Satu suapan terakhir lobster omelet baru saja masuk ke dalam mulut Bening, ketika sudut matanya melihat sosok Vira memasuki restoran yang berada di lantai lobi. Wanita itu berjalan seorang diri menuju buffet, dan tengah memilih beberapa makanan yang akan disantapnya untuk sarapan.
Manik Bening kembali tertuju pada pintu restoran. Ia menunggu sosok lain yang seharusnya ada bersama Vira, tapi, sepertinya wanita itu hanya sarapan seorang diri. Ternyata, Aga benar-benar menghabiskan bulan madu dengan istrinya, bukan dengan wanita lain seperti yang sempat terlintas di otak Bening.
Namun, mengapa pria itu tidak menemani Vira untuk sarapan di pagi hari seperti ini? Apa Aga masih tertidur karena telah menempuh malam panjang dan membuat pria itu masih enggan beranjak dari tempat tidur?
Tiba-tiba saja, sekelebat pikiran kemba
“Kamu … APA?” Sedari awal Aga datang ke rumah, Arum sudah mulai merasa curiga. Sebagai seorang ibu, Arum jelas memiliki firasat tidak nyaman karena putranya itu seharusnya berada di Bali untuk berbulan madu bersama sang istri. Baru kemarin berangkat, tapi pagi ini Aga sudah datang ke rumah dan akhirnya menyampaikan kabar yang langsung membuat Arum syok. “Aga, apa kamu sadar dengan yang sudah kamu bicarakan?” tanya Ernest mencoba bersikap tenang dan ingin tahu duduk permasalahan yang ada terlebih dahulu. “Kamu benar-benar sudah nalak Vira tadi malam?” “Sudah.” Aga mengangguk yakin dan sudah tidak ada keraguan sedikit pun di hatinya. Tadinya, Aga kira pernikahan mereka masih bisa diselamatkan dengan kembali membangun hubungan emosional, terutama secara fisik dengan Vira. Namun, ada rasa yang ternyata sudah hilang d
Aga mendesah panjang setelah memarkirkan mobilnya di tempat parkir wali murid sekolah Awan. Aga merebahkan tubuh pada jok mobil yang baru saja ia mundurkan. Mengeluarkan ponsel dari jaket, lalu menyalakannya. Aga melihat beberapa misscall dari Vira, serta chat dari wanita yang saat ini telah menjadi mantan istrinya. Aga memang sengaja mensenyapkan ponsel tersebut setelah berada di Jakarta. Aga hanya tidak ingin diganggu, dengan getar ataupun dering ponsel untuk sementara waktu. Karena waktu pulang sekolah Awan masih lima belas menit lagi, Aga langsung memanfaatkan hal tersebut untuk menelepon seorang gadis yang sering membuatnya kesal. Gadis yang dihubunginya tidak kunjung mengangkat, pada panggilan pertama. Namun, Aga jelas tidak akan patah semangat, ia kembali mencoba menghubungi nomor tersebut dan … akhirnya diangkat. “Halo, Ning,” sapa Aga ketika suara renyah itu menyapa di seberang sana. “Hm? Ada ada Pak?” tanya Bening dengan int
Setelah memastikan Awan telah terlelap dalam tidur siang di kamarnya, Aga bergegas pergi ke kamarnya sendiri. Aga membuka lemari tempat menyimpan berbagai berkas penting. Ia mengambil buku nikah, kartu keluarga, serta akta kelahiran Awan untuk mendaftarkan gugatan cerainya ke pengadilan. Aga tidak memerlukan surat-surat lainnya, karena ia tidak akan mempermasalahkan harta gono gini jika Vira ingin menggugat balik. Vira bisa mengambil semua harta milik bersama selama mereka menikah, dan Aga tidak ingin mempersulit hal tersebut agar proses perceraiannya segera selesai. Aga juga tidak akan menempuh jalur mediasi, karena semua kesempatan yang sudah ia berikan selama ini sudah lenyap tidak bersisa. Setelah memasukkan semua berkas yang diambilnya ke dalam tas, Aga langsung mengambil ponsel untuk menghubungi rekan kerja yang saat ini memimpin Cakrawala Properti.
Vira menempelkan dagu pada sisi atas bulatan setir, dan terus memperhatikan setiap mobil yang masuk ke dalam area parkiran wali murid di sekolah putranya. Pagi-pagi sekali, Vira sudah berada di sekolah Awan untuk melihat sang putra yang sejak kemarin berada bersama Aga. Sejak Aga meninggalkannya di hotel seorang diri, pria itu tidak mengangkat telepon dari Vira sama sekali. Padahal, Vira juga berhak tahu di mana keberadaan Awan, karena ketika Vira sampai di rumah, ia tidak melihat Aga ataupun sang anak ada di sana. Sang ART yang saat itu tengah menyetrika baju, hanya mengatakan kalau Aga mengajak Awan pergi, tapi tidak tahu dengan arah tujuannya. Sepuluh menit kemudian, Vira melihat mobil Aga melewati gerbang sekolah, dan berjalan lambat di titik penurunan para murid yang melingkar tepat di depan gerbang. Sejurus kemudian, giliran mobil Aga yang berhenti dan
Manik Bening menyasar tajam pada Aga, yang sudah berdiri pada hall kedatangan Bandara Soekarno-Hatta. Ternyata, pria itu benar-benar menjemputnya siang ini. Padahal, Bening sudah berencana ingin melarikan diri ketika ia nantinya keluar dari terminal kedatangan. Akan tetapi, tatapan keduanya yang langsung bersirobok datar itu, membuat Bening tidak memungkinkan untuk menjalankan rencananya. Dengan terpaksa Bening menarik kopernya untuk menghampiri Aga. Tidak ada senyum, karena sejujurnya Bening tidak ingin pria itu menjemputnya seperti ini. “Katanya honeymoon di Bali, tapi besoknya sudah pulang dan sekarang masih cuti,” kesal Bening mulai membeo. “Harusnya, kalau cuti gini Bapak itu ngabisin waktu bareng istri! Nanti kalau ada yang lihat, orang bisa salah paham sama saya. Pasti, deh, saya dibilang pelakor.” Hal per
Modern minimalis, tapi terkesan mewah. Itulah yang Bening simpulkan ketika memasuki apartemen yang ditunjukkan oleh Aga. Memang tidak semewah apartemen milik Christ dengan private liftnya. Namun, suasana interior yang hangat dan juga nyaman, membuat Bening betah berlama-lama ada di dalam sana. Racun yang diberikan Aga kali ini, sungguhlah sempurna dan Bening sampai tidak mampu menolaknya. Akan tetapi … “Jadi, ini mau disewakan atau dijual ke saya, sih, sebenarnya?” tanya Bening seraya membuka pintu kamar utama di unit apartemen tersebut. Maniknya langsung meluncur pada tempat tidur yang berukuran king size yang terletak tepat di samping jendela. Tinggal membuka tirai yang ada di sampingnya, maka Bening akan bisa melihat pemandangan ibukota setiap saat, ketika ia hendak beristirahat. “Kamu suka?” tanya Aga mengaba
Aga mencekal tangan Bening yang baru saja melepas sabuk pengaman, dan hendak keluar dari mobil. “Apa kamu nggak punya jaket di kopermu, Ning?” tanya Aga yang sedari tadi sudah sakit kepala melihat penampilan Bening. “Ah, sweater yang kamu pakai waktu kita ketemu di lift?” Bening menggeleng enggan, karena sudah mengetahui apa maksud Aga. Pria itu pasti menginginkan Bening untuk menutup tubuh terbukanya. “Kotor, Pak. Lagian kenapa, sih? Har—” “Pake jaket saya kalau kamu mau ikut ke dalam,” titah Aga sambil melepas jaket bomber yang dipakainya. “Nggak, mau!” tolak Bening langsung menarik handle pintu lalu keluar dengan cepat. Meninggalkan Aga yang kini tengah memanggil-manggil namanya. Bening masuk dengan santai ke dalam halaman bengkel dan mencari-cari mobil putihnya y
Separuh kesal, separuh senang.Bening kesal dengan sikap Aga yang otoriter dan ngotot memaksanya untuk tinggal di apartemen. Namun, tentu saja Bening bukan gadis munafik, yang tidak senang jika diberi tempat tinggal gratis dan nyaman seperti sekarang. Hanya saja, sebuah fakta yang menunjukkan bahwa Aga menyukainya, membuat Bening menjadi serba salah.Bening juga jadi bertanya-tanya di dalam hati, mengenai ucapan Aga kepadanya. Benarkan kalau dirinya juga memiliki sedikit rasa pada Aga?Rasanya sungguh tidak masuk akal. Akan tetapi, ada satu hal yang menggelitik hati Bening saat ini. Bagaimana jika Vira tahu, kalau dirinya tengah menjalin hubungan dengan mantan suami wanita itu.Ah! Bening tidak bisa membayangkan bagaimana wajah Vira, jika hal itu sampai terjadi.
Haluu Mba beb ... Sang Sekretaris beneran tamat dund. Mas Telaga Cakrawala sama mba Bening Bhanuwati mohon pamit undur diri dulu. Mereka mau istirahat. Kan, mau buatin adek buat Awan. :D :D :D Nanti, kita ketemu sama mereka lagi di spin off-nya dengan judul SANG PENGACARA, dan kita tuntasin hil-hil yang masih menggantung di sana. Daaan, berikut ini daftar penerima koin GN dari saia untuk 5 top fans pemberi Gems terbanyak di Sang Sekretaris. Datanya diambil per tanggal 30 June 2022 tepat pukul 06.00 WIB. RF Rifani : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Tralala : 750 koin GN + pulsa 150 rb Demigoddess : 500 koin GN + pulsa 100 rb Zee Sandi : 350 koin GN + pulsa 50 rb Lili Ning Mardani : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeh @kanietha_ Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi, saia bisa setor
“Ayo, keluar.” Bening merengek, sembari menggelengkan kepala. Ia belum siap dengan ajakan Aga, untuk menemui sang mertua yang meminta mereka datang pagi ini. Karena Bening tahu, yang akan dibahas oleh Arum, pasti masalah itu lagi, itu lagi. “Dulu, waktu sama bu Vira, mama begini juga nggak, sih?” “Nggak.” Aga langsung menjawab dengan pasti. “Kok, sama aku begini?” sambar Bening secepat mungkin, sambil meremas tali sabuk pengaman yang masih belum ia buka. “Tapi sama bu Vira, nggak?” “Karena kami dulu masih muda, Beb,” jawab Aga lalu mencondongkan tubuh untuk membuka sabuk pengaman sang istri. “Masih sibuk meniti karir, dan betul-betul merintis semua dari nol.” “Eh, aku juga masih muda.” Bening kembali berkilah seperti biasa. “Tapi aku?” Aga menjatuhkan satu kecupan hangat di pipi sang istri. “Sebentar lagi, aku sudah kepala empat. Mama sama papa juga nggak akan selalu fit seperti sekarang.” “Kamu, tuh, sepertinya udah mulai oleng, deh.” Bening mencibir lalu memanyunkan bibir. “I
“Mama itu ada ngomong apa, sih, sama Awan?” Bening membuka rumah pemberian Aga yang baru saja selesai di bangun. Masih kosong, dan belum diisi furniture sama sekali. Ini pertama kalinya, Bening dan Aga menghampiri rumah mereka ketika semuanya sudah bersih dan siap diisi berbagai perabotan dan ditempati. Jika mengingat resepsi pernikahan mereka yang akan digelar sebentar lagi, keduanya sudah bisa menempatinya setelah pulang dari bulan madu. “Mama? Ku?” Aga bertanya ragu, karena mereka pagi tadi sempat mengajak Awan pergi ke rumah Clara. Sudah dua hari Awan menginap di apartemen, dan waktunya mengembalikan bocah itu pada Vira. Jika tidak, mantan istrinya itu pasti akan menelepon Aga tanpa henti. “Atau, mamamu?” “Mamamulah.” Hentakan ujung high heels Bening menggema pada lantai marmer di seluruh ruang yang masih kosong itu. “Mama Arum.” “Mamaku, ada ngomong apa?” Aga dengan cepat menyusul langkah Bening yang terlihat kesal. Namun, tidak berniat untuk mensejajarkan langkahnya. Ke ruan
Arum membuang napas panjang. Meskipun masih setengah hati, tapi ia sudah tidak bisa berbuat apapun lagi. Mengingat, bagaimana putranya itu terlihat sangat jatuh cinta dengan Bening, pun dengan Awan yang tidak mempermasalahkan semuanya, Arum menyerah. Namun, menyerah di sini bukan berarti Arum setuju, karena ada sebagian dari hatinya masih tertinggal dengan Vira.Dalam diam, terkadang Arum masih memikirkan nasib mantan menantunya itu. Arum mengerti jika sikap Vira memang tidak bisa dibenarkan, tapi Aga pun ternyata sudah patah arang dan tidak ingin melanjutkan rumah tangganya kembali. Jadi, hanya perpisahan yang menjadi jalan keluar satu-satunya.“Jadi, bagaimana kalau resepsinya dipercepat saja?” usul Clara di tengah-tengah pertemuan kedua keluarga yang diadakan di rumahnya. Sudah dua bulan berlalu dari pembacaan surat wasiat Camila kala itu, tapi baik Aga, maupun Bening tidak kunjung menyinggung masalah resepsi pernikahan. Sampai akhirnya, Clara meminta Aga menghubungi kedua orang tu
“Telaga … Cakrawala.”Pria paruh baya yang duduk santai pada kursi taman di belakang rumah, mengangguk-angguk ketika melihat Aga muncul di hadapannya.“Awalnya saya sangsi kalau yang disebut mendiang ibu Camila adalah Aga yang sama, tapi, sangat kecil kemungkinannya kalau ada dua orang yang namanya sama persis seperti kamu,” tunjuk pria itu, lalu menatap gadis yang berada di samping Aga.Seluruh anggota keluarga yang sudah lebih dulu berkumpul, hanya bisa tersenyum canggung. Selain berprofesi sebagai pengacara keluarga, pria paruh baya yang duduk bersama putranya itu, juga merupakan sahabat dekat mendiang Camila.Aga memberi senyum ramah, lalu segera menghampiri pria tersebut bersama Bening. “Apa kabar, Be? Kita lama nggak ketemu.”Pria paruh baya dengan nama asli Rasyid Pamungkas itu, segera berdiri untuk menyambut uluran tangan Aga. “Saya kaget, waktu Abi bilang kamu sudah nikah lagi. Lebih kaget lagi, waktu tahu kamu menantu dari mendiang ibu Camila.”Setelah menjabat tangan Aga, R
“Percuma beli mobil baru.” Bening berdecak, dan selalu saja sibuk membeo setiap kali jalan bersama Aga. “Pergi ke mana-mana selalu disupirin gini. Buang-buang uang tahu, nggak!”“Kan, lebih enak disupirin gini.”“Terus ngapain beli mobil baru, kalau aku nggak boleh nyetir sendiri,” protes Bening.“Siapa bilang nggak boleh nyetir sendiri?” sanggah Aga tetap tenang tanpa melirik sang istri sama sekali. Ia hanya menatap lurus pada jalan raya, sembari menahan tawa. “Kebetulan aku punya waktu luang, jadi mending aku yang nyupiri, kan?”“Kenapa kamu selalu punya waktu luang pas aku mau jalan.” Bening kembali protes karena curiga dengan sikap Aga. Semakin ke sini, pria itu semakin posesif saja. Ke mana pun Bening pergi, Aga akan selalu punya waktu pergi menemaninya. “Pas jam kerja juga gitu. Pasti mendadak bilang kerjaan selesai, kalau aku izin mau jalan.” “Karena kerjaanku memang sudah selesai,” jawab Aga santai tanpa beban. “Lagian mobilmu ini juga kepake, kan? Jadi, kita belinya nggak si
Meskipun Camila sudah beristirahat dengan tenang di pembaringan terakhirnya, suasana rumah duka yang begitu megah itu masih saja terlihat ramai. Para tamu datang silih berganti, untuk menyampaikan duka mendalamnya.Yang Bening perhatikan, Fikalah yang justru terlihat sangat kehilangan atas kepergian sang oma. Gadis itu bahkan sempat tidak sadarkan diri, ketika tubuh beku sang oma diturunkan ke peristirahatan abadinya. Untuk satu hal itu, Bening bisa merasakan semua yang dialami Fika karena pernah berada di posisi yang sama.Clara terlihat lebih tegar, dan terus mencoba menguatkan putri kesayangannya atas kehilangan mereka. Sungguh sebuah pemandangan yang membuat hati Bening kembali tercubit perih.Bening … cemburu dengan kedekatan Clara dan Fika.“Hei.” Aga mengusap lengan Bening yang berada dalam rangkulannya. “I know what you’re thinking.”“No, you’re not.”“Ayolah, Beb. Kamu harus paham situasinya.” Sedari tadi, Aga memperhatikan ke mana tatapan sang istri tertuju. Pun dengan ekspr
Aga berbalik, ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka. Menelan ludah, saat melihat kaki jenjang itu melangkah pelan, dan menampilkan tubuh segar yang hanya berbalut handuk. Senyum jahil yang disematkan oleh sang istri yang tengah mengusap surai basahnya, sungguh membuat Aga ingin menghempas tubuh Bening ke ranjang dan memasukinya.Namun, jadwal bulanan yang tengah didapatkan sang istri, membuat Aga hanya bisa menggigit jari. Bersabar, karena Aga tahu penantiannya nanti tidak akan sia-sia.“Jam sepuluh balik, lho, ya,” ujar Bening mengingatkan dengan wajah semringah. “Kita cari mobil baruuu.”“Aku cuma di bawah, Beb.” Aga meraih pinggang ramping sang istri yang sudah berhenti tepat di depannya. “Kamu bisa susul ke bawah, terus kita langsung jalan.”Bening mengangguk setuju dengan usul Aga. Ia lalu berjinjit, dan memberi satu kecupan singkat pada bibir bawah Aga yang terbuka. “Awan jadi nginap di sini? Atau masih ditahan sama omanya?”“Omanya masih mau nahan karena kesepian, tapi Aw
“Lama banget pulangnya.” Dengan memegang sepiring bihun goreng yang masih tersisa separuh, Bening sedikit merajuk menyambut kedatangan sang suami.Aga melepas jaket bombernya, sembari menghampiri Bening. Melemparnya ke sembarang arah, lalu menghempas bokongnya di samping sang istri. Aga memberi kecupan pada pipi Bening terlebih dahulu, barulah menanggapi protes istrinya.“Tadi ada om Romi di bawah.” Pulang ke apartemen dan disambut dengan pemandangan indah seperti sekarang, sungguh membuat semua lelah Aga hilang seketika. Satu setel baju tidur yang terdiri dari tanktop dan celana pendek itu, sungguh memberi sebuah energi tersendiri bagi Aga.“Om Romi?” Bening menoleh sambil mengunyah bihunnya. “Ngapain malem-malem dateng ke sini? Sendirian apa sama istrinya?”Aga langsung mencapit bibir istrinya itu dengan gemas. “Istrinya om Romi itu, mamamuuu,” decak Aga lalu sedikit menggeser bokongnya untuk merebahkan diri, dan meletakkan kepala di paha mulus sang istri. “Om Romi datang sama Dean.