"Gue kok kasian ya liat istrinya Mas Zaenal." Ucap Rianti, begitu ia beres membantu Diara berbaring dan bersandar di atas kasur, yang mulai hari ini resmi menjadi kamarnya. "Lo yakin gak mau mengurungkan niat?" Diara menatap sang sahabat yang kini duduk di sisi ranjang, kemudian ia gelengan kepala pelan. "Gak. Dia juga tega udah bikin gue dan anak gue celaka. Pokoknya gue mau dia harus tanggung jawab atas perbuatannya!" "Tapi Ra, menurut gue ini terlalu berlebihan. Lagian wajar kalau dia sampe kaya gitu ke lo. Soalnya lo udah ngerebut lakinya. Gue rasa semua istri yang suaminya direbut wanita lain, rata-rata pasti bakal ngelakuin hal yang sama." Ucapan Rianti tersebut membuat Diara terheran, pasalnya baru kali ini sahabatnya itu tidak sepemikiran dengannya. Rianti menentang keinginan Diara. Jujur saja Diara kurang suka sikap Rianti yang seperti ini, gadis itu seolah menyalahkan Diara. Padahal yang awalnya memberikan ide untuk merebut Zaenal dari istrinya adalah Rianti. Namun meng
Walaupun Diara tidak keberatan atas keputusan Zaenal yang tidak ingin menceraikan Echa, namun tetap saja ia merasa penasaran dan ingin tahu apa-apa saja yang dikatakan Zaenal pada istri pertamanya itu.Sebagai pihak yang dirugikan dan disakiti, Diara yakin Echa pasti bersikukuh meminta untuk tetap berpisah. Dan sudah pasti juga bukan hal mudah untuk Zaenal membujuk istrinya untuk mempertahankan pernikahan mereka.Awalnya Zaenal enggan untuk menceritakannya, entah kenapa lelaki tidak mau bercerita. Tapi Diara terus memaksa, sehingga mau tak mau Zaenal pun menceritakan semuanya.Zaenal bilang, sebetulnya Echa masih sulit menerima. Tapi Zaenal tidak mau tahu dan tidak mau dibantah, lelaki itu juga sampai harus sedikit memberi ancaman agar Echa tidak berani mengajukan perceraian. Tentang apa ancamannya, Zaenal tidak memberitahukan secara detail, Diara juga enggan untuk bertanya lagi, namun yang pasti Zaenal berhasil membuat Echa menurut.Tapi Diara yakin Zaenal tidak hanya memberikan anca
Perlahan Diara membuka mata, hal pertama yang ia lihat setelah matanya terbuka dengan lebar adalah presensi Zaenal dengan wajah panik.Zaenal sudah melontarkan tanya, mengenai keadaan sang istri, namun alih-alih mendapat jawab, istrinya itu justru tidak mengindahkan dan malah mengedarkan pandangan--menelisik sekitar guna mengetahui keberadaannya sekarang.Diara tidak menemukan apapun yang berbau rumah sakit, aroma khas rumah sakit juga tidak tercium indra penciumannya. Ia mengenali ruangan ini dan ya, ternyata Diara berada di kamarnya sendiri--kamarnya di rumah sang suami.Jadi Zaenal tidak membawanya ke rumah sakit? Ah syukurlah, pasalnya Diara tidak mau menginap lagi di sana. Dan fakta ini sudah cukup menjawab pertanyaan yang sedari tadi bergelindang dalam benak, mengenai keadaannya sendiri. Bukankah sudah jelas membuktikan, bahwa tidak terjadi hal buruk pada dirinya dan kandungannya? Ah iya Diara yakin, pasti ia tidak apa-apa, sebab jika ia kenapa-kenapa ia tidak akan berada di sin
"Dasar wanita mandul menyebalkan!" Diara menggerutu pasalnya Echa tidak mau bertukar kamar dengannya. Wanita itu terus mendebat Zaenal hingga membuat suami mereka pusing dan akhirnya memilih mengalah. Diara tidak terima keinginannya tidak terpenuhi, lantas wanita itu ikut merajut yang membuat Zaenal semakin dilanda pening. Diara masa bodo melihat suaminya yang pusing. Lagipula salah sendiri kenapa malah mengalah dan menuruti istri pertamanya. sudah jelas-jelas yang hamil Diara. jadi seharusnya Zaenal lebih mengutamakan keinginannya bukan istri mandulnya itu. Ceklek! suara pintu terbuka membuat Diara yang terus menggerutu seketika terdiam. Ia melihat ke arah pintu, ternyata itu Zaenal. Sontak Diara membuang pandang ke arah lain. pokoknya ia ingin merajuk sebelum keinginannya terpenuhi. Zaenal menghela napas dengan kasar. Lelaki itu lalu menghampiri istrinya yang tengah merajuk. "Sayang, kamu laper gak? Mau makan apa?" Diara mendecih, wanita itu semakin dilanda kesal karena sang
Ternyata benar apa yang dipikirkan Diara. Kamar yang menjadi tempat istirahat sementarnnya merupakan kamar yang diperuntukkan untuk pembantu. Dari letaknya yang berada paling belakang saja Diara sudah dapat menebaknya, apalagi ketika ia sudah berada di dalamnya. Luasnya, isinya, semuanya sangat mirip dengan kamar yang dulu pernah Diara tempati ketika ia masih menjadi pembantu. "Ish benar-benar ya, Mas Zaenal tega banget ngebiarin aku tidur di tempat kaya gini. Padahal aku lagi hamil dan kondisiku lagi lemah.Diara tidak terima, tapi tidak bisa juga berbuat banyak untuk protes, karena memang hanya kamar ini saja yang tersisa. Ah, sudahlah untung hanya untuk sementara.Namun karena Diara tidak mau menderita sendirian, dan sebagai penebus rasa kesalnya. Ia terus memaksa Zaenal untuk tidur di sana juga.Awalnya lelaki itu terus beralasan, katanya ranjangnya terlalu kecil takut nanti Diara kesempitan dan tidak nyaman. Zaenal juga memakai alasan udara yang akan menjadi menipis dan pengap
Jadi apa kata yang tepat untuk Diara berikan pada Echa, hm? Munafik 'kah? Ah ya, sepertinya kata itu cukup cocok untuknya.Echa memang munafik! Mengapa Diara bisa berkata demikian? Karena apa yang diucapkan olehnya sangat berbeda jauh dengan apa yang ia lakukan. Echa berucap kukuh ingin bercerai, tapi mengapa ia masih mau melayani suaminya itu di atas ranjang?Diara yakin Echa tidak terpaksa, Diara yakin wanita itu menikmatinya juga. Diara bisa mendengar dari bagaimana cara Echa mendesah semalam. Jelas sekali wanita itu sangat menikmati permainan yang diberikan oleh suami mereka.Dasar wanita plin-plan dan munafik!Setelah mengetahui keberadaan Zaenal, yang ternyata tengah bercinta dengan istri pertamanya. Diara tidak bersikap bar-bar dengan menggedor pintu kamar Echa dan membuat percintaan mereka berhenti. ia justru lebih memilih untuk kembali ke kamar yang ia tempati sendiri.Alasannya bukan karena Diara tidak berani, tapi ia hanya tidak mau membuang-buang energi untuk melakukan hal
"BAJINGAN!""Laki-laki biadab!""Dan kamu pelacar muruhan. Rasakan ini!""Aahh ... Lepaskan! Dasar perempuan tua tidak berguna. Lepaskan tanganmu dari rambutku!""Lepaskan tanganmu Ratih! Sudahlah terima saja nasibmu. Aku sudah bosan denganmu!""Tidak! Aku tidak akan lepaskan. Wanita murahan ini harus merasakan rasa sakitku!""Ahhh mas kepalaku sakit.""Kubilang lepaskan!""TIDAK!""Mas. Hiks ... Tolong."Plak!Sebuah tamparan keras mendarat di pipi wanita paruh baya itu. Seketika jambakannya pada rambut wanita muda yang merupakan selingkuhan dari sang suami terlepas.Sontak perempuan itu berlari ke arah lelakinya. "Mas kepalaku sakit." Adunya dengan manja. "Maaf ya sayang." Sambil mengelus lembut kepala selingkuhannya. Melihat hal tersebut membuat sang istri menatap tak percaya dengan air mata yang sudah menganak sungai. "Kamu membelanya dan menamparku?" "Itu memang pantas untukmu!" Ucapnya tanpa rasa bersalah, Kemudian lelaki itu pergi membawa serta wanita mudanya meninggalkan sa
"Ngh.""Ahh ... Mas."Suara-suara itu sukses membuat pergerakan Diara yang tengah menuang air ke dalam gelas berhenti. Ia segera menutup kran dispenser lalu menajamkan pendengarnya.Diikutinya arah suara tersebut dengan mengendap-endap hingga sampai di ruang tamu, di sana ia menemukan sepasang manusia yang tengah memadu kasih.Mereka adalah kedua majikannya. Sejujurnya Diara tidak begitu terkejut melihat pemandangan itu, sebab hal tersebut bukanlah yang pertama ia lihat melainkan kali ketiga selama enam bulan ia bekerja sebagai pembantu di sana."Kayanya mereka suka banget menjelajah semua sudut ruangan di rumah ini." Gumam Diara terkikik.Bukannya lekas pergi seperti kali pertama dan kedua ia memergoki, kali ini Diara justru malah bersembunyi dibalik tembak penyekat antar ruang keluarga dan ruang tamu.Entah mengapa melihat majikannya yang tengah bersenggama itu malah membuat sesuatu dalam diri Diara bangkit. Sebagai seseorang yang sudah pernah merasakan nikmatnya bercinta hal terse
Jadi apa kata yang tepat untuk Diara berikan pada Echa, hm? Munafik 'kah? Ah ya, sepertinya kata itu cukup cocok untuknya.Echa memang munafik! Mengapa Diara bisa berkata demikian? Karena apa yang diucapkan olehnya sangat berbeda jauh dengan apa yang ia lakukan. Echa berucap kukuh ingin bercerai, tapi mengapa ia masih mau melayani suaminya itu di atas ranjang?Diara yakin Echa tidak terpaksa, Diara yakin wanita itu menikmatinya juga. Diara bisa mendengar dari bagaimana cara Echa mendesah semalam. Jelas sekali wanita itu sangat menikmati permainan yang diberikan oleh suami mereka.Dasar wanita plin-plan dan munafik!Setelah mengetahui keberadaan Zaenal, yang ternyata tengah bercinta dengan istri pertamanya. Diara tidak bersikap bar-bar dengan menggedor pintu kamar Echa dan membuat percintaan mereka berhenti. ia justru lebih memilih untuk kembali ke kamar yang ia tempati sendiri.Alasannya bukan karena Diara tidak berani, tapi ia hanya tidak mau membuang-buang energi untuk melakukan hal
Ternyata benar apa yang dipikirkan Diara. Kamar yang menjadi tempat istirahat sementarnnya merupakan kamar yang diperuntukkan untuk pembantu. Dari letaknya yang berada paling belakang saja Diara sudah dapat menebaknya, apalagi ketika ia sudah berada di dalamnya. Luasnya, isinya, semuanya sangat mirip dengan kamar yang dulu pernah Diara tempati ketika ia masih menjadi pembantu. "Ish benar-benar ya, Mas Zaenal tega banget ngebiarin aku tidur di tempat kaya gini. Padahal aku lagi hamil dan kondisiku lagi lemah.Diara tidak terima, tapi tidak bisa juga berbuat banyak untuk protes, karena memang hanya kamar ini saja yang tersisa. Ah, sudahlah untung hanya untuk sementara.Namun karena Diara tidak mau menderita sendirian, dan sebagai penebus rasa kesalnya. Ia terus memaksa Zaenal untuk tidur di sana juga.Awalnya lelaki itu terus beralasan, katanya ranjangnya terlalu kecil takut nanti Diara kesempitan dan tidak nyaman. Zaenal juga memakai alasan udara yang akan menjadi menipis dan pengap
"Dasar wanita mandul menyebalkan!" Diara menggerutu pasalnya Echa tidak mau bertukar kamar dengannya. Wanita itu terus mendebat Zaenal hingga membuat suami mereka pusing dan akhirnya memilih mengalah. Diara tidak terima keinginannya tidak terpenuhi, lantas wanita itu ikut merajut yang membuat Zaenal semakin dilanda pening. Diara masa bodo melihat suaminya yang pusing. Lagipula salah sendiri kenapa malah mengalah dan menuruti istri pertamanya. sudah jelas-jelas yang hamil Diara. jadi seharusnya Zaenal lebih mengutamakan keinginannya bukan istri mandulnya itu. Ceklek! suara pintu terbuka membuat Diara yang terus menggerutu seketika terdiam. Ia melihat ke arah pintu, ternyata itu Zaenal. Sontak Diara membuang pandang ke arah lain. pokoknya ia ingin merajuk sebelum keinginannya terpenuhi. Zaenal menghela napas dengan kasar. Lelaki itu lalu menghampiri istrinya yang tengah merajuk. "Sayang, kamu laper gak? Mau makan apa?" Diara mendecih, wanita itu semakin dilanda kesal karena sang
Perlahan Diara membuka mata, hal pertama yang ia lihat setelah matanya terbuka dengan lebar adalah presensi Zaenal dengan wajah panik.Zaenal sudah melontarkan tanya, mengenai keadaan sang istri, namun alih-alih mendapat jawab, istrinya itu justru tidak mengindahkan dan malah mengedarkan pandangan--menelisik sekitar guna mengetahui keberadaannya sekarang.Diara tidak menemukan apapun yang berbau rumah sakit, aroma khas rumah sakit juga tidak tercium indra penciumannya. Ia mengenali ruangan ini dan ya, ternyata Diara berada di kamarnya sendiri--kamarnya di rumah sang suami.Jadi Zaenal tidak membawanya ke rumah sakit? Ah syukurlah, pasalnya Diara tidak mau menginap lagi di sana. Dan fakta ini sudah cukup menjawab pertanyaan yang sedari tadi bergelindang dalam benak, mengenai keadaannya sendiri. Bukankah sudah jelas membuktikan, bahwa tidak terjadi hal buruk pada dirinya dan kandungannya? Ah iya Diara yakin, pasti ia tidak apa-apa, sebab jika ia kenapa-kenapa ia tidak akan berada di sin
Walaupun Diara tidak keberatan atas keputusan Zaenal yang tidak ingin menceraikan Echa, namun tetap saja ia merasa penasaran dan ingin tahu apa-apa saja yang dikatakan Zaenal pada istri pertamanya itu.Sebagai pihak yang dirugikan dan disakiti, Diara yakin Echa pasti bersikukuh meminta untuk tetap berpisah. Dan sudah pasti juga bukan hal mudah untuk Zaenal membujuk istrinya untuk mempertahankan pernikahan mereka.Awalnya Zaenal enggan untuk menceritakannya, entah kenapa lelaki tidak mau bercerita. Tapi Diara terus memaksa, sehingga mau tak mau Zaenal pun menceritakan semuanya.Zaenal bilang, sebetulnya Echa masih sulit menerima. Tapi Zaenal tidak mau tahu dan tidak mau dibantah, lelaki itu juga sampai harus sedikit memberi ancaman agar Echa tidak berani mengajukan perceraian. Tentang apa ancamannya, Zaenal tidak memberitahukan secara detail, Diara juga enggan untuk bertanya lagi, namun yang pasti Zaenal berhasil membuat Echa menurut.Tapi Diara yakin Zaenal tidak hanya memberikan anca
"Gue kok kasian ya liat istrinya Mas Zaenal." Ucap Rianti, begitu ia beres membantu Diara berbaring dan bersandar di atas kasur, yang mulai hari ini resmi menjadi kamarnya. "Lo yakin gak mau mengurungkan niat?" Diara menatap sang sahabat yang kini duduk di sisi ranjang, kemudian ia gelengan kepala pelan. "Gak. Dia juga tega udah bikin gue dan anak gue celaka. Pokoknya gue mau dia harus tanggung jawab atas perbuatannya!" "Tapi Ra, menurut gue ini terlalu berlebihan. Lagian wajar kalau dia sampe kaya gitu ke lo. Soalnya lo udah ngerebut lakinya. Gue rasa semua istri yang suaminya direbut wanita lain, rata-rata pasti bakal ngelakuin hal yang sama." Ucapan Rianti tersebut membuat Diara terheran, pasalnya baru kali ini sahabatnya itu tidak sepemikiran dengannya. Rianti menentang keinginan Diara. Jujur saja Diara kurang suka sikap Rianti yang seperti ini, gadis itu seolah menyalahkan Diara. Padahal yang awalnya memberikan ide untuk merebut Zaenal dari istrinya adalah Rianti. Namun meng
"Kamu? Mau apa kamu ke rumahku?!" Echa bertanya setelah beberapa saat tadi hanya terdiam.Diara tersenyum kecut seraya berdecih, dalam hati ia membatin. 'Kau boleh bersikap angkuh sekarang, namun sebentar lagi kau pasti akan menangis darah! Huh..'"Aku akan--" Diara baru saja ingin menjawab, akan tetapi Zaenal sudah lebih dulu menghampiri sembari membawa barang-barang milik Diara.Sontak saja hal tersebut menyedot perhatian Echa. Diara bisa menangkap wajah istri pertama suaminya yang sangat kebingungan dengan apa yang terjadi saat ini. Sepertinya Zaenal memang belum menceritakan rencana mereka. Diara menyunggingkan senyum dan hati ia bersyukur. 'baguslah, pasti akan lebih seru lagi.'"Mas!" Dengan wajah yang masih menatap bingung, Echa memanggil suaminya, agaknya wanita itu ingin menuntut penjelasan."Kita bicara di dalam!" Tukas Zaenal tegas.Echa menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku tidak sudi rumahku diinjak wanita murahan ini!" Tunjuknya pada Diara dengan mata yang melotot."Ini r
Akhirnya hari ini Diara sudah diizinkan untuk pulang, setelah tiga hari dirawat. Rasanya sangat senang sekali, apalagi Zaenal menuruti keinginannya untuk tinggal di rumah yang ditempati oleh Echa. Ah Diara sangat tidak sabar, ingin bertemu dengan kakak madunya. Kira-kira bagaimana ya reaksinya nanti? Terkejut? Itu sih sudah pasti, tapi apakah Echa akan mengamuk? Atau mungkin malah pingsan karena saking terkejutnya? Tidak tahulah, pokoknya Diara sudah tidak sabar ingin bertemu. ia sudah tidak sabar ingin segera melihat wajah kekalahannya. Huh pasti sangat lucu sekali, bukan? Diara pastikan kali ini ia menang telak. Buktinya saja selama dirawat di rumah sakit, Zaenal selalu menemaninya, selalu ada di sampingnya. Paling-paling jika pergi hanya untuk urusan pekerjaan yang benar-benar mendesak saja dan tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Perhatian Zaenal sekarang semakin bertambah, ia jadi semakin over protektif. Ketika ia harus pergi, Zaenal akan meminta Rianti untuk menemani. Zaena
"Sstt~" Diara seketika mendesis saat merasakan rasa nyeri itu lagi di bagian perut. Rasanya memang tidak begitu sakit seperti beberapa saat lalu, tapi tetap saja masih terasa sakit juga."Sayang, kamu sudah sadar?" Zaenal semerta-merta menghampiri. Diara tidak langsung menjawab pertanyaan, melainkan matanya mengedar ke seluruh ruangan--meneliti, dan ia baru menyadari bahwa kini dirinya sudah berada di rumah sakit.Ah Diara baru ingat, sepertinya tadi ia pingsan karena dorongan kencang yang dilakukan Echa. Sejurus kemudian matanya membelalak, ketika otaknya mengingat kejadian terakhir itu."Sayang, kamu gak apa-apa 'kan? Apa masih sakit?" Zaenal bertanya lagi, tapi Diara tidak menjawabnya melainkan meraba perutnya dengan panik. Diara takut anaknya gugur. Bisa gawat jika hal itu terjadi. Zaenal bisa saja meninggalkannya karena sesuatu yang mengikatnya sudah tidak ada lagi."Mas! Gimana anak kita? Dia gak gugur 'kan? Dia masih ada di perutku 'kan Mas?" Diara bertanya panik, sungguh ia ta