Levon menjeda-jeda kalimatnya, sehingga terkesan bertanya banyak hal.
“Aku lupa memberitahumu, Papaku nanti malam akan ke sini untuk menemuimu. Jadi aku akan menjemputmu nanti malam untuk bertemu Papaku di rumah,” ucap Rose sambil memegang dahinya sebentar dan mendekati Levon.
“Untuk menemuiku?” tanya Levon penasaran.
“Aku sudah meminta izin padanya untuk menikah denganmu. Jadi ... jadi dia ingin bertemu dengan calon menantunya,” jawab Rose sambil bergelantungan manja di lengan Levon.
“Apakah kamu sudah bercerita tentang kehidupanku? Pekerjaanku?” Levon memasang wajah sedikit takut.
“Sudah ... aku sudah banyak bercerita tentang dirimu,” jawab Rose menadahkan kepala dengan ekspresi sedikit menggoda dan menakuti Levon.
“Apa reaksinya? Apakah dia memarahimu karena sudah mencintai seorang cleaning service?”
“Tidak ... dan jika dia memarahiku, pasti aku akan mela
Bola mata Frankie bergerak cepat mengalihkan pandangan ke arah Rose yang menyembunyikan piring dengan garpu. Rose tersenyum dengan bibir rapat dan seakan memberi isyarat pada Frankie melalui kontak mata.Levon menyeringai melihat Frankie seperti tersengat dengan pertanyaannya, tetapi Levon langsung memasang wajah bingung dan rasa bersalah, “Ada apa, Pa? Apakah aku salah bicara?”Frankie menghela napas pelan dan mengeluarkan senyuman, “Tidak, tidak ... maafkan aku. Barusan aku sedikit mengingat kejadian masa lalu. Disaat Rose meminta izin padaku untuk bekerja di perusahaan LEO Group. Waktu itu aku ingin Rose belajar mengurus perusahaan keluarga, tetapi Rose menolaknya. Dia merengek ingin mencari pengalaman dan ingin merasakan bagaimana bekerja di perusahan orang lain terlebih dahulu. Katanya ...”“Biar bisa peka terhadap keinginan dari setiap karyawan,” Rose menyela dan menyambung kalimat Frankie dengan senyuman.“
Levon tersentak, baru kali ini ada orang yang memanggilnya Leo dengan arogan.“Cepat naik, Leo. Tunggu apa lagi? Nanti ada orang yang melihat seorang supervisor cleaning service naik mobil mewah ini,” ucapnya dengan senyuman sindiran.“Kapan kau datang, Amel?” tanya Levon sambil masuk ke dalam mobil bagian depan.“Satu jam yang lalu,” jawab Amel sambil melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata.“Perjalanan dari Turki ke Amerika pasti sangat melelahkan,” kata Levon melirik tubuh Amel dari atas sampai bawah.“Ya sangat lelah sekali, tetapi aku tidak suka berdiam diri. Makanya aku meminta pada Fred agar aku yang menjemputmu,” balas Amelia sambil menoleh pada Levon yang sedang memperhatikan dirinya. “Mengapa kamu melihatku seperti itu? Apakah aku semakin cantik?”“Ya! Kau semakin cantik.”“Apakah kamu menggodaku?” tanya Amelia me
Amelia tersenyum licik, ia pintar memainkan situasi. Ia ingin memberikan tekanan awal pada Rose. Tanpa menatap ke arah Rose, Amelia tahu bagaimana gerakan gelisah dan perubahan ekspresi wajah calon istri sepupunya itu. “Dia adalah mantan manajer personalia, Tuan Eric.” Amelia tersenyum puas melirik Rose yang terlihat menghembus napas lega dan mulai tenang kembali. Semua staf karyawan lega, orang yang dicurigai Amelia bukan salah satu dari mereka. Suara-suara mulai terdengar menyebut nama Eric. Mereka yakin, Eric memang pelakunya. Rose menampakkan senyum dengan bibir rapat. Ia terlihat puas menatap Amelia dengan tatapan mata kemenangan. “Tapi itu hanya kecurigaan awal. Aku akan terus mengawasi kalian.” Amelia mengakhiri penjelasannya dengan melangkah ke luar. Di mata seluruh staf karyawan, kesan pertama kepada Amelia adalah dia sangat arogan. Pulisic saja tunduk kepadanya. “Silahkan kalian kembali ke ruangan masing-masing!” titah
Staf karyawan bagian Personalia mulai menerka-nerka, apa maksud dari teriakan sang manajer? Baru hari pertama, sepupu Tuan Leo itu terlihat sangat marah.“Apa begini kalian bekerja?” Amelia menatat tajam pada semua staf karyawan personalia yang sudah berbaris di depannya.“Apa maksudnya, Nona?” tanya Brian mewakili teman lainnya. Dadanya kembang-kempis melihat wajah merah dari Amelia.Semua orang juga seperti itu. Mereka melirik-lirik satu sama lain dengan gelisah.“Lihatlah ini! Ada satu karyawan pabrik yang tidak sesuai kualifikasi. Lulusan apa, kerjanya apa!” suara lantang Amelia menggema di ruangan tersebut. “Anton lulusan teknik industri, tapi dia ditempatkan bagian pengendalian mesin pengilangan minyak!”“Mohon maaf, Nona. Yang tidak sesuai dengan jurusan pendidikan hanya Anton. Tapi, Nona tenang saja. Kemampuannya sudah teruji, hasil kerjanya sangat memuaskan,” bela Brian mencoba te
Semua orang mematung, tak percaya dengan ucapan Levon barusan. “Apakah kau serius memecatku? Barusan aku hanya bercanda saja,” kata James terjingkat menghampiri Levon dengan memaksakan senyum meski raut wajahnya tetap terlihat cemas. “Ya benar itu! Kami barusan hanya bercanda. Jangan pecat diriku. Jika kau memecatku, bagaimana nasib anak istriku dirumah?” sambung salah satu dari mereka. Karyawan yang lainnya pun begitu, mereka tiba-tiba ramah pada Levon. Jurus rayuan mengiba-mengiba dilancarkan agar hati Levon lunak. Levon bergeming menampakkan wajah memerah oleh marah. “Ambil pesangon kalian. Carilah pekerjaan di tempat lain!” Suara Levon bergetar, tidak ada sedikit pun nada kasihan di situ. Lalu, ia berjalan melewati mereka. “Dan karyawan yang tidak dipecat, silahkan bekerja!” Karyawan yang dipecat Levon, memandang dirinya dengan penuh kebencian dan dendam, “Kau akan menyesal sudah berani memecat kami!” Levon hanya menyeringai mend
“Suatu hari nanti kau akan tahu alasannya, Amel,” kata Levon menatap lembut pada Amelia. “Sekarang fokuslah kepada tugasmu.” “Kau selalu saja seperti itu.” Amelia cemberut sambil memalingkan wajah. Lalu, ia berdiri dan melangkah pergi. Levon tersenyum melihat Amelia ke luar dari ruangan CEO, ia gemas memperhatikan sepupunya yang melangkah dengan cepat. “Amelia, kau tenang saja. Aku bergerak di belakangmu, karena musuh yang kau hadapi sangat berbahaya. Aku butuh bantuanmu untuk mengungkap tikus-tikus perusahaan sampai ke akar-akarnya,” ucap Levon lirih dengan tatapan menerawang. Lalu, ia merebahkan tubuhnya kembali di permukaan sofa. Namun, baru sekejap memejamkan mata ponselnya berdering. Tampak nama Tuan Pulisic terpampang di layar. “Tuan? Karyawan cleaning service yang dipecat, mereka melakukan demo di depan perusahaan,” kata Pulisic panik. “Lalu? Apa masalahnya? Kau tinggal mengusirnya,” jawab santai Levon dalam keadaan mata terpejam.
“Lev? Ada apa?” tanya Rose pada Levon yang terlihat melamun. “siapa yang kau lihat?” tanya Rose lagi sambil menoleh ke arah yang dilihat Levon.Levon menatap Rose dengan wajah sedih “Aku tidak melihat apa-apa. Hanya memikirkan nasib mereka yang aku pecat.”“Sudahlah, Lev. Lupakan saja. Ini bukan salahmu,” ucap Rose lembut.“Ow ya mengapa Nona keluar. Yang boleh keluar melihat demo adalah karyawan yang berkaitan dengan demo. Cepat masuklah! Nanti Tuan Pulisic melihatmu,” kata Levon mengingatkan Rose.“Karena dirimu aku berani melanggar,” canda Rose tersenyum merekah pada Levon.“Cepat!” desak Levon.“Siap Raja.” Rose bersikap hormat pada Levon, dan detik berikutnya langsung bersikap biasa kembali dengan senyuman indah menatap Levon. “Kau juga harus masuk.”“Iya, menyusul,” tukas Levon melebarkan senyuman.
Amelia menyapu pandangan ke berbagai arah. Ia tersenyum melihat semua orang sangat penasaran ingin tahu jawaban darinya, “Apakah di mata kalian, Tuan Leo sangat mistrius? Kalian terlihat sangat berharap Tuan Leo datang ke pernikahan Levon dan Rose, sehingga kalian bisa melihat wajahnya yang selama ini tidak pernah ditampakkan pada dunia.” “Iya benar. Kami sangat penasaran dengan Tuan Leo,” kata Rose menerawang jauh memikirkan sosok Tuan Leo. Semua orang pun mengangguk dan mengiyakan perkataan Rose. Levon tersenyum miring, dan di detik berikutnya ia menutup mulut dengan tangan kirinya. “Sungguh aku ingin tertawa.” Levon membatin, lalu ia menggerakkan tangan kirinya dan mengambil tisue di depannya. Setelah sedikit menguyah makanan vegetarian, Amelia bersuara kembali, “Tidak ada salahnya mengundangnya ‘kan? Meski pada akhirnya dia tidak akan datang.” Amelia tersenyum melihat mereka kecewa mendengar jawaban darinya. “Lupakan soal Tuan Leo,” ka