Beranda / Fantasi / Sang Pendekar / Wihesa Dan Pramudita

Share

Wihesa Dan Pramudita

Penulis: CahyaGumilar79
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di tempat yang berbeda tepatnya di kerajaan Kuta Waluya, Prabu Durdona teramat murka kepada para prajurit yang sudah membelot kepada kerajaan Randakala.

Hal itu dilakukan oleh Siak yang merupakan prajurit seniornya. Siak dan seribu lebih wadiya balad kerajaan Kuta Waluya sudah resmi menjadi bagian dari para prajurit Randakala. Bahkan, mereka sudah berulang kali melakukan serangan terhadap pertahanan-pertahanan kerajaan Kuta Waluya yang ada di wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan kerajaan Randakala.

"Harus segera dituntaskan dan mengambil tindakan tegas terhadap kerajaan Randakala!" ujar Prabu Durdona di sela perbincangannya dengan para petinggi istana.

"Lalu, langkah apa yang hendak kita lakukan, Gusti Prabu?" tanya Senopati Bidukara memandang wajah sang raja.

Sang raja pun menjawab pertanyaan Senopati Bidukara, "Di sini ada kau, dan aku percaya kepadamu untuk melakukan misi itu. Mudah-mudahan tidak ada peristiwa apa pun yang akan mengganggu wilayah ke
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sang Pendekar   Mencari Obat Untuk Ki Sowandaru

    Hari itu, Senopati Randu Aji berkesempatan untuk melakukan kunjungan ke wilayah Conan Utara bersama Panglima Lintang dan para prajurit pengawal. Hal tersebut berdasarkan titah sang raja yang meminta langsung kepada Senopati Randu Aji dan juga Panglima Lintang untuk memantau pembangunan tembok raksasa sebagai batas wilayah kerajaan Sanggabuana sekaligus yang akan menjadi benteng pertahanan kerajaan yang ada di kadipaten Conan Utara. Setelah mendapatkan tugas tersebut, Senopati Randu Aji segera pamit kepada istrinya, "Aku akan berangkat sekarang, Nyimas," ucap Senopati Randu Aji yang sudah bersiap hendak berangkat bersama Panglima Lintang. "Hati-hati, Kakang!" jawab Arumbi penuh kelembutan. Senopati Randu Aji tersenyum dan sedikit lebih mendekat ke arah sang istri kedua tangannya melekat di pundak sang istri, "Ada baiknya Nyimas minta ditemani oleh Winiresti!" saran sang Senopati sedikit mengangkat badan lalu mencium kening Arumbi. "Iya, Kakang. Nanti a

  • Sang Pendekar   Serangan Mendadak Dari Empat Pria Bertopeng

    Panglima Lintang sudah berhasil naik ke atas tebing dan tinggal Senopati Randu Aji yang masih berada di bawah."Gusti Senopati, ayo naik!" teriak Panglima Lintang.Akan tetapi tidak ada sahutan, Panglima Lintang terus memanggil-manggil Senopati Randu Aji."Gusti Senopati!" Panglima Lintang terus berteriak tak hentinya."Prajurit!" panggil sang panglima."Iya, Raden." Kelima prajurit itu segera menghampiri Panglima Lintang.Panglima tampak khawatir. Kemudian, ia segera memerintahkan kelima prajuritnya itu untuk turun ke bawah tebing, "Coba kalian turun, dan pastikan Gusti Senopati dalam keadaan baik-baik saja!" Raut wajah Panglima Lintang mulai diliputi rasa cemas dan penuh kekhawatiran terhadap keadaan senopatinya."Baik, Raden. Kami akan segera turun."Ketika lima prajurit itu sudah bersiap untuk turun. Tiba-tiba terdengar suara tertawaan dari atas pohon yang ada di belakang tempat berdirinya Panglima Lintang dan kelima prajuritny

  • Sang Pendekar   Rahasia Kesaktian Ki Kalamujeng

    Ketika pelayan itu sedang bercakap sembari mengobati luka Birawa. Tiba tiba terdengar suara dengusan berat, tanpa berpaling Birawa pun berkata, "Jayamena pun sudah terluka parah, orang yang mengenakan topeng tengkorak itu yang merupakan musuh paling ganas dalam melancarkan seranganuya jurus serangan yang ia miliki mempunyai perubahan yang sangat banyak dan sukar ditebak alur serangan sebelumnya!"Pelayan itu berpaling ke arena pertarungan bola matanya terus mengamati gerak-gerik orang bertopeng tengkorak hitam itu, ia pun melihat luka diatas kaki kiri Jayamena tampak muncul aliran darah yang amat deras darah segar mengucur keluar tiada hentinya, jelas luka yang ia derita amat parah sekali."Haruskah aku ikut bertarung melawan keempat pria bertopeng itu?" bertanya sang pelayan mengarahkan pandangannya ke wajah Birawa."Apakah kau cukup punya keberanian untuk membantu kami?" Birawa bertanya penuh keraguan."Aku tidak mempunyai ilmu bela diri tinggi. Akan te

  • Sang Pendekar   Riwanda Dan Wirya Gugur Di Medan Perang

    Di saat Ki Rona sedang terlibat dalam pembicaraan yang serius dengan Ki Kalamujeng dan ketujuh pengawal pribadi Adipati Anggadita, datanglah sang adipati bersama istirinya menghampiri dengan memberikan salam hormat kepada mertuanya itu.Adipati Anggadita segera duduk berhadap-hadapan dengan Ki Rona dan juga beberapa punggawanya. Tampak kaget Kasturi ketika melihat empat mayat pria bertopeng di pekarangan rumahnya. Bertanyalah ia kepada Ki Kalamujeng, "Siapakah mereka yang sudah terbunuh itu?""Mereka adalah penyusup, Kanjeng Nyimas ," jawab Ki Kalamujeng.Lalu, sang adipati pun, angkat bicara terkait kejadian yang sudah menimpa para punggawanya itu."Aku rasa mereka adalah komplotan pemberontak dari alas Gandok. Hati-hatilah kalian jangan lengah!""Iya, Raden," jawab Runada.Setelah itu, Adipati Anggadita memerintahkan Bisma dan yang lainnya yang tidak mengalami luka untuk segera menguburkan mayat-mayat tersebut di hutan yang tidak jau

  • Sang Pendekar   Singgah Di Sebuah Desa

    Sepulang dari kadipaten Conan Utara, Senopati Randu Aji dan Panglima Lintang beserta kelima prajuritnya melewati jalanan sepi. Karena, untuk menuju pulang mereka tidak melewati jalan yang sama seperti apa yang dilakukan ketika berangkat ke kadipaten Conan Utara. Panglima Lintang tampak bingung dan segera mengejar laju kuda yang ditunggangi oleh Senopati Randu Aji, "Kenapa kita melewati jalanan ini, Gusti Senopati?" tanya Panglima Lintang mengerutkan kening. Senopati Randu Aji memperlambat laju kudanya, kuda yang ia tunggangi pun berjalan rendah sejajar dengan kuda Panglima Lintang yang di belakangnya diikuti oleh lima prajurit dengan masing-masing menunggangi kuda mereka. Senopati Randu Aji menjawab pertanyaan dari Panglima Lintang, "Ini adalah jalur lurus yang akan membawa kita ke Padepokan Wereng Ireng." "Oh ... hamba kira, ini jalan pintas hendak ke istana," kata Panglima Lintang baru faham dengan maksud Senopati Randu Aji yang sudah memilih jalana

  • Sang Pendekar   Girimaya

    Girimaya pun merasa aneh terhadap orang tua asing pemilik pedang pusaka, yang memutuskan untuk bermalam di Padepokan Wereng Ireng untuk menemani Ki Sowandaru yang terlentang hampir satu Minggu di pembaringan karena mengalami sakit.Bahkan, Girimaya pun tidak mengetahui kapankah gurunya itu akan sembuh. Berkata Girimaya kepada pria tua yang duduk di sebelah pembaringan Ki Sowandaru, "Aku khawatir guruku tidak sembuh.""Kau jangan cemas anak muda!" kata pria tua berkata sembari memegang erat pedang pusakanya itu.Girimaya berpaling ke arah pria tua yang duduk di sebelah pembaringan gurunya itu. Lalu, ia menjawab perkataan pria tua itu, "Akankah penyakit guru bisa disembuhkan?"Pria tua itu terkekeh-kekeh mendengar ucapan dari Girimaya, "Kau terlalu cemas berlebihan, gurumu ini bukan sakit biasa. Ini adalah ulah orang yang iri terhadapnya," kata pria tua itu.Girimaya mengerutkan kening dan sedikit menggeser posisi duduknya lebih mendekat ke arah pria tua itu.

  • Sang Pendekar   Lembah Tengkorak

    Girimaya terus memburu orang asing bertubuh kurus itu, meskipun ia hanya seorang diri. Sementara Ki Jasukarna tetap berdiam diri menemani Ki Sowandaru di kediamannya.Beberapa saat kemudian, datang tiga orang murid Ki Sowandaru, "Sampurasun!" ucap para murid paguron silat Wereng Ireng."Rampes, masuk saja!" sahut Ki Jasukarna.Ketiga pemuda itu segera masuk dan melangkah menghampiri gurunya yang masih terbaring lemah tidak sadarkan diri. Kemudian, salah satu dari ketiga pemuda itu bertanya kepada Ki Jasukarna akan keberadaan kawannya--Girimaya, "Bukankah tadi Aki bersama Girimaya?""Ya, aku tadi bersamanya," jawab pria tua itu sembari tak lepas memegangi pedang pusaka miliknya.Ketiga pemuda itu tampak penasaran dan mengamati keadaan rumah tersebut, "Lantas, Girimaya sekarang ke mana, Ki?" tanya salah satu dari ketiga pemuda itu mengerutkan kening.Ki Jasukarna menghela nafas panjang. Lalu, menjawab pertanyaan pemuda itu dengan lirihnya, "Girimaya sedan

  • Sang Pendekar   Yan Tong Siong Lee Dan Tupaseng

    Tiba di saung tersebut, Girimaya dan ketiga rekannya itu sangatlah berhati-hati. Mereka melangkah perlahan mendekati saung kecil yang berdiri kokoh di bawah air terjun dekat Lembah Tengkorak itu."Aku saja yang akan memastikan apakah ada orang di dalam saung ini," bisik Satrya langsung maju beberapa langkah memasuki saung tersebut."Saung ini kosong, Girimaya," teriak Satrya dari dalam saung.Kemudian Girimaya dan ketiga rekannya pun segera masuk ke dalam saung tersebut. Raduka segera menyalakan api dengan menggunakan pemantik yang ia dapatkan dari saung tersebut dan menyalakan sebuah lentera yang sudah ada di saung itu. Entah siapa pemilik saung kecil itu? Ketiga pemuda itu berkesimpulan bahwa di bawah air terjun itu ada seseorang yang pernah tinggal dan mereka pun banyak menemukan barang-barang yang bisa menunjukkan kebenaran akan dugaan mereka tersebut.Tiba-tiba, dari luar saung terdengar suara parau kembali berteriak, "Hai, anak muda!" seru suara terse

Bab terbaru

  • Sang Pendekar   Maha Patih Akilang (Bab terakhir)

    Sore hari, setelah berangkatnya Senopati Yurawida ke istana kerajaan Sanggabuana. Maha Patih Akilang kembali melakukan perbincangan dengan para prajurit senior. Kebrutalan para prajurit kerajaan Sirnabaya masih menjadi topik penting dalam perbincangan tersebut."Hidupku tidak akan pernah merasa tenang sebelum bisa membalas kematian para prajurit kita dan aku berjanzi akan menghancurkan kerajaan Sirnabaya yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadap kerajaan kita!" kata Maha Patih Akilang berbicara dengan para prajuritnya di pendapa istana kepatihan."Aku pikir ini semua hanya sebuah kesalahpahaman saja, Gusti Patih?" tanya seorang prajurit senior mengerutkan kening."Itu hanya alasan dari Jaka Sena. Sebenarnya ia sudah merancang sedemikian rupa," jawab Maha Patih Akilang di antara deru napas yang bergejolak penuh dengan amarah yang sudah membumbung tinggi di dalam jiwa dan pikirannya kala itu."Saat masih menjabat sebagai panglima pasukan sejagat raya pun, ia sudah berusaha menekan pa

  • Sang Pendekar   Serangan Mendadak Dari Pasukan Kerajaan Sirnabaya

    Dengan demikian, Darunda dan Panglima Janeka terus berbincang sambil mengamati pergerakan pasukan musuh. Mereka duduk santai di sebuah bangku panjang yang ada di atas tembok raksasa yang menjulang tinggi—pagar pembatas dan benteng pertahanan wilayah kerajaan Sanggabuana."Prabu Wihesa adalah murid Ki Buyut Dalem, dia dibesarkan di wilayah kepatihan Waluya Jaya semasa masih menjadi sebuah kadipaten sebelum bergabung dengan kerajaan Sanggabuana," terang Panglima Janeka."Aku baru tahu, ternyata Wihesa merupakan seorang pendekar sakti yang memiliki ilmu kanuragan yang sangat mumpuni," ujar Darunda.Panglima Janeka menghela napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkan perlahan sambil tersenyum memandang cahaya obor yang tampak remang-remang di tengah hutan.Posisi Panglima Janeka dan Darunda kala itu berada di atas tembok raksasa, sehingga apa pun yang terjadi di dalam hutan akan terlihat, apalagi dengan kondisi hutan yang gundul seperti itu.Kala itu, hanya D

  • Sang Pendekar   Pergerakan Dari Pasukan Kuta Waluya

    Di saung tersebut, sang raja langsung membicarakan sesuatu yang sangat penting kepada pendekar muda itu. Sejatinya, raja dan maha patih sangat tertarik kepada Kumba dan mereka berniat untuk merekrut pemuda itu untuk menjadi seorang prajurit kerajaan.Semua berdasarkan penilaian dari sang raja dan maha patih yang suka dengan kepiawaian pendekar tersebut dalam hal olah kanuragan."Seandainya kau mau dan siap. Aku akan menawarkan sesuatu buatmu," kata sang raja lirih, pandangannya lurus ke wajah Kumba.Kumba menghela napas sejenak. Ia berpikir, "Apakah aku layak menjadi prajurit di kerajaan? Sedangkan kemampuanku hanya terbatas?"Maha Patih Randu Aji mengerutkan kening dan mengamati Kumba yang hanya diam termangu. "Jawablah! Jika kau bersedia, kau akan mendapatkan kedudukan sebagai prajurit dan bisa mendapatkan pelatihan khusus dari para pelatih ilmu beladiri di Padepokan Kumbang Hitam!" timpal Maha Patih Randu Aji menatap tajam wajah Kumba–sang pendekar muda

  • Sang Pendekar   Kumba Sang Pendekar

    Ketika fajar sudah menyingsing, para prajurit kerajaan Sanggabuana segera bergerak melewati perbatasan wilayah kerajaan Sanggabuana. Kemudian, ribuan pasukan tersebut memasuki hutan dengan maksud mengambil jalan pintas hendak menuju barak para prajurit kerajaan Sirnabaya—yang menjadi target utama serangan pagi itu.Beberapa meter hampir mendekati target, Senopati Yurawida segera menyeru kepada para prajuritnya untuk berhenti sejenak. Dengan demikian, pasukan yang berjalan di barisan terdepan pun segera menghentikan langkah mereka."Tugas utama kita adalah menghancurkan barak musuh dan mengusir mereka agar menjauh dari daerah ini!" kata Senopati Yurawida berkata kepada para panglimanya yang kala itu berada di barisan terdepan ribuan pasukan tersebut."Tapi ingat! Kalian harus berhati-hati, jangan sampai menimbulkan banyak korban dari prajurit kita!" pinta sang senopati menambahkan."Baik, Senopati. Kami akan melindungi pasukan di barisan depan dengan menggun

  • Sang Pendekar   Menjelang Perang Di Batas Kerajaan

    Namun, para prajurit tersebut berlari dengan begitu cepat. Sehingga para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak dapat mengejar mereka.Entah ke mana larinya mereka? Langkah dan pergerakan mereka sudah tidak dapat dideteksi ketika masuk ke wilayah kerajaan Sirnabaya.Akan tetapi, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah dapat mengetahui, bahwa para penyusup itu merupakan kelompok prajurit kerajaan Sirnabaya yang sengaja masuk ke wilayah kedaulatan Kundar yang kini sudah masuk dalam wilayah kerajaan utama Sanggabuana.Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak Panglima Amerya yang kala itu dipercaya sebagai pimpinan keamanan di wilayah tersebut. "Apa maksud mereka, hingga berani menyusup ke wilayah kita?" tanya Panglima Amerya mengarah kepada seorang prajurit yang baru kembali setelah mengejar para penyusup itu.Prajurit itu mengerutkan keningnya, tampak tidak memahami apa yang dikehendaki dan direncanakan oleh para penyusup tersebut."Entahlah, aku p

  • Sang Pendekar   Terbentuknya Kadipaten Conada

    Sebulan kemudian, Prabu Erlangga langsung memanggil Dewangga, Dasamuka, dan segenap tokoh masyarakat Conada. Prabu Erlangga hendak membicarakan kesepakatan bersama tentang pembentukan kadipaten Conada sesuai keinginan rakyat di daerah tersebut.Prabu Erlangga dan para tokoh utama Conada segera menggelar pembicaraan penting yang membahas pembentukan pejabat pemerintahan untuk memimpin kadipaten Conada, musyawarah tersebut dihadiri pula oleh para petinggi istana dan juga Adipati Sargeni serta Adipati Soarna sebagai perwakilan dari daerah yang dulunya merupakan bagian dari induk daerah Conada yang sebagian besar wilayah tersebut masuk di dalam wilayah pemerintahan dua kadipaten itu."Apakah kalian akan menyetujui dan menerima keputusanku, jika aku sendiri yang memilih siapa yang layak menjadi seorang pemimpin yang akan menjadi adipati di kadipaten Conada?" tanya sang raja di sela perbincangannya dengan para tokoh masyarakat Conada.Dasamuka dan tokoh masyarakat Conada ya

  • Sang Pendekar   Tewasnya Pimpinan Pemberontak

    Beberapa saat kemudian, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah berhasil mendekat ke arah lembah tempat keberadaan para pemberontak tersebut, Panglima Wanakarma dan Panglima Jaka Kelana segera membagi tugas."Kau dengan 150 prajurit segera naik ke bukit sana, aku dan yang lainnya tetap di sini!" bisik Panglima Jaka Kelana."Baik, Panglima." Panglima Wanakarma segera turun dari kudanya. Setelah mengikatkan tali kuda, ia langsung memerintahkan para prajuritnya untuk segera naik ke atas bukit yang berada tepat di atas lembah. Dengan penuh kehati-hatian dan terkesan senyap, Panglima Wanakarma dan para prajuritnya mulai bergerak perlahan naik ke atas bukit dengan maksud menyergap para prajurit musuh yang berada di beberapa saung yang mereka dirikan si atas bukit tersebut."Kalian langsung sergap mereka! Jika mereka tidak melakukan perlawanan jangan sakiti mereka!" perintah Panglima Wanakarma.Para prajurit itu pun segera melaksanakan tugas tersebut dan langsung

  • Sang Pendekar   Persiapan Dalam menggempur Para Pemberontak

    Ternyata semua rencana berjalan seperti yang telah diperhitungkan. Pasukan pemberontak akhirnya mundur tepat pada waktunya, meskipun para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak melakukan gangguan terhadap mereka.Pra prajurit kerajaan Sanggabuana yang baru tiba itu, sangat merasakan kenyamanan setelah melakukan perjalanan jauh, tiba di tempat tersebut tanpa ada halangan."Bersyukurlah, kita datang mereka sudah lebih dulu ketakutan dan menjauh dari tempat ini," ujar Wanakarma sang panglima perang yang baru saja pulang dari Kepatihan Waluya Jaya dan langsung ikut bersama Senopati Lintang ke Alas Conan."Aku harap, kalian bisa menikmati istirahat kalian malam ini," timpal Panglima Jaka Kelana.Dari kelima ratus prajurit yang dipimpinnya itu, yang bertugas jaga hanya sekitar seratus prajurit saja, itu pun secara bergiliran agar mereka tidak terlalu kelelahan ketika akan menggempur pertahanan musuh di dalam hutan tersebut."Kalian harus segera istirahat!" seru Pangl

  • Sang Pendekar   Senopati Lintang Hendak Mengusir Pemberontak

    Keesokan harinya tepat menjelang sore, Panglima Jaka Kelana dan Senopati Lintang serta ribuan pasukan dengan persenjataan lengkap sudah bersiap hendak melakukan perjalanan jauh menuju ke kadipaten Conan Selatan dan Conan Utara untuk mengamankan kedua kadipaten tersebut dari teror para pemberontak yang akhir-akhir ini kerap melakukan teror terhadap para penduduk.Tampak seribu prajurit khusus sudah bersiap untuk segera berangkat, ada sekitar 300 pasukan kuda dan 20 pedati yang ditarik oleh beberapa ekor sapi yang membawa peralatan kemah dan juga bahan makanan untuk perbekalan para prajurit selama bertugas di sana."Aku harap kalian berhati-hati dan waspada terhadap para pemberontak itu!" pesan Prabu Erlangga di sela pelepasan para prajurit kerajaan yang hendak bertugas menumpas para pemberontak yang berada di hutan Conan."Baik, Gusti Prabu," ucap Senopati Lintang.Selain dirinya, istrinya pun ikut dalam tugas tersebut. Winiresti bersama ratusan prajurit wanita dan pasuka

DMCA.com Protection Status