Beranda / Fantasi / Sang Pengubah Takdir / Rencana Jahat Nawang

Share

Rencana Jahat Nawang

Penulis: Black Jack
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Nawang sebenarnya jijik mendengar ucapan Gathot. Lelaki itu tidak berparas tampan seperti Rangga. Tubuhnya pun juga kurang gagah. Namun Nawang tahu jika Gathot anak orang kaya.

Hanya saja, imbalan yang diminta Gathot itu sungguh tak masuk akal dan Nawang sejujurnya enggan.

“Aku tidak mau tidur denganmu!” kata Nawang.

“Hehehe… kau pasti akan tidur denganku, Nawang. Aku tahu rahasia yang kau sembunyikan dari oranh-orang desa ini…” kata Gathot.

Mendengar hal itu, wajah Nawang mendadak berubah.

“Rahasia apa? Aku tak punya rahasia!” Nawang mencoba berkilah.

“Hehehe… tak usah mengelak, Nawang. Kau menjadi pelacur di kotaraja. Jangan kira aku tak tahu. Memangnya dari mana uangmu berasal, hum? Apa yang kau kerjakan di sana sehingga kau bia pulang membawa banyak uang!” kata Gathot. “Aku punya buktinya. Dan andai Rangga tahu, dia akan jijik kepadamu. Hahaha. Tapi ya sudah. Aku tak memaksamu. Kasihan juga rangga jika sampai tertipu olehmu. Bagaimana pun dia temanku!”

Gathot berlagak hendak pergi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sang Pengubah Takdir   Rangga Mengetahui Rencana Itu

    Ketika Kusuma masuk ke dalam rumah yang ditinggali oleh Nawang, Rangga menitipkan kudanya di depan rumah orang di sekitar tempat itu.Setelahnya, Rangga memilih jalur lain menuju ke belakang Rumah Nawang. Ia tak akan ke sana lewat halaman depan karena anak buah Kusuma ada di sana.Kebetulan sekali, pintu belakang terbuka. Meski demikian, Rangga tak akan gegabah untuk masuk ke dalam rumah. Pasti Nawang masih akan menyiapkan minuman untuk tamunya.Sehingga, Rangga memilih untuk bersembunyi dulu. Seperti dugaannya, Nawang menyiapkan minuman dan hidangan. Begitu wanita itu telah kembali ke dalam, saat itulah Rangga mendekati dapur, masuk dan bersembunyi di suatu tempat untuk menguping pembicaraan mereka.“Jadi nama wanita yang kau maksud itu bernama Citra?” tanya Kusuma. Ia mengernyitkan dahi. Ia memang belum tahu jika wanita yang ditawarkan oleh Nawang adalah wanita yang sudah ia incar terlebih dahulu.“Ya. Dia sangat cantik. Percayalah, dia pasti mahal harganya!” kata Nawang.“Jadi baga

  • Sang Pengubah Takdir   Citra Kena Getahnya Sendiri

    Sore itu, para tetangga yang bekerja di ladang Rangga sudah pulang. Rumah itu memang tidak ramai lagi ketika proses pembuatan minyak kelapa sudah berakhir. Hanya ada beberapa orang yang dibayar Rangga untuk menggarap ladang dan beberapa lainnya menyelesaikan hal-hal kecil yang belum selesai dari kandang kudanya.Kandang kuda itu nantinya bisa menampung kurang lebih 100 ekor kuda yang akan dibesarkan dan dijual lagi. Butuh biaya besar tentu saja dan Rangga masih mencoba untuk menghimpunnya.“Kakang tidak apa-apa kita makan malam dari masakan yang aku buat siang tadi?” tanya Citra.“Tidak masalah. Tetap enak jika aku makan bersanding denganmu. Bahkan makan rumputpun aku rela, Nimasku!” kata Rangga.“Gombal! Hihihi…” kata Citra terkekeh senang. “Kalau begitu aku hangatkan dulu sayur gorinya, Kangmas… kau mau telur goreng juga atau tidak?”“Ikan asin masih ada?” tanya Rangga.“Masih banyak…” kata Citra.“Pakai ikan asin saja. Rasanya tak membosankan buatku!” kata Rangga.“Baiklah. Kalau b

  • Sang Pengubah Takdir   Rencana Gathot Gagal

    Citra keluar dari kamar mandi lebih dahulu dengan wajah sedikit bersemu merah. Mandi yang seharusnya membuat tubuhnya segar kini malah membuat nafasnya ngos-ngosan dan energinya habis karena mereka pada akhirnya bercinta juga di kamar mandi.Kini setelah sama-sama berpakaian lengkap, mereka berdua bertemu di meja makan menikmati hidangan makan malam.“Kau tampak lelah, Nimasku…” kata Rangga sambil tersenyum menatap istrinya; ia senang akhirnya apa yang ia inginkan bersama Citra di kamar mandi itu kesampaian juga.“Ini semua karena kamu, kangmas… nanti malam aku tidak mau melayanimu. Aku mau tidur!” kata Citra pura-pura merajuk. Padahal ia merasa sangat puas di kamar mandi dan tak pernah sebelumnya ia berpikir akan bermain sampai seperti itu bersama suaminya.“Ya, istirahatlah. Masih ada esok pagi, lalu lanjut lagi besok malam, dan pagi, dan malam…”“Kangmaaaass!!! Jangan berlebihan! Mana kuat aku melayanimu pagi dan malam…” protes Citra.Rangga tertawa.Ketika mereka hendak masuk ke d

  • Sang Pengubah Takdir   Bertemu Langsung Dengan Kusuma

    Dengan sangat percaya diri, Kusuma malah berjalan mendekat dan menyapa Citra. “Eh, Dik Citra ternyata sudah di sini to? Pantesan aku ke rumah ayah dan ibumu kau tidak ada di sana… ini siapa? Suamimu yang bernama Rangga itu?”Kini Kusuma memandang Rangga dengan tatapan meremehkan.Rangga memilih untuk tak mencari masalah terlebih dahulu meski tangannya gatal ingin menonjok wajah lelaki itu. Yang terpenting bagi Rangga saat itu hanyalah menjual minyaknya terlebih dahulu. Toh ia tahu, Kusuma pasti akan datang ke rumah Nawang.Rangga sungguh memilih untuk cuek dan tak menanggapi Kusuma. Citra pun juga diam saja membuang arah wajahnya menghindari tatapan Kusuma.“Kenapa kau ada di sini, Kusuma? Kau kenal mereka?” Ki Jarwo menyela. Ia tentu saja tak tahu menahu dengan apa yang terjadi di antara mereka bertiga.“Itu Citra, putrinya Ki Suryo… paman pasti mengenal Ki Suryo, bukan?” kata Kusuma.“Oh… ya-ya… kebetulan sekali…” kata Ki jarwo.Sebelum melebar, Rangga menyela, “Kalau Ki Jarwo mau,

  • Sang Pengubah Takdir   Beramai-Ramai Mendatangi Rumah Nawang

    Citra menoleh kaget saat ia mendengar siulan Kusuma yang sedang menyandarkan tubuhnya di salah satu tiang dapur sambil memandanginya dengan tatapan penuh gairah.Citra langsung merinding. Ia memilih untuk menyibukkan diri tanpa mempedulikan kehadiran Kusuma di sana.“Aku mencarimu di rumahmu, namun ternyata kau malah sudah di sini. Kenapa kau ingin kembali kepada suamimu, Citra? Aku bahkan jauh lebih baik darinya dalam banyak hal… ikutlah denganku dan jangan takut dengan ancaman suamimu itu. Aku bisa melindungimu…” kata Kusuma dengan percaya diri.“Suamiku tidak mengancamku. Aku mencintainya. Itu kenapa aku kembali kepadanya!” balas Citra dengan sikap dingin tanpa harus menoleh ke arah Kusuma.“Oh… bukankah yang aku dengar dia telah mengkhianatimu sampai kau memutuskan untuk pulang…” kata Kusuma.“Yang ada suamiku difitnah. Dia tak mengkhianatiku. Berhentilah mengharapkanku, Raden. Di kotaraja ada banyak wanita cantik. Aneh sekali jika Raden menginginkan wanita yang sudah menikah…” ka

  • Sang Pengubah Takdir   Diusir Dari Desa

    Karena tidak tahu pasangan itu masih akan bermain berapa lama lagi, akhirnya Ki Panut berinisiatif untuk mendobrak pintu kamar itu. Sungguh resah rasanya. Lama-lama tak kuat juga mendengar suara geliat asmara yang saling menyahut dengan disertai kata-kata tidak senonoh itu.Rangga diam saja tak melarang Ki Panut yang berdiri dan berjalan ke arah pintu kamar itu. Yang lain pun juga sangat penasaran. Semuanya berdiri dan mengikuti langkah Ki Panut.BRAAAKKKPintu sudah didobrak. Nawang menjerit kaget. Kusuma pucat pasi. Buru-buru mereka menyambar apapun untuk menutupi tubuh yang masih basah oleh keringat itu.Anak buah Kusuma segera masuk. Namun mereka terdiam melihat ada banyak orang di ruang tamu itu.“Kalian berdua tak usah ikut-ikutan jika ingin majikanmu selamat!” ucap Rangga kepada kedua orang itu.Rangga berjalan mendekat ke arah pintu menyusul yang lain dan bergeser maju bersebelahan dengan Ki Panut; ia menatap Nawang dan Kusuma dengan tatapan tajam.“Sebenarnya aku mendengar ap

  • Sang Pengubah Takdir   Menjebak Gathot

    Dengan terburu-buru Rangga keluar rumah menuju ke rumah Ki Panut untuk bertanya kepada istrinya apakah tadi ada yang datang ke rumah atau tidak.Begitu Rangga sampai di sana dengan wajah paniknya, eh ternyata Citra sedang mengobrol di sana bersama Nyi Panut dan kedua anak perempuannya.“Citra…”“Eh, Kangmas… ini aku baru mau pulang setelah melihat Ki Panut pulang… tadi aku takut di rumah sendirian!” kata Citra.“E, tidak apa-apa. Syukurlah…” Rangga bernafas lega. Ia sampai lemas dan duduk begitu saja di kursi ruang depan itu.“Kangmas ada apa?” tanya Citra.“Aku kira kau hilang…” balas Rangga.Nyi Panut terbahak mendengarnya. “Wah sudah seperti pengantin baru saja ini. Kami yang sudah tua ini jadi iri. Kapan punya momongan?” ujarnya.“Sedang diusahakan, Nyi…” kata Citra. Saat itu Rangga ngeh jika Citra belum pernha terlihat mual-mual di pagi hari. Rangga merasa khawatir juga sebenarnya, sebab ia masih menganggap jika Citra tak bisa ia hamili, maka tugasnya gagal.“Sering minum air kel

  • Sang Pengubah Takdir   Berhasil Digagalkan

    Raut wajah Citra terlihat aneh karena rasa cemas yang berlebihan. Gathot melihat itu dan ia segera berpikir cepat. Ia tak boleh membuat Citra takut kepadanya. Sebaliknya, ia harus berusaha membuat wanita cantik itu percaya.“Kau kenapa? Takut padaku? Astaga, aku ini teman Rangga dan tidak mungkin aku menipumu. Ayo, daripada kau kepanasan di jalan. Pasar ini agak jauh dari rumahmu!” kata Rangga.Citra menoleh ke berbagai arah. Ia melihat para tetangga sedang mengawasinya. Beberapa dari mereka pun juga menganggukkan kepala.“Kau masih ragu, Citra? Hehehe. Aku sungguhan ada perlu dengan Rangga dan kita ke sana sama-sama saja. Malahan aku tidak enak dengan Rangga nanti jika kita bertemu di pasar tapi aku tidak menawarkan tumpangan. Padahal aku membawa kereta…” kata Gathot masih berusaha merayu dengan alasan paling masuk akal.Citra menganggukkan kepala.“Nah, ayo ikuti aku. Keretaku ada di sana…” kata Gathot.Citra berjalan mengikuti langkah Gathot. Kereta milik Gathot itu tertutup sehing

Bab terbaru

  • Sang Pengubah Takdir   Akhir Cerita

    Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan

  • Sang Pengubah Takdir   Hancurnya Benteng Wonobhumi

    Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin

  • Sang Pengubah Takdir   Mendekati Benteng Musuh

    Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap

  • Sang Pengubah Takdir   Sampai Di Kotaraja Wonobhumi

    Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja

  • Sang Pengubah Takdir   Citra Hamil?

    Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain

  • Sang Pengubah Takdir   Memporak-Porandakan Musuh Dengan Ledakan

    Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang

  • Sang Pengubah Takdir   Menunggu Musuh lewat

    Ketika Rangga tiba di lokasi, rupanya Senopati Teguh dan pasukannya sudah membereskan pasukan Wonobhumi yang menguasai jalur itu. Sehingga, Rangga dan timnya bisa segera langsung bekerja.Petasan-petasan itu dipasang sedemikian rupa di tempat-tempat tertentu, tersembunyi, namun juga kelak bisa dinyalakan dengan mudah. Kuncinya ada pada pemasangan sumbu dan hal itu cukup menguras persediaan bubuk api yang dibawa oleh Jian Zhu.Pasukan Senopati Teguh merampas peralatan dan juga seragam pasukan musuh. Kini mereka semua menyamar menjadi pasukan Wonobhumi. Sehingga jika ada pasukan pemeriksa datang, mereka berpikir jika jalur itu masih aman dan dalam kekuasaan Wonobhumi.Hal itu adalah hal yang sangat fatal bagi pihak Wonobhumi. Mereka menganggap remeh jalur itu dan tidak teliti.Hanya butuh satu hari saja bagi tim Rangga untuk memasang petasan-petasan itu dan setelahnya, ia membuat rencana sangat matang bersama timnya, Senopati Teguh dan juga para prajurit tertentu yang terpilih untuk mem

  • Sang Pengubah Takdir   Mempersiapkan Jebakan Di Jalur Gunung

    Rangga memutuskan untuk mencari Banu sendirian. Wiji dan Sanji sebetulnya menawarkan diri. Namun Rangga menolaknya. Ia meminta dua orang itu untuk beristirahat saja.Namun saat Rangga telah berada di depan penginapan, ia melihat Banu kembali.“Kau baik-baik saja?” tanya Rangga khawatir.“Masuk dulu, kang! Aku tadi terpaksa harus bersembunyi dari kejaran orang yang memergokiku melemparkan sesuatu di gudang dan membuatnya meledak!” kata Banu.Maka mereka segera masuk ke dalam penginapan itu. Rangga sungguh merasa lega. Tak ada yang celaka. Ia hanya merasa sangat bersalah apabila orang yang ia bawa itu celaka meski semua paham resiko menjadi prajurit; mati dalam tugas.Serangan petasan atau bisa dibilang serangan bom berkekuatan kecil itu sungguh membuat pihak Wonobhumi geram. Mereka menetapkan kejadian itu sebagai serangan dari Tirtapura. Dan mereka belum memahami apa yang digunakan pihak Tirtapura hingga bisa meledakkan sesuatu dan ledakannya itu cukup berbahaya pula.Malam itu, ada ba

  • Sang Pengubah Takdir   Meledakkan Petasan Di Kerumunan Musuh

    Tenda-tenda yang menjadi pemukiman sementara para prajurit Wonobhumi itu masih ramai. Orang-orang cenderung berkelompok mengelilingi api unggun. Di sana mereka bertukar cerita sambil membakar ubi.Tak ada daging. Mereka akan mendapatkan daging di waktu tertentu untuk perbaikan gizi. Camilan malam seperti ubi bakar itu biasanya mereka dapatkan dari ladang entah milik siapa siapa yang mereka jarah semena-mena.Sudah bukan rahasia jika ada banyak prajurit nakal yang dengan dalih patroli, mereka pergi keluar dari kota menuju ke desa-desa dan perkebunan untuk mencari makanan. Dan bahkan yang keterlaluan, mereka tak hanya mencuri hasil ladang seperti ubi, singkong dan jagung, namun mereka juga mencuri ayam dan kambing.Sesungguhnya banyak warga kecil yang menderita oleh ulah para prajurit itu. Di satu sisi, para prajurit itu memang lapar dan stress. Mereka akan menyikat habis kesempatan yang ada selama tidak ketahuan atasan. Masa-masa perang, di mana pun itu, selalu menjadi masa kelam dan j

DMCA.com Protection Status