Seharusnya Alden menemui Indira untuk menggabarkan berita gembira. Tetapi saat ia menelepon Keenan untuk mengajak Indira, tiba-tiba Keenan berdalih. Indira masih mengerjakan proyek terakhir sebelum bekerja sepenuhnya untuk Alden. Dengan hati kesal Alden memilih membantu Shana.
"Semua sudah mereka sediakan. Kita tinggal nempatin aja kok," balas Shana saat Alden menawarkan bantuan untuk menyiapkan rumah yang akan mereka sewa nanti.
"Ok, aku akan ngambil koper," sahut Alden dengan gontai. Shana memandang Alden dengan pandangan menyelidik. Sikap loyo Alden pasti berkaitan dengan gadis yang sering ia dengar, Indira.
"Kamu kecewa ...," cetus Shana sambil mengunci koper miliknya. Alden yang sudah membuka pintu kamar hotel untuk keluar mendadak berhenti.
"Keenan ingkar," sahut Alden.
"Sepenting itukah gadis tersebut? Maksudku, kalian memperebutkan Indira?" tanya Shana.
Alden bagaikan tertampar dan menoleh. Bukankah terl
"Astaga kamu beneran nambah?" tanya Alden. Indira mengangguk dengan geli. Keduanya sedang menikmati makan malam yang lebih awal."Aku nggak makan siang gara-gara Keenan," jawab Indira. Alden berhenti menyuap."Keenan? Kenapa dia?""Sudahlah lupain, aku nggak mau kehilangan selera makan lagi," tangkis Indira ingin beralih topik. Alden menggelengkan kepalanya."Pantesan dia ngotot ngak jadi ngijinin aku ngajak makan siang kamu," gumam Alden. Indira mengernyitkan keningnya."Kenapa nggak nunggu aja pulang kantor? Hindari berurusan sama Keenan deh. Malah jadi ribet sama dia, Al.""Masalahnya dia juga batalin proses transfer kamu ke perusahaan Griya Busana."Deg. Jantung Indira berdetak kencang."Transfer aku ke Griya? Aku baru tau ...."Alden juga baru teringat jika Indira belum mengetahui rencana mereka. Dengan penuh semangat Alden menjelaskan keseluruhan rencana mereka. Indira menj
Berulang kali Indira mengecilkan picingan matanya, untuk memperjelas pandangan pada detail desain. Namun masih tidak berhasil menemukan kejanggalan pada desain. Menurutnya, kemasan premium itu masih belum memuaskan."Kayaknya kotak yang melingkari kemasan masih kurang terang. Kamu bisa ganti dengan wana emas?" bisik Alden tiba-tiba muncul di sebelahnya. Indira terkejut dan melonjak kaget."Al!" pekik Indira yang merasakan konsentrasinya buyar seketika."Aku cuman kasih ide aja." Alden membela diri dan tersenyum mempesona.Indira mendadak merasa jengah, karena ia mengagumi senyum itu."Aku masih kerja. Nanti kalo jam sepuluh Luis belum dapet desain ini, aku bakal kena semprot," keluh Indira kembali menyibukkan diri.Alden akhirnya mengambil kursi dan duduk di depan meja kerja Indira. Kelima rekan kerja Indira melirik dengan iri. Indira mendadak menarik banyak perhatian cowok-cowok ganteng yang bukan dari kalangan bi
Siwi merapikan baju yang akan mengantarnya menuju sukses hari ini. Peragaan sampel dari perusahaannya akan dihadiri oleh pihak Mercure Asia. Desain baju karya Indira akan menjadi kunci untuk mencuri simpati Mercure seutuhnya."Jangan lupa telepon jika semua berjalan baik," pesan Vero ibunya.Siwi menjawab dengan ceria sembari berjalan keluar. Seto menatap langkah kaki putrinya dengan bangga."Mungkin sudah waktunya mundur. Siwi dan Keenan mungkin akan menjadi penerus kita," cetus Seto. Vero tersenyum dengan wajah penuh harap.Hubungannya dengan Seto semakin membaik. Rasa cinta keduanya terjalin dan sesuatu yang tidak pernah Seto lakukan, sekarang menjadi bagian dari hari-harinya.Bunyi panggilan berdering di ponsel Seto. Widari. Pria itu mengangkat, dan selanjutnya rentetan kalimat tidak menyenangkan mengenai Keenan, terlontar dari ibunya.***Siwi akhirnya selesai menyelenggarakan peragaan busana dengan desain
Siwi menangis sejadi-jadinya di kamar dan menutup wajahnya dengan bantal. Ia berteriak sekuat tenaga dan menumpahkan ganjalan hati.Apa yang ia takutkan selama ini menjadi kenyataan. Menjadi cucu dan keluarga yang berdarah bagsawan sangat tidak menyenangkan. Ia menghindari segala kemewahan dan fasilitas yang bisa ia dapatkan. Karena dirinya tahu, kebusukan eyang juga keluarganya di Solo.Paman dan Pakdenya hanya menumpang hidup senang dari eyangnya. Setelah Seto, ayahnya, sukses semua mengerogoti kekayaan dengan berbagai cara. Termasuk menjerumuskan Keenan yang telah Seto masukkan sebagai ahli waris utamanya.Siwi tidak pernah iri ataupun keberatan atas semua itu. Dia mencintai dan menyayangi adik tirinya dengan tulus dan sungguh-sungguh. Bagi Siwi, Keenan adalah adik yang ia bersumpah akan lindungi dan bela apa pun yang terjadi.Siwi menghabiskan waktunya untuk menuntun dan memicu Keenan juga Alden untuk sukses. Dirinya memastikan ked
Pramono merayakan ulang tahun yang ke tujuh puluh dua hari ini. Seakan ingin meluapkan kebahagiaan, Indira menyiapkan kado dan kue tart cokelat yang cantik untuk kakeknya. Narti juga sudah menyediakan nasi kuning yang berbentuk tumpeng. Untaian lagu terdengar dari kamar dan Pramono tertawa dengan nada bahagia.Perayaan yang hanya dihadiri bertiga, cukup menghadirkan jutaan kebahagiaan. Inilah pencapaian tertinggi dalam hidupnya. Pramono melihat Indira sudah siap untuk mandiri."Perayaan yang paling berkesan. Terima kasih sudah berjuang untuk kita," ucap Pramono dengan sedih dan penuh rasa syukur secara bersamaan. Indira mengangguk."Bersabar ya, Kung. Indi janji kehidupan kita akan lebih baik dan Kakung akan mendapat perawatan yang lebih dari sekarang," jawab Indira dengan bibir gemetar.Pramono menyentuh pipi cucunya. Tidak lama, Narti datang dengan dua petugas medis dan ambulan sudah terparkir di depan rumah. Indira tersenyum dan den
Entah berapa lama Indira menunggu dengan kondisi setengah tertidur. Akhirnya, pintu operasi terbuka. Alden membangunkan Indira dengan perlahan dan gadis itu terbangun.Kakeknya didorong keluar dari ruang operasi dan Indira mengikuti dengan langkah cemas. Mata kakeknya masih terpejam."Masih dalam kondisi terbius, Mbak. Nanti juga sadar, kok," ucap perawat yang mendorongnya.Indira mengucapkan terima kasih. Seorang perawat meminta Indira menebus beberapa obat yang akan diperlukan nanti untuk disuntikkan ke dalam infus. Gadis itu mengangguk dan berlalu diikuti Alden.Begitu selesai mendapatkan obat, Indira mampir ke meja rekening pasien untuk menyelesaikan administrasi.Lima menit kemudian, petugas tersebut menyodorkan beberapa kertas dan semua telah terbayar! Biaya sejumlah lima belas juta lunas, beserta deposit yang masih tersisa sebesar sepuluh juta."Depositnya kami akan pergunakan untuk biaya obat dan kamar pasc
Pramono mulai siuman dan Indira menyambut dengan sukacita. Tidak henti-hentinya ia mengucap syukur dan mengecup pipi kakeknya, dengan hati meluap oleh kelegaan.Penantian setelah sekian jam berbuah baik. Walaupun masih harus tidur miring dan terlihat lemah. Namun Pramono sudah menyunggingkan senyum, yang mampu menyingkirkan kekhawatiran Indira."Terima kasih sudah bersabar pada kakung, Nduk," ucap Pramono pelan.Indira mengangguk dengan senyum manis."Makasih juga buat Kakung yang udah mau bertahan demi Indira," sambut gadis itu tidak kalah sumringah.Pramono mengerjapkan mata dengan lemah."Haus ...," keluh Pramono dengan lirih.Indira mengangsurkan gelas dengan sedotan padanya. Pramono meminum cairan putih itu dengan susah payah. Napasnya kembali tersenggal."Jangan banyak-banyak dulu minumnya, ya?" pesan perawat yang muncul untuk memeriksa kondisi pasien.Indira mengangguk
Siwi mencoba menahan tawa saat dokter Toni, teman Alden, memeriksa dengan seksama. Widari dan Sandi terbaring di kamar tamu yang memiliki dua tempat tidur dengan wajah memerah. Hati mereka penuh umpatan dan mendongkol."Saya harus memasang infus untuk membantu meredakan syaraf mereka yang menegang. Untuk serangan jantung mereka, saya akan memberi surat pengantar ke rumah sakit. Supaya ada tindakan lanjutan," ucap Toni dengan wajah masih serius dan melepas stetoskop dari kupingnya."Jika ada saran pemasangan ring, saya sarankan ke Penang. Mereka bisa membantu cara alternatif yang lebih efektif," lanjut Toni."Jangan ke rumah sakit. Dokter keluarga kami tahu cara menangani, kok!" cegah Sandi dengan wajah panik."Ibu Siwi sudah menggantikan dengan saya, Pak. Dokter Dedi sepertinya bercanda dengan kasus jantung kalian. Bisa-bisanya serangan jantung berulang kali kok tidak ada rekomendasi ke rumah sakit," tukas dokter Toni dengan wajah pura
You know I want youIt's not a secret I try to hideI know you want meSo don't keep sayin' our hands are tiedYou claim it's not in the cardsAnd fate is pullin' you miles awayAnd out of reach from meBut you're here in my heartSo who can stop me if I decideThat you're my destiny?What if we rewrite the stars?Say you were made to be mineNothing could keep us apartYou'd be the one I was meant to findIt's up to you, and it's up to meNo one can say what we get to beSo why don't we rewrite the stars?Maybe the world could be oursTonightYou think it's easyYou think I don't wanna run to youBut there are mountainsAnd there are doors that we can't walk throughI know
Inilah kisah dari beberapa manusia yang mampu menaklukkan tantangan hidup dan cobaannya.Indira Sartika, seorang wanita yang begitu tegar menjalani berbagai krisis dalam hidupnya selama ini, akhirnya merengkuh dan layak mendapatkan buah dari keprihatinannya.Bukan karena dia wanita hebat dan memiliki kualitas bertahan yang mumpuni, tapi karena dia mencoba mengikuti nuraninya yang tidak mungkin berbohong. Setiap jalan yang ia ambil selalu menempuh cara benar dan bukan yang mudah.Berani berkata tidak dan menolak segala nikmat dunia, demi mempertahankan martabat sebagai wanita yang juga pantas dihormati.Pria melihat dia sebagai pribadi yang begitu berharga untuk dimiliki, karena prinsipnya tidak sekedar menjadi perempuan yang pasrah.Indira tahu dengan baik, tujuan hidup dan keinginannya. Tahu bagaimana memperjuangkan haknya sebagai wanita dan juga berani mengambil tanggung jawab meskipun pahit.Siwi dan Shana adalah saksi bagaimana Indira me
Alunan musik yang memenuhi ruang keluarga membuat hati siapa pun menjadi damai. Pilihan mereka adalah menikah di Bali dan setelah persiapan matang di Salatiga, akhirnya bersama-sama terbang ke Bali dua hari lalu.Besok adalah hari yang mereka nantikan. Persiapan gedung dan catering memang menggunakan event organizer, tapi Indira dan Menik tampak tidak bisa diam.Keduanya sibuk memeriksa bunga, pilihan makanan, tamu undangan, tempat duduk dan bahkan persiapan bulan madu. Keduanya memastikan jika ini akan berjalan baik dan tidak ada kendala.Kini malam sebelum pernikahan, Gya harus tinggal di hotel dan menjauh dari Renzo sementara waktu. Alden menggoda putranya yang tampak mulai gugup dengan seloroh yang cukup vulgar. Keenan menimpali dengan tawa yang tergelak. Genta dengan tenangnya mengatakan semua akan berakhir indah.“Seindah lenguhan panjang dan senyum cemerlang di pagi hari!” imbuh Alden tanpa menahan diri.Indira muncul dan bertola
Silka dan Ignar bergilir merawat dan menjaga Gya hingga sembuh. Renzo masih harus menyelesaikan keperluan surat menyurat untuk persyaratan pernikahan.Setiap sore dia datang menggantikan kedua adik sepupunya dan tidur di rumah sakit.Gya memang tidak memiliki luka dalam, tapi sepertinya dia masih menyimpan ketakutan tersendiri. Wajahnya sesekali mengernyit dan cemas.“Kamu masih inget kejadian itu, Kak?” tanya Silka tampak prihatin.Gya memejamkan mata dan membenarkan.“Kebencian sama Bayu nggak sebanding dengan penyesalanku karena udah ngebiarin dia masuk dalam hidup ini.”“Nyalahin diri adalah target Bayu yang sebenarnya. Jangan terpengaruh oleh hal itu, Kak. Kayaknya nggak berharga banget,” bantah Silka dengan cepat-cepat.“Ya. Dia memang mau ngancurin aku pelan-pelan, lewat pikiranku.”Gya sadar sekali akan hal itu.“Kita nggak akan ngebiarin itu, kan?” Silk
Renzo merasakah tubuhnya gemetar oleh amarah yang mengelegak. Melihat kekasihnya dihajar sedemikian rupa oleh pria biadab, membuat Renzo diliputi dendam.Alden dan Indira terus menenangkan dengan kata-kata lembut.“En, tenang. Pakai ini dan bukan ini,” ucap Alden sembari menunjuk kepala kemudian lengan.Putranya duduk terkulai dan meremas rambut gusar.Ibu dan kakak Gya sudah dikabari dan mereka sedang menuju ke rumah sakit dari hotel. Pernikahan tinggal dua minggu lagi dan suasana gembira menjadi duka dalam sekejap.Saat bertemu dengan Leo dan Dion, kedua pria yang akan menjadi kakak iparnya tersebut menepuk pundaknya dengan pelan.“Kita nggak akan bertindak apa pun, kecuali lapor polisi! Semua bakal ditindak melalu proses hukum yang benar dan tahan emosi kalian. Kalo ada yang nekad, Bayu menang dan kita kalah telak!” ingat Alden dengan lantang dan tegas.Ibu Gya terlihat gemetar dan tidak sanggup berdiri. Ind
Persiapan pernikahan memang selalu merepotkan. Namun Gya tidak melihat sedikit pun kesulitan yang membuatnya kelelahan dan stress. Ibu mertuanya, Indira, selalu membantu dan mengarahkan dengan sabar.Pemilihan pernak pernik yang berbeda pendapat dengan keluarga besarnya, akhirnya berhasil ditengahi dengan elegan dan bijak oleh Indira.Ibu Gya memuji berkali-kali tentang calon ibu mertuanya yang ternyata masih muda dan sangat cantik tersebut. Terlebih lagi ayah mertuanya, Alden, yang mirip dengan pria muda dengan penampilan masih tidak kalah menarik dan modis dengan Renzo.Dengan hati-hati, Gya menjelaskan mengenai siapa Renzo dan ibunya semakin kagum dengan keluarga mereka. Gya melihat dengan jelas, bagaimana ibunya sedikit syok dan tersentuh oleh kebesaran hati Indira yang membesarkan Renzo tanpa menimbang dia bukan putra yang terlahir dari rahimnya.Keputusan buat Indira tidak memiliki anak kandung adalah karena dirinya merasa lebih dari cukup mendapatk
Alden berdiri di depan bingkai foto di ruang tengah rumah Salatiga. Matanya menatap gambar dirinya bersama Indira dan Renzo dalam baju adat Jawa.Di sebelah bingkai foto besar tersebut, terdapat foto Indira bersama Jantayu dan Renzo dengan baju pernikahan modern. Hatinya berdesir sakit.Bukan karena cemburu, melainkan merasa prihatin akan nasib Jantayu yang malang.Pria baik itu tidak sempat menjalani kehidupan bahagia yang lama dengan wanita luar biasa, Indira. Alden bahkan sempat mengalah demi memberi kesempatan pada Jantayu untuk menjadi pria yang bisa meneruskan harapannya.“Kayaknya baru kemarin dia ada di sini,” gumam Indira tiba-tiba ada di sebelahnya.Alden mengingat dengan jelas saat datang ke rumah ini beberapa belas tahun yang lalu setelah Jan meninggal. Foto itu menjadi satu-satunya kehangatan yang terpancar dan bisa memberi sinar juga kekuatan bagi Indira untuk bertahan dalam kesedihan.Dunia istrinya mungkin dalam k
Kembali ke Jakarta dengan status baru, cukup membuat Silka risih. Antara dia dan Alka adalah hubungan kecelakaan yang tidak disengaja.Sementara kembali pada aktivitas kuliah yang super sibuk mendekati akhir semester, Silka memilih tidak lagi memusingkan tentang Alka.Pria itu cukup memberinya ruang dan gerak yang tidak mengikat. Mungkin inilah enaknya pacaran dengan orang dewasa. Banyak pengertian yang dia dapatkan dari Alka.“Sil! Kamu beneran pacaran sama dosen baru anak fakultas kedokteran?” tanya teman kuliahnya dengan wajah penasaran.Silka mengangguk ragu.“Gila! Keren banget sih! Pak Alka itu ganteng dan baik banget!”Silka terus mendengarkan puluhan pujian untuk kekasihnya yang hingga detik ini belum pernah dia cium atau pegangan tangan.Setelah mendekati jam masuk kelas, Silka mengakhiri obrolan satu arah itu dan melenggang masuk. Selama kuliah berjalan, dia tidak habis-habisnya memikirkan tentang Alk
Mungkin bertemu jodoh itu terjadi tanpa bisa terduga.Bagi Silka yang masih berusia awal dua puluhan, ini bukan menjadi pertimbangan seriusnya. Terlebih lagi Ignar juga masih bimbang akan jati dirinya, semua keluarga tidak akan berpusat pada hal pernikahan dalam waktu dekat.Mengunjungi orang tua dan kerabatnya di Salatiga memang menyenangkan. Dia kadang malas meninggalkan kota kecil tempat ia tumbuh dan besar. Teman masa kecilnya ada di sini. Tapi Silka untuk saat ini tidak memiliki pilihan.Semua keluarga berkumpul di rumahnya. Ayahnya, Keenan, tampak masih tampan meskipun menjelang usia setengah baya. Mati-matian ayahnya menolak dengan mengatakan masih lima tahun lagi, tapi Silka suka mengangguk dengan gencar.Malam itu Renzo datang sendiri dan Silka senang karena memiliki waktu untuk berbagi lebih banyak. Perhatian kakak sepupunya memang tertuju pada dua hal akhir-akhir ini.Untuk Ignar dan Gya, kekasihnya.Silka merindukan masa-masa di