"Jauhi Tuan Reksa. Biarkan dia hanya menjadi milikku."
Bagai disambar petir, tubuh Andini menegang. Kalimat yang terlontar dari bibir Delia sungguh sangat mencengangkan. Kemudian tubuhnya terasa lemas bagai tak bertulang. Ia merentangkan kedua tangannya untuk mencari tumpuan. Kakinya pun bergerak mundur hingga mentok pada ranjang dan ia pun terduduk lemas di pinggiran ranjang.
"A-apa maksudmu?" gumam Andini menatap kosong lurus ke depan.
Delia memutar bola matanya jengah menatap ke arah Andini yang bagai orang linglung. "Aku ingin Tuan Reksa hanya menjadi milikku. Milikku," ucap Delia tegas.
Andini menggelengkan kepalanya berulang kali. Tatapannya nanar mengarah pada Delia. "Tidak ... tidak ... ma-mana mungkin hal buruk itu terjadi. Aku tidak mungkin menjauhi Tuan Reksa. Aku sangat mencintainya. Aku juga istrinya, sama sepertimu. Lalu mana mungkin Tuan Reksa hanya menjadi milikmu," guman Andini.
"Kau hanya tinggal memilih. Hanya ada dua pilihan unt
"Aku lelah sekali. Kakiku rasanya seperti kesemutan. Mungkin karena aku sudah sangat tua," gumam Yasinta.Ida tersenyum pada Yasinta. Tanggannya masih terus memijat kaki Yasinta. "Tapi Anda masih terlihat sangat cantik dan menawan, Nyonya," ucap Ida."Kau ini pintar sekali memujiku. Usiaku bahkan sudah hampir setengah abad, Ida," ucap Yasinta."Tapi apa yang saya katakan benar adanya, Nyonya. Bahkan tak ada keriput sedikitpun di wajah ataupun di tubuh Anda," ucap Ida."Kau ini ...," gumam Yasinta seraya tertawa.Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu kamar Yasinta."Siapa?" teriak Yasinta."Saya Elisa, Nyonya," sahut Elisa dari luar kamar."Masuklah," ucap Yasinta.Terdengar pintu berderit, lalu munculah Elisa dari balik pintu. "Selamat malam, Nyonya," ucap Elisa sambil sedikit membungkukkan tubuhnya."Ada apa, Elisa? Tak biasanya kau datang ke kamarku tanpa kupanggil," ucap Yasinta."Alat pemanggang
Haris dan Gustaf berjalan beriringan menuju ruangan kerja Reksa."Selamat pagi, Tuan Haris," sapa Lusi saat Haris berdiri di depan mejanya."Tuan Reksa ada di dalam?" tanya Haris."Ada, Tuan," sahut Lusi.Haris menganggukan kepalanya pada Lusi. Ia lalu menoleh ke arah Gustaf yang berdiri di sampingnya."Mari silakan duduk, Tuan. Saya akan menemui Tuan Reksa terlebih dahulu," ucap Haris sembari menunjukan satu set sofa dan meja untuk ruang tunggu saat ada tamu yang akan datang menemui Reksa."Iya," sahut Gustaf.Haris mengetuk pintu, setelah terdengar suara Reksa yang menyuruhnya masuk barulah ia memasuki ruangan Reksa."Selamat pagi, Tuan," sapa Haris.Mendengar suara Haris, Reksa langsung mendongakkan kepalanya. "Selamat datang, Tuan Haris. Ada yang bisa saya bantu?!" ucap Reksa dengan nada sengit.Haris menunduk seraya tersenyum mendengar ucapan atasannya itu."Aku meng
Reksa melangkah gontai menuju ruangannya setelah mengantar Gustaf sampai depan. Kepalanya terasa berdenyut karena ucapan peringatan yang terlontar dari bibir Ayah mertuanya merupakan sebuah ancaman untuknya. Ia masih sangat mencintai Elmira, lalu bagaimana bisa ia mengurus perpisahan mereka berdua. Terlebih sekarang ini sudah ada seorang putra yang terlahir di dunia ini sebagai buah cinta antara dirinya bersama Elmira.Setelah ia pikir, memang ucapan ayah mertuanya ada benarnya juga. Seharusnya jika ia masih sangat mencintai Elmira, ia harus bisa mempertahankan Elmira apapun dan bagaimanapun caranya. Ia harus bisa membawa Elmira kembali hidup bahagia bersama dengannya. Tapi yang ia lakukan selama ini adalah salah, ia begitu saja membiarkan Elmira pergi. Selama berbulan-bulan ia tak pernah sekalipun muncul untuk menemui Elmira dan Shaka. Seharusnya ia bisa lebih percaya pada ucapan Elmira, tapi ia malah percaya pada bukti dan saksi yang mengarah pada istri tercintanya itu. Sehar
Pulang dari kantor, Reksa langsung menuju ke ruang kerjanya, tanpa mengijinkan seorangpun masuk ke ruang kerjanya. Ia merenung memikirkan kelanjutan nasib rumah tangganya bersama Elmira yang sudah di ambang kehancuran. Ia tak akan bisa melepaskan Elmira begitu saja, karna hanya Elmira-lah satu-satunya wanita yang ia cintai.***Andini dan Delia saling melempar pandangan sengit mereka sejak pertama kali mereka sampai di ruang makan. Meskipun di sana ada Sabrina, mereka seolah tak menganggap gasis kecil itu ada di sana bersama mereka. Hingga aura di ruang makan terasa mencekam.Yasinta datang dengan diikuti oleh Ida di belakangnya. Ia mengerutkan kedua alisnya ketika ia melihat kedua menantunya saling melempar tatapan tajam penuh permusuhan
"Aku tak melihat Haris?" Elmira menggulung rambutnya ke atas seraya berjalan mendekat ke arah Inti yang sedang memasak di dapur."Dia sudah kembali ke kota," sahut Inti."Waouw, cepat sekali. Apa rasa rindunya sudah terobati semua?" Elmira menyeringai menatap Inti yang langsung mengalihkan pandangannya."Anda bicara apa, Nyonya?" Inti menghindari Elmira. Ia membelakangi Elmira berpura-pura sibuk mencuci sayuran."Tadi malam kau pasti menyelinap ke kamarnya kan?!" Elmira semakin menggoda Inti. Tentu saja Inti tak ingin menjawab karena ia merasa sangat malu."Sudahlah, Nyonya. Jangan terus menerus menggoda saya," rengek Inti."Ada apa ini?" tanya Mirai yang membuat kaget Inti dan juga Elmira."Tidak ada, Ibu. Ibu dari mana?" tanya Elmira mencoba mengalihkan pembicaraan."Ibu dari halaman belakang. Memetik beberapa sayuran untuk kita olah hari ini," sahut Mirai."Shaka sudah bangun?" tanya Mirai."Sudah.""Lal
Setelah puas menumpahkah keluh kesah dalam hatinya kepada sang ibu, Reksa kembali mengurung dirinya di dalam kamarnya. Kamar yang ia huni sejak ia kecil. Kamar yang penuh dengan kenangannya bersama cinta pertamanya, Elmira. Masih terekam jelas semua kegiatannya bersama Elmira di kamar ini. Bahkan aroma tubuh Elmira sampai saat ini masih terasa. Ia tak membiarkan siapapun masuk ke kamar ini kecuali dirinya dan pelayan yang membersihkan kamar.Reksa menyusuri kamarnya. Ia membuka lemari pakaian masih banyak baju Elmira yang tertinggal. Bahkan perhiasanpun tak dibawa semua oleh istrinya itu. Reksa berpikir keras bagaimana ia harus memecahkan masalahnya. Apakah lebih baik ia meminta maaf pada Elmira dan kembali mengajaknya ke rumah ini. Tapi mungkin saja Elmira masih sangat sakit hati dengan semua penghuni rumah ini, terkhusus kepada dirinya atas tuduhan yang dilayangkan pada Elmira."Aku harus apa, Tuhan. Aku tak ingin kehilangan Elmira," gumam Reksa. Tanpa ingin ia cegah
Delia merasa gelisah dengan apa yang terjadi pada Reksa. Hingga tengah malam ia tak bisa memejamkan matanya meskipun sudah berulang kali ia mencoba. Ia berbaring di atas ranjang namun pikirannya sedang melayang-layang menerka tentang sikap aneh Reksa."Apa sebaiknya aku pergi menemui Tuan Reksa?" gumam Delia resah."Iya, aku harus segera menemui Tuan Reksa," ucap Delia. Ia bangkit dari tidurnya lalu dengan tergesa ia turun dari ranjang dan melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.Delia berjalan menuju kamar Reksa. Semakin lama langkahnya semakin melambat saat langkahnya hampir sampai di kamar Reksa."Delia?!"Delia terkejut saat tiba-tiba ia mendengar suara di belakangnya. Seketika ia langsung menoleh ke asal suara. "Andini? Kenapa kau ada di sini?" tanya Delia de
Deru mesin mobil mendekat dan berhenti di depan rumah. Hal itu membuat jantung Elmira berdegub kencang."Ada apa, Nyonya?" tanya Inti saat melihat raut cemas di wajah Elmira tiba-tiba terdiam dengan tangan yang meremas baju di dadanya.Elmira menoleh ke arah Inti, "aku mendengar suara mesin mobil berhenti di depan rumah," ucap Elmira."Iya, saya juga mendengarnya. Memangnya ada apa?" tanya Inti. Ia tak mengerti dengan ucapan Elmira."Tidak ada. Cepat kau keluar dan lihatlah siapa yang datang," ucap Elmira."Baiklah." Inti berjalan keluar dari kamar Elmira.Sepeninggal Inti, Elmira masih terdiam dengan rasa cemas yang berlebih. Tak lama kemudian Inti kembali ke kamar Elmira."Nyonya."&nbs
Yasinta mencoba menenangkan Emran dan Abraham agar tak lagi rewel. Kedua bocah laki-laki itu terus saja mencari keberadaan Elmira saat mereka tahu ibunya tak ikut pulang bersama mereka.“Ibu mengapa belum pulang, Nenek?” rengek Abraham.“Sabarlah sebentar, Sayang. Ibu dan Ayahmu akan segera pulang. Kau tenanglah karena adikmu terus saja menangis. Jangan membuat Nenek semakin bingung,” ucap Yasinta.Mengerti jika saat ini neneknya sedang pusing, Abraham menghampiri Margi. “Bibik, hubungi Ibuku, katakan padanya aku menangis mencarinya,” ucap Abraham.“Tapi Anda tak menangis sama sekali kan, Tuan kecil, jadi saya tak bisa memberitahu kebohongan seperti itu kepada Ibu Anda,” ucap Margi.“Hhhh ... kau ini!” seru Abraham.“Ibu!” seru Edrea.&
Elmira membenahi riasannya saat ia sudah tiba di rumah orangtua Andini. Ini kali pertamanya ia menginjakkan kaki di rumah orangtua Andini ini, karena sebelum-sebelumnya Andini-lah yang berkunjung ke rumah utama Dhanuar.“Sudah, Sayang. Mau sampai kapan kau berdandan? Anak-anak sudah berlari masuk,” ucap Reksa. Ia memasang wajah nelangsanya melihat istrinya yang membenahi riasan tanpa henti padahal ibunya dan romongannya yang lain sudah masuk ke tempat acara.“Kau ini apa tak suka melihat istrimu tampil cantik?” ucap Elmira dengan wajah muramnya.“Hhhh ... ya. Lalu kapan kau akan menyelesaikan ritualmu itu?”“Aku sudah selesai.” Elmira menyimpan kembali alat riasnya. Ia lalu keluar dari mobil dan membenahi gaun panjangnya.“Apa aku sudah terlihat cantik?” tanya Elmira sebelum ia melangkahkan kakinya memasuki tempat acara.“Ya, kau terlihat sangat cantik dan anggun. Kau terlihat
Yasinta dan Reksa pulang saat waktu makan malam, sehingga mereka bisa makan malam bersama.“Ada apa, Sayang? Kau tampak ceria sekali?” tanya Reksa.Pertanyaan Reksa pada Elmira telah berhasil membuat Yasinta juga menoleh ke arah Elmira.“Ada berita baik yang datang hari ini.”“Oh ya? Berita apa itu?” tanya Reksa.“Tadi pagi Andini datang ke sini.”“Andini?” gumam Reksa memotong kalimat Elmira.“Yaa, dan kau tahu apa yang dia katakan padaku?!” seru Elmira antusias.“Apa?”“Satu bulan lagi Andini akan menikah dan kita semua diminta untuk datang ke sana,” ucap Elmira dengan begitu cerianya.“Benarkah itu?!” tanya Yasinta.“Iya, Ibu. Itu benar,” ucap Elmira.“Aku turut
“Nenek, apa Ibu dan Ayah tak ikut sarapan bersama kita?” tanya Sabrina.“Sabrina, kau makan saja makananmu, Sayang, atau kau akan terlambat untuk ke sekolah,” sahut Yasinta.“Tapi ke mana Ayah dan Ibu?” tanya Shaka.“Ayah dan Ibu kalian mungkin sedang ada sesuatu yang harus segera diselesaikan. Kau cepat habiskan sarapanmu dan segeralah berangkat dengan supir bersama Kakakmu,” ucap Yasinta.“Nenek, lihatlah. Emran makan belepotan,” ucap Edrea.“Mamama.” Emran begitu senang jika ia menyuap makanannya sendiri meskipun wajahnya akan belepotan dengan buburnya.“Nenek, aku sudah selesai,” ucap Sabrina.“Aku juga,” sambung Shaka.“Edrea, ayo kita berangkat,” ajak Sabrina.“Iya,” sahut Edrea.
Setelah kepergian Delia dan Andini dari rumah Dhanuar dan dari kehidupan keluarga Dhanuar, Elmira dan Reksa selalu melewati hari-hari yang membahagiakan. Elmira dan Reksa tak pernah membeda-bedakan anak-anak mereka, semua yang mereka lakukan adalah adil dan sama hingga Sabrina dan Edrea tak pernah merasakan kehilangan sosok ibu kandung dalam hidupnya.Mula-mula Sabrina terus menanyakan perihal Andini yang sekarang tak ikut tinggal bersama dengannya lagi namun lambat laun Reksa dan Elmira menjelaskan bahwa sekarang situasinya sudah berbeda dari dulu. Mereka memberi pengertian pada Sabrina bahwa ayah dan ibunya sudah berpisah dan tak akan pernah bisa kembali bersama lagi. Meski dulu Sabrina tak terlalu paham namun sekarang gadis itu sudah paham setelah usianya hampir menginjak remaja.Sabrina tumbuh menjadi gadis yang cerdas, cantik dan anggun yang memiliki tutur kata lembut dan sopan. Saat ini usianya sudah menginjak sepuluh tahun, satu tahun lagi ia akan memasuki sekol
Reksa sampai di rumah utama keluarga Dhanuar saat hari sudah lewat tengah malam. Ia pun langsung berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat.Rasa lelah dan penat yang ia rasakan menghilang begitu saja setelah ia melihat wajah damai Elmira yang kini telah terlelap. Ia tersenyum lalu ikut bergabung bersama Elmira di atas ranjang. Ternyata pergerakannya mengusik tidur Elmira hingga membuat istrinya ini membuka matanya.“Reksa, kau sudah pulang? Maaf aku ketiduran,” ucap Elmira.“Iya, baru saja.” “Kau sudah makan malam? Jam berapa ini, akan aku siapkan dulu.” Elmira bergerak hendak turun dari ranjang namun dicegah oleh Reksa.“Tidak perlu, ini sudah lewat tengah malam. Sebaiknya kita tidur saja, aku juga sudah sangat lelah,” ucap Reksa.“Baiklah,” sahut E
Orangtua Andini menyambut kedatangan Reksa dan juga Andini dengan penuh rasa bahagia sebab mereka juga sangat merindukan Andini dan juga Reksa tapi ada hal ganjil yang membuat mereka bertanya-tanya, mereka tak melihat kedua cucu perempuan mereka ikut pulang ke rumah mereka ini.“Ayah, Ibu.” Andini langsung berhambur ke pelukan orangtuanya.“Andini, Reksa?! Ibu merasa senang sekali melihat kalian datang ke sini. Ibu juga sudah sangat rindu dengan kalian. Oh iya, di mana dua cucu Ibu? Sabrina dan Edrea?” tanya Siva.Andini menatap Reksa karena ia tak memiliki jawaban yang bagus. Bahkan saat ini Andini merasa takut jika orangtuanya menyalahkannya setelah mendengar cerita dari Reksa tentang semua yang sudah ia perbuat di rumah mertuanya.“Kali ini kami tak bisa mengajak Sabrina dan Edrea ke mari, Ibu. Mungkin lain kali Sabrina akan berkunjung ke sini,” ucap Reksa.“Begitukah? Baiklah, ayo masuk. Kalian pa
Reksa membaringkan Andini di atas ranjangnya, setelah itu ia keluar dai kamar Andini. Ia berjalan menuju ruang keluarga untuk menghampiri Yasinta dan Elmira.“Aku akan ke rumah sakit untuk melihat keadaan Edrea dan Sabrina,” ucap Reksa.“Kak Rose sudah menghubungiku agar kita tak khawatir. Edrea dan Sabrina baik-baik saja dan sebentar lagi mereka akan pulang dari rumah sakit,” ucap Elmira.“Begitukah? Syukurlah,” gumam Reksa. Ia mendudukan tubuhnya di sofa samping Elmira.“Minumlah dulu tehmu,” ucap Elmira.“Iya.” Reksa mengambil cangkir di atas meja lalu sedikit meneguk teh hangatnya.Semuanya terjadi begitu cepat dan tiba-tiba. Meskipun Reksa sudah tahu kebusukan Andini dari mulut Elmira dan Margi tapi ia pun tetap tak menyangka jika Andini benar-benar setega itu. Andini bahkan tak memperdulikan nyawa Edrea yang bisa saja melayang jika saja ia terlambat untuk menyelamatkan.
Andini berlari mendekati kolam renang. Dengan panik ia melihat Sabrina yang masuk ke dasar kolam. Ia tahu jika Sabrina bisa berenang, tapi ini adalah kecelakaan dan mungkin saja putrinya akan tenggelam.“Sabrina!” Dengan panik Andini melompat ke dalam kolam untuk menyelamatkan Sabrina.‘Byuurrr’Semua orang yang mendengar teriakan Sabrina dan Andini berlarian keluar dari rumah. Mereka melihat Andini yang tengah berenang menghampiri Sabrina.“Sabrina?! Sabrina!” seru Reksa panik seraya melihat ke arah kolam.Sama halnya dengan Reksa, Elmira, Yasinta, Rose dan Malik j