ini adalah paling gila karena ada yang menganggapnya sebagai Danas bahkan sampai memeluk. Kenyamanan itu membuatnya hampir lupa diri jika pria yang memeluknya adalah pria asing.
"Kamu sudah siap, Zane?" tanya Davina sambil tersenyum hangat.Zanetra tersenyum, meskipun ada keraguan di matanya, dia hanya menganggukan kepala."Tentu saja Nona Davina. Ayo kita mulai petualangan kita!" Lisa terlalu bersemangat melebihi dua orang lainnya, seakan tidak merasakan kelelahan.Mereka berjalan melalui jalan-jalan kecil di sekitar perumahan, mencicipi makanan lezat yang dijajakan oleh pedagang kaki lima. Davina membimbing mereka dari satu tempat ke tempat lain, menjelaskan dengan penuh semangat tentang makanan-makanan khas Jakarta."Jakarta itu keren banget!" ujar Lisa. "Aku suka suasananya yang ramai dan penuh energi.""Iya. Jakarta memang kota yang tak ada habisnya untuk dijelajahi." Timpal Davina.Mereka berhenti di sebuah gerobak jajanan kaki lima. Davina memesan nasi goreng, Zanetra memesan bakso, dan Lisa memesan martabak. Mereka duduk di pinggir jalan sambil menikmati makanan mereka."Aku suka nasi gorengnya," kata
“Wanita kemarin mirip Danas,” gumamnya. “Tapi tidak mungkin itu Danas. Huh!”Langit duduk di ujung meja panjang yang terbuat dari kayu, ruangan rapat yang terasa semakin sempit dengan setiap helaan napasnya. Wajah-wajah yang mengelilinginya tampak cemas, semua orang tahu betapa pentingnya rapat ini bagi perusahaan mereka. Dan di tengah-tengah kesibukan itu, Langit merasa sepertinya ada yang tidak beres.Dia merenung dalam-dalam, pikirannya terusik oleh seorang wanita yang baru saja ia lihat di bandara beberapa hari yang lalu. Wanita itu sangat mirip dengan istrinya. Meskipun dia tahu bahwa itu hanya kebetulan, namun hatinya terasa begitu berat.“Pak!” Maarvin berbisik, dia bahkan lupa jika dirinya saat ini tengah berada di ruang rapat. Terlihatsemua orang di dalam ruangan menegang, takut membuat kesalahan dan menjadi pelampiasan kemarahan Langit."Lanjutkan saja," kata Langit, berusaha menenangkan diri. "Saya hanya sedi
Langit menghela nafas panjang saat menarik pegangan pintu rumahnya. Harinya telah berlari begitu cepat, meninggalkan jejak kelelahan yang merambat di setiap serat ototnya. Seiring langkahnya merangkak masuk ke dalam ruangan yang tenang, seberkas senyum kecil menghampirinya dengan langkah-langkah gemulai."Papa!" seru Cahaya dengan riang.Langit tersenyum dan memeluk Cahaya dengan erat. Rasa lelahnya seketika hilang ketika melihat senyum putri kecilnya."Cahaya!" serunya, merasakan hatinya menghangat hanya dengan melihat putri kecilnya itu. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini sendirian?"Cahaya, dengan balutan gaun merah muda yang menggemaskan, merengkuh lehernya dengan gembira. Langit merasakan segala kekhawatiran dan kecemasan yang menjeratnya sepanjang hari itu, mulai mencair seketika. Dia menggendong Cahaya dan berjalan menuju ruang keluarga, tempat kemudian ia duduk di sofa dan menaruh Cahaya di pangkuannya."Daddy pulang, ya?" tanya Cahaya, mata cokelatnya yang lucu menatap taj
Suara dentingan pisau terdengar beradu, aroma rempah-rempah dan daging yang dipanggang menyebarkan keharuman yang menggugah selera. Zanetra, dengan wajah penuh konsentrasi, berdiri di depan kompor sambil mengaduk adonan yang sedang dimasak.Saat sedang asik memasak, Zanetra merasa sentuhan lembut di pinggangnya. Langkah Jagad yang pelan membuatnya mendekati Zanetra tanpa terdengar. Dengan lembut, dia melingkarkan tangannya di pinggang Zanetra, membuatnya melompat kaget.Tubuhnya mendadak bergetar, dan ia hampir saja berteriak histeris. Tapi, saat ia melihat wajah lelaki yang memeluknya dengan erat, rasa terkejutnya berubah menjadi senyuman hangat.“Kak Jagad, kau membuatku kaget!” serunya, sambil melepas spatula yang dipegang.Jagad mengendus apa yang sedang dimasak, dagunya diletakan di atas bahu wanita itu, sambil mempererat pelukan, Jagad tidak lupa mengambil kesempatan mencium lembut leher Zanetra."Kau kembali lebih awal!" seru Zanetra. "Aku pikir kau akan pulang terlambat malam
Mobil berhenti tepat di studio Zanetra, senyuman pria yang mengantarnya terlihat tulus. “Masuklah,” ucap Jagad. Saat Zanetra melangkahkan kaki masuk, “Zane …” Panggilan itu mampu membuat Zanetra menghentikan langkahnya. “Tidak. Masuklah. Hari ini aku pulang telat, kalian tidak perlu menungguku malam malam.”Zanetra menganggukan kepala, ia segera masuk ke ruang pribadi miliknya.“Menikah, ya,” gumamnya sambil merebahkan tubuhnya di sofa. Ada perasaan yang tidak bisa dia katakan pada orang lain. Dia mengangkat tangan ke atas, melihat cincin yang tersemat di jarinya.Kenapa dia begitu gelisah? Bukankah Jagad selalu ada untuknya? Bahkan studio fashionnya dibuat oleh Jagad sebagai hadiah telah berjuang sembuh. Apa hanya karena dia berada di titik karir sampai dia belum ingin menikah? Kata
Danas duduk di sebuah studio desain di Zurich, Swiss, fokus pada potongan kain sutra yang terbentang di depannya. Rasa gembira meluap dalam dirinya karena karyanya yang indah. Dalam tiga tahun terakhir, dia telah berhasil membangun nama Zanetra sebagai desainer terkenal. Meskipun dia tidak ingat lagi namanya yang sebenarnya, dia menikmati hidupnya sebagai Zanetra.Studio miliknya dipenuhi dengan karya seni yang indah, dari gaun pengantin mewah hingga pakaian haute couture yang memukau. Ia dikelilingi oleh sekelompok asisten dan penjahit yang setia, yang membantu mewujudkan kreasi-kreasinya yang brilian.Kehidupan Zanetra bukan hanya tentang karirnya yang gemilang. Cinta pun telah memasuki hatinya dengan indah. Jagad, pria yang dulu dia tidak ingat selain dari nama yang diucapkannya, telah menjadi bagian integral dari hidupnya. Mereka telah menjalin hubungan yang erat selama dua tahun terakhir, dan akhirnya, Jagad telah melamar Zanetra. Mereka akan segera menjadi suami
S2-8 PertemuanLangit duduk di ruang kerjanya yang terletak di ujung mansion yang masih dalam proses renovasi. Dia memeriksa beberapa rencana terbaru untuk proyek renovasi yang telah memakan banyak waktunya dalam beberapa bulan terakhir. Mansion tua itu begitu besar dan penuh potensi, dan Langit merasa bahwa ini adalah cara terbaik untuk menghormati kenangan istrinya, Danas.“Bagaimana renovasi taman?” tanya Langit pada Marvin. “Jangan sampai bunga-bunga yang dirawatnya rusak.”“Semuanya dikerjakan sesuai dengan keinginan Anda, Tuan. Ah, karya-karya Nyonya sudah saya beli dari beberapa orang.”“Kau tidak melewatkan sketsa pakaian ‘kan?”“Tidak.”“Dia sangat ingin jadi desainer.”“Seluruh karya Nyonya ada di ruangan itu