Seperti inilah Diara kembali menjalani hidupnya selama dua pekan. Bekerja kembali di Osean's untuk menemani para tamu yang datang.Mengenai Steno? Apakah sudah sepenuhnya mengizinkan atau tidak? Jawabnya, ya tentu jelas tidak. Lelaki tua itu masih teguh dengan pendiriannya, tidak mengizinkan Diara bekerja di Osean's karena alasan cemburu. Cih sudah tua, miskin, masih saja sok-sokan pakai cemburu segala. Sangat tidak pantas sekali. Apa lelaki itu tidak sadar kalau Diara seperti ini karena dirinya juga?!Sama seperti Steno, Diara juga tetap teguh pada pendiriannya, sama sekali tidak menghiraukan omongan lelaki itu. Entah akan semurka apa pun, Diara tidak peduli. Ia anggap sebagai angin lalu saja.Omong-omong mengenai kemurkaannya, pernah lelaki itu sangat marah ketika menemukan Diara pulang pagi. Sebagai mantan yang pernah menggunakan jasa Diara, atau wanita penghibur lainnya, tentu saja Steno sangat hapal apabila Diara sampai pulang pagi. Tidak lain dan tidak bukan karena wanita itu
Steno dinyatakan koma oleh pihak rumah sakit. Mengenai mengapa pria itu bisa mendadak koma? Jujur saja Diara kurang paham. Meski dokter sudah menjelaskan kondisinya secara jelas dan gamblang akan tetapi kapasitas otak Diara yang minim tidak bisa memahami ucapan dokter dengan mudah. Namun intinya yang ia tangkap dari penjelasan dokter tersebut; kenapa kondisi Steno bisa seperti itu disebabkan karena usia, tekanan batin yang tinggi, juga kurangnya asupan makanan. Dari beberapa alasan yang Diara pahami, ia cukup mengerti. Umur Steno emang sudah tua, rentan akan penyakit. Meski sebelumnya ia tidak tahu Steno punya riwayat penyakit atau tidak. Mengenai tekanan batin, jelas saja Diara paham. Akhir-akhir ini banyak hal yang terjadi pada lelaki itu perihal perselingkuhannya dengan Diara yang terbongkar, keluarga dan karir yang hancur, dipecat tidak terhormat, anaknya yang sudah tidak ingin mengakui, hartanya yang habis karena ketamakan mantan istri, juga ... Sikap Diara yang berubah, yang
"Papi." Sembari terisak, Tasya menghambur memeluk Steno yang berbaring tak berdaya di atas brankar. Di sampingnya terdapat Anne, dan di sebelah kanan ranjang ada Yugo serta Roni yang berdiri agak jauh. Terdapat juga seorang dokter dan dua orang perawat yang mengawasi di ruangan itu.Sementara Diara hanya berdiri di ambang pintu masuk ditemani oleh Rianti. Setelah ia menghubungi Yugo dan menceritakan semuanya. Tiga jam dari kemudian, Yugo, Tasya dan mantan istri Steno, datang.Diara tidak tahu apa yang dikatakan oleh Yugo, dan bagaimana caranya lelaki itu membujuk sampai membuat kedua wanita itu bersedia untuk menemui Steno. Tapi apapun itu, Diara sangat bersyukur karena di saat-saat terakhir Steno masih bisa melihat anak dan juga mantan istri yang sangat ingin lelaki itu temui.Mengenai Diara yang hanya berdiri di depan pintu dan hanya dapat melihat dari kejauhan saja. Semua itu dikarenakan Tasya yang tidak memperbolehkannya untuk masuk. Bahkan ketika baru saja sampai, gadis itu sempa
Setelah memastikan semua orang yang mengantarkan Steno ke tempat peristirahatan terakhirnya telah pergi, barulah Diara keluar dari mobil milik Roni.Semua pasti sudah tahu mengapa Diara harus bersembunyi seperti ini. Iya, itu karena Tasya melarang keras agar Diara tidak mengikuti prosesi pemakaman ayahnya. Daripada terjadi keributan yang malah mengakibatkan terganggunya acara yang seharusnya berjalan dengan khidmat, maka Diara memilih mengalah dan mengikuti apa mau wanita itu.Dengan di temani oleh Rianti, ia melangkahkan kaki menuju gundukan tanah merah itu. Semerta-merta Diara berjongkok dan menangis di pusaranya."Maafin Dira, Mas. Maaf." Berulang kali ia mengucapkan kata maaf. Sungguh Diara sangat menyesal karena di saat-saat terakhir, mereka malah terus bertengkar.Jujur, Diara tidak menyangka Steno akan pergi secepat ini. Perasaan baru kemarin lelaki itu mengajaknya berdebat masalah pekerjaan, gapi sekarang Steno sudah tidak ada lagi. Ternyata benar yang selama ini ia dengar, ba
Mata Diara terpejam, tidak berani melihat pada benda pipih panjang yang saat ini masih ia pegang.Sebuah testpack. Beberapa saat lalu, Rianti menyarankan untuk mengecek perihal hamil atau tidaknya menggunakan alat tes kehamilan dini bernama testpack yang dibeli via ojek online. Diara baru saja selesai melakukan prosedur pemakaian benda tersebut sesuai yang tertera dikemasan.Tetapi ketika harus melihat hasilnya, mendadak ia tidak berani. Diara takut dugaannya dan Rianti benar. Bisa gawat semua urusan."Dira udah selesai belum? Kok lama banget sih!"Suara Rianti disertai gedoran pintu terdengar dari luar kamar mandi. Memang sudah lebih dari sepuluh menit ia berada dalam kamar mandi itu, jadi wajar apabila Rianti sampai menggedor tidak sabaran.Menggenggam erat testpack tersebut lalu membuka mata. "Kayanya suruh Rianti aja deh yang liat. Aku takut." Lantas ia membuja pintu kamar mandi, dan semerta-merta langsung mendapati presensi Rianti di sana."Gimana hasilnya? Lo beneran hamil apa e
Sebenarnya kepala Diara masih merasa pusing, tapi hanya sedikit saja dan tidak begitu mengganggu, jadi Diara masih sangat mampu untuk melakukan pekerjaannya. Lagipula ia tidak ingin kehamilannya sampai mengganggunya mencari uang. Mumpung usianya juga masih awal dan belum kelihatan, ia harus memanfaatkan waktu semaksimal mungkin, sambari memikirkan langkah apa yang akan ia ambil.Ia juga membutuhkan pengalihan dari semua beban pikiran yang kini sedang ditanggung. Dan Diara rasa seks merupakan hal yang paling tepat. Sejak mengetahui bahwa dirinya tengah hamil, keinginannya untuk bercinta malah semakin besar. Ia yang memang sudah dianugerahi hormon berlebih, dan semakin bertambah lebih lagi sekarang.Beberapa hari kemarin ia sangat tersiksa karena tidak bisa menyalurkannya dan agaknya sekarang bercinta dengan salah satu pelanggan bukanlah ide yang buruk. Terlepas ada yang membooking jasanya atau tidak, ia akan tetap mengajak salah satu dari mereka untuk bercinta, meski tanpa dibayar seka
Cukup banyak yang Zaenal ceritakan pada Diara perihal rumah tangganya. Dari caranya bercerita, Diara bisa melihat betapa lelaki itu sangat tertekan dengan sikap istrinya. Padahal Diara yakin menerima keadaannya saja pasti sudah sangat berat dan sulit, ditambah harus terus mendengar sang istri mengoceh--membahas masalah anak yang merupakan sumber dari segalanya. Diara jadi kasihan, tapi tidak tahu juga harus berbuat apa? selain hanya menjadi pendengar yang baik. Mungkin memang Zaenal merasa nyaman bercerita pada Diara, sehingga lelaki itu terlihat begitu enjoy menceritakannya sembari terus meminum bergelas-gelas whiskey. Ternyata benar yang dikatakan lelaki itu, bahwa ia mempunyai toleransi cukup baik dengan minuman beralkohol. Sebab ya, meski sudah menenggak banyak whiskey, tapi ia masih mampu untuk menjaga kewarasannya. Terbukti saat ia mengajak Diara untuk cek in di hotel. Zaenal masih mampu mengendarai mobilnya hingga sampai ketujuan dengan selamat. Oh ya, sebenarnya
"Kamu memang hebat Diara. Biasanya aku tidak pernah bisa bangun lagi jika sudah keluar. Tapi denganmu, aku bisa melakukannya sampai dua kali dalam waktu dekat." Diara kembali teringat akan kalimat yang Zaenal katakan semalam. Ia bahagia, tentu saja, apalagi saat lelaki itu terus membanding-bandingkan dirinya dengan si istri. Sebagai wanita jelas Diara sangat senang luar biasa. Lagipula membuat puas sampai kelelahan pasangan bercinta merupakan keharusan baginya. "Kamu baru bangun?" Zaenal keluar dari toilet, lelaki itu tampak sudah segar dan sudah memakai pakaiannya dengan lengkap sementara Diara baru saja terbangun, dengan tubuh yang masih polos dan hanya ditutupi dengan selimut saja. "Iya Mas. Kamu udah mau pergi ya?" Si lelaki mengulas senyum manis seraya berjalan mendekati. "Iya. Saya harus kerja soalnya." Jawabnya. Diara melihat jam yang menggantung di dinding sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Zaenal membelai wajah wanita yang semalam telah memberikannya kenikm
"Kamu? Mau apa kamu ke rumahku?!" Echa bertanya setelah beberapa saat tadi hanya terdiam.Diara tersenyum kecut seraya berdecih, dalam hati ia membatin. 'Kau boleh bersikap angkuh sekarang, namun sebentar lagi kau pasti akan menangis darah! Huh..'"Aku akan--" Diara baru saja ingin menjawab, akan tetapi Zaenal sudah lebih dulu menghampiri sembari membawa barang-barang milik Diara.Sontak saja hal tersebut menyedot perhatian Echa. Diara bisa menangkap wajah istri pertama suaminya yang sangat kebingungan dengan apa yang terjadi saat ini. Sepertinya Zaenal memang belum menceritakan rencana mereka. Diara menyunggingkan senyum dan hati ia bersyukur. 'baguslah, pasti akan lebih seru lagi.'"Mas!" Dengan wajah yang masih menatap bingung, Echa memanggil suaminya, agaknya wanita itu ingin menuntut penjelasan."Kita bicara di dalam!" Tukas Zaenal tegas.Echa menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku tidak sudi rumahku diinjak wanita murahan ini!" Tunjuknya pada Diara dengan mata yang melotot."Ini r
Akhirnya hari ini Diara sudah diizinkan untuk pulang, setelah tiga hari dirawat. Rasanya sangat senang sekali, apalagi Zaenal menuruti keinginannya untuk tinggal di rumah yang ditempati oleh Echa. Ah Diara sangat tidak sabar, ingin bertemu dengan kakak madunya. Kira-kira bagaimana ya reaksinya nanti? Terkejut? Itu sih sudah pasti, tapi apakah Echa akan mengamuk? Atau mungkin malah pingsan karena saking terkejutnya? Tidak tahulah, pokoknya Diara sudah tidak sabar ingin bertemu. ia sudah tidak sabar ingin segera melihat wajah kekalahannya. Huh pasti sangat lucu sekali, bukan? Diara pastikan kali ini ia menang telak. Buktinya saja selama dirawat di rumah sakit, Zaenal selalu menemaninya, selalu ada di sampingnya. Paling-paling jika pergi hanya untuk urusan pekerjaan yang benar-benar mendesak saja dan tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Perhatian Zaenal sekarang semakin bertambah, ia jadi semakin over protektif. Ketika ia harus pergi, Zaenal akan meminta Rianti untuk menemani. Zaena
"Sstt~" Diara seketika mendesis saat merasakan rasa nyeri itu lagi di bagian perut. Rasanya memang tidak begitu sakit seperti beberapa saat lalu, tapi tetap saja masih terasa sakit juga."Sayang, kamu sudah sadar?" Zaenal semerta-merta menghampiri. Diara tidak langsung menjawab pertanyaan, melainkan matanya mengedar ke seluruh ruangan--meneliti, dan ia baru menyadari bahwa kini dirinya sudah berada di rumah sakit.Ah Diara baru ingat, sepertinya tadi ia pingsan karena dorongan kencang yang dilakukan Echa. Sejurus kemudian matanya membelalak, ketika otaknya mengingat kejadian terakhir itu."Sayang, kamu gak apa-apa 'kan? Apa masih sakit?" Zaenal bertanya lagi, tapi Diara tidak menjawabnya melainkan meraba perutnya dengan panik. Diara takut anaknya gugur. Bisa gawat jika hal itu terjadi. Zaenal bisa saja meninggalkannya karena sesuatu yang mengikatnya sudah tidak ada lagi."Mas! Gimana anak kita? Dia gak gugur 'kan? Dia masih ada di perutku 'kan Mas?" Diara bertanya panik, sungguh ia ta
[Mas di mana? Bisa pulang gak hari ini?] Itu suara Kinanti--istri pertama Zaenal. Diara masih bisa mendengarnya dengan baik sebab jaraknya dengan Zaenal yang memang sangat dekat. Diara tebak, wanita itu pasti ingin menyuruh Zaenal untuk pulang. Ck tidak akan Diara biarkan itu terjadi! Zaenal belum menjawab, lelaki itu malah menatap istri keduanya--seolah meminta pendapat. Sontak saja Diara menggelengkan kepala. Ia tidak akan mengizinkan Zaenal menemuinya, barang sedetik pun. Diara egois? Memang! Masa bodo orang beranggapan seperti apa? Diara tidak peduli, karena yang ia pedulikan hanya dirinya sendiri. Zaenal menghembuskan napasnya dengan kasar, hal tersebut malam membuat Diara tersenyum senang, pasalnya Diara tahu suaminya pasti akan lebih memilih menurutinya. "Mas masih di luar kota, gak bisa pulang sekarang. Emangnya ada apa?" Nah benar 'kan? Zaenal pasti akan lebih memilihnya. Diara sudah menggenggam kelemahan Zaenal yaitu anak dalam perutnya dan juga pelayanannya di
Akhirnya Diara berhasil membuat Zaenal bertekuk lutut. Dengan mengandalkan keahliannya dalam bercinta, ditambah bumbu-bumbu merajuk manja, dan juga tentunya menggunakan bayi dalam kandungannya untuk mengancamnya, ia berhasil membuat Zaenal bertahan tetap bersamanya sampai mengabaikan istri pertamanya. Rasanya sangat luar biasa senang sekali. Semacam ada suatu perasaan yang berbeda yang membuat Diara begitu luar biasa gembira ketika mengetahui bahwa ia menang dari wanita pertama suaminya. Dari sejak malam di mana Diara menyuruh Zaenal untuk datang, lelaki itu sama sekali tidak meninggalkannya lagi. Awalnya Zaenal masih meminta izin pamit untuk pulang ke rumah yang ditempati oleh istri pertamanya, tapi Diara selalu menahan agar tidak pulang. Awalnya memang sulit, tapi semakin lama Zaenal semakin mudah untuk dikendalikan. Ah bahkan sekarang lelaki itu tidak pernah meminta izin untuk pulang lagi, Zaenal hanya izin untuk pergi ke kantor dan ketika pulang, tanpa Diara suruh terlebih dulu
Malam ini, kembali Diara tidak bisa tidur. Sudah empat malam ia selalu seperti ini. Diara tidak tahu apa penyebabnya? namun yang pasti ia jadi tersiksa sekali dengan keadaan ini. Ah andai saja ada Zaenal bersamanya, Diara bisa mengajak lelaki itu bergadang--menengguk surga dunia sampai pagi. Tapi sayang, seperti yang sudah Zaenal katakan saat terakhir kali, lelaki itu benar-benar tidak bisa mengunjungi Diara lagi. Tentu saja saat itu Diara melayangkan protes. Tapi Zaenal terus membujuk dengan mengiming-imingi akan membelikan rumah secepatnya. Dibujuk dengan cara seperti itu, tentu saja Diara menurut pada akhirnya. Namun ternyata tidak dikunjungi selama itu membuat Diara jadi tersiksa. Apalagi Zaenal sama sekali tidak menghubunginya. Lelaki itu seolah hilang seperti ditelan oleh derasnya ombang di lautan. "Apa aku hubungi dia aja ya, suruh dia ke sini?" Zaenal sudah melarang Diara untuk jangan menghubunginya, apalagi di waktu-waktu yang memungkinkan ia sedang bersama istri pertama
"Ngapain kamu ke sini?""Ya Mas mau nengokin kamu sama Adek."Diara berdecak lalu pergi meninggalkannya yang masih berdiri di pintu kamar kost sembari berucap. "Masih inget kalo punya istri yang lagi hamil?"Sekali lagi Diara berdecak. Ia kesal, bagaimana tidak? Zaenal sama sekali tidak mendengarkan permintaannya tempo hari. Saat itu Zaenal malah menyudahi obrolan dan tidur begitu saja lalu paginya ia buru-buru pergi dan tanpa memberi kabar, lelaki itu baru datang lagi hari ini.Ternyata susah juga menjerat dan membuat laki-laki itu takluk. Diara sudah melakukan berbagai cara dengan memberikannya kenikmatan, tapi hal tersebut tidak mampu membuat Zaenal berpaling seutuhnya.Hah, sebenarnya apa sih yang dimiliki oleh istri pertamanya itu? Diara jadi penasaran. Seperti apa dia? Sampai suami mereka susah sekali di jerat."Mas minta maaf. Mas buru-buru, dan Mas juga lagi banyak urusan, jadi gak bisa nemuin atau nghubungin kamu." "Urusan apa? Urusan manjain istri pertama, sampai lupa istri
Entah sudah berapa lama Diara terlelap, satu jam? Dua jam? Atau bahkan hanya beberapa menit saja? Ia tidak tahu pastinya. Setelah kelelahan karena pertempuran panas, Diara tidak melihat jam lagi, dan langsung tertidur begitu saja. Jadi ia tidak bisa memastikan berapa lama tertidur.Namun seolah mendapatkan sebuah sinyal berbahaya, Diara tiba-tiba saja terbangun ketika melihat waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Dan benar saja, setelahnya ia cukup terkejut ketika tidak menemukan sosok Zaenal di sampingnya. 'Ke mana perginya laki-laki itu?'"Mas ..." Diara memanggil, tapi tidak ada sahutan. "Apa jangan-jangan dia pergi diam-diam?" Seketika ia merasa geram. Jika benar lelaki itu pergi diam-diam setelah mendapatkan kenikmatan, awas saja.Namun baru saja ingin mengambil ponsel yang berada di atas nakas tiba-tiba terdengar suara gemericik air di dalam kamar mandi. "Kayanya Mas Zaenal lagi di kamar mandi." Monolognya. Lalu ia beranjak sembari memungut pakaiannya yang teronggok dilantai l
Diara pikir untuk meyakinkan Zaenal sangat sulit, melihat karena beberapa saat lelaki itu tidak memberi respon sama sekali. Tapi ternyata, Zaenal seperti itu hanya shock dan tidak menyangka kalau ia benar-benar akan mendapatkan seorang bayi dari Diara.Diara sangat bahagia karena Zaenal mempercayainya. Apalagi tanpa bersusah payah memberikan bukti untuk memvalidasi atas apa yang ia ucapkan. Zaenal langsung mempercayainya seratus persen. Bahkan satu minggu setelah pertemuan mereka di cafe itu, Zaenal menepati janjinya dengan menikahi Diara.Iya benar. Status Diara sekarang sudah berubah, ia sudah menjadi istri dari seorang Zaenal terhitung kemarin sore.Pernikahan mereka dilaksanakan sangat sederhana dan tertutup. Hanya segelintir orang saja yang mengetahui dan menjadi saksi. Zaenal menikahi Diara hanya secara siri. Tapi tidak apa, walau begitu Diara sudah merasa senang. Yang penting untuknya, sekarang bayi dalam kandungannya sudah mempunyai ayah. Lagipula Zaenal sudah berjanji akan me