Citra menoleh kaget saat ia mendengar siulan Kusuma yang sedang menyandarkan tubuhnya di salah satu tiang dapur sambil memandanginya dengan tatapan penuh gairah.Citra langsung merinding. Ia memilih untuk menyibukkan diri tanpa mempedulikan kehadiran Kusuma di sana.“Aku mencarimu di rumahmu, namun ternyata kau malah sudah di sini. Kenapa kau ingin kembali kepada suamimu, Citra? Aku bahkan jauh lebih baik darinya dalam banyak hal… ikutlah denganku dan jangan takut dengan ancaman suamimu itu. Aku bisa melindungimu…” kata Kusuma dengan percaya diri.“Suamiku tidak mengancamku. Aku mencintainya. Itu kenapa aku kembali kepadanya!” balas Citra dengan sikap dingin tanpa harus menoleh ke arah Kusuma.“Oh… bukankah yang aku dengar dia telah mengkhianatimu sampai kau memutuskan untuk pulang…” kata Kusuma.“Yang ada suamiku difitnah. Dia tak mengkhianatiku. Berhentilah mengharapkanku, Raden. Di kotaraja ada banyak wanita cantik. Aneh sekali jika Raden menginginkan wanita yang sudah menikah…” ka
Karena tidak tahu pasangan itu masih akan bermain berapa lama lagi, akhirnya Ki Panut berinisiatif untuk mendobrak pintu kamar itu. Sungguh resah rasanya. Lama-lama tak kuat juga mendengar suara geliat asmara yang saling menyahut dengan disertai kata-kata tidak senonoh itu.Rangga diam saja tak melarang Ki Panut yang berdiri dan berjalan ke arah pintu kamar itu. Yang lain pun juga sangat penasaran. Semuanya berdiri dan mengikuti langkah Ki Panut.BRAAAKKKPintu sudah didobrak. Nawang menjerit kaget. Kusuma pucat pasi. Buru-buru mereka menyambar apapun untuk menutupi tubuh yang masih basah oleh keringat itu.Anak buah Kusuma segera masuk. Namun mereka terdiam melihat ada banyak orang di ruang tamu itu.“Kalian berdua tak usah ikut-ikutan jika ingin majikanmu selamat!” ucap Rangga kepada kedua orang itu.Rangga berjalan mendekat ke arah pintu menyusul yang lain dan bergeser maju bersebelahan dengan Ki Panut; ia menatap Nawang dan Kusuma dengan tatapan tajam.“Sebenarnya aku mendengar ap
Dengan terburu-buru Rangga keluar rumah menuju ke rumah Ki Panut untuk bertanya kepada istrinya apakah tadi ada yang datang ke rumah atau tidak.Begitu Rangga sampai di sana dengan wajah paniknya, eh ternyata Citra sedang mengobrol di sana bersama Nyi Panut dan kedua anak perempuannya.“Citra…”“Eh, Kangmas… ini aku baru mau pulang setelah melihat Ki Panut pulang… tadi aku takut di rumah sendirian!” kata Citra.“E, tidak apa-apa. Syukurlah…” Rangga bernafas lega. Ia sampai lemas dan duduk begitu saja di kursi ruang depan itu.“Kangmas ada apa?” tanya Citra.“Aku kira kau hilang…” balas Rangga.Nyi Panut terbahak mendengarnya. “Wah sudah seperti pengantin baru saja ini. Kami yang sudah tua ini jadi iri. Kapan punya momongan?” ujarnya.“Sedang diusahakan, Nyi…” kata Citra. Saat itu Rangga ngeh jika Citra belum pernha terlihat mual-mual di pagi hari. Rangga merasa khawatir juga sebenarnya, sebab ia masih menganggap jika Citra tak bisa ia hamili, maka tugasnya gagal.“Sering minum air kel
Raut wajah Citra terlihat aneh karena rasa cemas yang berlebihan. Gathot melihat itu dan ia segera berpikir cepat. Ia tak boleh membuat Citra takut kepadanya. Sebaliknya, ia harus berusaha membuat wanita cantik itu percaya.“Kau kenapa? Takut padaku? Astaga, aku ini teman Rangga dan tidak mungkin aku menipumu. Ayo, daripada kau kepanasan di jalan. Pasar ini agak jauh dari rumahmu!” kata Rangga.Citra menoleh ke berbagai arah. Ia melihat para tetangga sedang mengawasinya. Beberapa dari mereka pun juga menganggukkan kepala.“Kau masih ragu, Citra? Hehehe. Aku sungguhan ada perlu dengan Rangga dan kita ke sana sama-sama saja. Malahan aku tidak enak dengan Rangga nanti jika kita bertemu di pasar tapi aku tidak menawarkan tumpangan. Padahal aku membawa kereta…” kata Gathot masih berusaha merayu dengan alasan paling masuk akal.Citra menganggukkan kepala.“Nah, ayo ikuti aku. Keretaku ada di sana…” kata Gathot.Citra berjalan mengikuti langkah Gathot. Kereta milik Gathot itu tertutup sehing
Gathot sudah mati kutu. Ia masih tak bisa menerima kenyataan jika rencananya ternyata telah diketahui Rangga. Ia pun juga tak habis pikir bagaimana semua itu bisa ketahuan.‘Apa yang terjadi pada Nawang dan Raden Kusuma? Errghhh… sakit… bedebah… aku tak akan melupakan kejadian ini…’ ucap Gathot dalam hati.Ada empat jagabaya yang ikut dalam pengejaran itu. Mereka tak tahu duduk perkaranya dan kini mereka hanya ingin bukti apakah benar yang dikatakan oleh orang-orang itu.Rangga segera masuk ke dalam kereta. Lagi-lagi ia geram mendapati istrinya telah pingsan dan dalam keadaan terikat. Ia segera mengeluarkan Citra dari dalam kereta.Semua pun juga melihat keadaan Citra yang sedang pingsan dalam keadaan terikat itu.“Kau memang bajingan, Gathot! Bisa-bisanya kau mengikat istriku seperti ini. Aku rasa kakimu yang robek itu belum cukup bagiku!” teriak Rangga geram.“Sabar Den Rangga… jangan sembarangan membacok orang meski dia bersalah. Dia akan tetap mendapatkan hukuman. Kami akan membaw
Rangga tak pernah mengira jika para tetangga yang mendukungnya itu kreatif. Orang-orang yang sudah tua, yang dulunya merupakan teman sekaligus yang bekerja untuk orang tua Rangga, punya banyak wawasan dan pandangan untuk menyikapi situasi itu.Ki Panut, Ki Sapto, Ki Dawuk dan lain-lainnya itu sudah menduga jika pada akhirnya keluarga Gathot pasti akan menggunakan segala cara agar anak mereka tidak dihukum.Itu sebabnya, tanpa sepengetahuan Rangga, sejak semalam itu para tetangga sudah lebih dahulu menyambangi para sesepuh, dan juga kepala jagabaya serta anak buahnya yang waktu itu ikut hadir menangkap Gathot yang sedang melarikan Citra.Bahkan sejak kemarin itu malahan, para jagabaya yang menjadi saksi kunci pun dijaga ketat oleh para tetangga Rangga dan semua tetangga yang waktu itu menjadi saksi mata memilih untuk berkumpul melekan daripada malam harinya mereka kedatangan pendekar-pendekar kiriman yang dibayar untuk mengancam mereka agar mau memberikan kesaksian palsu.Mereka semua
Banyak dari teman-teman ‘nakal’ Rangga yang kaget dengan kejadian yang menimpa Gathot. Termasuk Parwa dan Teguh. Dua orang itu tengah berbincang di sebuah kedai arak membahas kejadian tersebut.“Pantas saja selama beberapa hari ini Gathot mencurigakan, terlebih saat dia mengajak kita ke rumah Rangga. Dia sudah menyiapkan rencana itu rupanya…” kata Teguh.“Itulah. Padahal dia yang paling kesal dengan perubahan Rangga dan seolah tak mau lagi pergi ke sana. Lalu tiba-tiba ia mengajak kita ke sana. Aku jadi curiga dengan minuman yang dia bawa waktu itu…” kata Parwo.“Aku paham maksudmu. Hanya saja, aku tidak menyangka Gathot bekerjasama dengan Nawang. Apa yang membuat Gathot mau diajak kerjasama melakukan ide gila itu!” kata Teguh.“Aku jadi berpikir yang tidak-tidak. Jika ternyata Nawang telah menjadi pelacur, maka hal yang membuat Gathot tergiur tentu adalah tubuhnya. Aku jadi penasaran pula; apa yang membuat Nawang tiba-tiba mencari Rangga dan ingin kembali pada lelaki itu, bahkan samp
Bandot sedang menimbang banyak hal. Saat itu adalah sebuah kesempatan bagus karena Rangga sedang pergi sendirian menggunakan kuda.‘Jika dia menuju ke arah sana, itu artinya dia sedang akan pergi ke desa lain. Jika aku membunuhnya di jalan, tak akan ada yang tahu. Hmm… sebenarnya dia hendak pergi kemana?’ ucap Bandot dalam hati.Bandot adalah seorang pendekar yang memiliki ketrampilan beladiri. Badannya tinggi besar. Wajahnya sangar. Sudah cukup lama ia menjadi pengawal setia Gathot sekaligus salah satu pengawal penting di keluarga Gathot.Bandot cukup tangguh. Ia bisa disetarakan dengan empat orang jagabaya. Dengan kata lain, ia bisa menang meski ia dikeroyok oleh empat orang jagabaya yang juga bisa beladiri. Jadi untuk membunuh Rangga, ia tak butuh bantuan siapapun. Justru dengan sendirian, ia bisa dengan mudah mengikuti Rangga dan memilih tempat yang bagus untuk mengakhiri hidup lelaki itu.Yang luput dari kejadian itu, Rangga tidak sekalian mencari anak buah Gathot yang terlibat d
Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan
Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin
Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap
Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja
Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain
Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang
Ketika Rangga tiba di lokasi, rupanya Senopati Teguh dan pasukannya sudah membereskan pasukan Wonobhumi yang menguasai jalur itu. Sehingga, Rangga dan timnya bisa segera langsung bekerja.Petasan-petasan itu dipasang sedemikian rupa di tempat-tempat tertentu, tersembunyi, namun juga kelak bisa dinyalakan dengan mudah. Kuncinya ada pada pemasangan sumbu dan hal itu cukup menguras persediaan bubuk api yang dibawa oleh Jian Zhu.Pasukan Senopati Teguh merampas peralatan dan juga seragam pasukan musuh. Kini mereka semua menyamar menjadi pasukan Wonobhumi. Sehingga jika ada pasukan pemeriksa datang, mereka berpikir jika jalur itu masih aman dan dalam kekuasaan Wonobhumi.Hal itu adalah hal yang sangat fatal bagi pihak Wonobhumi. Mereka menganggap remeh jalur itu dan tidak teliti.Hanya butuh satu hari saja bagi tim Rangga untuk memasang petasan-petasan itu dan setelahnya, ia membuat rencana sangat matang bersama timnya, Senopati Teguh dan juga para prajurit tertentu yang terpilih untuk mem
Rangga memutuskan untuk mencari Banu sendirian. Wiji dan Sanji sebetulnya menawarkan diri. Namun Rangga menolaknya. Ia meminta dua orang itu untuk beristirahat saja.Namun saat Rangga telah berada di depan penginapan, ia melihat Banu kembali.“Kau baik-baik saja?” tanya Rangga khawatir.“Masuk dulu, kang! Aku tadi terpaksa harus bersembunyi dari kejaran orang yang memergokiku melemparkan sesuatu di gudang dan membuatnya meledak!” kata Banu.Maka mereka segera masuk ke dalam penginapan itu. Rangga sungguh merasa lega. Tak ada yang celaka. Ia hanya merasa sangat bersalah apabila orang yang ia bawa itu celaka meski semua paham resiko menjadi prajurit; mati dalam tugas.Serangan petasan atau bisa dibilang serangan bom berkekuatan kecil itu sungguh membuat pihak Wonobhumi geram. Mereka menetapkan kejadian itu sebagai serangan dari Tirtapura. Dan mereka belum memahami apa yang digunakan pihak Tirtapura hingga bisa meledakkan sesuatu dan ledakannya itu cukup berbahaya pula.Malam itu, ada ba
Tenda-tenda yang menjadi pemukiman sementara para prajurit Wonobhumi itu masih ramai. Orang-orang cenderung berkelompok mengelilingi api unggun. Di sana mereka bertukar cerita sambil membakar ubi.Tak ada daging. Mereka akan mendapatkan daging di waktu tertentu untuk perbaikan gizi. Camilan malam seperti ubi bakar itu biasanya mereka dapatkan dari ladang entah milik siapa siapa yang mereka jarah semena-mena.Sudah bukan rahasia jika ada banyak prajurit nakal yang dengan dalih patroli, mereka pergi keluar dari kota menuju ke desa-desa dan perkebunan untuk mencari makanan. Dan bahkan yang keterlaluan, mereka tak hanya mencuri hasil ladang seperti ubi, singkong dan jagung, namun mereka juga mencuri ayam dan kambing.Sesungguhnya banyak warga kecil yang menderita oleh ulah para prajurit itu. Di satu sisi, para prajurit itu memang lapar dan stress. Mereka akan menyikat habis kesempatan yang ada selama tidak ketahuan atasan. Masa-masa perang, di mana pun itu, selalu menjadi masa kelam dan j