Cukup rasanya ia mendiami sang suami selama ini, sudah dua hari mereka saling mengacuhkan dan tak saling sapa. Intan tak ingin masalah ini semakin panjang kedepannya yang akan membuat pernikahannya hancur. Ia tahu apa yang ia lakukan itu dosa, tapi bagaimana lagi jika hati berkata tidak sanggup.Cukup menyiksa baginya harus berjauhan dari suaminya sendiri, ia merasa ada yang kurang, tapi ia harus terbiasa seperti ini. Terbiasa untuk bersikap dingin pada suaminya sendiri, meskipun itu sangat sulit ia lakukan. Tak apa ia mengalah, “Mas, hari ini kita jalan yuk?” Ajak Intan. Ia bosan seperti ini, bisa dikatakan mereka jarang jalan-jalan setelah menikah.Sudah lama juga mereka tak menghabiskan waktu berdua, dan ia rasa sekarang waktunya. Ia juga ingin jalan-jalan bersama suaminya, yang super sibuk ini.“Emang kamu mau kemana, dek?” Intan berpikir sejenak, “kita ke mal yuk, mas. Udah lama aku gak belanja.”“Mm, tempat yang lain aja kenapa dek? Bosan mas kesana terus, biasanya Najwa juga
Bella mengepal erat tangannya, ia masih ingat pertemuan dirinya dengan sang mantan kekasih dari suaminya. Sekarang ia berpikir, pantas saja Ferdi mengajaknya pindah kesini, ternyata inilah tujuannya. Pikiran buruk tentang suaminya semakin bergelayut di benaknya, ia belum bisa percaya Ferdi benar-benar sudah menerima dirinya.Bella membanting tubuhnya di atas ranjang empuk. Apartemen Ferdi ternyata tak terlalu buruk, malah terasa lebih nyaman dari pada rumah mertuanya. Tapi kali ini ia tak bisa menikmati suasana nyaman ini, pikiran tentang tadi siang masih bergelayut di benaknya.“Apa mas Ferdi masih ingin mengejarnya?” Memikirkan itu hatinya kembali menjadi suram. Ada rasa tak rela, tapi bukankah kemarin ia berjanji akan merelakan suaminya jika ada kesempatan kedua? Tapi kenapa sekarang ia tak bisa? Kenapa sekarang ia merasa berat untuk melepaskannya?Ia mencoba mengosongkan pikirannya, tapi sulit. Isi kepalanya penuh dengan pikiran-pikiran buruk dan itu membuat dirinya semakin meras
Saat Intan tertidur, Zaki terjaga sepenuhnya. Sambil menatap wajah manis istrinya, ia terus berpikir di tengah kebingungannya tentang keanehan istrinya. Intan semakin pendiam, dan semakin menjauhi dirinya, dan sampai sekarang ia masih belum juga mengerti.Kalau masalah sepupunya, ia masih tak setuju, ia merasa wanitanya ini terlalu berlebihan. Ia ingin bertanya, tapi ragu juga, pasti ujung-ujungnya mereka akan bertengkar lagi.Malam ini mereka lewat dengan saling diam, dan saat istrinya tertidur pulas seperti ini Zaki mulai mencari apa yang salah dari wanita ini, sekarang?Malam yang semakin larut membuat Zaki ikut tertidur. Kali ini ia tak bisa memeluk tubuh istrinya, karena wanita itu sudah memberikan pembatas diantara mereka. Awalnya ia ingin marah, tapi saat mendengar ucapan Intan membuat Zaki terdiam. 'aku sedang tak ingin di sentuh'*****Najwa berlenggok keluar dari kamarnya, gadis ini selalu saja begitu, keluar setelah semua makanan siap disajikan. Intan ingin marah rasanya,
Sakit raga dapat di obati, tapi sakit hati tak tahu harus diobati kemana. Rasa lelah karena terus dibohongi membuat siap saja tak akan memberi kesempatan untuk menjelaskan.Intan menatap sinis dua manusia dewasa yang keluar dari dalam mobil yang sama. Siapa lagi jika bukan Zaki dan sepupunya yang cantik jelita, Najwa!“Pulang bersama lagi?” Intan bertanya setelah mereka berdua berada di dalam kamar. “aku semakin heran, sedekat itukah hubungan kalian? Sampai-sampai harus bersama setiap waktu.”“Dek. Jangan ajak aku bertengkar lagi ... Suamimu lelah baru pulang dari kerja, tapi kamu ...,” Zaki mengela nafas lelah.Pria itu menatap jengah, tiada hari tanpa bertengkar. Entah mengapa wanita ini tak ingin mengernyit jika dirinya sangat lelah karena bekerja seharian.“Aku juga begini karena kamu, mas. Kamu selalu bikin Alasan ini itu untuk membela sepupu mu itu. Tapi kenapa sekali aja, kamu pikirkan juga perasaan aku dong!” “Cukup intan! Kamu tidak bisa bersikap kekanak-kanakan seperti ini
Suara azan terdengar begitu merdu dan syahdu. Meskipun membuat terbuai, tetapi kesadarannya langsung terbangun. Intan memaksa matanya untuk terbuka, berlahan ia mulai mendapatkan kesadaran sepenuhnya.Intan menyentuh lengan Zaki, “mas, ayo bangun.”Tak lama pria itu juga ikut terbangun. Intan segera bangkit dari tempat tidur dengan berlahan, setelah itu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sudah menjadi kewajibannya untuk melakukan, meskipun belum merasa enakkan tapi Intan tetap melakukannya.Kali ini mereka melakukan salat sendiri-sendiri, Intan lebih dulu selesai tanpa menunggu suaminya. Dalam doa ia bisa menyampaikan keluh kesahnya pada sang pencipta, sedikit ia mulai merasa lebih tenang.Zaki yang melihat istrinya lebih dulu selesai, dan pergi keluar dari kamar. Pria itu merasa kehilangan.Tak ada lagi istrinya yang akan menunggunya dengan senyum manis untuk salat berjamaah berdua. Tak ada lagi senyum manis yang selalu merekah dikala ia mengecup kening sang istri saat sel
Rumah terasa begitu sepi, setelah suaminya berangkat kerja intan tak tau lagi harus dilakukan apa. Wanita itu cukup senang hari ini, mendengar jika beberapa hari lagi gadis cantik jelita tapi berhati iblis itu kan pergi, intan sungguh merasa senang. Perhatian yang diberikan Zaki hari ini sudah membuat mood intan kembali membaik. Tapi beberapa kali sekarang ia sering merasa tidak nyaman pada perutnya, ia menganggap itu bisa, mungkin karena tamu bulanannya yang mau datang. Intan terlalu acuh pada tubuhnya, ia tidak begitu suka jika sakit sedikit Langsung ke rumah saking untuk periksa.Suara telpon diatas meja bergetar, segera Intan raih benda pipih itu dengan cepat.“Ferdi?” Nomor mantan yang sampai sekarang masih ada di ponselnya, dia memang tidak pernah memblokir nomor itu, hanya pernah menghapuskannya saja. Mungkin karena ia sangat hafal, jadi dengan mudah ia bisa menebak nomor asing yang masuk dalam ponselnya.Intan sedikit ragu untuk mengangkatnya, tapi ia juga penasaran apa yang
Rasa terkejut Naila tak bisa ia tahan. Melihat keberadaan Najwa didalam rumah kakaknya membuat gadis itu menatap marah. Gadis itu langsung menarik temannya itu untuk berbicara berdua diluar.“Kenapa kamu bisa disini Naj?” Tanpa basa basi Naila langsung bertanya.Najwa terlihat sedikit takut, gadis itu terlihat sedikit memucat. Ia tidak pernah tahu jika Naila akan datang kesini, jika begini ia akan tersudut dan tak tahu harus memberi alasan apa. Tadi pagi ia sudah terusir oleh pemilik rumah, dan sekarang ada lagi penghalangnya untuk mendekati Kak Zaki, kenapa jalannya begitu dipersulit.“Aku ... Kak Zaki yang membawaku kesini.” Tak tahu harus menjawab apa, dia malah salah berkata.“Kak Zaki? Kenapa dia sampai membawamu kesini?” Naila memandang wajah Najwa dengan tajam. Mereka berdua bukan hanya kenal sehari, jadi bagi ia tak mungkin mempercayai gadis ini begitu saja. Ia tahu siapa kakaknya, pasti Najwa sudah melakukannya sesuatu sehingga menarik perhatian kakak laki-lakinya itu.“Aku s
Jalan-jalan yang mereka lakukan sungguh membuat dua manusia berjenis kelamin perempuan itu sungguh bahagia. Kesana-kemari bak dua remaja, tidak ada yang akan menyangka jika mereka adalah saudara ipar. Bahkan tadi ada laki-laki yang datang menggoda mereka. Saat Intan mengatakan ia sudah menikah, mereka terlihat tak percaya. Tapi itu berhasil membuat mereka pergi dan tidak mengganggu lagi.“Kakak ingin beli sesuatu?” Naila bertanya sebelum mereka memutuskan untuk pulang.“Tidak. Kita harus pulang, Nai. Bisa marah kakakmu nanti jika kita pulang kesorean.” Ujar Intan sedikit kawatir. Mereka sudah terlalu lama diluar, tubuhnya juga sudah merasa lelah karena seharian kecapean.“Jangan kawatir, jika dia marah nanti biar aku adukan pada bunda. Biar dia dimarahi,” ujar Naila. Intan terkekeh geli, adik iparnya ini selain berhasil membuat ia tertawa dari tadi. Sepertinya mereka sangat cocok jika berjalan berdua.*****“Waw, sepertinya jalan-jalan kalian sangat menyenangkan.” Suara seseorang me
“Akhirnya, hubungan mereka menjadi sangat baik,” gumam Naila. Naila turut merasa senang melihat kebahagiaan kakak dan kakak iparnya. Meskipun pada akhirnya ia sendiri mendapatkan luka ini, tapi ia tetap saja merasa bahagia. Dengan mereka yang berhasil menyingkirkan Najwa, akhirnya keluarga baru kakaknya bisa kembali damai dan menjalani hidup dengan normal kembali.“Kamu kenapa senyum-senyum?” Tanya Bima yang muncul dari belakang Naila.“Lagi bahagia lihat mereka ... Serasi bangat kan?”Bima menganggukkan kepalanya. Ia juga merasa bahagia melihat adik perempuan satu-satunya itu bahagia. Tapi ia hanya sedikit merasa heran, tidakkah gadis ini merasa sedikit marah pada Intan?“Apa sekarang kamu membenci adikku?”Naila menarik perhatiannya dari dua sejoli itu, kembali ia menatap heran Bima.“Maksud mas Bima bagaimana?”Bima mengangkat bahunya, “barang kali aja ... Kan adikku sudah membuat mu sakit seperti sekarang ini. Jika kamu marah pun itu hal yang wajar,” Naila tersenyum mendengar pe
Hah?Intan mengernyit tak mengerti. “Penjara? Kenapa sepenjara?” Intan semakin kesal. Suaminya pasti mencoba mengalihkan pembicaraan. “Karena sekarang mas sudah memenjarakan Najwa. Demi kamu Dan demi keluarga kita. Dia tidak akan mengganggu kita lagi.” ucap Zaki meyakinkan.Intan terkejut tak percaya. Tidak mungkin, tidak mungkin seorang Zaki akan memenjarakan sepupu kesayangannya itu kan? Intan menolak untuk percaya dengan itu.“Kamu pasti berbohong. Gak mungkin kamu tega, mas.” Intan menggeleng tak percaya.“Kalau kamu gak percaya, ayo kita ke kantor polisi sekarang.” Zaki sungguh-sungguh mengatakannya, “sudah seperti ini, tapi kamu masih tidak mempercayai suamimu?” Antara percaya dan tak percaya. Sekarang intan jadi takut, apa benar gadis itu dipenjara karenanya? Jika ia sekarang musuhnya akan bertambah banyak. Intan tak senang, meskipun gadis itu sudah banyak melakukan hal buruk padanya, tapi entah kenapa ia merasa kasian. “Aku ... Aku,” tak tahu lagi. Sekarang intan merasa bin
“Bunda ... Bagaimana keadaan Naila?” Intan baru saja kembali lagi ke rumah sakit setelah ia sempat pulang untuk beristirahat sebentar. Itu mertuanya yang suruh, jika tidak mungkin dirinya tak akan beranjak sedikit pun dari buangan Naila.Tika menarik nafas panjang, dengan suara bergetar ia berkata “Naila sudah sadar, nak. Tapi ...,”“Tapi kenapa?” “Kata dokter ... Untuk sementara waktu mungkin Naila gak bisa jalan, Tan.” Tangis yang ia coba tahan akhirnya pecah juga. Melihat anaknya terbaring lemah tak berdaya hati ibu mana yang tidak terluka. Dirinya tidak ingin ini semua terjadi, tapi ia juga tak bisa menyalahkan siapapun atas takdir ini.Intan segera berlari memeluk tubuh yang terguncang hebat itu. Ia tak tega melihat ibu mertuanya menangis seperti ini. Seharusnya dirinya yang ditabrak dan terluka, mungkin tidak akan membuat orang-orang akan merasa sedih seperti sekarang ini.“Bun, maaf. Jangan menangis lagi. Ini semua salah Intan, semua gak akan jadi begini jika saj...,” Tika la
Lima belas menit berlalu, Zaki menunggu seseorang dengan tak sabaran. Tak lama Najwa muncul dari balik pintu depan tangan terikat dan dijaga oleh dua orang bodyguard berbadan kekar. Bukanya merasa bersalah, Najwa malah tersenyum senang melihat Zaki yang ada didepannya.Zaki memerintahkan anak buahnya untuk segera melepaskan ikatan tangan gadis itu agar bisa berbicara leluasa.“Masih berani tersenyum?” Zaki mengaku takjub dengan keberanian gadis ini. Entah berani atau sudah gila, Zaki sendiri tak tau apa yang dialami sepupunya ini.“Tentu saja. Sepertinya aku berhasil membuat mu tertarik untuk menemui ku,” ucap Najwa penuh percaya diri.Zaki tak percaya apa yang didengarnya. Kenapa gadis masih begitu tenang? Tapi ia yakin dibalik keterangan yang dia sembunyikan ada rasa cemas yang menghantui.“Baiklah. Setelah ini dipastikan kamu tidak akan berani untuk tertawa, bahkan bibir mu tak aku biarkan sedikit pun tersenyum! Bagaimana?!”Kali ini Najwa langsung kehilangan senyumnya. Ia menatap
Suara tabrakan membuat semua orang yang melihatnya terkejut. Intan menyentuh lutut dan kepalanya yang terasa sakit karena terbentur di jalan aspal. Saat ia mencoba bangkit dan menoleh ke belakang, ia sungguh terkejut dengan apa yang ia lihat. Wajah wanita itu berubah menjadi pucat pasi melihat Naila terbaring di tengah aspal sana dengan berlumuran darah.“Naila!” Ia berteriak keras. Intan segera berdiri dan berlari ke tubuh Naila yang sudah mengeluarkan darah cukup banyak. “Ya Tuhan ... Kenapa jadi begini,” Intan menangis sambil memangku tubuh Naila. Melihat orang-orang yang hanya sibuk menonton dan tak ada niat untuk membantu, Intan berteriak keras meminta pertolongan.“Pak, tolong adik saya. Tolong bawa ke rumah sakit.” Intan memohon pada orang-orang yang melihat kecelakaan itu. Mereka segera menghubungi ambulance, dan setelah itu ia tak ingat apapun karena ia hanya sibuk memperhatikan adik iparnya itu.Setelah ambulance datang tubuh Naila segera di angkat masuk, Intan ikut menema
Intan mengungkapkan kepergian suaminya ke kantor ini disertai sedikit pengalaman. Sekali lagi pria itu tak ingin mengantarnya untuk memeriksa di rumah sakit, meskipun begitu berharap untuk ditemani suaminya. Sudah dua minggu berlalu, tapi Zaki masih bersiap-siap dingin pada Intan. Seperti pria itu sangat marah sekarang. Dan lagi, Intan tahu jika suaminya telah mendengar setiap kutipannya pada Ferdi kemarin itu. Pantas saja suaminya sangat marah. “Kak,” Intan terkejut melihat sang adik ipar yang sudah masuk ke dalam kamarnya, dengan cepat menguapkan sisa air matanya. “iya… Kenapa Nai?” “Kakak habis nangis ya?” “Gak kok… Oh ya, kenapa cari kakak?”Naila terlihat bingung untuk mengatakannya, “itu ... Kakak Intan mau ke rumah sakit ya? Hari ini jadwal kakak periksakan?” “Iya”, Intan masih membukanya dengan Zaki, jadi ia tak pernah mendengar inspirasi dari Naila. “Aku aja ya kak, nemenin ke rumah sakit?” Intan tersenyum, lalu mengangguk lemah. “Gak usah Nai, kakak bisa sendiri kok.
Mereka terdiam sepanjang perjalanan menuju rumah. Tak ada seorang pun yang mau terlebih dahulu untuk memulai pembicaraan, apalagi Intan. Melihat wajah marah suaminya saja ia sudah merinding. Ya, seseram itu wajah suaminya sekarang di mata Intan.Saat sampai di depan rumah, Zaki keluar dengan membanting pintu dengan keras. Intan yang masih berada di dalam mobil tak bisa lagi menahan air matanya mengalir. Apa salahnya kali ini?Selalu saja seperti ini. Marah tanpa sebab, lalu ada akhirnya hanya meminta maaf. Tapi bodohnya dia selalu saja melunak jika suaminya telah meminta maaf dengan lembut.Dan setelah merasa ia bisa menyadari dirinya, intan segera menyusul sang suami. Ia tidak ingin terlihat menyediakan di depan mertuanya, jika tidak mungkin mereka sampai tahu kecil seperti ini. Melihat rumah yang masih sepi, napas lega, segera menuju kamar dirinya dan Zaki berada. Intan membuka pintu kamar belahan, saat ia masuk saat mereka bertemu. Intan mengontrol degup jantungnya yang menggila,
“Kak Ferdi?” Intan sedikit tercengang, “aku habis Check up. Kak Ferdi kenapa ada disini?” ucap Intan basa-basi. Sejujurnya ia agak segan jika dalam situasi canggung begini.Ferdi menghampirinya, lalu tanpa permisi ia langsung duduk di bangku sebelah Intan. Sedikit agak jauh, karena memang bangku-bangku kayu itu cukup panjang.“Lagi nunggu Bella.” Jawab Ferdi. “kamu kenapa sampai begitu sering Check up? Apa sakitnya serius?”“Gak kok, Cuma periksa biasa aja.” Intan berbohong, ia tak ingin orang lain tahu kekurangannya. “Oh, ya. Bella bagaimana? Apa dia lebih baik?”Terlihat Ferdi sedikit menarik bibirnya ke atas, sepertinya pria itu sedang bahagia jikala mendengar nama Wanitanya itu. Terlihat seperti pria yang baru merasakan cinta. Apa mereka sudah bisa saling menerima?“Sudah lebih baik,”“Baguslah,” Intan memandang wajah Ferdi yang terlihat masih saja tampan di matanya. Dia tidak bohong, mantannya ini memang bisa dibilang sangat tampan, tapi sayang dia bukan miliknya. “Kenapa?” Ferd
Satu Minggu setelah kedatangan Najwa. Gadis itu tak lagi datang menemui Intan. Mungkin dia sudah tau jika sekarang intan tak lagi bisa ia gapai. Intan cukup senang, semakin gadis itu tak ada berkeliaran di sekitarnya akan lebih baik hidupnya. Meskipun intan sedikit kecewa melihat Zaki bersikap begitu cuek setelah tahu Najwa pulang. Apa tidak ada inisiatif pria itu untuk memberi gadis itu sedikit pelajaran, atau setidaknya memaksa meminta maaf pada dirinya ini.“Mas, besok aku mau ke Rumah sakit. Kamu temani ya?” Zaki menoleh saat Intan mengajaknya mengobrol.“Sendiri aja, ya. Mas besok ada meeting penting,” “Gak bisa ditunda gitu? Kan aku sudah dua Minggu gak cek kesehatan ku. Temani ya?” Zaki mengeluh pelan, “benar gak bisa, dek. Atau kita undur aja, lusa saja periksa, bagaimana?”Intan cemberut, ia pikir tadi suaminya tak akan menolak. Tapi sekarang ia kecewa, padahal Minggu kemarin ia juga tak pergi karena Zaki tak bisa menemaninya.“Baiklah, aku akan pergi sendiri.” Intan ingi