Aga mencekal tangan Bening yang baru saja melepas sabuk pengaman, dan hendak keluar dari mobil.
“Apa kamu nggak punya jaket di kopermu, Ning?” tanya Aga yang sedari tadi sudah sakit kepala melihat penampilan Bening. “Ah, sweater yang kamu pakai waktu kita ketemu di lift?”
Bening menggeleng enggan, karena sudah mengetahui apa maksud Aga. Pria itu pasti menginginkan Bening untuk menutup tubuh terbukanya. “Kotor, Pak. Lagian kenapa, sih? Har—”
“Pake jaket saya kalau kamu mau ikut ke dalam,” titah Aga sambil melepas jaket bomber yang dipakainya.
“Nggak, mau!” tolak Bening langsung menarik handle pintu lalu keluar dengan cepat. Meninggalkan Aga yang kini tengah memanggil-manggil namanya. Bening masuk dengan santai ke dalam halaman bengkel dan mencari-cari mobil putihnya y
Separuh kesal, separuh senang.Bening kesal dengan sikap Aga yang otoriter dan ngotot memaksanya untuk tinggal di apartemen. Namun, tentu saja Bening bukan gadis munafik, yang tidak senang jika diberi tempat tinggal gratis dan nyaman seperti sekarang. Hanya saja, sebuah fakta yang menunjukkan bahwa Aga menyukainya, membuat Bening menjadi serba salah.Bening juga jadi bertanya-tanya di dalam hati, mengenai ucapan Aga kepadanya. Benarkan kalau dirinya juga memiliki sedikit rasa pada Aga?Rasanya sungguh tidak masuk akal. Akan tetapi, ada satu hal yang menggelitik hati Bening saat ini. Bagaimana jika Vira tahu, kalau dirinya tengah menjalin hubungan dengan mantan suami wanita itu.Ah! Bening tidak bisa membayangkan bagaimana wajah Vira, jika hal itu sampai terjadi.
“Duduk dulu,” titah Ernest yang tengah duduk santai di teras rumah. Sengaja menunggu sang putra, yang menurut jadwal akan datang untuk menjemput Awan ke rumah. “Awan sama Mama?” tanya Aga lalu duduk pada kursi besi yang berada di samping meja bundar, yang bersebelahan dengan sang papa. Ernest mengangguk tanpa menolehkan wajah pada Aga. “Ada Vira juga di dalam.” Aga seketika mendesah panjang. Kalau sudah seperti ini, Vira justru membuat drama perceraian mereka semakin pelik. Andai tidak ada Bening, mungkin situasi Aga saat ini tidak akan terlalu memusingkan. Aga tidak berkomentar apapun. Ia memilih diam, dan menunggu kalimat apa lagi yang akan dimuntahkan oleh sang papa. Aga yakin, kalau kedatangan Vira ke rumah orang tua Aga adalah untuk mengadu tentang hubungan mere
“Sudah makan?” tanya Aga pada Bening, ketika gadis itu baru saja mengangkat telepon darinya. “Memangnya kalau belum, Bapak mau nganterin makan?” Bening balik bertanya. “Nggak masalah, kan?” tanya Aga lagi. “Saya nggak makan malam,” jawab Bening. “Jadi nggak usah repot-repot bawain makanan. Mending Bapak pulang ke rumah, terus tidur. Lagian saya capek, debat mulu sama Bapak.” Aga tidak menanggapi ocehan Bening setelahnya. Ia mematikan sambungan telepon secara sepihak, lalu menekan bel yang ada di samping pintu. Tidak butuh waktu lama, daun pintu itu terayun dan menampilkan sosok manis yang tengah merungut kesal kepadanya. “Mentang-mentang Bapak yang punya gedung, jadi bebas gitu, naik turun sesuka hati gini,” cerocos Beni
“Apa?”Aga membuka pintu, setelah mendengar bel apartemennya berbunyi tanpa henti. Sangat berisik, dan Aga sudah bisa menebak kalau Beninglah yang melakukan hal tersebut. Aga hanya membuka pintu sebesar ukuran tubuhnya dan berusaha fokus, untuk menatap manik Bening tanpa harus melihat ke arah lain.“Bukain pintu.” Bening merengek, tapi intonasi bicaranya seolah memerintah, bukannya memohon.“Pintunya sudah saya buka, mau masuk lagi?” Sekali-kali, gadis itu memang harus diperlakukan seperti sekarang. Mentang-mentang Aga bukan lagi atasannya, sikap Bening terlihat semakin melunjak kepadanya.“Bukan pintu punya Pak Aga, tapi punya saya.” Bening membalik separuh tubuhnya dan menunjuk pintu unitnya dengan menggunakan bibir yang
Pagi-pagi sekali, Aga sudah membaca sebuah notifikasi chat yang dikirimkan oleh Vira. Aga membukanya karena sebelumnya ia sudah berjanji, akan membalas chat dari wanita itu jika berhubungan dengan Awan. Benar saja, Vira memang mengirimkan chat yang membahas perihal anak mereka. “Awan ngajak ke Puncak, karena hari ini dia libur dan kita masih ada sisa cuti. Aku tunggu jam sembilan di rumah mamamu.” Detik itu juga Aga langsung menggeram seraya bangkit dari tidurnya. Semalam, Ernest memang telah mengabarkan kalau Vira menginap di rumah orang tua Aga. Ada keyakinan seratus persen kalau semua ini adalah rencana Arum untuk mendekatkan hubungan Aga dan Vira, dengan menggunakan Awan. Setelah bulan madu hanya berdua di Bali tidak berhasil, kali ini Arum sepertinya menyodorkan Awan untuk ikut dalam liburan mereka. Memangnya siapa lagi yang memiliki ide seperti ini jika bukan sang mama, yang dari awal memang tidak ingin Aga bercerai dengan Vira. Bagaimana Aga bisa meno
Aga benar-benar merasa terjebak. Atau lebih tepatnya, Aga memang tengah dijebak oleh keluarganya sendiri. Ketika Aga datang untuk menjemput Vira serta Awan di rumah orang tuanya, ternyata putranya itu sudah dalam perjalanan menuju Puncak lebih dulu.Yang akan liburan di Puncak kali ini, ternyata adalah seluruh keluarga besar mereka. Yakni orang tua Vira, dan juga orang tua Aga. Sampai akhirnya, Aga dengan terpaksa harus berada satu mobil bersama Vira karena hanya mereka berdualah yang belum berangkat.“Rencana siapa ini, Vir?” tanya Aga sambil memijat pelipisnya dengan satu tangan yang menyiku pada sisi bingkai kaca mobil. “Jangan jadikan Awan sebagai alasan, karena aku nggak akan percaya.”“Mamamu.” Vira mengatur posisi duduknya sedikit miring agar bisa leluasa melihat Aga.
Ketika Aga memutuskan untuk meninggalkan Vira dan tidak jadi pergi ke Puncak, ia benar-benar menghabiskan sisa cutinya itu di kantor. Aga menyibukkan diri, dari berbagai pikiran yang sangat menumpuk di kepala. Aga bahkan memilih untuk menginap di hotel, daripada harus pulang ke apartemen. Ia juga ingin menjernihkan pikiran, dari bayangan Bening serta berbagai ucapan yang kerap memancing Aga. Tidak hanya di situ, setelah Aga meninggalkan Vira kala itu, kedua orang tuanya langsung menelepon bergantian untuk melayangkan protes. Namun, satu yang sudah jelas tidak akan bisa diubah lagi, yakni keputusannya bercerai dengan Vira. Apapun yang terjadi, Aga tidak akan pernah mau kembali rujuk dengan wanita itu. Aga tidak akan menarik berkas apapun yang sudah masuk ke pengadilan. Bahkan, untuk mempercepat proses perceraianny
“Bukannya kamu sama si Christ itu sudah putus?” Aga meletakkan satu gelas teh hangat di atas nakas, lalu berdiri dengan melipat tangan di depan dada. Wajahnya terulas masam karena mengingat nama Christ yang terpampang di ponsel milik Bening. “Suudaah,” jawab Bening kemudian bangkit dan menggeser bokongnya sedikit demi sedikit mendekati nakas. “Kamu ngabari dia kalau lagi sakit?” “I-ya.” Bening bersila lalu mengambil bantal untuk menutupi pahanya yang terbuka lebar di depan Aga. Meraih gelas teh, lalu meminumnya sedikit demi sedikit, dengan terus menatap wajar datar Aga dengan tanda tanya. “Pak Aga tahu dari mana?” “Dia barusan nelpon dan saya yang angkat.” “Kok nggak dikasih ke saya, telponnya?” Bening sediki
Haluu Mba beb ... Sang Sekretaris beneran tamat dund. Mas Telaga Cakrawala sama mba Bening Bhanuwati mohon pamit undur diri dulu. Mereka mau istirahat. Kan, mau buatin adek buat Awan. :D :D :D Nanti, kita ketemu sama mereka lagi di spin off-nya dengan judul SANG PENGACARA, dan kita tuntasin hil-hil yang masih menggantung di sana. Daaan, berikut ini daftar penerima koin GN dari saia untuk 5 top fans pemberi Gems terbanyak di Sang Sekretaris. Datanya diambil per tanggal 30 June 2022 tepat pukul 06.00 WIB. RF Rifani : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Tralala : 750 koin GN + pulsa 150 rb Demigoddess : 500 koin GN + pulsa 100 rb Zee Sandi : 350 koin GN + pulsa 50 rb Lili Ning Mardani : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeh @kanietha_ Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi, saia bisa setor
“Ayo, keluar.” Bening merengek, sembari menggelengkan kepala. Ia belum siap dengan ajakan Aga, untuk menemui sang mertua yang meminta mereka datang pagi ini. Karena Bening tahu, yang akan dibahas oleh Arum, pasti masalah itu lagi, itu lagi. “Dulu, waktu sama bu Vira, mama begini juga nggak, sih?” “Nggak.” Aga langsung menjawab dengan pasti. “Kok, sama aku begini?” sambar Bening secepat mungkin, sambil meremas tali sabuk pengaman yang masih belum ia buka. “Tapi sama bu Vira, nggak?” “Karena kami dulu masih muda, Beb,” jawab Aga lalu mencondongkan tubuh untuk membuka sabuk pengaman sang istri. “Masih sibuk meniti karir, dan betul-betul merintis semua dari nol.” “Eh, aku juga masih muda.” Bening kembali berkilah seperti biasa. “Tapi aku?” Aga menjatuhkan satu kecupan hangat di pipi sang istri. “Sebentar lagi, aku sudah kepala empat. Mama sama papa juga nggak akan selalu fit seperti sekarang.” “Kamu, tuh, sepertinya udah mulai oleng, deh.” Bening mencibir lalu memanyunkan bibir. “I
“Mama itu ada ngomong apa, sih, sama Awan?” Bening membuka rumah pemberian Aga yang baru saja selesai di bangun. Masih kosong, dan belum diisi furniture sama sekali. Ini pertama kalinya, Bening dan Aga menghampiri rumah mereka ketika semuanya sudah bersih dan siap diisi berbagai perabotan dan ditempati. Jika mengingat resepsi pernikahan mereka yang akan digelar sebentar lagi, keduanya sudah bisa menempatinya setelah pulang dari bulan madu. “Mama? Ku?” Aga bertanya ragu, karena mereka pagi tadi sempat mengajak Awan pergi ke rumah Clara. Sudah dua hari Awan menginap di apartemen, dan waktunya mengembalikan bocah itu pada Vira. Jika tidak, mantan istrinya itu pasti akan menelepon Aga tanpa henti. “Atau, mamamu?” “Mamamulah.” Hentakan ujung high heels Bening menggema pada lantai marmer di seluruh ruang yang masih kosong itu. “Mama Arum.” “Mamaku, ada ngomong apa?” Aga dengan cepat menyusul langkah Bening yang terlihat kesal. Namun, tidak berniat untuk mensejajarkan langkahnya. Ke ruan
Arum membuang napas panjang. Meskipun masih setengah hati, tapi ia sudah tidak bisa berbuat apapun lagi. Mengingat, bagaimana putranya itu terlihat sangat jatuh cinta dengan Bening, pun dengan Awan yang tidak mempermasalahkan semuanya, Arum menyerah. Namun, menyerah di sini bukan berarti Arum setuju, karena ada sebagian dari hatinya masih tertinggal dengan Vira.Dalam diam, terkadang Arum masih memikirkan nasib mantan menantunya itu. Arum mengerti jika sikap Vira memang tidak bisa dibenarkan, tapi Aga pun ternyata sudah patah arang dan tidak ingin melanjutkan rumah tangganya kembali. Jadi, hanya perpisahan yang menjadi jalan keluar satu-satunya.“Jadi, bagaimana kalau resepsinya dipercepat saja?” usul Clara di tengah-tengah pertemuan kedua keluarga yang diadakan di rumahnya. Sudah dua bulan berlalu dari pembacaan surat wasiat Camila kala itu, tapi baik Aga, maupun Bening tidak kunjung menyinggung masalah resepsi pernikahan. Sampai akhirnya, Clara meminta Aga menghubungi kedua orang tu
“Telaga … Cakrawala.”Pria paruh baya yang duduk santai pada kursi taman di belakang rumah, mengangguk-angguk ketika melihat Aga muncul di hadapannya.“Awalnya saya sangsi kalau yang disebut mendiang ibu Camila adalah Aga yang sama, tapi, sangat kecil kemungkinannya kalau ada dua orang yang namanya sama persis seperti kamu,” tunjuk pria itu, lalu menatap gadis yang berada di samping Aga.Seluruh anggota keluarga yang sudah lebih dulu berkumpul, hanya bisa tersenyum canggung. Selain berprofesi sebagai pengacara keluarga, pria paruh baya yang duduk bersama putranya itu, juga merupakan sahabat dekat mendiang Camila.Aga memberi senyum ramah, lalu segera menghampiri pria tersebut bersama Bening. “Apa kabar, Be? Kita lama nggak ketemu.”Pria paruh baya dengan nama asli Rasyid Pamungkas itu, segera berdiri untuk menyambut uluran tangan Aga. “Saya kaget, waktu Abi bilang kamu sudah nikah lagi. Lebih kaget lagi, waktu tahu kamu menantu dari mendiang ibu Camila.”Setelah menjabat tangan Aga, R
“Percuma beli mobil baru.” Bening berdecak, dan selalu saja sibuk membeo setiap kali jalan bersama Aga. “Pergi ke mana-mana selalu disupirin gini. Buang-buang uang tahu, nggak!”“Kan, lebih enak disupirin gini.”“Terus ngapain beli mobil baru, kalau aku nggak boleh nyetir sendiri,” protes Bening.“Siapa bilang nggak boleh nyetir sendiri?” sanggah Aga tetap tenang tanpa melirik sang istri sama sekali. Ia hanya menatap lurus pada jalan raya, sembari menahan tawa. “Kebetulan aku punya waktu luang, jadi mending aku yang nyupiri, kan?”“Kenapa kamu selalu punya waktu luang pas aku mau jalan.” Bening kembali protes karena curiga dengan sikap Aga. Semakin ke sini, pria itu semakin posesif saja. Ke mana pun Bening pergi, Aga akan selalu punya waktu pergi menemaninya. “Pas jam kerja juga gitu. Pasti mendadak bilang kerjaan selesai, kalau aku izin mau jalan.” “Karena kerjaanku memang sudah selesai,” jawab Aga santai tanpa beban. “Lagian mobilmu ini juga kepake, kan? Jadi, kita belinya nggak si
Meskipun Camila sudah beristirahat dengan tenang di pembaringan terakhirnya, suasana rumah duka yang begitu megah itu masih saja terlihat ramai. Para tamu datang silih berganti, untuk menyampaikan duka mendalamnya.Yang Bening perhatikan, Fikalah yang justru terlihat sangat kehilangan atas kepergian sang oma. Gadis itu bahkan sempat tidak sadarkan diri, ketika tubuh beku sang oma diturunkan ke peristirahatan abadinya. Untuk satu hal itu, Bening bisa merasakan semua yang dialami Fika karena pernah berada di posisi yang sama.Clara terlihat lebih tegar, dan terus mencoba menguatkan putri kesayangannya atas kehilangan mereka. Sungguh sebuah pemandangan yang membuat hati Bening kembali tercubit perih.Bening … cemburu dengan kedekatan Clara dan Fika.“Hei.” Aga mengusap lengan Bening yang berada dalam rangkulannya. “I know what you’re thinking.”“No, you’re not.”“Ayolah, Beb. Kamu harus paham situasinya.” Sedari tadi, Aga memperhatikan ke mana tatapan sang istri tertuju. Pun dengan ekspr
Aga berbalik, ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka. Menelan ludah, saat melihat kaki jenjang itu melangkah pelan, dan menampilkan tubuh segar yang hanya berbalut handuk. Senyum jahil yang disematkan oleh sang istri yang tengah mengusap surai basahnya, sungguh membuat Aga ingin menghempas tubuh Bening ke ranjang dan memasukinya.Namun, jadwal bulanan yang tengah didapatkan sang istri, membuat Aga hanya bisa menggigit jari. Bersabar, karena Aga tahu penantiannya nanti tidak akan sia-sia.“Jam sepuluh balik, lho, ya,” ujar Bening mengingatkan dengan wajah semringah. “Kita cari mobil baruuu.”“Aku cuma di bawah, Beb.” Aga meraih pinggang ramping sang istri yang sudah berhenti tepat di depannya. “Kamu bisa susul ke bawah, terus kita langsung jalan.”Bening mengangguk setuju dengan usul Aga. Ia lalu berjinjit, dan memberi satu kecupan singkat pada bibir bawah Aga yang terbuka. “Awan jadi nginap di sini? Atau masih ditahan sama omanya?”“Omanya masih mau nahan karena kesepian, tapi Aw
“Lama banget pulangnya.” Dengan memegang sepiring bihun goreng yang masih tersisa separuh, Bening sedikit merajuk menyambut kedatangan sang suami.Aga melepas jaket bombernya, sembari menghampiri Bening. Melemparnya ke sembarang arah, lalu menghempas bokongnya di samping sang istri. Aga memberi kecupan pada pipi Bening terlebih dahulu, barulah menanggapi protes istrinya.“Tadi ada om Romi di bawah.” Pulang ke apartemen dan disambut dengan pemandangan indah seperti sekarang, sungguh membuat semua lelah Aga hilang seketika. Satu setel baju tidur yang terdiri dari tanktop dan celana pendek itu, sungguh memberi sebuah energi tersendiri bagi Aga.“Om Romi?” Bening menoleh sambil mengunyah bihunnya. “Ngapain malem-malem dateng ke sini? Sendirian apa sama istrinya?”Aga langsung mencapit bibir istrinya itu dengan gemas. “Istrinya om Romi itu, mamamuuu,” decak Aga lalu sedikit menggeser bokongnya untuk merebahkan diri, dan meletakkan kepala di paha mulus sang istri. “Om Romi datang sama Dean.