Home / Fantasi / Sang Pendekar / Pendekar Bayaran

Share

Pendekar Bayaran

Author: CahyaGumilar79
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pada saat itu Prabu Erlangga sedang melakukan pertarungan dengan seorang pendekar kuat di sebuah hutan tidak jauh dari istana, kemunculan pendekar itu bermula atas kabar dari Badra yang merupakan prajurit jin yang menjadi kepercayaan sang raja. Badra mempunyai tanggung jawab penuh dalam keamanan wilayah kerajaan Sanggabuana.

Akan tetapi, malam itu ia teramat kewalahan dalam mengahadapi gempuran pendekar sakti itu, "Ki Sanak, tunggu!" teriak Prabu Erlangga.

Belum selesai ia bicara, tiba-tiba pendekar itu membalikan badan dan langsung menghujamkan sebilah pedangnya ke arah Prabu Erlangga.

Pendekar itu memandang dengan marah kepada Prabu Erlangga, wajahnya tampak memerah tetapi tak mau menyahut sepatah kata pun.

Beberapa saat kemudian, muncul seorang pendekar wanita dengan memakai pakaian serba merah, sang raja dengan teliti mengamati sosok pendekar wanita itu, "Siapa pendekar wanita itu?" Berkata sang raja dalam hati, sorot matanya penuh selidik menatap tajam pende
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Sang Pendekar   Tewasnya Komaladi Di Tangan Sulima

    Senopati Sulima tampak kesulitan dalam menghadapi kecerdikan Komaladi yang senantiasa dapat menghindari setiap pukulan yang mematikan darinya.Tampaknya, Komaladi memang bukan pendekar sembarangan. Tidak salah Prabu Durdona memberikan misi kepada pendekar itu, untuk membinasakan Prabu Erlangga."Aku harus mencari tahu kelengahan dari pendekar ini," ucap Senopati Sulima berkata dalam hati sembari terus memandangi wajah Komaladi.Melihat tingkah laku Senopati Sulima yang tampak bingung itu, Komaladi tertawa lepas dan berkata penuh cemoohan terhadap Senopati Sulima."Jin yang tidak berguna, yang hanya pantas memakan tulang belulang sisa makanku saja!" kata Komaladi dengan nada tinggi dan kasar.Kemudian, Senopati Sulima pun marah besar, ia tahu bahwa jurus Batara Geni yang dilancarkannya merupakan jurus tingkat tinggi yang sukar dihadapi ataupun dicegah, jurus itu dapat menjadi serangan yang sungguh mematikan. Akan tetapi, Komaladi sangat cerdas dan tangguh, de

  • Sang Pendekar   Tupaseng Sang Pendekar Tombak Sakti

    Mereka memutuskan untuk bermalam di saung tersebut, Senopati Randu Aji sedikit merasa tidak enak badan maka dari itu ia mengusulkan untuk beristirahat dan akan melanjutkan perjalanan di pagi harinya."Sebaiknya, Gusti Senopati beristirahat saja!" kata Panglima Lintang.Senopati Randu Aji hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya, kemudian ia pun segera berbaring di atas bebalean saung tersebut, pandangannya menerawang jauh ke atas langit-langit saung tersebut.Panglima Lintang diam-diam memperhatikan sikap sang raja. Kemudian ia pun memberanikan diri bertanya kepada sang senopati, "Maafkan hamba, Gusti Senopati.""Izinkan hamba bertanya!" sambung Panglima Lintang.Senopati Randu Aji sedikit berpaling ke arah panglimanya, "Silahkan, Panglima!" jawabnya lirih.Panglima Lintang menganggukkan kepala dan berkata lirih, "Hamba hanya ingin mengusulkan jika diterima. Apakah kita harus mencari para pelaku penyebar wara-wara buruk tentang kematian Ki Sowandaru?

  • Sang Pendekar   Siasat Jahat Dari Martapada

    Belum sempat membuka topeng dari pendekar itu. Tiba-tiba, datang hembusan angin kencang disertai buih dan asap tebal bergelombang menyelimuti para pendekar yang sudah tewas dan satu pendekar yang masih hidup itu.Tupaseng terkaget-kaget, kalau ia tidak mundur beberapa langkah ke belakang. Mungkin, ia pun akan terbawa masuk dan diselimuti gelombang asap yang disertai angin kencang itu.Asap itu pun bergumpal tebal dan melenyapkan keenam pendekar itu dari tempat tersebut. Entah siapa pelakunya, yang jelas hal itu dilakukan oleh orang yang sangat sakti dan mempunyai tingkat keilmuan tinggi."Aku rasa itu dilakukan oleh para pemberontak yang berada di Alas Gandok. Hal ini, harus segera kita laporkan kepada sang raja!" ujar sang senopati berkata lirih.Panglima Lintang berpaling ke arah Senopati Randu Aji, Berkatalah ia, "Tempat ini sudah tidak aman, kita harus segera berlalu dan melanjutkan perjalanan!"Ki Jasukarna pun sependapat dengan Panglima, "Ya, kamu bena

  • Sang Pendekar   Pertarungan Di Bukit Tandingan

    Martapada teramat murka dan ia segera membentak Panglima Lintang dengan kalimat-kalimat yang terlampau kasar dan tidak beradab, hingga sang panglima pun tidak bisa mengendalikan amarahnya."Kurang ajar," ucap Panglima Lintang segera mencabut kedang pusaka pemberian dari Ki Jasukarna.Meyaksikan kemarahan Panglima Lintang, Senopati Randu Aji, Ki Jasukarna dan lainnya hanya tersenyum-senyum mengamati pergerakan Panglima muda itu."Kau boleh melumpuhkan anak buahku. Namun, kau tidak akan pernah bisa mengalahkan aku dan Jajakilana," ucap Martapada sesumbar di hadapan sang panglima.Panglima Lintang tidak menghiraukan apa yang diucapkan oleh Martapada, ia segera mengerahkan kekuatan dan menodongkan pedang pusakanya dan langsung menyabetkan pedang tersebut ke arah Martapada.Memang sesuai dengan perkataan yang dilontarkannya, Martapada bukanlah pendekar biasa. Gerakan-gerakannya teramat lihai dan menarik perhatian penuh daripada yang menyaksikan laga pertarungan s

  • Sang Pendekar   Jasinga Memburu Pemberontak

    Setibanya di istana, Senopati Randu Aji dan Panglima Lintang serta beberapa orang yang ikut dengan mereka, mendapat sambutan hangat oleh para abdi dalem istana dan juga para petinggi kerajaan yang saat itu sedang berkumpul di pendapa bersama sang prabu.Para dayang istana pun segera diperintahkan oleh sang raja untuk menjamu mereka dengan makanan dan minuman istimewa, "Silahkan duduk!" ucap Prabu Erlangga tersenyum hangat menyambut kedatangan Biksu Yan Tong dan kedua muridnya serta Ki Jasukarna."Terima kasih, Gusti Prabu," jawab Biksu Yan Tong memberi hormat kepada sang raja.Begitu pula dengan Ki Jasukarna dan kedua murid Biksu Yan Tong, sebelum duduk mereka memberi hormat dengan menundukkan badan di hadapan sang rajaSenopati Randu Aji didampingi oleh istrinya--Nyimas Arumbi, sudah duduk di samping Prabu Erlangga yang didampingi oleh Nyimas Arimbi sebagai permaisurinya.Sementara Panglima Lintang duduk sejajar bersebelahan dengan Biksu Yan Tong, Ki Bayu S

  • Sang Pendekar   Rasa Putus Asa Prabu Durdona

    Prabu Durdona terus mengalami kegagalan dalam merancang strategi penyerangan terhadap kerajaan kecil di selatan wilayah kerajaannya. Hingga dalam benaknya tumbuh rasa ketidak percayaan terhadap para punggawanya sendiri."Hamba rasa ini semua harus dihentikan sejenak, sejauh ini kita sudah banyak kehilangan wadiya balad, Gusti Prabu!" Panglima Bidukara berbisik lirih kepada sang raja.Prabu Durdona menghela nafas dalam-dalam, kemudian membuangnya perlahan sembari berpaling ke arah sang senopati, "Tetapi aku tidak bisa melepaskan diri dari keinginan kuat untuk menguasai kerajaan kecil itu, tentunya sangat mempengaruhi jiwa dan pikiranku ini," ujar Prabu Durdona."Sepertinya kita memang harus berupaya keras dalam menguasai kerajaan kecil yang kaya akan sumber daya alam itu. Akan tetapi, ada baiknya jika jeda terlebih dahulu, Gusti Prabu!" Senopati Bidukara menyahuti ucapan Prabu Durdona dan menyarankan untuk menghentikan rencana serangan berikutnya.Tiba-tiba, Prabu

  • Sang Pendekar   Jebakan Untuk Panglima Jomara

    Ketika tiba di belakang istana, Pramudita dan Wihesa berpapasan dengan kedua sosok pria berjubah merah. Dari masing-masing punggung kedua pria tidak dikenal itu tampak menyanggul sebilah pedang."Hai! Siapa kalian?" teriak Wihesa segera menghampiri kedua pria tersebut.Pramudita pun tidak tinggal diam, ia segera melangkah menghampiri Wihesa yang sudah berhadap-hadapan dengan kedua pria berjubah merah itu."Kami adalah dua iblis merah," jawab salah satu dari kedua pria itu berkata penuh kelembutan dan tidak menampakkan sikap angkuh di hadapan Wihesa dan Pramudita."Apa maksud kedatangan kalian ke istana ini?" tanya Pramudita dengan sorot mata tajam memandang wajah kedua pria yang mengaku sebagai iblis merah itu.Mereka tampak santai dan tidak bereaksi apa-apa. Meskipun, Wihesa dan Pramudita sudah pasang kuda-kuda dan siap melakukan serangan. Berkatalah salah satu dari kedua pria yang menamakan diri mereka sebagai dua iblis merah itu, "Mohon maaf atas kelancan

  • Sang Pendekar   Kematian Panglima Jomara

    Kemudian, Panglima Jomara kembali mengarahkan pandangannya ke sekeliling tempat tersebut. Berteriaklah ia, "Wihesa ... keluarlah!"Namun, tetap saja tidak ada sahutan, sehingga emosi di dalam kepala Jomara semakin meningkat, "Jangan jadi pengecut kau!" teriaknya lagi sembari menghentakkan tanah, sehingga menimbulkan guncangan seperti gempa.Tanpa terduga, Wihesa dan Pramudita sudah berada pada jarak tidak terlalu jauh dari posisi Panglima Jomara, Wihesa dan Pramudita tertawa mengekeh, "Hahahaha ...." Dan mereka segera berbalik badan.Dengan sorot mata tajam dan sinis menatap wajah Panglima Jomara yang termangu-mangu di hadapan mereka.Panglima Jomara tampak kaget, ternyata yang membawanya tiba di lembah itu, benar-benar kedua panglima yang selama ini menjadi pesaingnya di kerajaan yang selalu berbeda pendapat dengannya.Panglima Jomara tampak geram dan marah besar terhadap kedua petinggi istana itu, yang dengan sengaja merancang siasat untuk membinasakannya, "Kalian a

Latest chapter

  • Sang Pendekar   Maha Patih Akilang (Bab terakhir)

    Sore hari, setelah berangkatnya Senopati Yurawida ke istana kerajaan Sanggabuana. Maha Patih Akilang kembali melakukan perbincangan dengan para prajurit senior. Kebrutalan para prajurit kerajaan Sirnabaya masih menjadi topik penting dalam perbincangan tersebut."Hidupku tidak akan pernah merasa tenang sebelum bisa membalas kematian para prajurit kita dan aku berjanzi akan menghancurkan kerajaan Sirnabaya yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadap kerajaan kita!" kata Maha Patih Akilang berbicara dengan para prajuritnya di pendapa istana kepatihan."Aku pikir ini semua hanya sebuah kesalahpahaman saja, Gusti Patih?" tanya seorang prajurit senior mengerutkan kening."Itu hanya alasan dari Jaka Sena. Sebenarnya ia sudah merancang sedemikian rupa," jawab Maha Patih Akilang di antara deru napas yang bergejolak penuh dengan amarah yang sudah membumbung tinggi di dalam jiwa dan pikirannya kala itu."Saat masih menjabat sebagai panglima pasukan sejagat raya pun, ia sudah berusaha menekan pa

  • Sang Pendekar   Serangan Mendadak Dari Pasukan Kerajaan Sirnabaya

    Dengan demikian, Darunda dan Panglima Janeka terus berbincang sambil mengamati pergerakan pasukan musuh. Mereka duduk santai di sebuah bangku panjang yang ada di atas tembok raksasa yang menjulang tinggi—pagar pembatas dan benteng pertahanan wilayah kerajaan Sanggabuana."Prabu Wihesa adalah murid Ki Buyut Dalem, dia dibesarkan di wilayah kepatihan Waluya Jaya semasa masih menjadi sebuah kadipaten sebelum bergabung dengan kerajaan Sanggabuana," terang Panglima Janeka."Aku baru tahu, ternyata Wihesa merupakan seorang pendekar sakti yang memiliki ilmu kanuragan yang sangat mumpuni," ujar Darunda.Panglima Janeka menghela napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkan perlahan sambil tersenyum memandang cahaya obor yang tampak remang-remang di tengah hutan.Posisi Panglima Janeka dan Darunda kala itu berada di atas tembok raksasa, sehingga apa pun yang terjadi di dalam hutan akan terlihat, apalagi dengan kondisi hutan yang gundul seperti itu.Kala itu, hanya D

  • Sang Pendekar   Pergerakan Dari Pasukan Kuta Waluya

    Di saung tersebut, sang raja langsung membicarakan sesuatu yang sangat penting kepada pendekar muda itu. Sejatinya, raja dan maha patih sangat tertarik kepada Kumba dan mereka berniat untuk merekrut pemuda itu untuk menjadi seorang prajurit kerajaan.Semua berdasarkan penilaian dari sang raja dan maha patih yang suka dengan kepiawaian pendekar tersebut dalam hal olah kanuragan."Seandainya kau mau dan siap. Aku akan menawarkan sesuatu buatmu," kata sang raja lirih, pandangannya lurus ke wajah Kumba.Kumba menghela napas sejenak. Ia berpikir, "Apakah aku layak menjadi prajurit di kerajaan? Sedangkan kemampuanku hanya terbatas?"Maha Patih Randu Aji mengerutkan kening dan mengamati Kumba yang hanya diam termangu. "Jawablah! Jika kau bersedia, kau akan mendapatkan kedudukan sebagai prajurit dan bisa mendapatkan pelatihan khusus dari para pelatih ilmu beladiri di Padepokan Kumbang Hitam!" timpal Maha Patih Randu Aji menatap tajam wajah Kumba–sang pendekar muda

  • Sang Pendekar   Kumba Sang Pendekar

    Ketika fajar sudah menyingsing, para prajurit kerajaan Sanggabuana segera bergerak melewati perbatasan wilayah kerajaan Sanggabuana. Kemudian, ribuan pasukan tersebut memasuki hutan dengan maksud mengambil jalan pintas hendak menuju barak para prajurit kerajaan Sirnabaya—yang menjadi target utama serangan pagi itu.Beberapa meter hampir mendekati target, Senopati Yurawida segera menyeru kepada para prajuritnya untuk berhenti sejenak. Dengan demikian, pasukan yang berjalan di barisan terdepan pun segera menghentikan langkah mereka."Tugas utama kita adalah menghancurkan barak musuh dan mengusir mereka agar menjauh dari daerah ini!" kata Senopati Yurawida berkata kepada para panglimanya yang kala itu berada di barisan terdepan ribuan pasukan tersebut."Tapi ingat! Kalian harus berhati-hati, jangan sampai menimbulkan banyak korban dari prajurit kita!" pinta sang senopati menambahkan."Baik, Senopati. Kami akan melindungi pasukan di barisan depan dengan menggun

  • Sang Pendekar   Menjelang Perang Di Batas Kerajaan

    Namun, para prajurit tersebut berlari dengan begitu cepat. Sehingga para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak dapat mengejar mereka.Entah ke mana larinya mereka? Langkah dan pergerakan mereka sudah tidak dapat dideteksi ketika masuk ke wilayah kerajaan Sirnabaya.Akan tetapi, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah dapat mengetahui, bahwa para penyusup itu merupakan kelompok prajurit kerajaan Sirnabaya yang sengaja masuk ke wilayah kedaulatan Kundar yang kini sudah masuk dalam wilayah kerajaan utama Sanggabuana.Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak Panglima Amerya yang kala itu dipercaya sebagai pimpinan keamanan di wilayah tersebut. "Apa maksud mereka, hingga berani menyusup ke wilayah kita?" tanya Panglima Amerya mengarah kepada seorang prajurit yang baru kembali setelah mengejar para penyusup itu.Prajurit itu mengerutkan keningnya, tampak tidak memahami apa yang dikehendaki dan direncanakan oleh para penyusup tersebut."Entahlah, aku p

  • Sang Pendekar   Terbentuknya Kadipaten Conada

    Sebulan kemudian, Prabu Erlangga langsung memanggil Dewangga, Dasamuka, dan segenap tokoh masyarakat Conada. Prabu Erlangga hendak membicarakan kesepakatan bersama tentang pembentukan kadipaten Conada sesuai keinginan rakyat di daerah tersebut.Prabu Erlangga dan para tokoh utama Conada segera menggelar pembicaraan penting yang membahas pembentukan pejabat pemerintahan untuk memimpin kadipaten Conada, musyawarah tersebut dihadiri pula oleh para petinggi istana dan juga Adipati Sargeni serta Adipati Soarna sebagai perwakilan dari daerah yang dulunya merupakan bagian dari induk daerah Conada yang sebagian besar wilayah tersebut masuk di dalam wilayah pemerintahan dua kadipaten itu."Apakah kalian akan menyetujui dan menerima keputusanku, jika aku sendiri yang memilih siapa yang layak menjadi seorang pemimpin yang akan menjadi adipati di kadipaten Conada?" tanya sang raja di sela perbincangannya dengan para tokoh masyarakat Conada.Dasamuka dan tokoh masyarakat Conada ya

  • Sang Pendekar   Tewasnya Pimpinan Pemberontak

    Beberapa saat kemudian, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah berhasil mendekat ke arah lembah tempat keberadaan para pemberontak tersebut, Panglima Wanakarma dan Panglima Jaka Kelana segera membagi tugas."Kau dengan 150 prajurit segera naik ke bukit sana, aku dan yang lainnya tetap di sini!" bisik Panglima Jaka Kelana."Baik, Panglima." Panglima Wanakarma segera turun dari kudanya. Setelah mengikatkan tali kuda, ia langsung memerintahkan para prajuritnya untuk segera naik ke atas bukit yang berada tepat di atas lembah. Dengan penuh kehati-hatian dan terkesan senyap, Panglima Wanakarma dan para prajuritnya mulai bergerak perlahan naik ke atas bukit dengan maksud menyergap para prajurit musuh yang berada di beberapa saung yang mereka dirikan si atas bukit tersebut."Kalian langsung sergap mereka! Jika mereka tidak melakukan perlawanan jangan sakiti mereka!" perintah Panglima Wanakarma.Para prajurit itu pun segera melaksanakan tugas tersebut dan langsung

  • Sang Pendekar   Persiapan Dalam menggempur Para Pemberontak

    Ternyata semua rencana berjalan seperti yang telah diperhitungkan. Pasukan pemberontak akhirnya mundur tepat pada waktunya, meskipun para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak melakukan gangguan terhadap mereka.Pra prajurit kerajaan Sanggabuana yang baru tiba itu, sangat merasakan kenyamanan setelah melakukan perjalanan jauh, tiba di tempat tersebut tanpa ada halangan."Bersyukurlah, kita datang mereka sudah lebih dulu ketakutan dan menjauh dari tempat ini," ujar Wanakarma sang panglima perang yang baru saja pulang dari Kepatihan Waluya Jaya dan langsung ikut bersama Senopati Lintang ke Alas Conan."Aku harap, kalian bisa menikmati istirahat kalian malam ini," timpal Panglima Jaka Kelana.Dari kelima ratus prajurit yang dipimpinnya itu, yang bertugas jaga hanya sekitar seratus prajurit saja, itu pun secara bergiliran agar mereka tidak terlalu kelelahan ketika akan menggempur pertahanan musuh di dalam hutan tersebut."Kalian harus segera istirahat!" seru Pangl

  • Sang Pendekar   Senopati Lintang Hendak Mengusir Pemberontak

    Keesokan harinya tepat menjelang sore, Panglima Jaka Kelana dan Senopati Lintang serta ribuan pasukan dengan persenjataan lengkap sudah bersiap hendak melakukan perjalanan jauh menuju ke kadipaten Conan Selatan dan Conan Utara untuk mengamankan kedua kadipaten tersebut dari teror para pemberontak yang akhir-akhir ini kerap melakukan teror terhadap para penduduk.Tampak seribu prajurit khusus sudah bersiap untuk segera berangkat, ada sekitar 300 pasukan kuda dan 20 pedati yang ditarik oleh beberapa ekor sapi yang membawa peralatan kemah dan juga bahan makanan untuk perbekalan para prajurit selama bertugas di sana."Aku harap kalian berhati-hati dan waspada terhadap para pemberontak itu!" pesan Prabu Erlangga di sela pelepasan para prajurit kerajaan yang hendak bertugas menumpas para pemberontak yang berada di hutan Conan."Baik, Gusti Prabu," ucap Senopati Lintang.Selain dirinya, istrinya pun ikut dalam tugas tersebut. Winiresti bersama ratusan prajurit wanita dan pasuka

DMCA.com Protection Status