Setelah mengumumkan identitasnya pada publik, Levon membaur dengan para karyawan. Benar-benar tidak ada penghalang, dia seperti bukan seorang bos, melainkan terlihat sebagai seorang teman.
Hari ini pekerjaan diliburkan dan hanya diisi dengan tatakrama agar hubungan Levon dan karyawan perusahaan Leo Group semakin akrab.
“Maafkan saya, Tuan. Selama saya menjadi karyawan, saya selalu memandang rendah Tuan Leo ... Sekarang saya sadar, apa artinya kekayaan jika hanya untuk menyombongkan diri ... Kesalahan saya pada Tuan sangat besar. Saya tidah tahu harus meminta maaf dengan cara apa,” kta Laura dengan tatapan penuh penyesalan.
“Hem yang penting kau sudah menyadari kesalahanmu, itu sudah cukup bagiku ... ow ya selama bekerja disini, kinerjamu sangat bagus. Kau karyawan yang jujur dan juga bertanggung jawab,” puji Levon.
Karyawan lainnnya pun juga begitu, mereka meminta maaf atas kesalahan di masa lalu.
***
Siang hari
Levon bersantai di kamar pribadinya dengan memakai atasan kaos dan celana training. Saat ia bermain ponsel, tiba-tiba Emma memanggil dari luar.“Leo, buka pintunya. Anne ingin bicara.”“Iya, Anne.” Levon memasukkan ponsel ke saku celana training miliknya. Lalu ia berjalan ke arah pintu dan membuka. “Ada apa, Anne?”“Hem kemarilah.” Emma menarik tangan Levon menuju sofa yang ada di dalam kamar itu.“Hemm ya, Anne? Pasti Anne menginginkan sesuatu dari Leo.” Levon sudah hafal betul tatapan dari orang tuanya itu memiliki makna yang harus ia kerjakan.“Maukah Leoku mengabulkan keinginan Anne?” tanya Emma dengan mata berkaca-kaca, membuat Levon mengangguk cepat.“Iya Anne, katakan apa keinginan Anne?”“Anne dan Baba sudah tua. Anne dan Baba ingin menggendong cucu,” ungkap Anne tersenyum sambil mengusap rambut Levon.“Anne ingin Leoku cepat-c
“Apa kau mau menjadi istriku?”Angelina semakin gugup mendengar pertanyaan itu. Jantungnya berdebar begitu kencang. Ia tak pernah menyangka, orang nomor satu itu menyukai dirinya, bahkan ingin menjadi dirinya sebagai istri.Angelina menepuk pelan pipinya dengan pandangan lurus ke wajah Levon, “Apa aku sedang bermimpi?” Angelina memang sangat mencintai lelaki di depannya itu. Ia juga berharap cintanya terbalaskan, tetapi bagaimana dengan Amelia?“A-pa Tuan serius? Tuan ber-canda 'kan?” tanya Angelina memastikan.Levon menghela napas. Ia sudah memprediksi sebelumnya, Angelina pasti kaget dengan permintaan darinya.“Aku tidak bercanda, Angelina!” tegas Levon. “Jadi apa kau mau menjadi istriku?”“Apa ada sesuatu? Apa Anne yang menyuruh, Tuan?” tanya Angelina. Ia yakin permintaan kilat itu pasti karena permintaan Emma.“Anne memang menyuruhku un
Mendengar itu, langit Amelia runtuh. Wajahnya merah padam. Matanya melotot seperti ingin keluar dari tempatnya.Sementara itu, tubuh Angelina bergetar hebat. Suara detakan jantungnya terdengar jelas. Ia tidak mengerti apa yang sedang dilakukan Levon. Baginya, lelaki yang berlutut di hadapannya itu sudah gila.“Apa kau mau menjadi istriku?” tanya Levon sekali lagi. Tentu sesekali ia melirik ke arah Amelia yang mematung tak jauh dari sana.Ini bagian rencana Levon. Ia sengaja membawa Angelina ke ruang tengah dan berharap Amelia menyaksikannya. Ia ingin tahu rekasi dari sepupunya itu.Rencana gila ini memang ekstrim, tetapi Levon ingin memgetahui kebenaran apakah Amelia sudah menjadi orang jahat atau hanya perasaannya saja. Dan dugaan Levon benar, dari eskspresi yang ditunjukkan sepupunya itu menandakan ciri-ciri orang jahat.'Tanpa sepengetahuanmu, beberapa hari terakhir aku memantaumu, Amel. Kau berusaha menyingkirkan Angel, bahkan kau i
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent