Setibanya di Padepokan Kumbang Hitam, Sangkudi dan Radita langsung dibaringkan di bebalean yang ada di pendapa padepokan tersebut.
Salah seorang prajurit yang membawa kedua pemuda itu langsung melangkah menuju pintu padepokan, perlahan ia mengetuk pintu,"Tok ... tok ... tok, Guru!" panggil prajurit itu berdiri di depan pintu padepokan."Siapa?" sahut Ki Bayu Seta dari dalam padepokan."Aku Rumita, dua pemuda itu sudah aku bawa, Guru," jawab prajurit itu."Kau laporkan kepada Ki Jasukarna, itu bukan urusanku!" kata Ki Bayu Seta."Baik, Guru." Prajurit itu segera melangkah meninggalkan padepokan tersebut dan segera berjalan menuju ke arah barak tempat kediaman Ki Jasukarna yang berada di belakang padepokan.Rumita langsung menghadap Ki Jasukarna dan melaporkan bahwa ia dan kawannya sudah berhasil membawa Sangkudi dan Radita. "Baringkan saja di barak dan minta kepada tabib untuk mengobati mereka!" perintah Ki Jasukarna lirih. "Setelah itu, kau beri mRandini turut dihadirkan dalam pertemuan tersebut, ia pun tidak dapat mengelak atau menolak keputusan Prabu Erlangga dan juga Patih Aryadana yang sepakat menjodohkannya dengan Panglima Pertahanan Jaka Kelana.Meskipun demikian, Prabu Erlangga tetap mengembalikan semua keputusan tersebut kepada Randini dan juga Jaka Kelana."Aku tidak akan memaksa Kalian, jika kalian saling menyukai jalankan sesuai hati kalian. Namun, jika kalian tidak menghendaki, kalian berhak menolak perjodohan ini!" kata sang raja tampak bijaksana.Randini dan Jaka Kelana saling berpandangan, keduanya saling melontar senyum, benih-benih cinta pun tumbuh di hati keduanya. Kemudian, Jaka Kelana dan Randini secara bersamaan berpaling ke arah sang raja, dan mereka pun mengangguk tanda setuju dengan apa yang dikatakan oleh sang raja dan juga sang patih.Prabu Erlangga tampak bahagia dengan keputusan tersebut, dan langsung merencanakan hal yang terbaik untuk kedua pasangan muda itu yang merupakan du
Berpalinglah Ki Jasukarna ke arah Senopati Lintang dan Panglima Jaka Kelana, kemudian ia memperkenalkan kawan lama yang merupakan saudara seperguruannya itu kepada Senopati Lintang dan Panglima Jaka Kelana."Ini adalah Ki Buyut Lembu, sebagaimana yang sering Aki bicarakan!" kata Ki Jasukarna tersenyum-senyum.Dengan ramahnya, Ki Buyut Lembu pun mengangguk ke arah Senopati Lintang dan Panglima Jaka Kelana. Kemudian, ia berkata lirih, "Mohon dimaafkan atas kelancangan dua muridku ini, mereka sudah terperdaya oleh hasutan para petinggi istana Kerajaan Kuta Waluya.""Tidak apa-apa, Ki," jawab Senopati Lintang tampak bijaksana.Setelah itu, Ki Buyut Lembu berpaling ke arah dua muridnya yang merupakan dua murid Ki Lembu yang berasal dari bangsa jin. Lalu ia pun berkata, "Sebaiknya kalian pulang dan jangan melakukan teror seperti ini lagi. Jika hal ini kalian ulangi, tidak segan-segan aku akan mengembalikan kalian ke Alengka!" perintah Ki Buyut Lembu tampak geram dengan
Mengenai laporan peperangan yang terjadi di kerajaan Kundar, Prabu Erlangga dengan cepat langsung mengumpulkan para petinggi istana, untuk membahasa gejolak yang sedang tumbuh kembang di antara kedua kerajaan. Yakni, kerajaan Sirnabaya yang bersikeras ingin melengserkan kekuasaan Prabu Domala dengan terus melancarkan agresi besar-besaran terhadap wilayah-wilayah kedaulatan kerajaan Kundar.Dalam pertemuan tersebut, Prabu Erlangga mengundang dua duta agung kerajaan yang sedang bertikai itu. Raden Wangsa sebagai duta agung dari kerajaan Kundar serta Raden Jabalana sebagai duta agung kerajaan Sirnabaya, turut hadir dalam pertemuan penting itu. Mereka hendak melakukan negosiasi terkait mengambil langkah damai yang hendak ditempuh oleh kedua belah pihak dengan alasan untuk kepentingan rakyat, agar mereka tidak menderita menjadi korban perang."Baiklah, kita mulai sekarang. Aku serahkan kepada kedua belah pihak untuk menilai semua pernyataanku ini, jika ada keberatan jangan ragu
Keesokan harinya, serangan balasan dari para prajurit kerajaan Sirnabaya kembali dilancarkan. Saat itu, mereka menyerang dengan kekuatan penuh yang melibatkan sekitar 25 ribu pasukan dengan bersenjatakan lengkap dan menyertakan meriam sundut paling mutakhir yang mereka miliki.Berdasarkan fakta yang ada, kemungkinan besar sebagian wilayah kerajaan Kundar akan luluh lanta dengan serangan meriam-meriam tersebut.Prabu Erlangga tampak khawatir dengan kondisi perang yang terus menerus terjadi, sehingga ia pun memutuskan untuk segera berangkat ke kerajaan Sirnabaya dengan niat ingin bermusyawarah dengan pihak kerajaan tersebut, agar segera menghentikan serangan tersebut.Tiga hari kemudian, Prabu Erlangga sudah duduk bersama dengan Prabu Jala Sena di pendapa istana kerajaan Sirnabaya. Ia pun langsung mengutarakan niatnya, meminta kepada Prabu Jala Sena untuk segera memerintahkan para prajuritnya agar segera menghentikan agresi tersebut, yang sudah berlangsung hampir bebera
Prabu Erlangga menempatkan sekitar 25000 pasukan yang menyebar di seluruh wilayah kerajaan Kundar yang sudah resmi menjadi bagian penting bagi kerajaan Sanggabuana.Karena mulai saat itu, Prabu Erlangga resmi menjadi raja bagi penduduk kerajaan persemakmuran Kundar.Hal tersebut, telah diputuskan oleh para petinggi istana kerajaan Kundar dan sudah mendapatkan restu dari rakyat kerajaan tersebut."Akhirnya kita bisa bergabung dengan kerajaan Sanggabuana dan mempunyai raja yang baik dan bijaksana," berkata seorang pria paruh baya di hadapan rekannya."Ini adalah rahmat Allah, kita sebagai kaum Muslim akan lebih tenang lagi dalam menjalankan ibadah," jawab penduduk lainnya, di sela perbincangannya di sebuah rumah sederhana yang ada di wilayah selatan kerajaan tersebut yang mayoritas penduduknya beragama Islam.Wilayah tersebut merupakan wilayah kadipaten Jaya Kencana yang berbatasan langsung dengan kadipaten Conan Selatan.Dari kejauhan tampak seorang pemu
Malam harinya, sepulang dari kerajaan Kundar. prabu Erlangga seperti terhanyut dalam sebuah mimpi. Namun itu bukanlah mimpi yang sesungguhnya, roh dalam tubuhnya dipaksa untuk keluar, karena dahsyatnya kekuatan yang mengharuskan jiwa sang raja keluar dari raganya untuk melakukan pertarungan dengan seorang siluman utusan Prabu Wihesa dari kerajaan Kuta Waluya."Hendak melakukan apalagi kau, Siluman?" kata sang raja berdiri di hadapan siluman itu.Siluman tersebut tak lantas menjawab, sorot matanya yang bersinar dengan kelopak mata biru kehitam-hitaman terus menatap tajam wajah Prabu Erlangga. Kemudian, ia pun tertawa, "Ha ... ha ... ha ...."Lalu, makhluk menyeramkan itu berkata, "Hadapi saja aku, tidak perlu kau tanya apa maksud kedatanganku!" tantangannya.Prabu Erlangga masih bersikap tenang dan tidak terpancing emosi oleh bentakkan kasar dari siluman tersebut."Aku tidak ada urusan denganmu," kata Prabu Erlangga. "Sebaiknya kau pergi dari sini dan jangan
Malam harinya, di depan kaputren sudah ada empat belas prajurit pengawal pria, dan tujuh orang prajurit wanita terbaik pilihan. Sengaja ditugaskan oleh sang raja untuk menjaga keamanan sang ratu.Sementara di dalam kamar permaisuri, hadir pula dua prajurit wanita dan dua dayang-dayang istana turut menemani sang ratu malam itu."Sebaiknya, Gusti Ratu beristirahat sejenak. Jangan khawatir dengan keadaan seperti ini, kandungan Gusti Ratu juga harus dijaga!" ucap seorang dayang berbicara di hadapan sang ratu.Arimbi tersenyum dan menganggukkan kepalanya sebagai bentuk apresiasi terhadap kepedulian yang diberikan oleh dayang kepercayaannya itu. Ia pun segera merebahkan tubuh di atas ranjang yang berhiaskan berlian dan permata, serta beberapa pernak-pernik yang terbuat dari bahan emas menghiasai ranjang dan kamar pribadi sang permaisuri.Dua dayang yang sangat setia, mereka rela menahan ngantuk demi menjaga sang permaisuri, begitu pula dengan dua pengawal pribadi sang
Dalam perjalanan menuju ke Kuta Tandingan Timur. Tiba-tiba saja, Ki Butrik dan kedua prajurit yang ikut dengannya dihadang oleh kedua orang pendekar.Mereka adalah dua orang pendekar dari Padepokan Wereng Ireng. Namun, mereka sudah diusir oleh Ki Sowandaru terkait persoalan yang menyeret mereka terlibat ke dalamnya."Siapa kalian, Ki Sanak?" tanya Ki Butrik menghentikan laju langkah kuda yang menarik keretanya.Kedua pendekar itu tidak segera menyahut. Dada mereka masih saja diamuk oleh keragu- raguan yang sangat besar. Sejatinya, kedua pendekar itu berniat untuk melakukan perampokan. Namun, mereka tampak ragu ketika tahu bahwa Ki Butrik dan dua orang yang ikut dengannya adalah orang suruhan dari kerajaan Sanggabuana."Mereka adalah para prajurit kerajaan Sanggabuana," bisik salah seorang dari mereka mengarah kepada temannya."Aku tidak peduli, lagi pula kita sudah dapat cap jelek di mata Ki Sowandaru," ucapnya maju beberapa langkah ke depan.Kalimat de
Sore hari, setelah berangkatnya Senopati Yurawida ke istana kerajaan Sanggabuana. Maha Patih Akilang kembali melakukan perbincangan dengan para prajurit senior. Kebrutalan para prajurit kerajaan Sirnabaya masih menjadi topik penting dalam perbincangan tersebut."Hidupku tidak akan pernah merasa tenang sebelum bisa membalas kematian para prajurit kita dan aku berjanzi akan menghancurkan kerajaan Sirnabaya yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadap kerajaan kita!" kata Maha Patih Akilang berbicara dengan para prajuritnya di pendapa istana kepatihan."Aku pikir ini semua hanya sebuah kesalahpahaman saja, Gusti Patih?" tanya seorang prajurit senior mengerutkan kening."Itu hanya alasan dari Jaka Sena. Sebenarnya ia sudah merancang sedemikian rupa," jawab Maha Patih Akilang di antara deru napas yang bergejolak penuh dengan amarah yang sudah membumbung tinggi di dalam jiwa dan pikirannya kala itu."Saat masih menjabat sebagai panglima pasukan sejagat raya pun, ia sudah berusaha menekan pa
Dengan demikian, Darunda dan Panglima Janeka terus berbincang sambil mengamati pergerakan pasukan musuh. Mereka duduk santai di sebuah bangku panjang yang ada di atas tembok raksasa yang menjulang tinggi—pagar pembatas dan benteng pertahanan wilayah kerajaan Sanggabuana."Prabu Wihesa adalah murid Ki Buyut Dalem, dia dibesarkan di wilayah kepatihan Waluya Jaya semasa masih menjadi sebuah kadipaten sebelum bergabung dengan kerajaan Sanggabuana," terang Panglima Janeka."Aku baru tahu, ternyata Wihesa merupakan seorang pendekar sakti yang memiliki ilmu kanuragan yang sangat mumpuni," ujar Darunda.Panglima Janeka menghela napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkan perlahan sambil tersenyum memandang cahaya obor yang tampak remang-remang di tengah hutan.Posisi Panglima Janeka dan Darunda kala itu berada di atas tembok raksasa, sehingga apa pun yang terjadi di dalam hutan akan terlihat, apalagi dengan kondisi hutan yang gundul seperti itu.Kala itu, hanya D
Di saung tersebut, sang raja langsung membicarakan sesuatu yang sangat penting kepada pendekar muda itu. Sejatinya, raja dan maha patih sangat tertarik kepada Kumba dan mereka berniat untuk merekrut pemuda itu untuk menjadi seorang prajurit kerajaan.Semua berdasarkan penilaian dari sang raja dan maha patih yang suka dengan kepiawaian pendekar tersebut dalam hal olah kanuragan."Seandainya kau mau dan siap. Aku akan menawarkan sesuatu buatmu," kata sang raja lirih, pandangannya lurus ke wajah Kumba.Kumba menghela napas sejenak. Ia berpikir, "Apakah aku layak menjadi prajurit di kerajaan? Sedangkan kemampuanku hanya terbatas?"Maha Patih Randu Aji mengerutkan kening dan mengamati Kumba yang hanya diam termangu. "Jawablah! Jika kau bersedia, kau akan mendapatkan kedudukan sebagai prajurit dan bisa mendapatkan pelatihan khusus dari para pelatih ilmu beladiri di Padepokan Kumbang Hitam!" timpal Maha Patih Randu Aji menatap tajam wajah Kumba–sang pendekar muda
Ketika fajar sudah menyingsing, para prajurit kerajaan Sanggabuana segera bergerak melewati perbatasan wilayah kerajaan Sanggabuana. Kemudian, ribuan pasukan tersebut memasuki hutan dengan maksud mengambil jalan pintas hendak menuju barak para prajurit kerajaan Sirnabaya—yang menjadi target utama serangan pagi itu.Beberapa meter hampir mendekati target, Senopati Yurawida segera menyeru kepada para prajuritnya untuk berhenti sejenak. Dengan demikian, pasukan yang berjalan di barisan terdepan pun segera menghentikan langkah mereka."Tugas utama kita adalah menghancurkan barak musuh dan mengusir mereka agar menjauh dari daerah ini!" kata Senopati Yurawida berkata kepada para panglimanya yang kala itu berada di barisan terdepan ribuan pasukan tersebut."Tapi ingat! Kalian harus berhati-hati, jangan sampai menimbulkan banyak korban dari prajurit kita!" pinta sang senopati menambahkan."Baik, Senopati. Kami akan melindungi pasukan di barisan depan dengan menggun
Namun, para prajurit tersebut berlari dengan begitu cepat. Sehingga para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak dapat mengejar mereka.Entah ke mana larinya mereka? Langkah dan pergerakan mereka sudah tidak dapat dideteksi ketika masuk ke wilayah kerajaan Sirnabaya.Akan tetapi, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah dapat mengetahui, bahwa para penyusup itu merupakan kelompok prajurit kerajaan Sirnabaya yang sengaja masuk ke wilayah kedaulatan Kundar yang kini sudah masuk dalam wilayah kerajaan utama Sanggabuana.Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak Panglima Amerya yang kala itu dipercaya sebagai pimpinan keamanan di wilayah tersebut. "Apa maksud mereka, hingga berani menyusup ke wilayah kita?" tanya Panglima Amerya mengarah kepada seorang prajurit yang baru kembali setelah mengejar para penyusup itu.Prajurit itu mengerutkan keningnya, tampak tidak memahami apa yang dikehendaki dan direncanakan oleh para penyusup tersebut."Entahlah, aku p
Sebulan kemudian, Prabu Erlangga langsung memanggil Dewangga, Dasamuka, dan segenap tokoh masyarakat Conada. Prabu Erlangga hendak membicarakan kesepakatan bersama tentang pembentukan kadipaten Conada sesuai keinginan rakyat di daerah tersebut.Prabu Erlangga dan para tokoh utama Conada segera menggelar pembicaraan penting yang membahas pembentukan pejabat pemerintahan untuk memimpin kadipaten Conada, musyawarah tersebut dihadiri pula oleh para petinggi istana dan juga Adipati Sargeni serta Adipati Soarna sebagai perwakilan dari daerah yang dulunya merupakan bagian dari induk daerah Conada yang sebagian besar wilayah tersebut masuk di dalam wilayah pemerintahan dua kadipaten itu."Apakah kalian akan menyetujui dan menerima keputusanku, jika aku sendiri yang memilih siapa yang layak menjadi seorang pemimpin yang akan menjadi adipati di kadipaten Conada?" tanya sang raja di sela perbincangannya dengan para tokoh masyarakat Conada.Dasamuka dan tokoh masyarakat Conada ya
Beberapa saat kemudian, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah berhasil mendekat ke arah lembah tempat keberadaan para pemberontak tersebut, Panglima Wanakarma dan Panglima Jaka Kelana segera membagi tugas."Kau dengan 150 prajurit segera naik ke bukit sana, aku dan yang lainnya tetap di sini!" bisik Panglima Jaka Kelana."Baik, Panglima." Panglima Wanakarma segera turun dari kudanya. Setelah mengikatkan tali kuda, ia langsung memerintahkan para prajuritnya untuk segera naik ke atas bukit yang berada tepat di atas lembah. Dengan penuh kehati-hatian dan terkesan senyap, Panglima Wanakarma dan para prajuritnya mulai bergerak perlahan naik ke atas bukit dengan maksud menyergap para prajurit musuh yang berada di beberapa saung yang mereka dirikan si atas bukit tersebut."Kalian langsung sergap mereka! Jika mereka tidak melakukan perlawanan jangan sakiti mereka!" perintah Panglima Wanakarma.Para prajurit itu pun segera melaksanakan tugas tersebut dan langsung
Ternyata semua rencana berjalan seperti yang telah diperhitungkan. Pasukan pemberontak akhirnya mundur tepat pada waktunya, meskipun para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak melakukan gangguan terhadap mereka.Pra prajurit kerajaan Sanggabuana yang baru tiba itu, sangat merasakan kenyamanan setelah melakukan perjalanan jauh, tiba di tempat tersebut tanpa ada halangan."Bersyukurlah, kita datang mereka sudah lebih dulu ketakutan dan menjauh dari tempat ini," ujar Wanakarma sang panglima perang yang baru saja pulang dari Kepatihan Waluya Jaya dan langsung ikut bersama Senopati Lintang ke Alas Conan."Aku harap, kalian bisa menikmati istirahat kalian malam ini," timpal Panglima Jaka Kelana.Dari kelima ratus prajurit yang dipimpinnya itu, yang bertugas jaga hanya sekitar seratus prajurit saja, itu pun secara bergiliran agar mereka tidak terlalu kelelahan ketika akan menggempur pertahanan musuh di dalam hutan tersebut."Kalian harus segera istirahat!" seru Pangl
Keesokan harinya tepat menjelang sore, Panglima Jaka Kelana dan Senopati Lintang serta ribuan pasukan dengan persenjataan lengkap sudah bersiap hendak melakukan perjalanan jauh menuju ke kadipaten Conan Selatan dan Conan Utara untuk mengamankan kedua kadipaten tersebut dari teror para pemberontak yang akhir-akhir ini kerap melakukan teror terhadap para penduduk.Tampak seribu prajurit khusus sudah bersiap untuk segera berangkat, ada sekitar 300 pasukan kuda dan 20 pedati yang ditarik oleh beberapa ekor sapi yang membawa peralatan kemah dan juga bahan makanan untuk perbekalan para prajurit selama bertugas di sana."Aku harap kalian berhati-hati dan waspada terhadap para pemberontak itu!" pesan Prabu Erlangga di sela pelepasan para prajurit kerajaan yang hendak bertugas menumpas para pemberontak yang berada di hutan Conan."Baik, Gusti Prabu," ucap Senopati Lintang.Selain dirinya, istrinya pun ikut dalam tugas tersebut. Winiresti bersama ratusan prajurit wanita dan pasuka